"Halah, selalu seperti itu, terus aja kamu bela perempuan ini!" Aku berlalu ke dapur, memilih untuk tidak menghiraukan ucapan Ibu, satu hal yang masih membuat aku masih bertahan di dalam rumah ini, yaitu Mas Firman, selama ada Cinta di hatinya untukku, aku akan bertahan mempertahankan rumah tanggaku.Aku panaskan air untuk membuat kopi, terdengar Ibu tengah berbincang dengan Mas Firman di ruang tengah, tak begitu jelas apa yang mereka bicarakan. Namun sedikit aku bisa tarik kesimpulan, Ibu masih membujuk Mas Firman agar mau menikah dengan Tania.Ibu, aku tak mengerti, mengapa kau begitu ingin menantu seperti Dia, apa hanya karena aku belum hamil, engkau mengabaikan segala rasa yang ada di antara Aku dan putramu.Aku memilih, menunggui air panas di dapur, hingga teko siul itu berbunyi nyaring menandakan air sudah mendidih.Aku racik gula dan kopi, ke dalam cangkir kopi, menyeduhnya, kemudian membawanya untuk suamiku."Yuni, kamu tak keberatan kan, jika Tania kembali tinggal di rumah i
Hari terus berganti hingga tak terasa seminggu sudah sejak Aku mengetahui soal Wina. Ibu juga sudah kembali ke rumahnya, pun dengan Tania. Mas Firman sendiri secara terang-terangan menolak jika Tania kembali tinggal di rumah.Laras Alhamdulillah ia keterima kerja di sebuah perusahaan swasta, dan sesuai ucapan Ia hanya mengambil job sebagai model hanya untuk sambilan.Selama seminggu ini juga terkadang sepulang dari rumah makan aku meminta Mas Firman untuk mampir ke apartemen menengok Wina. Mas Firman juga sudah berkoordinasi dengan pihak pengelola apartemen jika ada seseorang yang mencurigakan agar di tindak lanjuti. Wina masih sama seperti sebelumnya, Mas Firman tidak mengizinkannya keluar apartemen, dan semua keperluannya akan di penuhi olehnya atau meminta tolong pada Dimas.Usai makan malam, Mas Firman sibuk di ruang kerjanya, dan aku sendiri merebahkan tubuhku di ranjang, sambil berselancar di aplikasi novel online.Tiba-tiba ponsel Mas Firman yang tergeletak di atas nakas berde
"Aku mengerti Win. Sekarang ini kedua orang itu sudah diamankan, kamu aman sekarang, dan sekarang Mas Firman dan Dimas sedang mengurus semuanya, kamu tenang ya!" Aku mencoba menenangkan gadis yang kini menjadi maduku. Hati ini pun ikut merasakan sedih, kasihan Dia, Dia pasti takut terlebih ini di Jakarta, tak banyak orang yang ia kenal, selain Mas Firman, Dimas dan Aku."Maafkan Aku ya, Mbak. Jika hadirku di sini hanya merepotkanmu dan Mas Firman." Ia terisak, sambil jarinya memainkan ujung hijab yang dikenakannya."Sssttt! Tidak ada yang merasa di repotkan, Win. Semua sudah ketentuan Allah. Aku mengerti sekali bagaimana posisimu sekarang. Kamu itu hebat, aku nggak tahu jika aku yang ada di posisimu, mungkin aku tak kan sekuat kamu."Ia mengusap linangan air mata yang menaganak di pipinya."Aku pun tak tahu, Mbak. Sampai kapan aku seperti ini. Aku tadi hanya sedikit merasa bosan dengan masakanku sendiri dan sekedar ke depan apartemen untuk membeli nasi goreng, tapi ternyata mereka ta
Pov FirmanAlhamdulillah istriku bisa diajak bicara, Ia sudah tenang sekarang, mungkin berkat penjelasan dari Dimas juga saat Ia menemui Dimas pagi itu. Namun tetap saja, Sikapnya sedikit berubah, Ia lebih sedikit bicara tidak seperti dulu, aku mencoba mengerti akan keadaan ini.Bagaimanapun juga ini memang salahku, Aku yang telah menggores luka di hatinya yang rapuh, maka aku pula yang harus terus menggenggam hati itu agar tetap utuh. Maafkan aku Sayang. Berbagai ucapan manis yang biasa aku katakan, Ia hanya tersenyum dan mengangguk. Aku tahu di dalam hatinya Ia pun sedang berusaha berdamai dengan keadaan sekarang, walaupun Dia tahu hanya dirinyalah yang ada di hatiku, tapi tetap saja perempuan adalah makhluk yang sensitif, berbagai macam kecurigaan dan ketakutan pasti bergelayut di hatinya.Bagai hujan di Padang pasir, itu yang aku rasakan saat Wanitaku mulai mau bicara dan mau kuajak pulang, karena sesungguhnya di hati ini diliputi ketakutan, aku takut karena kesalahanku ini, kemu
