Suara azan subuh berkumandang, Dika terbangun dan mendapati Nuri masih terlelap di sampingnya sambil memakai selimut. Untuk sesaat, pria itu takjub dengan wajah polos Nuri yang amat sedehana, tetapi tetap manis. Ada banyak ujian hidunya, termasuk saat menikah dengan pria bernama Dika. Sekarang, ia mendapatkan ujian saat menikah dengan Daniel. Dika meraba ponsel yang ia letakkan di bawah, lalu ia ambil potret Nuri beberapa kali. Setelah itu, barulah ia mandi sekalian berwudhu.Tidak dipungkiri, cuaca di Puncak memang sudah tidak sedingin dulu, tetapi bagi kita yang biasa dengan udara Jakarta, tetap saja merasa kedinginan saat subuh seperti ini."Nuri, bangun! Sudah subuh," ujar Dika berbisik di telinga Nuri. "Sebentar lagi, Mas," jawab Nuri serak masih dengan mata terpejam. Dika pun maklum, mungkin saja Nuri semalam tidak hisa cepat tidur karena takut dengan suasana rumah. Pria itu memutuskan solat subuh duluan, barulah ia membuat sarapan. Sarapan kali ini, Dika memasak nasi. Ada min
"Halo, Angel, ada apa, Nak?" "Mama lagi di mana?" "Mama lagi di rumah. Biasa, baru selesai beresin tanaman. Ada apa?""Angel mau belikan Mama cincin, tapi Angel gak tahu ukuran jari Mama. Sore ini Angel jemput ya. Kita ke toko emas yang di mal, terus makan-makan deh.""Ya, ampun menantu Mama baik sekali. Oke, Ma tunggu ya."Angel meletakkan ponselnya di atas ranjang. Ia hari ini sengaja ijin kantor karena ada hal yang mau ia bereskan. Salah satunya adalah memastikan Nuri untuk tidak mau lagi kembali ke rumah suaminya. Angel keluar dari kamar, lalu menuju dapur. Ruangan bersih itu tidak ada orang. Nia; ART suaminya mungkin sedang keluar karena ruang setrika pun kosong. Angel tersenyum licik. Dengan gerakan amat cepat, ia masuk ke halaman belakang untuk mencari kecoa. Jika kebanyakan wanita itu takut kecoa atau lebih tepatnya jijik dan juga geli, maka ia tidak. Ada empat kecoa di yang berhasil ia dapat dan masukkan binatang itu ke dalam plastik bening. Lalu tidak lupa karbol pun ia
"Bu, permisi saya numpang tanya, rumahnya Bu Widya yang mana ya?" tanya Daniel pada salah seorang ibu muda yang tengah menggendong putri kecilnya. Ibu muda itu mengerutkan kening sambil menggelengkan kepala."Oh, baiklah, makasih." Daniel kembali berjalan mencari rumah besar dengan pagar hitam, sesuai keterangan tukang tadi, tetapi ia tidak menemukan rumah besar dengan pagar hitam di daerah tempat tinggal Nuri. Hanya ada rumah tipe sederhana layaknya model rumah perumnas. Daniel tidak mau menyerah, ia kembali bertanya pada pemilik warung yang tengah menatap toples dagangannya."Permisi, Bu, saya numpang tanya, di mana rumah Bu Widya ya?" tanya Daniel ramah. Ia sangat berharap mendapatkan jawaban karena ia sudah bingung keliling gang dan tidak menemukan rumah Bu Widya."Gak ada yang nama Widya di sini, Mas," jawab ibu pemilik warung santai. Daniel menghela napas berat. "Oh, gak ada ya. Baik, Bu, terima kasih." Daniel kembali ke rumah Nuri, tetapi tidak ada tukang di sana. Pekerjaan di
