Share

BAB 2 Mau Tidur Denganku?

last update Last Updated: 2025-02-24 22:22:04

Setengah jam kemudian acara pernikahan akan berakhir, acara inti sudah dilewati. Saat ini Isabella sudah hampir selesai melukis.

"Kesenangan sudah berakhir. Aku akan kembali ke kamar" Ucap Regan dan segera membalikan badan.

Seketika langkahnya berhenti ketika melihat seorang gadis melukis dengan duduk tegak di depan kanvasnya, goresan kuasnya begitu tegas dan penuh makna. Cahaya lilin di ruangan itu menciptakan bayangan samar di wajahnya, tetapi ekspresinya tetap terlihat jelas—serius dan penuh konsentrasi.

Perlahan, Regan melangkah mendekat. Mata tajamnya menangkap setiap detail dari lukisan yang sedang dikerjakan Isabella. Semakin jelas ia melihat, semakin dalam alisnya berkerut.

"Apa yang kamu lukis?" tanyanya dengan suara rendah, nyaris berbisik.

Isabella menoleh sekilas, lalu tersenyum tipis. "Sebuah kebenaran."

Regan menajamkan pandangan. Lukisan itu sangat bagus, di bagian bawah lukisan ada foto sepasang pengantin, tapi di bagian atas menampilkan sosok seorang pria dan seorang wanita dalam pelukan mesra. Tapi yang membuat terkejut wajah-wajah yang terpampang di sana. Itu adalah Hilda—pengantin wanita—dan seorang pria yang jelas bukan suaminya.

"Gila…" gumam Regan. Tatapannya beralih ke Isabella yang tetap tenang.

Setelah memberikan goresan terakhir, Isabella membuang kuasnya sembarangan, dan berdiri. Berjalan perlahan ke arah Regan.

Menatapnya dari atas ke bawah dengan seksama 'Tubuhnya bagus' ucapnya didalam hati.

"Jomblo?" tanyanya santai.

Regan mengangkat alis "Iya, kenapa?"

"Apakah kamu mau tidur denganku?" ucapnya tanpa ragu.

Regan terpaku. "Apa?"

"Tidak mau? Ya sudah, aku cari yang lain saja," jawab Isabella ringan, berbalik tanpa menunggu jawaban.

Regan masih terdiam, belum sempat memproses kata-kata gadis itu. Sementara itu, Isabella menyerahkan lukisannya pada seorang pelayan yang sudah menunggu di depan ruangan.

"Letakkan ini di depan pintu masuk aula pernikahan. Ini upahmu," ucapnya singkat.

Pelayan itu mengangguk dan segera menjalankan perintah. Isabella kemudian berjalan ke lantai dua, mengamati situasi dari atas. Para tamu masih menikmati malam, hingga beberapa menit kemudian, suara riuh terdengar dari depan aula.

Seseorang telah menemukan lukisan itu, dan kekacauan pun dimulai.

Hilda yang baru saja hendak meninggalkan pelaminan terhenti saat melihat kerumunan. Matanya membelalak ketika mengenali isi lukisan itu. Wajahnya memucat, tangannya bergetar.

"Ini… ini tidak mungkin! Siapa yang melakukan ini?!" teriaknya panik.

Para tamu mulai berbisik-bisik, beberapa mengeluarkan ponsel untuk mengabadikan momen ini. Marcel, sang pengantin pria, menatap Hilda dengan sorot mata penuh kecurigaan. Pria dalam lukisan itu bukan dia, melainkan asistennya sendiri, Alden.

Sementara itu, Isabella hanya menyeringai tipis dari lantai dua, "Hadiah untuk pernikahanmu Hilda"

Setelah merasa cukup menikmati drama yang terjadi, Isabella berbalik untuk pergi. Namun, baru saja ia melangkah dua langkah, sebuah tangan menahannya dengan kuat.

Greb.

Isabella menoleh dan bertemu dengan sepasang mata tajam milik Regan Foster.

"Baiklah, aku akan tidur denganmu," ucap pria itu tiba-tiba.

