“Aku ingat dan tahu jika tidak boleh masuk dalam masalah pribadi, tapi aku hanya penasaran saja. Apa yang membuat kamu melamar di rumah sakit, padahal suamiku bilang kalau kamu nggak mau berhubungan dengan dunia kesehatan.” Evi membela dirinya dengan memberikan alasan yang masuk akal.
“Rumah sakit bukan hanya tentang dunia kesehatan, bukan? Tenang saja aku nggak akan berinteraksi langsung dengan suami kamu.” Rendra menenangkan Evi dengan senyum andalannya.Evi menghembuskan napas panjangnya “Suami aku sepertinya memiliki wanita lain.”Rendra mengangkat alisnya mendengar pengakuan Evi “Bagaimana kamu tahu? Wanita itu datang ke rumah?” Evi menggelengkan kepalanya “Lalu?”“Aku nggak sengaja membuka ponselnya dan terdapat pesan yang sangat romantis, kalimat-kalimat yang pernah suamiku katakan ke aku dulu saat kita masih muda. Aku mengambil tindakan dengan menyadap ponselnya, sedikit terkejut dengan semua kalimat-kalimat romantis dan penuh go“Nggak ada pesta perpisahan, mas? Lita terakhir loh hari ini dan mumpung semua ada.” Andre membuka suaranya.“Sekalian pajak jadian kalian,” sambung Farah dengan tatapan menggoda.“Kalian cari aja mau makan-makan dimana.” Suara heboh mulai terdengar di ruangan, membuat mereka yang berada diluar mendatangi ruangan untuk melihat apa yang terjadi. Lita hanya menggelengkan kepalanya melihat team mereka sibuk mencari tempat makan untuk perpisahan dirinya, mengalihkan pandangan dimana Celine juga melakukan hal yang sama.“Ada apa ini?” suara Cindy menghentikan mereka semua “Perpisahannya Lita?”“Keluar, Lit? Pantas ada makhluk cantik disamping kamu.” Teguh mengeluarkan nada menggoda pada Celine.“Kalau mau tebar pesona sama team sendiri.” Pras menegur Teguh yang memilih tidak peduli dengan mendatangi Celine.“Nggak ngajak aku, Lit?” tanya Cindy yang membuat Lita menatap kearahnya.“Ini bukan hanya per
“Gue nggak nyangka kalau lo juga akan resign? Memang sudah dapat pekerjaan? Makan-makan kemarin termasuk perpisahan lo? Siapa yang akan gantikan lo? Big bos sudah tahu?” Cindy bertanya semua hal yang ingin diketahuinya.“Andre yang akan gantikan gue dan gue udah bawa dia ke big bos jadi lo tenang aja, masa kalian tega minta traktiran lagi.” “Aslinya panggilan lo Pras atau Rendra? Kemarin gue denger Lita panggil lo Rendra, gue tahu sih nama depan lo Rendra tapi lo kenalin diri sebagai Pras. Gue boleh panggil Rendra juga?” Cindy menaik turunkan alisnya.“Khusus Lita, lo nggak masuk.” Cindy tertawa mendengar bentakan Rendra “Masa nggak boleh panggil Rendra?” memberikan tatapan tajam sebagai jawabannya “Lo kerja dimana nantinya? Satu perusahaan sama Lita? Dia tahu lo resign?”“Nggak, gue belum bilang kalau resign. Keterima dimana? Rahasia.” Rendra meninggalkan Cindy yang semakin banyak bertanya, lebih baik menghabiska
“Apa ini?” Lita menatap ponsel yang diberikan Dara dengan tanda tanya “Kenapa sama ponsel kamu?” “Baca dulu! Heran semua cowok kalau lihat nama terkenal yang dibahas adalah kebaikan idolnya, media play apa yang dimainkan mereka pasti akan di dukung apapun itu bentuknya, tapi untung aku kenal mereka berenam jadi udah tahu kalau berita itu nggak benar.” Lita semakin mengerutkan keningnya mendengar kalimat yang keluar dari bibir Dara sambil membaca pesan yang ada di ponselnya “Damian udah tahu kalau yang ketemu sama dia itu bukan kamu?” Dara menganggukkan kepalanya “Sekarang dia pengen dekat sama aku karena tahu kalau aku dekat sama group yang disukai?” Dara kembali menganggukkan kepalanya “Bukannya mereka berenam sudah menikah? Damian nggak berniat ganggu rumah tangga mereka, kan?” Dara memukul lengan Lita pelan “Ngapain dia ganggu rumah tangga mereka? Damian itu cuman pengen kenal mereka lebih dekat.” Lita mencibir kalimat Dara “Awalnya
