"Bu, permisi saya numpang tanya, rumahnya Bu Widya yang mana ya?" tanya Daniel pada salah seorang ibu muda yang tengah menggendong putri kecilnya. Ibu muda itu mengerutkan kening sambil menggelengkan kepala."Oh, baiklah, makasih." Daniel kembali berjalan mencari rumah besar dengan pagar hitam, sesuai keterangan tukang tadi, tetapi ia tidak menemukan rumah besar dengan pagar hitam di daerah tempat tinggal Nuri. Hanya ada rumah tipe sederhana layaknya model rumah perumnas. Daniel tidak mau menyerah, ia kembali bertanya pada pemilik warung yang tengah menatap toples dagangannya."Permisi, Bu, saya numpang tanya, di mana rumah Bu Widya ya?" tanya Daniel ramah. Ia sangat berharap mendapatkan jawaban karena ia sudah bingung keliling gang dan tidak menemukan rumah Bu Widya."Gak ada yang nama Widya di sini, Mas," jawab ibu pemilik warung santai. Daniel menghela napas berat. "Oh, gak ada ya. Baik, Bu, terima kasih." Daniel kembali ke rumah Nuri, tetapi tidak ada tukang di sana. Pekerjaan di
"Oh, Bu Nuri gak ada kemari, Mbak," jawab Fitri cepat. Ia ingat akan pesan majikannya bahwa tidak boleh ada yang tahu di mana Nuri bersembunyi saat ini."Mbak gak bohong'kan? Soalnya perawat rumah sakit bilang, bunda saya keluar bersama dengan Oma Widya dan Om Dika. Oleh karena itu saya kemari. Apa benar bunda saya gak kemari? Saya hanya ingin tahu kabarnya?" wajah Luna nampak kecewa. Remaja itu jelas mengkhawatirkan ibu sambungnya.Fitri pun sebenarnya tidak tega. Apalagi ekspresi Luna jelas sekali sedih dan juga kecewa, tetapi demi kebaikan bersama, terutama Bu Nuri. Maka ia harus menurut perintah majikannya."Saya gak tahu soal itu, Mbak. Bu Widya dan Pak Dika pulang ke sini gak bawa siapa-siapa. Coba aja Mbak masuk kalau gak percaya. Mari, silakan!" Fitri mempersilakan tamunya masuk. Siang ini, Bu Widya tidak ada di rumah karena sedang berputar mengecek laundry miliknya, sedangkan Pak Dika masih berada bersama Bu Nuri yang alamat lengkapnya juga ia tidak tahu. Luna masuk setelah
"Kebakaran gimana, Win? Kamu jangan bercanda!""Mana berani saya bercanda, Bu. Kebakaran yang pakai api itu, Bu. Kebakaran kan namanya? Aduh, kenapa say jadi bingung ini? Pokoknya warung kebakaran karena toko ikan di sebelah sedang kosleting listrik, Bu. Jadi kesamber warung Ibu. Ini saya lagi di lokasi, tapi saya gak bisa video call karena kemera depan saya rusak. Ibu bisa ke sini? Barang Ibu habis semua.""Ada korban jiwa gak?""Gak ada, Bu, adanya korban kerjaan saya, Bu. Mana mau puasa, mau lebaran, kalau gak kerja, gimana saya bisa tenang puasa.""Alhamdulillah kalau gak ada korban jiwa. Maafin saya ya, Winda. Saya lagi ada masalah sehingga belum bisa buka warung, tapi nanti sodara saya mungkin akan bantu saya ke sana.""Baik, Bu, itu saja ya Bu. Semoga masalah Ibu lekas selesai. Terus, saya gimana, Bu?""Ya udah, gaji kamu dan Eko nanti saya bayar ya, tapi gak full.""Alhamdulillah, makasih Bu."Sambungan itu pun terputus. Nuri terdiam dengan kedua kaki yang tiba-tiba merasa tid
Kini Nuri sudah berada di dalam sebuah ruangan di kantor pengadilan agama. Dengan bantuan relasi pelanggan Bu Widya, Nuri diberikan kesempatan untuk mendiskusikan masalahnya pada penasehat rumah tangga tersebut.Wanita berusia lima puluh sedang duduk di depannya. Mendengarkan setiap kalimat yang meluncur dari bibirnya. Nuri menceritakan awal mula masalah rumah tangganya dengan Daniel, sampai terakhir ia kabur ke Puncak."Menurut Ibu, apa yang harus saya lakukan? Saya sudah tidak mau bersama suami saya itu. Saya terlalu ngeri untuk kembali lagi dan bisa dipastikan saya akan dikunci di rumah. Ia punya istri muda yang bisa ia pakai kapanpun, tetapi ia tidak mau menceraikan saya," kata Nuri begitu bersemangat."Dia harus mau melepaskan kamu karena yang dia lakukan sudah termasuk KDRT dengan menyekap istri. Berapa hari kamu dikunci di kamar itu? Apa gak dia lihat kamu atau diberikan makanan?" tanya penasihat itu lagi. Nuri menggelengkan kepala."Saya benar-benar diabaikan, Bu. Jika bukan k