Sebelum Isabella sempat bereaksi, Regan membungkuk dan mengangkatnya ke dalam gendongannya. Isabella yang terkejut spontan melingkarkan lengannya di leher pria itu.

Ia tidak pernah memiliki kendali atas hidupnya sejak tinggal di rumah Dion Sinclair. Tetapi untuk malam ini, keputusannya harus menjadi miliknya sendiri.

Sesampainya di kamar, Regan membuka pintu dengan satu tangan dan menutupnya dengan kakinya. Isabella masih dalam gendongannya. Setelah menurunkannya perlahan, pria itu menyeringai.

"Apa kamu berubah pikiran?"

"Tidak," jawab Isabella dengan tenang.

Regan mengamati ekspresinya. "Apa ini pertama kalinya?"

Isabella mendengus. "Untuk apa membahas itu?"

"Kalau kamu bilang lebih awal, aku bisa sedikit lebih lembut," balas Regan.

Isabella menatapnya tanpa ragu. "Mau pertama kali atau tidak, bukankah sama saja? Apa kamu suka main lembut, atau kamu belum makan hingga tak punya tenaga?"

Regan terkekeh rendah. "Jangan minta ampun nanti."

Tanpa berbasa-basi lagi, ia menarik Isabella ke tempat tidur dan menurunkannya perlahan. Napasnya terasa hangat di wajah gadis itu saat ia menunduk, menatapnya dengan intens.

Regan semakin mendekat, hingga bibir mereka hampir bersentuhan. Dalam hitungan detik, ciuman itu terjadi—dalam, menuntut, dan menghanguskan segala keraguan. Isabella tidak menolak, tangannya perlahan naik menyentuh wajah Regan sebelum akhirnya menyerah dalam dekapan pria itu.

Hari itu, di dalam kamar hotel, mereka tenggelam dalam gairah yang tak terbendung.

Setelah semuanya berakhir, Regan merengkuh tubuh Isabella erat dalam pelukannya, menatap wajahnya dengan sorot mata dalam.

"Ini juga pertama kalinya untukku," ucapnya lirih.

Isabella tersenyum kecil. "Aku suka."

Regan mengangkat alis. "Kamu bahkan tidak mengenal aku, tapi langsung suka?"

Isabella menatap bibir pria itu lekat-lekat. "Aku suka teknik ciumanmu."

Regan menghela napas kecil, menatapnya penuh penasaran. "Kamu terlihat polos dan patuh. Bagaimana bisa melakukan ini?"

Bukannya menjawab, Isabella malah berkata "Mau lagi?"

Seulas senyum penuh arti muncul di wajah Regan, lalu ia berbisik di telinga gadis itu dengan suara serak,

"Kamu yang minta, jangan menyesal kalau tidak bisa berjalan"

Isabella hanya tersenyum tipis, matanya memancarkan tantangan. Ia tidak mengatakan apa-apa, hanya menatap pria itu dengan penuh keyakinan.

Regan tidak butuh dorongan lagi. Dengan cepat, ia membalik tubuh Isabella hingga gadis itu berada di bawahnya. Kedua tangan mereka bertaut, napas mereka saling bersatu dalam kehangatan yang semakin membakar.

Ciuman mereka kembali bertemu, kali ini lebih dalam, lebih menuntut. Regan menelusuri lekuk wajah Isabella, turun ke lehernya, lalu bahunya. Isabella mendesah pelan, matanya terpejam menikmati setiap sentuhan yang diberikan pria itu.

Malam itu, sekali lagi, mereka tenggelam dalam gairah yang menghanguskan. Tidak ada kata-kata yang perlu diucapkan—hanya desir napas dan kehangatan tubuh yang berbicara.

Ketika akhirnya keduanya terbaring berdampingan, Isabella menoleh dan menatap Regan. "Kamu masih punya tenaga?" tanyanya menggoda.

Regan terkekeh rendah, menarik gadis itu ke dalam dekapannya. "Kamu menantangku lagi?"

