“Istirahat?”
Lita terkejut mendengar suara yang sangat dikenalnya, suara pria yang sudah ditolaknya dan tidak menyangka akan bertemu di cafe dekat kantor pusat. Pertanyaan yang diberikan memang benar jika dirinya sedang istirahat, seorang diri karena tidak ada yang dikenalnya sama sekali walaupun mereka sudah mengajak makan bersama tapi tetap saja rasanya aneh. Kembali ke saat sekarang dimana Lita kembali berhadapan dengan pria tersebut yang tidak lain adalah Damian, kebetulan yang sangat kebetulan.“Kamu kerja disini?” tanya Damian kembali karena tidak mendapatkan jawaban dari Lita “Boleh duduk bersama? Rasanya nggak enak makan sendirian.”Lita menatap sekitar dan akhirnya menganggukkan kepalanya, merasa tawaran Damian tidak ada yang salah dan memang makan seorang diri itu sangat tidak enak. Hubungan mereka sebenarnya baik-baik saja, kecuali bagian dari penolakan yang dilakukan Lita.“Pertanyaan aku nggak dijawab,” ucap Damian yang men“Dona di Singapore, aku ada seminar besok. Sampai apartemen ada mobil kamu di basement, hubungi Leo katanya kamu belum pulang.” “Gitu nggak ngabarin.” Lita mengerucutkan bibirnya “Berapa lama akang disini?” “Besok malam juga udah balik, kenapa? Kamu lagi nggak mau aneh-aneh, kan? Kamu hubungan sama Pras?” “Rendra namanya, Kang. Aku panggil dia Rendra, lagian nama depannya Rendra kenapa malah dipanggil Pras.”“Nggak penting nama panggilannya! Kamu masih hubungan sama dia?” ulang Fandi dengan nada seriusnya “Akang nggak melarang, tapi kamu harus pastikan kalau dia nggak mengulangi hal yang sama nantinya.”“Hal yang sama? Memang apaan?” Lita menatap bingung.“Nggak usah sok nggak tahu!” Fandi berdecih pelan mendengar pertanyaan Lita.Tahu, tapi Lita membutuhkan kepastian jika kakaknya ini tahu tentang perbuatan Rendra. Mendengar kalimat yang keluar tadi sudah menjadi jawaban dari rasa penasarannya tentang p
“Bukankah perjanjian kita sudah selesai? Ada apa hubungi lagi?”Rendra mendatangi mantan dosennya yang secara tiba-tiba mengirim pesan dengan isi membuat bertanya-tanya, selama mereka bersama tidak pernah merasakan pesan yang dikirim Tita menakutkan dirinya. Kedatangan dirinya ke tempat mereka dulu tidak lain untuk menghormati wanita yang pernah membantunya, saat ini dirinya melihat wanita tersebut dalam keadaan tidak seperti biasanya.“Apa ada masalah?” tanya Rendra lagi.“Suami aku menikah...wanita itu sedang hamil.” Tita menundukkan kepalanya “Aku sama sekali nggak menyangka kalau dia....”Informasi yang sangat mengejutkan bagi Rendra, selama ini rumah tangga mereka baik-baik saja dan perbuatan dirinya dengan wanita dihadapannya karena tidak mendapatkan kepuasan. Alasan yang dibuat ternyata memang benar, bisa jadi suaminya tidak merasakan gairah dengan istrinya sehingga mencari wanita lain begitu juga dengan dia.“Impas berar
“Akhirnya kamu datang, maaf mengganggu waktu kamu.” Panggilan yang sangat mengejutkan saat bangun tidur, dihadapannya adalah mantan dosen dan juga kakak dari kekasihnya. Rendra bisa saja beralasan sibuk, tapi jelas tidak mungkin. Memilih menerima ajakan bertemu di jam istirahat dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari rumah sakit dan tempat sang dosen seminar, menggunakan kendaraan online adalah jalan yang harus dilakukannya.“Bagaimana kabarmu?” tanya Fandi kembali setelah pelayan mengantarkan pesanan mereka “Kamu sudah pindah kerja? Masuk ke department HRD bagian GA? Bagaimana kesannya?” “Bapak tahu pekerjaan GA yang pastinya sempat membuat terkejut karena tidak sesuai bayangan.” Rendra meringis ketika mengingat pekerjaannya “Kabar saya baik, bagaimana dengan bapak?” “Sangat baik, apalagi istri saya sedang hamil. Lita pasti cerita tentang kehamilan istri saya. Mereka berdua akan sangat berisik jika sudah bertemu.” Fandi menggelengkan
