Pov FirmanSemalaman aku mencari istriku, aku telusuri jalanan ibu kota hingga ke tempat-tempat yang biasa aku datangi bersamanya, namun hasilnya nihil, Yunita tak ada, Aku bahkan tak henti-hentinya memaki diriku sendiri atas kecerobohanku, aku yang salah, terlambat menceritakan ini semua padanya. Sayang, kamu di mana? maafkan aku, sungguh aku tak akan pernah memaafkan diriku sendiri jika, suatu hal buruk terjadi padamu karena masalah ini, Ya Allah tolong jaga Dia, lindungi Dia istri hamba ya Allah.Usai salat magrib di masjid tepi jalan, aku lanjutkan mencari Yunita, hingga aku teringat sesuatu, apa mungkin Yunita pergi ke rumah Leni, sahabatnya? Kenapa aku baru ingat ya, segera aku cari kontak Leni di ponselku, tapi tak ada, aku tak menyimpan nomor ponselnya Leni.Aku harus cari cara lain, aku juga tidak tahu dimana rumah Leni. Gimana ya ini, ayo donk mikir Firman, aku terus berpikir keras, ada keyakinan di dalam hatiku kalau Yunita ada di rumah Leni.Tiba-tiba aku teringat jika Y
"Sssttt, tak perlu lah teriak-teriak begitu. Aku bisa kok melayani kamu jauh lebih baik, dari istrimu, sekarang kamu sedang kalut karena istrimu tak pulang kan." Aku rasakan Ia mulai berani menyentuh kerah baju yang kukenakan kemudian turun dan bermain-main di dada bidangku."Tania cukup! Jangan kurang ajar kamu!" Dengan cepat aku dorong tubuhnya agar menjauh dariku, dan dengan cepat kubuka laci mengambil buku yang kucari, Alhamdulillah langsung kutemukan.Aku berjalan cepat keluar kamar ini, meninggalkan Dia yang masih ternganga menatapku.Aku masuk ke dalam kamar sebelah, kamar ruang kerjaku, mengunci pintunya. Sikap Tania benar-benar membuatku takut sendiri.Bagaimana mungkin Dia bilang akan menggantikan posisi Yunita, itu tak akan mungkin. Yunita adalah wanita baik-baik, Dia begitu santun, jauh beda darinya yang begitu murahan.Aku bisa bernapas lega sekarang, duduk dan mulai mencari kontak nomor Leni, dengan teliti aku cari satu persatu deretan nama yang tertulis di sana.Alhamdu
Begitu hampa terasa malam ini, aku dekap erat bingkai foto kita, hingga mata ini terpejam, entah jam berapa aku terlelap.Hingga Sayup-sayup terdengar suara shalawat Tahrim berkumandang di masjid yang tak jauh dari rumah, bertanda waktu subuh akan segera tiba, aku bangkit untuk mandi dan salat subuh.Perlahan kuputar anak kunci, dan membuka daun pintu, kemudian melangkah menuju kamarku, tertutup.Saat pelan-pelan kubuka pintu kamarku, ternyata kosong. Alhamdulillah itu artinya Tania semalam keluar dari kamar ini setelah aku tinggalkan begitu saja. Baguslah. Lagipula Dia itu siapa sok kasih perhatian lebih untukku, sudah lebih dari cukup Yunita di samping, mampu melengkapi dan menyempurnakan hidupku.Bergegas aku masuk dan tak lupa mengunci pintu kamar, agar Tania tak bisa sembarangan masuk ke kamar ini, kamar ruang kerjaku juga selalu terkunci, saat aku tak menggunakan ruangan itu, karena aku tak mau setiap orang sembarangan masuk ke dalam ruangan itu.Setelah mandi dan salat subuh, a
"Wanita itu memang makhluk yang sangat unik, Ia begitu istimewa. Ia bisa bersikap lembut, dan manja, namun seketika sikap keras kepala dan marahnya membuat kita kewalahan untuk meredamnya, namun di balik semua itu pasti ada alasannya, Mas yang sabar, selesaikan masalah dengan kepala dingin, jika ia sedang marah maka jadilah air yang menyejukkan, hingga ia akan tersadar akan kekeliruannya dan akan memilih kembali bersamamu." Aku mengangguk paham."Terimakasih, Pak." Beliau pun mengangguk, dan tersenyum.Cukup lama kami berbincang, di sini aku seperti mendapat nasihat, dan petuah dari orang yang lebih tua, sejak Bapak pergi, aku memang seolah kehilangan pegangan. Karena aku memang dekat dengan Bapak, segala sesuatu aku meminta saran dan masukkan dari Bapak, setelah Beliau pergi, apapun masalahku, aku telan sendiri, karena aku tak begitu dekat dengan Ibu.Setelah di rasa cukup, aku pamit undur diri, karena sudah mulai banyak pelanggan bubur yang datang untuk menikmati sarapan buburnya, h