Isabella hanya tersenyum penuh arti, dan mereka bersama dalam dua jam kedepan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Manipulasi Manis : Wajah Patuh Hati Licik   BAB 3 Bantu Aku Mencarinya

    Regan bersiap untuk mandi dan membuka pintu kamar mandi. Sementara itu, Isabell pergi diam-diam untuk pulang tanpa memberi tahu siapa pun. 30 menit kemudian, Regan keluar dan berkata "Ayo kita makan malam... mau di resto apa..." belum siap Regan bicara, ia mengernyit saat menyadari ruangan itu kosong. Wanita itu tidak ada di sana. Awalnya, dia berpikir mungkin wanita itu hanya keluar sebentar, tapi firasatnya berkata lain. Regan mendengus, "Setelah pakai, langsung di tinggal? Berani-beraninya" Dengan cepat, ia meraih ponselnya dan menghubungi Leo “Leo, bantu aku mencari seseorang. Ya, seorang wanita”. *** Keesokan harinya, di rumah keluarga Sinclair. Hilda terisak di ruang tamu keluarga Sinclair, wajahnya basah oleh air mata. Hari ini ia pulang ke rumah orang tuanya untuk mengadu. "Ma, sepertinya Marcel sangat marah. Dia memandangku dengan tatapan jijik" Hilda menangis disertai segugukan. "Ma, Marcel sangat marah. Dia melihatku seolah aku menjijikan" tangisnya pecah, bahuny

    Last Updated : 2025-02-28
  • Manipulasi Manis : Wajah Patuh Hati Licik   BAB 4 Mereka Keluarga Top Dari Kota Tanra

    Detik berikutnya, terdengar ketukan di pintu ruang kerja. "Masuk," ujar Tuan Sinclair tanpa mengalihkan pandangannya dari Isabella. Pintu terbuka, memperlihatkan sosok Theodore yang berdiri dengan ekspresi tenang. "Ada apa?" tanya Tuan Sinclair. "Pa, Shela ada di depan. Dia ingin mengajak Isabella jalan-jalan," jawab Theodore. Mendengar itu, Isabella tersenyum kecil. Ia segera membalikkan tubuhnya menghadap Tuan Sinclair, menatap pria itu dengan ekspresi tenang. "Om Dion, bolehkah aku keluar?" tanyanya dengan lembut. Tuan Sinclair menyipitkan matanya sejenak, lalu tersenyum tipis. "Keluarga Wijaya termasuk keluarga terpandang di kota Lithen. Sangat bagus jika kita tetap menjaga hubungan baik dengan mereka." Isabella menahan kelegaan yang muncul di hatinya. Dengan senyum manis, ia berkata, "Terima kasih, Om Dion." Namun, sebelum ia bisa berbalik, suara dingin Tuan Sinclair kembali terdengar. "Tapi ingat, hanya dua jam. Jika lewat dari itu, pengawalku akan menjemputm

    Last Updated : 2025-02-28
  • Manipulasi Manis : Wajah Patuh Hati Licik   BAB 5 Isabella Ada Di Bandara

    "Bella, lihat! Mereka sudah dekat." Shela menunjuk ke arah luar sambil membuka kaca mobilnya. Shela telah memerintahkan sopirnya untuk berhenti sejak diipinggir jalan. Khusus untuk melihat konvoi itu. Isabella baru saja ingin menoleh ketika ponselnya tiba-tiba bergetar. Pandangannya langsung tertuju pada layar, dan begitu melihat ID peneleponnya, napasnya tertahan sesaat. Theodore. Baru satu jam pergi, dan pria itu sudah mengganggunya lagi. Dengan kesal, Isabella menonaktifkan ponselnya, melemparkannya ke dalam tas tanpa peduli. "Bella, apa kamu tadi lihat mereka?" Tanya Shela. Bella hanya mengangguk singkat sambil tersenyum. "Shella, ayo kita cepat pergi, kita tidak punya banyak waktu" "Oh iya, kamu benar. Pak ayo cepat ke bandara" perintahnya kepada sopirnya untuk segera melaju. Di sisi lain, Regan yang duduk di dalam mobil memperhatikan kendaraan yang melaju bersisian dengan mereka. Pandangannya tertarik pada dua gadis di dalamnya, tetapi hanya satu yang bisa ia lihat deng