“Ngapain kesini? Ada masalah? Memang nggak sama Rendra?” Lita mendudukkan tubuhnya di salah satu sofa dalam apartemen Dara, meletakkan bungkusan makanan yang dibelinya saat perjalanan. Bukan makanan yang dibeli di tempat biasanya, restoran sehat milik Naila. Lita sedang menginginkan makanan siap saji, membukanya dan langsung memberikan pada Dara.“Damian, aku ketemu dia.” “Kok bisa?” Dara menatap tidak percaya dengan ekspresi terkejutnya “Bukannya sudah berakhir?” “Ketemu nggak sengaja, aku buru-buru pergi. Aku nggak tega sama dia, dia pria yang sangat baik. Kamu sih buat aku kenalan sama dia, pakai bohong segala!” Lita menatap kesal pada Dara “Andaikan dia berengsek pastinya aku nggak merasa bersalah.” “Hubungan kalian bisa berubah jadi teman, kan? Nggak harus musuhan juga.” Dara menanggapi dengan santai “Rendra nggak tahu kalau kalian ketemuan?” Lita menggelengkan kepalanya “Bagus! Pintar!” Mereka berdua kembal
“Kamu nggak kangen aku?”Lita menatap datar mendengar kalimat Rendra, menahan senyum melihat sikap pria yang ada dihadapannya sekarang. Orang kantor tempat mereka bekerja dulu mungkin tidak akan percaya dengan ekspresi Rendra saat ini, memilih menggelengkan kepalanya sambil tetap menahan senyum.“Kok gitu? Aku padahal kangen loh.” Rendra menatap tidak terima.“Kerjaan banyak masih aja mikir kangen.” Lita masih mempertahankan ekspresi datarnya sambil menahan tawa “Gimana kerjannya kemarin? Lancar?”“Kamu tahu gimana kerja aku, jadi nggak akan berhenti kalau belum selesai.” Rendra mengatakannya dengan nada bangga sambil membungkukkan dadanya “Semuanya beres, ya...walaupun agak sulit semuanya.” Lita menganggukkan kepalanya mendengar jawaban Rendra dengan nada sombongnya “Mas mah memang pekerja keras, hal kecil bakal dikerjakan banget sampai kelar.”“Itu paham.” Rendra mencubit pelan pipi Lita “Kerjaan kamu memang banyak
“Tumben pulang? Masih inget rumah?” Lita memeluk kakak iparnya erat dengan memberikan ciuman di pipi “Teteh kalau marah makin cantik.” “Nggak usah ngerayu! Waktu Fandi sama Dona kesini dan pada kumpul nggak pulang, sekarang ada angin apa tiba-tiba pulang?” Berry memicingkan matanya menatap Lita yang masih tersenyum “Kamu nggak lagi melakukan kesalahan, kan?” “Teteh, kalau ngomong suka nggak di filter.” Lita melepaskan pelukan sambil mengerucutkan bibirnya “Mama sama papa dimana? Teteh kok disini?” “Papa kerja, mama lagi ada acara arisan dimana gitu. Kesini ya memang waktunya kesini, lagian kasihan mama papa nggak ada yang nemenin. Akang sama mbak kamu yang dua itu mana ada pulang, satunya di negeri orang dan satunya sibuk entah melakukan apa. Nggak jauh beda sama kamu.” Berry melanjutkan omelannya pada Lita “Mau istirahat? Udah sana, masuk kamar kamu. Tenang selalu mama bersihan tiap minggu, wala
