“Tumben pulang? Masih inget rumah?”
Lita memeluk kakak iparnya erat dengan memberikan ciuman di pipi “Teteh kalau marah makin cantik.” “Nggak usah ngerayu! Waktu Fandi sama Dona kesini dan pada kumpul nggak pulang, sekarang ada angin apa tiba-tiba pulang?” Berry memicingkan matanya menatap Lita yang masih tersenyum “Kamu nggak lagi melakukan kesalahan, kan?” “Teteh, kalau ngomong suka nggak di filter.” Lita melepaskan pelukan sambil mengerucutkan bibirnya “Mama sama papa dimana? Teteh kok disini?” “Papa kerja, mama lagi ada acara arisan dimana gitu. Kesini ya memang waktunya kesini, lagian kasihan mama papa nggak ada yang nemenin. Akang sama mbak kamu yang dua itu mana ada pulang, satunya di negeri orang dan satunya sibuk entah melakukan apa. Nggak jauh beda sama kamu.” Berry melanjutkan omelannya pada Lita “Mau istirahat? Udah sana, masuk kamar kamu. Tenang selalu mama bersihan tiap minggu, wala“Aku sudah bilang kalau perjanjian kita selesai, bu.” Rendra menatap kesal pada wanita yang pernah menjadi dosennya, wanita yang membantunya dalam menyelesaikan kuliah dan pastinya wanita yang memberikan kehidupan padanya saat tinggal sendiri dan tidak memiliki uang. Permintaan yang sudah dikatakan beberapa kali semakin membuatnya kesal, bagi Rendra semua sudah selesai sesuai dengan perjanjian yang mereka buat. “Aku tahu kalau kamu udah lama nggak begituan, kekasihmu masih kecil juga. Kamu pasti menjaga agar tidak merusak dia, bukan? Apalagi kekasihmu adiknya Fandi, pastinya nggak berani melakukan hal lebih.” Tita mengatakan dengan penuh percaya diri. Rendra mengusap wajahnya kasar, tidak tahu harus berbicara dengan cara apalagi pada wanita dihadapannya “Aku mencintai dia, semua nggak ada hubungannya dengan Pak Fandi. Aku pulang terlalu lelah berbicara dengan ibu.” Meninggalkan Tita yang masih te
“Tampang kamu kaya banyak pikiran saja.” Rendra menatap Ratih yang menggunakan kaos berwarna putih dan ketat, terlihat sekali warna dalamannya dan satu lagi baru menyadari jika menggunakan celana yang sangat pendek. Keputusannya menerima ajakan Ratih tampaknya adalah sebuah kesalahan, usia mereka memang tidak terlalu jauh tapi tetap saja Ratih lebih tua dari dirinya. “Bagaimana kamu bisa melepaskan Pak Fandi?” tanya Rendra terlebih dahulu. Ratih mengangkat sudut alisnya mendengar pertanyaan Rendra “Aku tidak melepaskan dia, aku menunggu dia datang. Dalam rumah tangga pasti ada masalah, aku hanya ingin dia ingat aku dan akan datang.” “Bukankah akan lebih baik kamu membuka lembaran baru?” Ratih menganggukkan kepalanya “Memang benar, Fandi juga mengatakan hal itu. Satu hal yang membuat aku kesulitan melakukannya adalah tidak ada pria yang sama seperti dia, ibarat kata aku sudah
“Mas, kenapa kesini?” Lita terkejut melihat kedatangan Rendra ke rumah orang tuanya yang ada di Bandung, beberapa menit yang lalu meminta keluar dan pemandangan yang dihadapinya sama-sama tidak pernah dibayangkan. “Aku sudah bilang kalau serius, makanya pas kamu bilang orang tuamu ingin bertemu jadinya aku langsung berangkat. Aku sendirian karena memang mau bicara terlebih dahulu sama orang tuamu, baru nanti bawa orang tuaku.” Rendra menjelaskan semuanya secara lengkap “Apa aku bisa ketemu sama mereka?” Lita menghembuskan napasnya mendengar jawaban dan penjelasan yang diberikan Rendra, bisa dikatakan dari awal memang hubungan mereka kearah serius hanya saja tidak menyangka akan secepat ini. Lita juga bisa melihat keseriusan Rendra dengan berhenti dari semua wanita-wanita lamanya, perubahan yang dia lihatkan mengarah pada hal positif. “Lita, malah melamun.” Rendra menggerakkan tangannya dihadapan
“Kamu harus lewatin berapa pintu nanti?” Bram langsung bertanya setelah puas tertawa mendengarkan cerita Rendra tentang kedatangan ke rumah orang tua Lita, melihat ekspresi puas dari Bram seketika menyesali keputusannya mendatangi rumah sahabatnya untuk menceritakan semua yang terjadi saat mendatangi rumah kedua orang tua Lita, walaupun begitu Rendra justru mendapatkan ketenangan setelah berbicara dengan sahabatnya ini. “Kamu benar serius sama Lita?” tanya Bram kembali sebelum Rendra menjawab pertanyaan sebelumnya dengan tatapan serius “Langkah awalmu Pak Fandi, kamu yakin dia akan menilai bagus? Dia tahu kamu sama rekan kerjanya, apalagi tadi katamu menghadapi akang pertamanya.” Rendra mengusap kasar wajahnya “Aku sebelum berangkat hampir saja tergoda sama ceweknya Pak Fandi, lagian kita berdua punya kartu AS masing-masing jadi aku sedikit yakin dia nggak akan menilai negatif. Permasalahannya itu di kakak pertamanya