“Mama harusnya bilang makasih ke Lita.” “Nggak usah, ma.” Rendra menolak langsung kalimat mamanya. “Kalau mama nggak bicara sama Lita, kamu nggak akan berubah pikiran.” Aminah menatap tajam pada Rendra “Kapan kamu akan melamar dia? Mama nggak sabar jadikan dia bagian dari keluarga kita.” “Biarkan Rendra memulai masa depannya terlebih dahulu, ma.” Radian membuka suaranya. “Mama nggak sabar lihat cucu dari Rendra, pa. Memang kita mau menunggu sampai kapan? Rendra udah kumpulin uang selama ini, rumah juga ada terus apa?” Aminah membantah kalimat suaminya. “Mereka belum siap rumah tangga, ma.” Radian berdiri dengan mencium kening istrinya “Papa berangkat, kamu jangan sampai telat. Pekerjaan kamu berbeda dari sebelumnya.” “Lita tahu kamu kerja dimana sekarang?” Aminah menatap Rendra penasaran. “Kami belum ketemu, ma.” Rendra menjawab sambil mempercepat makannya “Berangkat dulu,
“Aku tahu. Tante sudah bicara berkali-kali kalau ketemu.” Lita mengatakan dengan nada santai menanggapi kalimat Rendra “Aku bilang mau lihat gimana mas dan om setuju.”Rendra menatap tidak percaya “Kapan kalian bertemu? Perasaan kita menghabiskan waktu bersama, apa mereka hubungi kamu atau ganggu kerjamu?” “Rahasia.” Lita mengedipkan matanya yang membuat Rendra mengerucutkan bibirnya “Mas sendiri nggak kasih tahu aku kerja dimana, rencana tiba-tiba resign yang barengan. Aneh tahu mas itu, dapat kerjaan cepat banget.” “Aku kan pinter, sayang.” Rendra mengatakan dengan nada bangga penuh kesombongan “Bagaimana kerjaan kamu? Masih sama cowok itu?” “Cowok mana?” Lita menatap bingung dengan mencoba mengingat “Tama? Kita jarang ketemu, ngapain sering ketemu sama dia? Kerjannya beda, Tama itu punya tanggung jawab dan tes sendiri.”“Dia saudaranya kakak ipar kamu?” Rendra mencoba mengingat sosok Tama yang pernah dilihat pada saat pern
“Pagi, sayang.” Lita mengerutkan keningnya mendapati Rendra berada di ranjang yang sama dengan tatapan lembutnya, mencoba mengingat apa yang terjadi pada mereka semalam. Membuka selimut perlahan, hembusan napas lega terdengar saat melihat semuanya masih utuh, mengalihkan pandangan kearah Rendra yang tersenyum lebar.“Mas, kenapa bisa masuk kesini? Bukannya kita bicara sampai malam? Mas nggak pulang?” Lita memberikan banyak pertanyaan pada Rendra.“Kita bicara sampai malam, kamu ketiduran di sofa jadinya aku bawa masuk kesini. Aku sendiri tidur di sofa.” Rendra menunjuk sofa yang ada di kamar “Aku nggak ngapa-ngapain kamu sesuai perjanjian kita. Buruan mandi, waktunya kita berangkat kerja. Kamu nggak mau terlambat, kan? Aku nggak pulang karena memang sudah sangat lelah, lagian harus berangkat pagi. Kalau aku pulang yang ada bisa-bisa nggak bangun dan kamu tahu kalau aku termasuk disiplin dalam hal pekerjaan.”“Mas sendiri gimana?” tanya Li