“Aku sudah bilang kalau perjanjian kita selesai, bu.” Rendra menatap kesal pada wanita yang pernah menjadi dosennya, wanita yang membantunya dalam menyelesaikan kuliah dan pastinya wanita yang memberikan kehidupan padanya saat tinggal sendiri dan tidak memiliki uang. Permintaan yang sudah dikatakan beberapa kali semakin membuatnya kesal, bagi Rendra semua sudah selesai sesuai dengan perjanjian yang mereka buat. “Aku tahu kalau kamu udah lama nggak begituan, kekasihmu masih kecil juga. Kamu pasti menjaga agar tidak merusak dia, bukan? Apalagi kekasihmu adiknya Fandi, pastinya nggak berani melakukan hal lebih.” Tita mengatakan dengan penuh percaya diri. Rendra mengusap wajahnya kasar, tidak tahu harus berbicara dengan cara apalagi pada wanita dihadapannya “Aku mencintai dia, semua nggak ada hubungannya dengan Pak Fandi. Aku pulang terlalu lelah berbicara dengan ibu.” Meninggalkan Tita yang masih te
“Tampang kamu kaya banyak pikiran saja.” Rendra menatap Ratih yang menggunakan kaos berwarna putih dan ketat, terlihat sekali warna dalamannya dan satu lagi baru menyadari jika menggunakan celana yang sangat pendek. Keputusannya menerima ajakan Ratih tampaknya adalah sebuah kesalahan, usia mereka memang tidak terlalu jauh tapi tetap saja Ratih lebih tua dari dirinya. “Bagaimana kamu bisa melepaskan Pak Fandi?” tanya Rendra terlebih dahulu. Ratih mengangkat sudut alisnya mendengar pertanyaan Rendra “Aku tidak melepaskan dia, aku menunggu dia datang. Dalam rumah tangga pasti ada masalah, aku hanya ingin dia ingat aku dan akan datang.” “Bukankah akan lebih baik kamu membuka lembaran baru?” Ratih menganggukkan kepalanya “Memang benar, Fandi juga mengatakan hal itu. Satu hal yang membuat aku kesulitan melakukannya adalah tidak ada pria yang sama seperti dia, ibarat kata aku sudah
“Cantik, Pras pasti terpesona.”“Pras atau Rendra sih?” “Pras nama buat teman-temannya, Rendra khusus keluarga.” Lita menjawab Berry yang disampingnya.“Kita manggilnya Pras, Teh.” Laras memberitahu Berry yang menganggukkan kepalanya.“Rombongan pengantin pria sudah datang.” Dona memberitahukan setelah membuka ponselnya.Mendengar informasi jantungnya kembali berdetak kencang, perasaannya sangat tidak menentu. Tepukan di bahu pelan membuyarkan semua pikiran Lita, menatap ketiga kakak iparnya yang tersenyum lebar. Lita hanya bisa membalas dengan senyum lebar, menghilangkan perasaan gugupnya dengan meremas satu sama lain.“Kamu nggak keluar?” tanya Dara yang dijawab Lita dengan gelengan kepalanya.“Nunggu kata sah baru keluar, biar Pras fokus.” Berry memberikan informasi yang diangguki Dara.Ruangan hanya mereka berlima, suara yang mendominasi adalah televisi menampilkan ke
“Kamu tahu kenapa kita ajak ketemuan, kan?” Rendra menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dari pertanyaan Seno, tatapannya pada ketiga pria yang sedang menatap kearahnya dengan tatapan sama. Rendra sangat tahu apa yang akan mereka bertiga bicarakan, semua pasti berkaitan dengan hubungannya bersama adik mereka yang tidak lain calon istrinya.“Lita nggak tahu kita ketemuan? Kamu nggak kasih tahu, kan?” tanya Hardian yang dijawab Rendra dengan gelengan kepala.“Aku udah bilang kalau dia lembur,” sahut Fandi memutar bola matanya malas “Kamu tahu alasan ini, kan?” “Tahu, Kang.” Rendra menganggukkan kepalanya.“Masih mau lanjut?” tanya Hardian terlebih dahulu.“Mau mundur juga uang udah keluar, jadi apa yakin?” sambung Seno yang diangguki Rendra tanpa ragu “Apa sih yang kamu suka dari Lita? Manja gitu.”“Semua dari Lita, Kang.” Rendra mengatakan tanpa keraguan.“Halah...sekarang aja begini, nanti ka