“Itu apaan?”“Mana sih?” “Itu loh.” “Astaga! Kok bisa nggak malu ciuman di tempat terbuka, tempat umum, dilihat banyak orang.” Lita menutup matanya.“Bego! Kita lagi di Bali, wajarlah....apalagi ini tempat private juga.”Lita membuka matanya mendengar penuturan Dara, sahabatnya. “Ya, benar. Kita lagi di Bali. Siapa memang dia? Pastinya tamu undangan, kalau ada disini artinya tamu undangan Kang Fandi. Masa Kang Fandi punya teman yang nggak ada akhlak begitu.” Lita menggelengkan kepalanya.“Ya, sudahlah lagian mereka sudah dewasa juga. Kamu aja yang nggak tahu gimana orang dewasa pacaran, kakak kamu yang mau nikah besok pastinya juga nggak jauh beda. Udah nggak usah lihat begituan nanti malah pengen dan nggak ada lawannya.”“Kamu pengen ya? Harusnya kamu ajak Bang Arta buat kesini.” Lita menggoda Dara yang kembali mendapatkan pukulan ringan di lengan.Dara menarik tangan Lita agar berjalan ke tempat lain, pemandangan yang mereka lihat tidak bagus pasalnya mereka berdua tidak memilik
“Kenapa disini? Harusnya tempat keluarga sana.” “Kamu lihat cowok kemarin nggak di hotel?” Lita bertanya tanpa peduli dengan pertanyaan yang diberikan Dara.Dara mengerutkan keningnya “Ngapain aku cari dia? Kamu penasaran banget, nggak bagus tahu.”“Penasaran aja siapa dia, secara tempat ini sudah disiapkan khusus buat acara jadi nggak ada orang luar masuk.”“Kakak iparmu kaya juga ternyata.” Dara menaik turunkan alisnya dengan mengalihkan pembicaraan.Lita tidak mendengarkan kalimat dengan nada godaan sahabatnya tentang kekayaan sang kakak ipar, pikirannya sudah fokus pada kejadian di dekat pantai kemarin. Sepanjang mata memandang tidak menemukan sosok pria tersebut, mengingat tamu yang ada di hotel tersebut dan artinya tempat itu khusus teman-teman kakaknya.“Sialan ni anak, diajak ngomong malah nggak di dengar. Kamu cari cowok itu? Nggak ada dari tadi, aku juga nggak lihat dia sarapan.” Dara memukul lengan Lita kesal “Benar?” Lita menjawab tanpa menatap kearah Dara.“Ya, buat apa
“Udah sampai mana?”“Udah ACC, besok mau daftar sidang.” “Nggak percuma dekatin dan hangatin ranjang dia.” Pras tertawa mendengar kata-kata Bram, sahabatnya. Hal yang tidak diketahui sama sekali oleh orang terdekatnya, hubungan intim dengan salah satu dosen demi mendapatkan nilai. Perbuatannya itu semua hanya agar segera lulus, terlalu asyik bekerja sampai melupakan pendidikan dan secara kebetulan bertemu dosen yang kurang perhatian dari suaminya, mereka membuat kesepakatan gila tersebut.“Kamu kemarin datang ke pernikahannya Pak Fandi? Katanya dapat istri konglomerat, benar? Kamu datang karena undangannya Bu Tita, kan?” suara Bram menghentikan ingatan masa lalunya.“Ya, lebih tepatnya karena Pak Slamet bawa Vania jadinya aku juga dibawa.”“Kamu tidur sama Vania?” Bram menatap tidak percaya.“Satu kamar, kita nggak ngapa-ngapain! Nggak tertarik juga lakuin itu sama dia, bayangin bekasnya Pak Slamet ogah. Udah nggak usah tanya-tanya lagi.” Pras memberikan tatapan tajam.“Bokap lo gim
“Dara, tahu nggak sih yang tinggal depan unit kamu itu....”“Depan unit aku? Itu kan kosong? Mana ada orang yang tinggal disana? Apa sudah ada orangnya?” Lita mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Dara, tapi dirinya yakin jika pria itu keluar dari sana dengan wanita tua dan mereka berciuman.“Dar, kalau kamu lihat ada cowok ciuman sama cewek tua gitu pandangan kamu gimana?” tanya Lita penasaran.“Dia suka sama cewek yang lebih tua, bisa jadi cewek yang masih muda itu merepotkan. Memang kenapa?” Dara memberikan tatapan penuh selidik.“Cuman tanya aja,” jawab Lita sambil menggelengkan kepalanya.Lita malah berpikir jika cowok itu pria panggilan, tapi tidak mungkin ketika melihat wajahnya. Pria itu memiliki wajah yang biasa-biasa saja, biasanya pria panggilan itu wajah dan bodynya bisa langsung terlihat dari tatapan biasa, tapi pria itu sama sekali tidak.“Kamu keterima di event organizer?” tanya Dara membuyarkan lamunan Lita.“Ya, besok sudah mulai kerja.”“Bakal sibuk nanti? Nant