Home / Romansa / Mampukah Aku Bertahan / Bab 4 (Tawaran Kerja)

Share

Bab 4 (Tawaran Kerja)

Author: Tifa Nurfa
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Setelah selesai makan malam, Mas Firman langsung beranjak naik ke atas, aku membereskan sisa makan dan piring di meja makan.

"Sayang, tolong beritahu kamar untuk Laras, dan temanya di kamar bawah, dan tolong jangan keluyuran naik ke atas, boleh naik ke atas hanya untuk menjemur pakaian. Itupun di lakukan pada siang hari."

Mas Firman yang baru menaiki beberapa anak tangga berhenti kemudian mengatakan itu, serentak kami yang masih berada di meja makan menoleh ke arahnya.

"Baik, Mas," sahutku cepat.

Aku melirik Tania dan Laras, mereka saling pandang, entah apa yang ada dipikiran mereka aku tak tau.

"Firman, masa mau naik ke atas aja, nggak boleh." Ibu pun ikut bersuara.

"Tolong, Bu. Hargai keputusanku, jika ingin tinggal di rumah ini, ikuti aturan di rumah ini." Semua terdiam.

Begitulah suamiku, ia akan berkata lembut saat bersamaku, tapi ia juga akan tegas jika ada yang menentang keputusannya.

Memang aku pikir itu memang yang terbaik, Tania bukan siapa-siapa dan bukan muhrim bagi suamiku, jadi sudah seharusnya ada batasan.

Jujur aku sendiri juga risih melihat penampilan Laras dan Tania, yang mengenakan baju seperti kurang bahan, bagaimanapun suamiku adalah lelaki normal, aku takut ia akan tergoda karena melihat pemandangan seperti itu setiap hari.

Setelah membawa semua piring kotor ke dapur, aku menunjukan kamar untuk Laras dan Tania, di bawah memang ada dua kamar, satu kamar untuk Ibu istirahat, dan satu lagi untuk mereka berdua.

"Laras dan juga kamu Tania, saya mohon jika ada di dalam rumah ini, pakailah pakaian yang sopan, jika kalian sedang bekerja di luar silahkan terserah kalian, tapi jika di rumah ini, tolong pakai yang sopan, saya tidak meminta kalian memakai jilbab, tapi setidaknya pakaian yang sedikit menutupi dada dan bahu," ucapku pada mereka saat menunjukkan kamar untuk mereka.

"Kak, Yunita. Kenapa begitu?! apa hak kakak larang kami, suka-suka kita donk. Atau jangan-jangan ...." 

Laras menggantung ucapannya, membuat kedua mataku menyipit, karena rasa penasaran.

"Jangan-jangan Kak Yunita takut. Takut Kak Firman tergoda? Iya kan?"

Laras mendekat ke arahku, dengan sedikit berbisik ia berkata demikian, diiringi tawa kecil. 

"Laras! Mbak sama sekali tidak takut hal itu. Karena Mbak yakin dan sangat percaya dengan Mas Firman." Cepat aku menyahuti perkataan adik iparku yang cantik ini, tapi sifatnya ... Ah, sudahlah.

"Oh, ya! Yakin?" Laras seolah mengejek.

Aku lirik Tania yang sedari tadi hanya diam, dengan mengulas senyum melihat Laras.

"Cukup, Laras! Kalau kalian masih mau tinggal di rumah ini. Mbak harap kalian bisa tau diri. Permisi." Aku melenggang keluar dari kamar itu dengan perasaan kesal.

Benar-benar sejak dulu Laras tidak pernah berubah, meski aku selalu bersikap baik padanya. 

"Ada apa sih kalian ribut-ribut?" tanya Ibu yang melihat aku keluar kamar Laras.

"Nggak ada apa-apa Bu. Yunita cuma ingetin Laras itu aja." Langkahku terhenti dan menjawab pertanyaan Ibu.

"Belum juga sehari Laras tinggal di sini, kamu udah ngatur-ngatur begitu. Ingat ya. Ini rumah Firman anakku. Jadi kamu nggak usah sok ngatur," cetus Ibu mertuaku.

Salahkah aku jika aku mengingatkan suatu hal kebaikan untuk anak gadisnya. Toh berpakaian sopan itu untuk kebaikan anaknya.

"Bukan maksud Yunita seperti itu, Bu. Aku cuma–," 

"Halah sudahlah, sana tuh kamu cuci piring. Tak perlu sok ngatur, kalo jadi istri aja belum becus." Kata-katanya begitu tajam bak belati yang menusuk hati ini.

Aku melangkah ke dapur dan mencuci piring. Terdengar gelak tawa dari kamar Laras entah apa yang dibicarakan dua gadis itu sehingga membuat mereka tertawa terbahak-bahak begitu.