"Oh, Bu Nuri gak ada kemari, Mbak," jawab Fitri cepat. Ia ingat akan pesan majikannya bahwa tidak boleh ada yang tahu di mana Nuri bersembunyi saat ini."Mbak gak bohong'kan? Soalnya perawat rumah sakit bilang, bunda saya keluar bersama dengan Oma Widya dan Om Dika. Oleh karena itu saya kemari. Apa benar bunda saya gak kemari? Saya hanya ingin tahu kabarnya?" wajah Luna nampak kecewa. Remaja itu jelas mengkhawatirkan ibu sambungnya.Fitri pun sebenarnya tidak tega. Apalagi ekspresi Luna jelas sekali sedih dan juga kecewa, tetapi demi kebaikan bersama, terutama Bu Nuri. Maka ia harus menurut perintah majikannya."Saya gak tahu soal itu, Mbak. Bu Widya dan Pak Dika pulang ke sini gak bawa siapa-siapa. Coba aja Mbak masuk kalau gak percaya. Mari, silakan!" Fitri mempersilakan tamunya masuk. Siang ini, Bu Widya tidak ada di rumah karena sedang berputar mengecek laundry miliknya, sedangkan Pak Dika masih berada bersama Bu Nuri yang alamat lengkapnya juga ia tidak tahu. Luna masuk setelah
"Kebakaran gimana, Win? Kamu jangan bercanda!""Mana berani saya bercanda, Bu. Kebakaran yang pakai api itu, Bu. Kebakaran kan namanya? Aduh, kenapa say jadi bingung ini? Pokoknya warung kebakaran karena toko ikan di sebelah sedang kosleting listrik, Bu. Jadi kesamber warung Ibu. Ini saya lagi di lokasi, tapi saya gak bisa video call karena kemera depan saya rusak. Ibu bisa ke sini? Barang Ibu habis semua.""Ada korban jiwa gak?""Gak ada, Bu, adanya korban kerjaan saya, Bu. Mana mau puasa, mau lebaran, kalau gak kerja, gimana saya bisa tenang puasa.""Alhamdulillah kalau gak ada korban jiwa. Maafin saya ya, Winda. Saya lagi ada masalah sehingga belum bisa buka warung, tapi nanti sodara saya mungkin akan bantu saya ke sana.""Baik, Bu, itu saja ya Bu. Semoga masalah Ibu lekas selesai. Terus, saya gimana, Bu?""Ya udah, gaji kamu dan Eko nanti saya bayar ya, tapi gak full.""Alhamdulillah, makasih Bu."Sambungan itu pun terputus. Nuri terdiam dengan kedua kaki yang tiba-tiba merasa tid
Kini Nuri sudah berada di dalam sebuah ruangan di kantor pengadilan agama. Dengan bantuan relasi pelanggan Bu Widya, Nuri diberikan kesempatan untuk mendiskusikan masalahnya pada penasehat rumah tangga tersebut.Wanita berusia lima puluh sedang duduk di depannya. Mendengarkan setiap kalimat yang meluncur dari bibirnya. Nuri menceritakan awal mula masalah rumah tangganya dengan Daniel, sampai terakhir ia kabur ke Puncak."Menurut Ibu, apa yang harus saya lakukan? Saya sudah tidak mau bersama suami saya itu. Saya terlalu ngeri untuk kembali lagi dan bisa dipastikan saya akan dikunci di rumah. Ia punya istri muda yang bisa ia pakai kapanpun, tetapi ia tidak mau menceraikan saya," kata Nuri begitu bersemangat."Dia harus mau melepaskan kamu karena yang dia lakukan sudah termasuk KDRT dengan menyekap istri. Berapa hari kamu dikunci di kamar itu? Apa gak dia lihat kamu atau diberikan makanan?" tanya penasihat itu lagi. Nuri menggelengkan kepala."Saya benar-benar diabaikan, Bu. Jika bukan k
"Terima kasih, Nia. Maafkan saya kalau punya salah sama kamu ya. Titip salam untuk Luna. Oh, iya, jangan bilang pada Luna kalau saya ke sini sama Bu Widya." Nuri berjabat tangan dengan Nia. Suaranya bergetar menahan tangis karena kali ini ia sudah bersumpah tidak akan kembali ke rumah Daniel. Ia akan mengakhiri pernikahannya."Iya, Bu, jaga diri ya. Semoga usaha baso Ibu kembali lancar.""Aamiin, terima kasih Nia." Nuri pun masuk ke dalam mobil. Sudah ada Bu Widya di bangku kemudi, siap membawa Nuri ke rumahnya.Malam harinya, Nuri dan Bu Widya sedang makan malam. Wanita itu makan begitu lahap, seakan-akan semua masalahnya hari ini tuntas. Padahal belum, semuanya baru diproses saja. Namun, cepat atau lambat, ia akan mendapat keadilan dari sikap semena-mena suaminya.Bu Widya tersenyum memperhatikan Nuri yang makan dengan lahap. Ia seperti baru saja membawa anak perempuannya pulang ke rumah. Rasanya pun sungguh bahagia."Jadi, belum bisa jualan dulu?" tanya Bu Widya pada Nuri."Gak bis