“Sudah yakin? Kamu nggak akan menyesal nantinya? Kamu tahu masa lalu Pras, yakin dia benar berubah? Kalau dia nanti balik lagi gimana? Kamu siap?” Lita menatap tidak percaya mendengar pertanyaan Dara, pertanyaan yang keluar setiap kali membahas tentang Rendra dan sudah dijawabnya berulang kali dengan jawaban yang sama, tapi tampaknya sang sahabat memang tidak ingin dirinya menyesal nantinya.“Pertanyaan kamu sudah aku jawab berulang kali, apa nggak bosan? Aku harus yakin kalau dia berubah, lagian taruhannya besar kalau sampai dia nggak berubah dan asal kamu tahu aku bukan wanita lemah.” Lita menatap malas pada Dara, mengatakan tujuannya datang ke tempat sang sahabat “Aku kesini mau minta bantuan.” “Bantuan apa?” tanya Dara penasaran.“Bantu aku menyiapkan proses pernikahan.” Lita menatap penuh harap kearah Dara.“Memang kapan? Masih lama, kan? Kaya diburu apa aja, kebiasaan semua serba dadakan.” Lita menggelengkan
“Akhirnya! Kita akan menjadi keluarga.” “Ya, Pak.”“Masa masih panggil begituan? Bentar lagi jadi keluarga loh.” Rendra menatap tidak enak pada Fandi mendengar nada protes dari Berry yang diangguki lainnya, Fandi sendiri memilih diam tidak menghiraukan kalimat godaan tersebut.“Grogi tadi?” tanya Dona yang duduk disamping Fandi, Rendra memilih menganggukkan kepala sambil tersenyum “Aku dengar mau lanjut kuliah? Kerja di rumah sakit juga jadi staf GA, benar?” “Nggak usah tarik dia.” Seno memberikan peringatan.“Aku hanya tanya, Kang. Nggak ada niat begitu.” Dona mengerucutkan bibirnya.“Aku udah punya perjanjian sama Pras, sayang.” Fandi memberikan informasi yang membuat semua tertarik “Masalah kantor lawyer yang aku buat, aku butuh orang yang bisa dipercaya dan karena hubungan Pras dan Lita akhirnya kepikiran itu.”“Lita panggil Rendra, Fandi panggil Pras. Memang nama yang benar siapa? Kita ma
“Malah ketawa! Aku itu kesal sama papa dan mama yang malah mau ikut campur rencana lamaran, malah hubungi keluarga besar buat datang ke acara lamaran. Aku udah bilang kalau acaranya sederhana.” Rendra melupakan rasa kesal pada kedua orang tuanya “Mama katanya udah hubungi mama kamu?” Lita menghentikan tawanya sambil menganggukkan kepalanya ketika melihat ekspresi Rendra yang mengerucutkan bibirnya “Papanya mas memang benar, aku tahu kalau mas sedang menahan diri selama sama aku. Makasih, sayang sudah bisa bertahan selama ini. Mama memang hubungi mama aku, mereka bicara banyak hal dan kayaknya bakal berubah dalam lamaran besok.” Lita membelai pipi Rendra pelan dengan tatapan lembut sambil menjelaskan apa yang terjadi “Jadi sekarang sudah yakin melamar? Kang Fandi datang jumat malam, aku langsung ke Bandung sama mereka.”“Jadilah, mama udah booking hotel dekat rumah kamu. Mama bilang karena hanya keluarga jadinya nggak enak kalau nggak buka kamar, pantas bookin