    Last Updated : 2025-03-02
  • Manipulasi Manis : Wajah Patuh Hati Licik   BAB 6 Hampir Kabur

    Di bandara. "Shela, terima kasih telah membantuku," ucap Isabella dengan lembut. "Bella, jangan sungkan. Aku senang bisa membantu," jawab Shela sambil tersenyum. "Aku akan merindukanmu," kata Isabella lirih, menggenggam tangan Shela erat. Shela tersenyum, meski matanya sedikit berkaca-kaca. "Aku juga, Bella. Tapi ini adalah langkah terbaik untukmu. Kejar impianmu, dan jangan pernah ragu untuk kembali jika kau butuh tempat bernaung." Isabella mengangguk. Suara pengumuman keberangkatan menggema di seluruh bandara. Ia menarik napas dalam, lalu memeluk Shela erat sebelum melangkah menuju gerbang keberangkatan. Namun, langkahnya terhenti saat matanya menangkap sesuatu. Puluhan pria berbaju hitam tersebar di sekitar bandara, tampak seperti sedang mencari seseorang. Detik berikutnya, darah Isabella mendidih. Rahangnya mengeras, dan tangannya mengepal kuat. "Brengsek..." gumamnya dengan geram. Shela ikut memperhatikan dan menyadari situasinya. "Mereka... orang-orang pamanku," Isabella

    Last Updated : 2025-03-07
  • Manipulasi Manis : Wajah Patuh Hati Licik   BAB 7 Ayahmu Menyukai Ibuku

    Sebuah tangan mencengkeram keras lengan Isabella, menariknya berdiri dari tempatnya..PLAK!Satu tamparan keras mendarat telak di pipinya. Tubuh Isabella terhuyung, dan rasa panas langsung menyebar di wajahnya. Ia menoleh cepat.“Theodore?” bisiknya nyaris tak terdengar.Wajah pria itu memerah, bukan karena malu, tapi karena marah yang nyaris tak tertahan. Dadanya naik turun, napasnya berat seperti menahan ledakan dalam dirinya.“Isabella… jadi kamu benar-benar di sini.” Ucap Theodore dengan suara berat, hampir seperti geraman yang ditahan.Isabella justru tersenyum sinis "Kamu kan bodoh, kenapa bisa tau aku ada di sini? Oh, pasti paman ya yang kasih tahu kamu?"Amarah Theodore kian memuncak. Jari telunjuknya teracung, menunjuk wajah Isabella dengan mata yang tajam. “Jangan pernah lagi bilang aku bodoh, Isabella.”Isabella menatapnya dingin, tanpa gentar sedikit pun. “Tapi nyatanya memang begitu, kan?” ucapnya pelan, namun penuh penekanan."Tujuan utama kalian bukan di sini, tapi di b

    Last Updated : 2025-04-10
  • Manipulasi Manis : Wajah Patuh Hati Licik   BAB 8

    Theodore mengusap darah di sudut bibirnya. Matanya menatap tajam ke arah Isabella, yang kini berdiri tegak tanpa rasa bersalah sedikit pun. Ia tahu, gadis ini dengan sengaja menmpar pipinya sediri untuk membuatnya dalam masalah."Pa!" bentak Thedore sambil menahan amarah. "Aku bisa jelaskan-"Tuan Sinclair mengangkat tangan, menghentikan ucapan putranya. "Tidak perlu! Sudah cukup jelas apa yang aku lihat""Tapi pa, Isabella-""Diam, Theodore. satu kata lagi aku akan mengambil semua fasilitasmu" bentak Tuan Sinclair. Kemudian matanya menoleh ke arah Isabella lagi, dan berkata "Bella, ikut paman ke ruang kerja". Kemudian melangkahkan kakinya pergi meninggalkan ruang tamu.Di ruang kerja."Bella, sepertinya aku terlalu memberimu kebebasan ya" Ujar Tuan Sinclair sambil tertawa kecil. Isabella berdiri tegak di hadapan pria paruh baya itu, ekspresinya masih tenang sampai Tuan Sinclair melanjutkan kata-katanya."Nenekmu masuk ICU." Ucap Tuan Sinclair. "Apa?" Mata Isabella membesar "Kenapa