"Terima kasih, Nia. Maafkan saya kalau punya salah sama kamu ya. Titip salam untuk Luna. Oh, iya, jangan bilang pada Luna kalau saya ke sini sama Bu Widya." Nuri berjabat tangan dengan Nia. Suaranya bergetar menahan tangis karena kali ini ia sudah bersumpah tidak akan kembali ke rumah Daniel. Ia akan mengakhiri pernikahannya."Iya, Bu, jaga diri ya. Semoga usaha baso Ibu kembali lancar.""Aamiin, terima kasih Nia." Nuri pun masuk ke dalam mobil. Sudah ada Bu Widya di bangku kemudi, siap membawa Nuri ke rumahnya.Malam harinya, Nuri dan Bu Widya sedang makan malam. Wanita itu makan begitu lahap, seakan-akan semua masalahnya hari ini tuntas. Padahal belum, semuanya baru diproses saja. Namun, cepat atau lambat, ia akan mendapat keadilan dari sikap semena-mena suaminya.Bu Widya tersenyum memperhatikan Nuri yang makan dengan lahap. Ia seperti baru saja membawa anak perempuannya pulang ke rumah. Rasanya pun sungguh bahagia."Jadi, belum bisa jualan dulu?" tanya Bu Widya pada Nuri."Gak bis
"Halo, assalamualaikum, Nuri, kamu lagi apa?" "Wa'alaykumussalam, Mas. Lagi rebahan aja. Mas lagi apa?""Lagi nelpon kamu, he he he ...""Kapan balik dari Bandung?""Masih dua hari lagi. Padahal aku udah kangen.""Kangen kok sama mantan.""Dikit lagi gak jadi mantan lagi. Oh, iya, Daniel kayaknya masih terus nyariin kamu. Apa kamu udah siap jika suatu hari ketemu Daniel dan pria itu memaksa kamu pulang?""Udah, Mas, nanti biar polisi aja yang urus. Saya bingung mau menghempaskan Mas Daniel gimana? Udah terlalu capek.""Bener juga, biarin polisi aja yang urus. Kamu jangan terlalu stres ya. Baik-baik di rumah mama. Kalau gak ada perlu urgent keluar, gak usah keluar. Kalau keluar, ajak mama nemenin.""Iya, Bos. Baik banget setelah jadi mantan ya." Nuri tergelak karena berhasil meledek Dika."Iya, aslinya saya baik kok, Nuri. Kamu aja belum tahu."Keduanya terus mengobrol sampai larut malam. Bu Widya sempat menguping sebentar karena mendengar suara Nuri tengah bercakap-cakap di dalam kam
Daniel begitu terkejut saat membuka lemari pakaiannya, karena pakaian Nuri sudah tidak ada di rak biasanya. "Nia, Nia!" Teriak Daniel marah. Angel yang baru saja keluar dari kamar mandi, langsung menghampiri suaminya."Ada apa, Mas? Kenapa teriak-teriak?" tanya Angel bingung."Kamu lihat ini, semua pakaian Nuri gak ada di lemari." Daniel memperlihatkan sisi kosong di lemari tersebut."Bagus dong, bisa untuk saya, Mas. Ya sudah, pakaian saya nanti saya pindahkan ke ...""Gak bisa, bukan itu maksud saya!" Pekik Daniel marah. Angel semakin bingung melihat suaminya seperti orang stres "Ya, Tuan, ada apa?" tanya Nia yang sudah berdiri di depan pintu kamar majikannya."Kenapa baju Nuri semua gak ada di lemari? Kamu apakan? Sudah saya bilang, semua pakaian Nuri gak boleh diapa-apakan. Biarkan tetap di sini.""Bu Nuri dua hari lalu yang ke sini datang mengambil barangnya, Pak," jawab Nia jujur. Memang ia tidak berniat menutupi kebenaran karena ia sudah tidak takut lagi pada majikannya. Mala
"Daniel ke rumah mama? T-terus kamu bilang apa, Fit?" tanya Nuri yang terkejut."Saya bilang, Ibu gak ada di sini. Terus Pak Daniel maksa masuk. Saya ancam balik. Maaf ya, Bu, saya khawatir mengijinkan orang lain masuk ke rumah majikan saya. Untunglah nyali Pak Daniel ciut dan langsung pergi.""Ya ampun, sukurlah. Makasih ya, Fitri. Saya masih di pasar. Mama ke laundry.""Baik, Bu. Udah dulu ya, Bu. Assalamualaikum.""Wa'alaykumussalam." Nuri menaruh kembali ponselnya di dalam tas. Akhirnya ia bisa bernapas lega setelah mendapat laporan dari Fitri. Memang tidak aman tinggal di rumah Bu Widya. Bisa-bisa wanita itu mendapat teror dari Daniel. Kenapa polisi belum memanggil Daniel? Batin Nuri. Ia pun memutuskan untuk segera pulang. Bahan masakan yang ia perlukan sudah ia dapatkan semua. Lusa, mamanya ada acara arisan dan ia berencana untuk membuatkan baso Malang untuk teman-teman sang Mama.Begitu tiba di rumah, Dika pun ternyata baru sampai. Pria itu baru saja keluar dari kamar mandi, s