“Uang itu uang kamu, mau dipakai apa terserah. Lagian kenapa dulu nggak dipakai? Sekarang terserah mau dipakai buat apa, kami mempersiapkan semua kebutuhan kamu selama kuliah. Papa tahu kalau kamu memang nggak ada minat di kedokteran, tapi bukan berarti kami nggak memberikan kamu uang untuk kuliah. Memang kamu pakai buat apa? Lamaran?.”Rendra menggelengkan kepalanya “Aku mau lanjutin kuliah, pa.”Suasana seketika hening ketika Rendra mengatakan niatnya, melanjutkan kuliah dengan jam kerja yang dirasa sudah lebih baik dibandingkan sebelumnya. Mengambil jam kuliah malam, sedangkan paginya akan kerja. Lita sudah tahu dan membantunya memilih kampus, awalnya akan kembali ke kampus lamanya tapi kakak kedua Lita yang tidak lain mantan dosennya memberikan saran kampus lain.“Kamu tetap melamar Lita, kan?” tanya Amelia memecah keheningan.Rendra tersenyum mendengar nada suara sang mama khawatir “Ya, ma. Minggu depan kita lamar Lita, kakaknya bisa
“Beneran, mas?” Lita memicingkan matanya menatap Rendra yang duduk dihadapannya, informasi yang diberikan menurut penilaiannya adalah lampu hijau, hanya saja Lita tidak percaya begitu saja apa yang dikatakan pria dihadapannya.“Kamu nggak percaya sama aku?” Rendra menatap penuh selidik.“Bukan nggak percaya, mungkin memang nggak percaya.” Lita memutuskan terus terang “Kang Seno ini termasuk sulit dalam percaya sama orang, pastinya Kang Seno sudah tahu mas bagaimana dari Kang Fandi, walaupun nggak akan percaya penuh. Kang Seno beranggapan apa yang dikatakan orang lain adalah informasi berharga dan akan menjadi penilaian sendiri ketika bertemu nantinya.” Rendra mengangguk menyetujui kalimat yang keluar dari Lita, sepanjang mereka berbicara tadi semua yang dikatakan Lita memang benar adanya. Sebenarnya kalimat terakhir bukan sebuah restu, melainkan keseriusan dirinya dengan Lita dan semua rencana masa depan yang sudah dibuat ketika bertemu
“Kesana sama teteh! Akang mau bicara sama pacarmu, urusan pria.”Lita menghentakkan kakinya menatap tajam pada Seno, kakak pertamanya. Kedatangan tiba-tiba ke apartemen ditambah keinginannya bertemu dengan Rendra, setidaknya tidak mengganggu kegiatan walaupun sekarang sedang weekend. Melihat Rendra yang tampak tenang, walaupun Lita tahu jika kekasihnya dalam keadaan tidak baik-baik saja.“Akang jangan aneh-aneh! Aku kasih tahu papa dan mama!” Lita memberikan ancaman.“Siapa lagi? Fandi dan Hardian? Semua akan dukung aku.” Seno mengatakan dengan sangat santai.“Aku nggak papa,” ucap Rendra menenangkan Lita yang langsung mengalihkan pandangannya.“Mas nggak tahu gimana Kang Seno.” Lita mengerucutkan bibirnya.“Mau ke tempat Berry atau nggak restui hubungan kalian?” Lita membelalakkan matanya menatap tajam Seno “Makanya kalau dibilang nurut, nggak aku apa-apain cowok ini.” Lita menghentakkan kakinya melangkah
“Segar sekali.” Rendra hanya tersenyum mendengar kalimat rekan kerjanya, Danu. Memilih tidak menghiraukan kalimat godaannya dengan fokus pada pekerjaan. Suasana ruangannya seketika hening, semua sibuk pada pekerjaan masing-masing, bahkan mereka tidak menyadari waktu istirahat jika sang bos menegur mereka bertiga.“Kalian itu memang fokus sekali, sampai-sampai istirahat nggak tahu. Makan siang dimana?” Gani menatap mereka bertiga gantian.Rendra membuka ponselnya dimana Lita sedang istirahat dengan teman-temannya, mungkin lebih baik istirahat di kantin atau keluar dari rumah sakit mencari tempat makan yang enak dan murah. “Pras, kamu mau makan dimana?” suara Danu membuyarkan lamunannya “Pak Gani tanya itu.” “Sekitar sini, Pak.” Rendra menjawab tidak enak.“Kita makan siang bareng, gimana?” ajak Gani menatap mereka bertiga.“Pak, saya ajak anak HRD ya? Rina.” Amel membuka suaranya.“Rina yang jo