“Istirahat?” Lita terkejut mendengar suara yang sangat dikenalnya, suara pria yang sudah ditolaknya dan tidak menyangka akan bertemu di cafe dekat kantor pusat. Pertanyaan yang diberikan memang benar jika dirinya sedang istirahat, seorang diri karena tidak ada yang dikenalnya sama sekali walaupun mereka sudah mengajak makan bersama tapi tetap saja rasanya aneh. Kembali ke saat sekarang dimana Lita kembali berhadapan dengan pria tersebut yang tidak lain adalah Damian, kebetulan yang sangat kebetulan.“Kamu kerja disini?” tanya Damian kembali karena tidak mendapatkan jawaban dari Lita “Boleh duduk bersama? Rasanya nggak enak makan sendirian.” Lita menatap sekitar dan akhirnya menganggukkan kepalanya, merasa tawaran Damian tidak ada yang salah dan memang makan seorang diri itu sangat tidak enak. Hubungan mereka sebenarnya baik-baik saja, kecuali bagian dari penolakan yang dilakukan Lita.“Pertanyaan aku nggak dijawab,” ucap Damian yang men
“Dona di Singapore, aku ada seminar besok. Sampai apartemen ada mobil kamu di basement, hubungi Leo katanya kamu belum pulang.” “Gitu nggak ngabarin.” Lita mengerucutkan bibirnya “Berapa lama akang disini?” “Besok malam juga udah balik, kenapa? Kamu lagi nggak mau aneh-aneh, kan? Kamu hubungan sama Pras?” “Rendra namanya, Kang. Aku panggil dia Rendra, lagian nama depannya Rendra kenapa malah dipanggil Pras.”“Nggak penting nama panggilannya! Kamu masih hubungan sama dia?” ulang Fandi dengan nada seriusnya “Akang nggak melarang, tapi kamu harus pastikan kalau dia nggak mengulangi hal yang sama nantinya.”“Hal yang sama? Memang apaan?” Lita menatap bingung.“Nggak usah sok nggak tahu!” Fandi berdecih pelan mendengar pertanyaan Lita.Tahu, tapi Lita membutuhkan kepastian jika kakaknya ini tahu tentang perbuatan Rendra. Mendengar kalimat yang keluar tadi sudah menjadi jawaban dari rasa penasarannya tentang p
“Cantik, Pras pasti terpesona.”“Pras atau Rendra sih?” “Pras nama buat teman-temannya, Rendra khusus keluarga.” Lita menjawab Berry yang disampingnya.“Kita manggilnya Pras, Teh.” Laras memberitahu Berry yang menganggukkan kepalanya.“Rombongan pengantin pria sudah datang.” Dona memberitahukan setelah membuka ponselnya.Mendengar informasi jantungnya kembali berdetak kencang, perasaannya sangat tidak menentu. Tepukan di bahu pelan membuyarkan semua pikiran Lita, menatap ketiga kakak iparnya yang tersenyum lebar. Lita hanya bisa membalas dengan senyum lebar, menghilangkan perasaan gugupnya dengan meremas satu sama lain.“Kamu nggak keluar?” tanya Dara yang dijawab Lita dengan gelengan kepalanya.“Nunggu kata sah baru keluar, biar Pras fokus.” Berry memberikan informasi yang diangguki Dara.Ruangan hanya mereka berlima, suara yang mendominasi adalah televisi menampilkan ke
“Kamu tahu kenapa kita ajak ketemuan, kan?” Rendra menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dari pertanyaan Seno, tatapannya pada ketiga pria yang sedang menatap kearahnya dengan tatapan sama. Rendra sangat tahu apa yang akan mereka bertiga bicarakan, semua pasti berkaitan dengan hubungannya bersama adik mereka yang tidak lain calon istrinya.“Lita nggak tahu kita ketemuan? Kamu nggak kasih tahu, kan?” tanya Hardian yang dijawab Rendra dengan gelengan kepala.“Aku udah bilang kalau dia lembur,” sahut Fandi memutar bola matanya malas “Kamu tahu alasan ini, kan?” “Tahu, Kang.” Rendra menganggukkan kepalanya.“Masih mau lanjut?” tanya Hardian terlebih dahulu.“Mau mundur juga uang udah keluar, jadi apa yakin?” sambung Seno yang diangguki Rendra tanpa ragu “Apa sih yang kamu suka dari Lita? Manja gitu.”“Semua dari Lita, Kang.” Rendra mengatakan tanpa keraguan.“Halah...sekarang aja begini, nanti ka