"Halo, assalamualaikum, Nuri, kamu lagi apa?" "Wa'alaykumussalam, Mas. Lagi rebahan aja. Mas lagi apa?""Lagi nelpon kamu, he he he ...""Kapan balik dari Bandung?""Masih dua hari lagi. Padahal aku udah kangen.""Kangen kok sama mantan.""Dikit lagi gak jadi mantan lagi. Oh, iya, Daniel kayaknya masih terus nyariin kamu. Apa kamu udah siap jika suatu hari ketemu Daniel dan pria itu memaksa kamu pulang?""Udah, Mas, nanti biar polisi aja yang urus. Saya bingung mau menghempaskan Mas Daniel gimana? Udah terlalu capek.""Bener juga, biarin polisi aja yang urus. Kamu jangan terlalu stres ya. Baik-baik di rumah mama. Kalau gak ada perlu urgent keluar, gak usah keluar. Kalau keluar, ajak mama nemenin.""Iya, Bos. Baik banget setelah jadi mantan ya." Nuri tergelak karena berhasil meledek Dika."Iya, aslinya saya baik kok, Nuri. Kamu aja belum tahu."Keduanya terus mengobrol sampai larut malam. Bu Widya sempat menguping sebentar karena mendengar suara Nuri tengah bercakap-cakap di dalam kam
"Mas ada apa?" tanya Nuri yang menghampiri suaminya di balkon kamar. Pria itu baru saja menerima telepon dan wajahnya menjadi murung. Nuri memeluk tubuh suaminya. Angin malam membuat udara sangat sejuk, sehingga berpelukam adalah hal yang paling tepat dilakukan saat ini. "Mas, ada apa?" tanya Nuri lagi saat suaminya tak juga bersuara menjawab pertanyaannya. "Harimau Sumatera kena virus di lidahnya. Jadi gak mau makan. Diam saja. Padahal sudah ada dokter hewan khusus menangani harimau itu. Harimau itu satwa langka, jika ia mati, makan perlahan spesiesnya bisa punah. Harimau Sumatera ada dua di kebun binatang. Satu jantan dan satu betina, baru saja mau dikawinkan, penjantan sakit. Saya harap Leora bisa sembuh.""Namanya Leora?" tanya Nuri. Dika mengangguk. Wajah suaminya dan gaya bicara suaminya berubah amat sangat serius. Ia menjadi sosok yang berbeda jika sudah bicara tentang passion dan kegemarannya."Maaf ya, suasana bulan madu kita jadi seperti ini," kata Dika tidak semangat. "G
Perut pengantin keroncongan. Tidur delapan belas jam membuat lambung keduanya berteriak tidak tahan lapar. Masih dengan piyama saja, Nuri pergi turun ke bawah untuk makan, sedangkan Dika masih dengan beskap, hanya bagian atas diganti dengan kaos biasa.Semua diambil oleh sepasang pengantin itu. Ada jus, buah potong, es krim, makan berat, aneka kue, dan desert lainnya. Nuri sengaja memakai totte bag yang berisi kotak bekal. Jika tidak habis, bisa ia bawa ke kamar."Sayang, udah jam sebelas. Ayo, cepat makannya! Kita belum mandi dan bersiap untuk pergi ke Taman Safari. Ada mobil dari kantor nanti yang jemput. Kalau jam dua belas kita belum check out, kita bisa kena tegur petugas hotel. Mobil kantor jemput jam setengah dua belas," kata Dika mengingatkan Nuri yang masih asik menikmati es krim."Ck, Mas, kita jadi terburu-buru gini. Ampun deh! Kagak mirip pisan sama honeymoon. Ya sudah, ayo, kita naik deh!""Mandinya berdua aja ya, biar cepat," bisik Dika lagi sambil membantu istrinya mema