    Last Updated : 2025-04-12
  • Manipulasi Manis : Wajah Patuh Hati Licik   BAB 1 - Merusak Pernikahan

    "Mamaaaaaa... papaaaaa, jangan tinggalin Isabella!" Suara jeritan gadis kecil menggema di sepanjang jalanan perbatasan kota Tenra dan Kota Lithen. Matanya membelalak, tubuhnya membeku di tempat, dan ice cream ditangannya seketika jatuh ke tanah, mencair perlahan. Jari-jarinya terangkat seolah ingin meraih sesuatu yang tak bisa disentuh. Tubuh Isabella kecil dengan paksa, ditarik ketika dia ingin bergegas mendekat. Tapi mata Isabella, tak bisa berpaling dari pemandangan mengerikan di depannya—mobil yang hancur, dan pecahan kaca mobil dimana-mana. Belum lagi kondisi kedua orang tuanya yang sangat menghawatirkan. Sebuah truk besar telah menghantam mobil sedan mereka yang menepi di pinggir jalan. Hanya beberapa menit lalu, orang tuanya masih tersenyum, menunggu Isabella yang sedang membeli es krim. Namun sekarang, senyuman itu telah sirna selamanya. "Nak, ayo menjauh dari sini!" suara seorang laki-laki dewasa tiba-tiba terdengar, tapi Isabella tetap berjuang untuk mendekati mobil

    Last Updated : 2025-02-24

Latest chapter

  • Manipulasi Manis : Wajah Patuh Hati Licik   BAB 8

    Theodore mengusap darah di sudut bibirnya. Matanya menatap tajam ke arah Isabella, yang kini berdiri tegak tanpa rasa bersalah sedikit pun. Ia tahu, gadis ini dengan sengaja menmpar pipinya sediri untuk membuatnya dalam masalah."Pa!" bentak Thedore sambil menahan amarah. "Aku bisa jelaskan-"Tuan Sinclair mengangkat tangan, menghentikan ucapan putranya. "Tidak perlu! Sudah cukup jelas apa yang aku lihat""Tapi pa, Isabella-""Diam, Theodore. satu kata lagi aku akan mengambil semua fasilitasmu" bentak Tuan Sinclair. Kemudian matanya menoleh ke arah Isabella lagi, dan berkata "Bella, ikut paman ke ruang kerja". Kemudian melangkahkan kakinya pergi meninggalkan ruang tamu.Di ruang kerja."Bella, sepertinya aku terlalu memberimu kebebasan ya" Ujar Tuan Sinclair sambil tertawa kecil. Isabella berdiri tegak di hadapan pria paruh baya itu, ekspresinya masih tenang sampai Tuan Sinclair melanjutkan kata-katanya."Nenekmu masuk ICU." Ucap Tuan Sinclair. "Apa?" Mata Isabella membesar "Kenapa

  • Manipulasi Manis : Wajah Patuh Hati Licik   BAB 7 Ayahmu Menyukai Ibuku

    Sebuah tangan mencengkeram keras lengan Isabella, menariknya berdiri dari tempatnya..PLAK!Satu tamparan keras mendarat telak di pipinya. Tubuh Isabella terhuyung, dan rasa panas langsung menyebar di wajahnya. Ia menoleh cepat.“Theodore?” bisiknya nyaris tak terdengar.Wajah pria itu memerah, bukan karena malu, tapi karena marah yang nyaris tak tertahan. Dadanya naik turun, napasnya berat seperti menahan ledakan dalam dirinya.“Isabella… jadi kamu benar-benar di sini.” Ucap Theodore dengan suara berat, hampir seperti geraman yang ditahan.Isabella justru tersenyum sinis "Kamu kan bodoh, kenapa bisa tau aku ada di sini? Oh, pasti paman ya yang kasih tahu kamu?"Amarah Theodore kian memuncak. Jari telunjuknya teracung, menunjuk wajah Isabella dengan mata yang tajam. “Jangan pernah lagi bilang aku bodoh, Isabella.”Isabella menatapnya dingin, tanpa gentar sedikit pun. “Tapi nyatanya memang begitu, kan?” ucapnya pelan, namun penuh penekanan."Tujuan utama kalian bukan di sini, tapi di b