“Sudah yakin? Kamu nggak akan menyesal nantinya? Kamu tahu masa lalu Pras, yakin dia benar berubah? Kalau dia nanti balik lagi gimana? Kamu siap?” Lita menatap tidak percaya mendengar pertanyaan Dara, pertanyaan yang keluar setiap kali membahas tentang Rendra dan sudah dijawabnya berulang kali dengan jawaban yang sama, tapi tampaknya sang sahabat memang tidak ingin dirinya menyesal nantinya.“Pertanyaan kamu sudah aku jawab berulang kali, apa nggak bosan? Aku harus yakin kalau dia berubah, lagian taruhannya besar kalau sampai dia nggak berubah dan asal kamu tahu aku bukan wanita lemah.” Lita menatap malas pada Dara, mengatakan tujuannya datang ke tempat sang sahabat “Aku kesini mau minta bantuan.” “Bantuan apa?” tanya Dara penasaran.“Bantu aku menyiapkan proses pernikahan.” Lita menatap penuh harap kearah Dara.“Memang kapan? Masih lama, kan? Kaya diburu apa aja, kebiasaan semua serba dadakan.” Lita menggelengkan
“Akhirnya! Kita akan menjadi keluarga.” “Ya, Pak.”“Masa masih panggil begituan? Bentar lagi jadi keluarga loh.” Rendra menatap tidak enak pada Fandi mendengar nada protes dari Berry yang diangguki lainnya, Fandi sendiri memilih diam tidak menghiraukan kalimat godaan tersebut.“Grogi tadi?” tanya Dona yang duduk disamping Fandi, Rendra memilih menganggukkan kepala sambil tersenyum “Aku dengar mau lanjut kuliah? Kerja di rumah sakit juga jadi staf GA, benar?” “Nggak usah tarik dia.” Seno memberikan peringatan.“Aku hanya tanya, Kang. Nggak ada niat begitu.” Dona mengerucutkan bibirnya.“Aku udah punya perjanjian sama Pras, sayang.” Fandi memberikan informasi yang membuat semua tertarik “Masalah kantor lawyer yang aku buat, aku butuh orang yang bisa dipercaya dan karena hubungan Pras dan Lita akhirnya kepikiran itu.”“Lita panggil Rendra, Fandi panggil Pras. Memang nama yang benar siapa? Kita ma
“Malah ketawa! Aku itu kesal sama papa dan mama yang malah mau ikut campur rencana lamaran, malah hubungi keluarga besar buat datang ke acara lamaran. Aku udah bilang kalau acaranya sederhana.” Rendra melupakan rasa kesal pada kedua orang tuanya “Mama katanya udah hubungi mama kamu?” Lita menghentikan tawanya sambil menganggukkan kepalanya ketika melihat ekspresi Rendra yang mengerucutkan bibirnya “Papanya mas memang benar, aku tahu kalau mas sedang menahan diri selama sama aku. Makasih, sayang sudah bisa bertahan selama ini. Mama memang hubungi mama aku, mereka bicara banyak hal dan kayaknya bakal berubah dalam lamaran besok.” Lita membelai pipi Rendra pelan dengan tatapan lembut sambil menjelaskan apa yang terjadi “Jadi sekarang sudah yakin melamar? Kang Fandi datang jumat malam, aku langsung ke Bandung sama mereka.”“Jadilah, mama udah booking hotel dekat rumah kamu. Mama bilang karena hanya keluarga jadinya nggak enak kalau nggak buka kamar, pantas bookin