"Sudah, jangan menangis, Angel. Ini sudah takdir," ucap Daniel menenangkan istrinya yang masih saja sesegukan. Ia baru kembali dari menguburkan jenazah bayinya yang ia kubur di halaman rumah. Luna pun meneteskan air mata karena sedih. Ada rasa kehilangan dan kecewa karena ia tidak punya adik, padahal ia sangat inginkan adik dari papanya. Ia ingin rumahnya ramai dengan tawa dan canda anak kecil. Namun, semua mimpinya terpaksa ia kubur."Ini salah Papa. Papa gak peka sebagai suami," suara serak Luna membuat Daniel dan Angel menoleh serentak."Apa yang kamu katakan, Nak?" tanya Daniel dengan wajah sedih. "Luna bilang, Papa gak aware sama Tante Angel. Papa selingkuh dari Bunda Nuri, tapi dengan Tante Angel pun Papa gak sepenuhnya peduli padahal jelas Tante Angel lagi hamil anak Papa; adik Luna. Tante udah ngeflek seminggu lalu, tapi Papa cuek dan gak pentingin bayi Papa. Papa kalau seperti ini terus, gak akan ada wanita yang tahan hidup dengan Papa. Luna kecewa sama Papa! Luna jadi takut
"Kenapa Angel?" Daniel terbangun saat merasakan istri yang tidak di sebelahnya terus saja bergerak gelisah. "Perut saya gak enak, Mas." Angel melangkah masuk ke kamar mandi. Daniel berbalik sambil memeluk guling, melanjutkan mimpinya yang sempat terhenti karena perut istri yang mulas.Suara pintu kamar mandi terbuka. Daniel dapat mendengarnya, begitu juga suara langkah sang Istri yang tidak lama kemudian terdengar suara laci lemari dibuka. Daniel menoleh ke belakang."Kenapa?" tanya Daniel."Flek, Mas." Angel memakai celana dalam yang bersih. "Mas, antar saya ke dokter yuk! Saya takut kenapa-napa. Ini flek, kemarin enggak, kemarin lusa flek. Sehari flek sehari nggak. Saya jadi penasaran kenapa.""Mungkin karena kamu lelah aja. Udah tidur aja. Nanti juga berhenti fleknya. Ini hari kamis kan, kalau Sabtu masih flek, kita ke dokter. Aku ngantuk banget." Daniel kembali memejamkan matanya, sedangkan Angel masih gelisah. Ia memang ikut berbaring, tetapi ia tidak juga bisa memejamkan mata
"Bang, ngebut ya," kata Nuri berpesan pada sopir ojek online. "Siap, Bu, tapi Ibu jangan kaget kalau saya ngebut ya," balas pengemudi ojek itu yang mungkin usainya sekitar empat puluh tahunan. "Nggak kok, kita emang harus cepat, soalnya ada pelakor di rumah saya. Kalau bisa cepat, maka saya akan kasih dua ratus ribu buat Abang, gimana?" "Wah, mau ada perang dunia kayaknya nih. Okelah, Bu, pegangan ya. Pasti saya bisa cepat, Bu." Motor pun melesat cepat, sehingga hampir saja Nuri jatuh terjengkang, jika ia tidak memegang jaket pengemudi itu. Pria itu membuktikan ucapannya. Hanya sepuluh menit saja ia di jalan dengan tampilan akhir amat berantakan. Wajahnya lengket dan mulutnya tidak bisa mengatup karena banyaknya masuk angin ke dalam mulutnya. Biasanya jika naik ojek online ,maka ia akan membutuhkan waktu setengah jam lebih lima menit, tetapi bersama ojek online ajaib ini rasanya baru naik sudah sampai."Makasih banyak atas bantuannya, Bang. Saya jadi sampai tepat waktu." Nuri memb
Tiga Bulan BerlaluNuri menguap lebar di depan kertas sketsa yang sejak pagi ia corat-coret, tetapi tidak menemukan kecocokan pada design gaun pesta tersebut. Sudah sejak lama Bu Celine memintanya menggambar menggunakan tablet atau laptop, tetapi karena ia tidak mahir dengan dua alat itu, ia hanya menggunakan pensil khusus dan juga kertas gambar untuk membuat design.Bosnya baik, begitu juga dengan teman-teman di kantor pusat dan juga team butik yang sering ia jumpai. Mereka dapat menerimanya dengan baik, selama tiga bulan ia bekerja. Satu buah sketsa dihargai lima belas juta dan jika berhasil dilirik oleh rumah model, maka akan diberikan bonus. Untuk gaji pokok Nuri mendapatkan upah delapan juta dan jika ia saat berhasil membuat design menarik pasaran, maka uang lima belas juta itu ikut masuk ke rekeningnya. Hoam! Sekali lagi Nuri menguap. Ini sudah jam sebelas malam. Matanya mengantuk, tubuhnya sudah penat, tetapi idenya seperti tidak tuntas. Oleh karena itu, Nuri memutuskan ke da