  • Manipulasi Manis : Wajah Patuh Hati Licik   BAB 6 Hampir Kabur

    Di bandara. "Shela, terima kasih telah membantuku," ucap Isabella dengan lembut. "Bella, jangan sungkan. Aku senang bisa membantu," jawab Shela sambil tersenyum. "Aku akan merindukanmu," kata Isabella lirih, menggenggam tangan Shela erat. Shela tersenyum, meski matanya sedikit berkaca-kaca. "Aku juga, Bella. Tapi ini adalah langkah terbaik untukmu. Kejar impianmu, dan jangan pernah ragu untuk kembali jika kau butuh tempat bernaung." Isabella mengangguk. Suara pengumuman keberangkatan menggema di seluruh bandara. Ia menarik napas dalam, lalu memeluk Shela erat sebelum melangkah menuju gerbang keberangkatan. Namun, langkahnya terhenti saat matanya menangkap sesuatu. Puluhan pria berbaju hitam tersebar di sekitar bandara, tampak seperti sedang mencari seseorang. Detik berikutnya, darah Isabella mendidih. Rahangnya mengeras, dan tangannya mengepal kuat. "Brengsek..." gumamnya dengan geram. Shela ikut memperhatikan dan menyadari situasinya. "Mereka... orang-orang pamanku," Isabella

  • Manipulasi Manis : Wajah Patuh Hati Licik   BAB 5 Isabella Ada Di Bandara

    "Bella, lihat! Mereka sudah dekat." Shela menunjuk ke arah luar sambil membuka kaca mobilnya. Shela telah memerintahkan sopirnya untuk berhenti sejak diipinggir jalan. Khusus untuk melihat konvoi itu. Isabella baru saja ingin menoleh ketika ponselnya tiba-tiba bergetar. Pandangannya langsung tertuju pada layar, dan begitu melihat ID peneleponnya, napasnya tertahan sesaat. Theodore. Baru satu jam pergi, dan pria itu sudah mengganggunya lagi. Dengan kesal, Isabella menonaktifkan ponselnya, melemparkannya ke dalam tas tanpa peduli. "Bella, apa kamu tadi lihat mereka?" Tanya Shela. Bella hanya mengangguk singkat sambil tersenyum. "Shella, ayo kita cepat pergi, kita tidak punya banyak waktu" "Oh iya, kamu benar. Pak ayo cepat ke bandara" perintahnya kepada sopirnya untuk segera melaju. Di sisi lain, Regan yang duduk di dalam mobil memperhatikan kendaraan yang melaju bersisian dengan mereka. Pandangannya tertarik pada dua gadis di dalamnya, tetapi hanya satu yang bisa ia lihat deng

  • Manipulasi Manis : Wajah Patuh Hati Licik   BAB 4 Mereka Keluarga Top Dari Kota Tanra

    Detik berikutnya, terdengar ketukan di pintu ruang kerja. "Masuk," ujar Tuan Sinclair tanpa mengalihkan pandangannya dari Isabella. Pintu terbuka, memperlihatkan sosok Theodore yang berdiri dengan ekspresi tenang. "Ada apa?" tanya Tuan Sinclair. "Pa, Shela ada di depan. Dia ingin mengajak Isabella jalan-jalan," jawab Theodore. Mendengar itu, Isabella tersenyum kecil. Ia segera membalikkan tubuhnya menghadap Tuan Sinclair, menatap pria itu dengan ekspresi tenang. "Om Dion, bolehkah aku keluar?" tanyanya dengan lembut. Tuan Sinclair menyipitkan matanya sejenak, lalu tersenyum tipis. "Keluarga Wijaya termasuk keluarga terpandang di kota Lithen. Sangat bagus jika kita tetap menjaga hubungan baik dengan mereka." Isabella menahan kelegaan yang muncul di hatinya. Dengan senyum manis, ia berkata, "Terima kasih, Om Dion." Namun, sebelum ia bisa berbalik, suara dingin Tuan Sinclair kembali terdengar. "Tapi ingat, hanya dua jam. Jika lewat dari itu, pengawalku akan menjemputm