"Nggak Bu. Jujur Firman terganggu kalau Tania tinggal di sini, lagi pula Dia kan punya pekerjaan, Dia juga bisa bayar sewa kos untuk Dia tinggal. Tak perlu lah kita yang menampung Dia di sini. Firman nggak bisa Bu." Aku terus mencoba memberikan jawaban dengan tenang, agar Ibu tak tersinggung, bagaimanapun Ia adalah ibuku, tak ingin aku menyakitinya, tapi aku juga tak mau di paksa pada sesuatu yang bertentangan dengan hatiku."Yuni, kamu tak keberatan kan, jika Tania kembali tinggal di rumah ini, selain untuk teman Laras, Dia juga bisa bantu-bantu kamu di rumah ini, biar kamu nggak capek, dan bisa segera berhasil promil ya kan," tanya Ibu tiba-tiba ketika Yunita sudah berada di rumah tengah.Aku tersentak saat Ibu melempar pertanyaan itu padanya, aku mengerti maksud Ibu, jika Ia meminta padaku aku tak bisa memberikannya, Ia akan memintanya pada Yunita, Ibu seolah tahu kelemahan Yunita adalah tak mampu menolak permintaan Ibu, karena Yunita pasti tak kuasa untuk menolak. Aku menarik na
Kedua lelaki itu menunduk, tanpa perlawanan, wajahnya memang garang, tapi tak satupun dari mereka berani menatap wajah kami, keduanya tertunduk.Aku dan Dimas duduk di hadapannya terhalang oleh meja yang melintang."Siapa yang menyuruh Kalian?" tanyaku pada mereka.Tapi mereka hanya diam, tak ada yang menjawab satu pun."Ma–Maaf Pak. Kami hanya di suruh Pak," ucapnya lirih salah seorang dari mereka."Siapa yang menyuruh Kalian?!" tanyaku lagi dengan menambah satu oktaf tinggi suaraku mereka masih juga tak mau menjawab pertanyaan itu.Braakk!Dimas bangkit dan menggebrak meja membuat mereka terkejut, aku sendiri juga sebenarnya kaget, tapi aku berusaha biasa saja. Dimas mungkin gemas dengan dua orang ini."Kalian dengar tidak?! Siapa yang menyuruh Kalian?! Jawab? Atau aku telpon polisi sekarang juga!" ancam Dimas sambil satu tangannya mengeluarkan ponsel miliknya. Dua lelaki itu tampak panik, dan saling pandang satu sama lain. Sepertinya mereka cuma preman kampung, terlihat takut saat
Aku pun melenggang keluar ruangan itu dan memanggil dua orang sekuriti yang berdiri tak jauh dari ruangan ini, dan meminta tolong padanya untuk menjaga sebentar kedua preman itu. kemudian aku dan Dimas keluar ruangan itu, untuk bicara, kami menyusun rencana selanjutnya. Setelah semua sudah matang kami rencanakan, kami kembali masuk ke ruangan."Oke. Kali ini kalian tidak akan aku jebloskan ke polisi, karena saya masih punya hati, mengingat anakmu di rumah sedang sakit. Tapi kalian tidak bisa lepas dari pengawasanku!" ucap Dimas serius pada kedua preman kampung ini.Terlihat binar pada kedua mata lelaki itu."Eits jangan senang dulu, ada hal lain yang harus kalian lakukan jika kalian tak ingin mendekam di penjara, semua percakapan kita sudah saya rekam di dalam sini, ini bisa menjadi bukti kuat untuk kalian mendekam di penjara, tapi saya masih punya belas kasihan pada kelurga kalian, selama kalian ikuti perintahku, kalian akan aman!" Aku menunjuk ponsel yang ada dalam genggamanku, dan
"Mas tak cemburu? Istrimu di cintai oleh laki-laki lain?" tanyanya seolah mengejek."Jika yang ia cintai adalah kamu, tentu aku akan sangat cemburu, tapi Jika Ia mencintai Wina, aku justru akan senang, karena Dimas lelaki yang baik, Wina akan aman jika bersamanya." Sebuah lengkungan manis terbit si bibirnya."Sekarang kamu sudah benar-benar percaya kan, hanya kamu yang Mas cinta, saat ini nanti, dan selamanya," bisikku lembut sibuk menatap kedua matanya.Terlihat pipinya merona, menambah cantik wajahnya.Selesai sarapan, aku pun langsung berangkat ke Bogor, sekalian aku tengok kafe di sana, Yunita juga izin untuk ke rumah makan, untuk menggantikan posisiku, aku tak keberatan, dan sekalian berangkat ke Bogor aku, lebih dulu mengantarkan istriku ke rumah makan."Hati-hati ya, Sayang. Pokoknya apapun itu, kamu harus sering kabarin aku," ucap istriku saat kami telah sampai di depan rumah makan, dan aku hendak langsung jalan ke kampungnya Wina."Iya Sayang, aku janji akan kabarin kamu, k