"Ada apa, Ma? Tumben siang-siang Mama ke sini?" tanya Daniel dengan wajah masamnya. Bu Cici menghela napas panjang, lalu memilih duduk di kursi menemani putranya yang tengah memberi makan ikan koi di kolam belakang."Mama cuma pengen ketemu anak Mama, masa gak boleh? Gimana urusan kamu sama Nuri?" tanya Bu Cici to the point. Ia tidak ingin Daniel keburu pergi karena kehadirannya."Udah selesai, Ma. Nuri selingkuh dengan mantannya.(kayaknya bakal jadi judul baru penulisnya nih)." Daniel ikut duduk di kursi kosong di sebelah Bu Cici."Maksud kamu, Dika?" tanya Bu Cici memastikan."Iya, Ma. Daniel dan Nuri sudah selesai. Hamya perlu menalaknya. Sudah saya lakukan kemarin. Jadi, Mama jangan tanya apapun lagi soal Nuri pada saya. Kami sudah selesai." "Hm, bagus kalau begitu. Kamu jadi bisa fokus pada Angel. Apa kabar istri kamu itu? Mama gak lihat, tapi mobilnya ada di depan." "Ada di kamar, Ma. Angel lagi kurang sehat. Maunya tidur terus. Angel ambil cuti dua Minggu hanya untuk rebahan
Hatinya begitu membuncah gembira karena beban yang menahan di dadanya beberapa bulan ini, akhirnya terlepas juga. Daniel menalak ya lewat pesan yang ia baca dari screenshot yang dikirimkan Bu Widya. Ini adalah penyemangat baginya yang akan melakukan interview. Hari pertama yang ia harapkan bisa merubah takdirnya di masa depan."Permisi, saya Nuri yang akan interview hari ini? Apakah saya bisa bertemu Bu Soraya?" tanya Nuri dengan begitu ramah pada dua petugas wanita muda yang berjaga di meja resepsionis."Oh, baik, Mbak. Silakan tunggu di kursi ya. Saya lapor ke atasan saya dulu." Resepsionis yang berambut hitam pekat itu mengangkat gagang teleponya. Nuri menunggu dengan sabar dengan detak jantung yang tidak beraturan. Tanyanya dingin dan juga sedikit berkeringat. Ia gugup. Ini pertama kalinya ia melamar pekerjaan seumur hidup karena sejak dahulu ia hanya menemani ibunya di rumah sambil belajar menjahit."Mbak Nuri, silakan naik ke lantai dua ya. Bisa naik lift. Nanti ada ruangan HRD
Nuri sudah berada di depan rumah mertuanya; Bu Cici. Ini adalah salah satu cara agar Daniel bisa melepasnya karena setelah foto dirinya berpelukan dengan Dika hanya ceklis satu saja di ponsel Daniel. Nuri berharap banyak ibu mertuanya bisa membantunya."Assalamualaikum," seru Nuri dari balik pagar. Ini sudah salam kedua dan tidak ada orang yang keluar dari dalam rumah besar itu. Rumah yang berada di tengah kota Depok dan termasuk perumahan elit. Rumah yang posisinya berada di hock menjadikan rumah itu sangat besar. Tidak ada respon dari sisi kanan rumah, Nuri berjalan ke arah kiri. Ada sebuah mobil terparkir di sana yang tertutup cover berwarna silver."Assalamualaikum," seru Nuri sekali lagi. Terdengar suara anak kunci diputar. "Wa'alaykumussalam, cari siapa, Mbak?" tanya wanita muda yang mirip ART."Bu Cici-nya ada, Mbak? Saya Nuri, istri Daniel.""Oh, Bu Nuri, a-ada, Bu. Mari masuk. Nyonya lagi yoga di ruangan atas, sebentar saya panggilkan ya. Mari masuk lewat depan aja, Bu." Nur