  • Manipulasi Manis : Wajah Patuh Hati Licik   BAB 3 Bantu Aku Mencarinya

    Regan bersiap untuk mandi dan membuka pintu kamar mandi. Sementara itu, Isabell pergi diam-diam untuk pulang tanpa memberi tahu siapa pun. 30 menit kemudian, Regan keluar dan berkata "Ayo kita makan malam... mau di resto apa..." belum siap Regan bicara, ia mengernyit saat menyadari ruangan itu kosong. Wanita itu tidak ada di sana. Awalnya, dia berpikir mungkin wanita itu hanya keluar sebentar, tapi firasatnya berkata lain. Regan mendengus, "Setelah pakai, langsung di tinggal? Berani-beraninya" Dengan cepat, ia meraih ponselnya dan menghubungi Leo “Leo, bantu aku mencari seseorang. Ya, seorang wanita”. *** Keesokan harinya, di rumah keluarga Sinclair. Hilda terisak di ruang tamu keluarga Sinclair, wajahnya basah oleh air mata. Hari ini ia pulang ke rumah orang tuanya untuk mengadu. "Ma, sepertinya Marcel sangat marah. Dia memandangku dengan tatapan jijik" Hilda menangis disertai segugukan. "Ma, Marcel sangat marah. Dia melihatku seolah aku menjijikan" tangisnya pecah, bahuny

  • Manipulasi Manis : Wajah Patuh Hati Licik   BAB 2 Mau Tidur Denganku?

    Setengah jam kemudian acara pernikahan akan berakhir, acara inti sudah dilewati. Saat ini Isabella sudah hampir selesai melukis. "Kesenangan sudah berakhir. Aku akan kembali ke kamar" Ucap Regan dan segera membalikan badan. Seketika langkahnya berhenti ketika melihat seorang gadis melukis dengan duduk tegak di depan kanvasnya, goresan kuasnya begitu tegas dan penuh makna. Cahaya lilin di ruangan itu menciptakan bayangan samar di wajahnya, tetapi ekspresinya tetap terlihat jelas—serius dan penuh konsentrasi. Perlahan, Regan melangkah mendekat. Mata tajamnya menangkap setiap detail dari lukisan yang sedang dikerjakan Isabella. Semakin jelas ia melihat, semakin dalam alisnya berkerut. "Apa yang kamu lukis?" tanyanya dengan suara rendah, nyaris berbisik. Isabella menoleh sekilas, lalu tersenyum tipis. "Sebuah kebenaran." Regan menajamkan pandangan. Lukisan itu sangat bagus, di bagian bawah lukisan ada foto sepasang pengantin, tapi di bagian atas menampilkan sosok seorang pria

  • Manipulasi Manis : Wajah Patuh Hati Licik   BAB 1 - Merusak Pernikahan

    "Mamaaaaaa... papaaaaa, jangan tinggalin Isabella!" Suara jeritan gadis kecil menggema di sepanjang jalanan perbatasan kota Tenra dan Kota Lithen. Matanya membelalak, tubuhnya membeku di tempat, dan ice cream ditangannya seketika jatuh ke tanah, mencair perlahan. Jari-jarinya terangkat seolah ingin meraih sesuatu yang tak bisa disentuh. Tubuh Isabella kecil dengan paksa, ditarik ketika dia ingin bergegas mendekat. Tapi mata Isabella, tak bisa berpaling dari pemandangan mengerikan di depannya—mobil yang hancur, dan pecahan kaca mobil dimana-mana. Belum lagi kondisi kedua orang tuanya yang sangat menghawatirkan. Sebuah truk besar telah menghantam mobil sedan mereka yang menepi di pinggir jalan. Hanya beberapa menit lalu, orang tuanya masih tersenyum, menunggu Isabella yang sedang membeli es krim. Namun sekarang, senyuman itu telah sirna selamanya. "Nak, ayo menjauh dari sini!" suara seorang laki-laki dewasa tiba-tiba terdengar, tapi Isabella tetap berjuang untuk mendekati mobil

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status