“Uang itu uang kamu, mau dipakai apa terserah. Lagian kenapa dulu nggak dipakai? Sekarang terserah mau dipakai buat apa, kami mempersiapkan semua kebutuhan kamu selama kuliah. Papa tahu kalau kamu memang nggak ada minat di kedokteran, tapi bukan berarti kami nggak memberikan kamu uang untuk kuliah. Memang kamu pakai buat apa? Lamaran?.”Rendra menggelengkan kepalanya “Aku mau lanjutin kuliah, pa.”Suasana seketika hening ketika Rendra mengatakan niatnya, melanjutkan kuliah dengan jam kerja yang dirasa sudah lebih baik dibandingkan sebelumnya. Mengambil jam kuliah malam, sedangkan paginya akan kerja. Lita sudah tahu dan membantunya memilih kampus, awalnya akan kembali ke kampus lamanya tapi kakak kedua Lita yang tidak lain mantan dosennya memberikan saran kampus lain.“Kamu tetap melamar Lita, kan?” tanya Amelia memecah keheningan.Rendra tersenyum mendengar nada suara sang mama khawatir “Ya, ma. Minggu depan kita lamar Lita, kakaknya bisa
“Beneran, mas?” Lita memicingkan matanya menatap Rendra yang duduk dihadapannya, informasi yang diberikan menurut penilaiannya adalah lampu hijau, hanya saja Lita tidak percaya begitu saja apa yang dikatakan pria dihadapannya.“Kamu nggak percaya sama aku?” Rendra menatap penuh selidik.“Bukan nggak percaya, mungkin memang nggak percaya.” Lita memutuskan terus terang “Kang Seno ini termasuk sulit dalam percaya sama orang, pastinya Kang Seno sudah tahu mas bagaimana dari Kang Fandi, walaupun nggak akan percaya penuh. Kang Seno beranggapan apa yang dikatakan orang lain adalah informasi berharga dan akan menjadi penilaian sendiri ketika bertemu nantinya.” Rendra mengangguk menyetujui kalimat yang keluar dari Lita, sepanjang mereka berbicara tadi semua yang dikatakan Lita memang benar adanya. Sebenarnya kalimat terakhir bukan sebuah restu, melainkan keseriusan dirinya dengan Lita dan semua rencana masa depan yang sudah dibuat ketika bertemu
“Kesana sama teteh! Akang mau bicara sama pacarmu, urusan pria.”Lita menghentakkan kakinya menatap tajam pada Seno, kakak pertamanya. Kedatangan tiba-tiba ke apartemen ditambah keinginannya bertemu dengan Rendra, setidaknya tidak mengganggu kegiatan walaupun sekarang sedang weekend. Melihat Rendra yang tampak tenang, walaupun Lita tahu jika kekasihnya dalam keadaan tidak baik-baik saja.“Akang jangan aneh-aneh! Aku kasih tahu papa dan mama!” Lita memberikan ancaman.“Siapa lagi? Fandi dan Hardian? Semua akan dukung aku.” Seno mengatakan dengan sangat santai.“Aku nggak papa,” ucap Rendra menenangkan Lita yang langsung mengalihkan pandangannya.“Mas nggak tahu gimana Kang Seno.” Lita mengerucutkan bibirnya.“Mau ke tempat Berry atau nggak restui hubungan kalian?” Lita membelalakkan matanya menatap tajam Seno “Makanya kalau dibilang nurut, nggak aku apa-apain cowok ini.” Lita menghentakkan kakinya melangkah
“Segar sekali.” Rendra hanya tersenyum mendengar kalimat rekan kerjanya, Danu. Memilih tidak menghiraukan kalimat godaannya dengan fokus pada pekerjaan. Suasana ruangannya seketika hening, semua sibuk pada pekerjaan masing-masing, bahkan mereka tidak menyadari waktu istirahat jika sang bos menegur mereka bertiga.“Kalian itu memang fokus sekali, sampai-sampai istirahat nggak tahu. Makan siang dimana?” Gani menatap mereka bertiga gantian.Rendra membuka ponselnya dimana Lita sedang istirahat dengan teman-temannya, mungkin lebih baik istirahat di kantin atau keluar dari rumah sakit mencari tempat makan yang enak dan murah. “Pras, kamu mau makan dimana?” suara Danu membuyarkan lamunannya “Pak Gani tanya itu.” “Sekitar sini, Pak.” Rendra menjawab tidak enak.“Kita makan siang bareng, gimana?” ajak Gani menatap mereka bertiga.“Pak, saya ajak anak HRD ya? Rina.” Amel membuka suaranya.“Rina yang jo