Pov YunitaHari mulai beranjak siang, saat mobil yang dilajukan suamiku sampai di sebuah gedung apartemen yang menjulang tinggi, kemudian parkir di pelataran gedung itu. Kami masih terdiam, sibuk menata hati, sebelum turun dari mobil."Sayang, Aku minta maaf. Apartemen ini memang aku beli untukmu, tapi karena kondisi ini, Aku–.""Sudahlah Mas, sekarang bukan saatnya kita membahas ini, tapi nanti di rumah, aku minta semua penjelasan dari kamu." Aku berkata tanpa menatap matanya, karena aku sendiri sedang berusaha menata hati, menghadapi kenyataan bahwa suamiku telah memiliki istri, selain aku.Samampuku meredam semua gejolak di dalam dada, wanita mana yang tidak syok mengetahui suaminya kini telah beristri lagi. Terlepas dari apapun itu alasannya.Ya Allah, apa ini sebuah takdir yang Engkau gariskan untukku? Mengapa terasa menyakitkan walau katanya diantara mereka tak ada Cinta.Mendengar ucapanku Mas Firman menatapku, digenggamnya erat jemariku. "Kamu percaya kan, sama Aku?" tanyanya
Tiba-tiba ponsel Mas Firman berbunyi."Halo Iwan.""...." "Apa?!""....""Oke, kamu tenang, aku akan segera ke rumah makan sekarang juga."Panggilan terputus. Sepertinya ada masalah di rumah makan."Ada Apa Mas? Ada masalah di rumah makan?""Sekarang juga kita ke rumah makan ya, Sayang, Ibu sama Tania marah-marah di sana."Apa? Ibu sama Tania marah-marah di rumah makan, ada apa lagi ini, ya Allah.Mas Firman langsung melajukan mobil menuju ke rumah makan, kondisi jalanan juga sedikit macet membuat kami terhambat. Huft, Jakarta siang bolong seperti ini pun masih juga macet.Hari ini memang Mas Firman tidak ke rumah makan, seperti biasa jika Ia tidak datang ke rumah makan, Ia menyerahkan sepenuhnya pada Iwan untuk menghandle semuanya. Tapi jika sudah masalah seperti ini, tentu Iwan pun tak bisa berbuat apa-apa. Begitu sampai di area parkir rumah makan, kami langsung bergegas turun dari mobil dan melangkah cepat masuk ke dalam rumah makan yang terlihat rame pengunjung karena ini masih
Aku lihat Ibu sedang sibuk di dapur, aku dan Mas Firman berjalan menghampirinya."Alhamdulillah, Firman kamu udah pulang. Ibu lagi masak, nanti kita makan sama-sama." Ibu menatap tak suka ke arahku. "Kamu ikut pulang juga, kemana aja kemarin? Sampai nggak pulang, kirain udah nggak akan pulang lagi kesini." Astaghfirullah, baru saja aku sampai di rumah ini, sudah di sambut demikian oleh ibu mertuaku."Sudah Bu. Yunita capek, jangan Ibu tambah dengan berkata seperti itu. Ibu bilang begitu padanya sama saja menyakiti Firman Bu." Ibu hanya mencebik mendengar anaknya membelaku."Sudah Sayang, Ayo kita naik ke atas. Kamu harus istirahat." Mas Firman menggandeng tanganku berjalan menaiki anak tangga menuju kamar kami.Mas Firman membuka kunci kamar dan kami berdua masuk. Tak lupa ia menguncinya kembali. Aku duduk di bibir ranjang meletakkan tas tangan yang sering kubawa kemana-mana. Mas Firman pun mendaratkan bobotnya di sampingku."Sayang, kamu tahu nggak, tadi malam aku tidur di ruang ke
"Halah, selalu seperti itu, terus aja kamu bela perempuan ini!" Aku berlalu ke dapur, memilih untuk tidak menghiraukan ucapan Ibu, satu hal yang masih membuat aku masih bertahan di dalam rumah ini, yaitu Mas Firman, selama ada Cinta di hatinya untukku, aku akan bertahan mempertahankan rumah tanggaku.Aku panaskan air untuk membuat kopi, terdengar Ibu tengah berbincang dengan Mas Firman di ruang tengah, tak begitu jelas apa yang mereka bicarakan. Namun sedikit aku bisa tarik kesimpulan, Ibu masih membujuk Mas Firman agar mau menikah dengan Tania.Ibu, aku tak mengerti, mengapa kau begitu ingin menantu seperti Dia, apa hanya karena aku belum hamil, engkau mengabaikan segala rasa yang ada di antara Aku dan putramu.Aku memilih, menunggui air panas di dapur, hingga teko siul itu berbunyi nyaring menandakan air sudah mendidih.Aku racik gula dan kopi, ke dalam cangkir kopi, menyeduhnya, kemudian membawanya untuk suamiku."Yuni, kamu tak keberatan kan, jika Tania kembali tinggal di rumah i