Setelah semuanya selesai, aku memilih untuk langsung naik ke atas. Jika biasanya usai makan malam aku dan suamiku menonton tv di ruang tengah, mulai saat ini mungkin akan berbeda, karena tentu aku merasa kurang nyaman jika ada Laras dan Tania yang kerap kali memakai pakaian seksi.

"Sayang. Sini." Mas Firman menepuk sisi ranjang di sampingnya. Saat melihatku masuk dan tengah melihatnya sedang asyik dengan ponselnya.

"Kamu kenapa? Kok cemberut gitu?" tanyanya saat aku sudah duduk di sampingnya.

"Mas apa aku terima tawaran Leni untuk untuk masuk kembali ke perusahaan tempat kerjaku dulu?" tanyaku hati-hati. Entah ini kali keberapa aku mengungkapkan keinginanku untuk bekerja kembali.

Setelah lulus kuliah aku sempat bekerja selama dua tahun, saat karirku mulai naik, Mas Firman melamarku dan kemudian kami menikah, setelah menikah aku tak di ijinkannya bekerja, ia selalu bilang kalau bekerja itu kewajiban suami, tugas istri hanya fokus mengurus suami. Aku menurutinya sebagai bentuk baktiku kepada sang suami.

Tapi mendengar ibu berkali-kali bilang aku hanya menikmati uang suami, jadi timbul keinginanku untuk kembali bekerja. Sebenarnya dua hari lalu, Leni teman kuliah sekaligus teman satu kantorku dulu sewaktu aku masih bekerja, menyampaikan pesan dari Ibu Agustin atasanku dulu, yang menawarkan kembali pekerjaan padaku. 

Pasalnya posisi yang dulu aku tempati, sekarang ini tengah kosong, karena karyawan penggantiku itu hamil kemudian memilih resign seminggu yang lalu, karena ingin fokus pada kehamilannya. Begitu yang aku dengar dari Leni kemarin.

Mas Firman terdiam sejenak, kemudian menatap dalam ke arahku, sedetik kemudian ia mengulas senyum menampakkan lesung di kedua pipinya. Ah, manis sekali.

"Yunita Sayang, denger ya! Mas masih sanggup memenuhi kebutuhan kita, kamu adalah tanggung jawabku, Sayang. Penghasilanku sudah lebih dari cukup untuk memenuhi semua kebutuhan kita, bahkan lebih. Aku pun sudah mencukupi semua kebutuhan Ibu juga jatah untuk orangtuamu juga aman. Jadi untuk apalagi kamu ingin kembali bekerja, Hem?" Mas Firman berkata panjang lebar seraya membingkai wajahku. Hingga kedua netraku menatap lekat pada kedua iris hitam miliknya.

Aku membuang napas kasar, dan melepaskan tangannya.

"Mas, aku nggak mau, cuma di bilang istri yang hanya bisanya menikmati uang kamu," tukasku, membuang pandangan ke arah lain.

"Kamu pasti kepikiran omongan Ibu, Ya, Hem?" Aku hanya meliriknya sekilas, mendengar pertanyaan Mas Firman.

"Sayang, sini dengerin aku. Siapa bilang kamu nggak kerja, hampir setiap hari kamu bantuin aku di restoran, kamu ikut sibuk mengurus semuanya, belum lagi kamu di rumah menyiapkan semua kebutuhanku, itu semua sudah cukup melelahkan, Sayang. Jadi kamu tak perlu risau lah dengan perkataan Ibu. Kamu hanya perlu dengarkan aku suamimu." Lagi Mas Firman berkata dengan menggenggam erat tanganku.

Aku hanya terdiam, memang benar yang dikatakan Mas Firman, kewajibanku sebagai istri memang menuruti apa kata suamiku.

"Jadi aku tolak aja nih tawaran dari Bu Agustin?" tanyaku ragu.

Mas Firman menghela napas panjang.

"Masih tanya lagi aku cium nih!" kelakarnya, sambil menahan tawa menatapku.

"Iya, Iyaa," sahutku seraya bangkit dari sisinya.

"Eh, mau kemana Sayang?"

"Salat Isya, nggak denger itu adzan Isya udah berkumandang? Ayo salat."

Mas Firman menggaruk kepalanya yang kuyakini tak gatal itu sambil nyengir kuda.

Kami pun salat jamaah.

"Kamu istirahat ya, Sayang. Aku selesaikan pekerjaanku dulu sebentar." Aku mengangguk. Kemudian merebahkan tubuhku di pembaringan setelah Mas Firman melenggang ke kamar sebelah. Kamar sebelah disulap menjadi ruang kerjanya Mas Firman, ia selalu mengecek semua laporan dari restoran cabang dan memantaunya secara online.

Tanpa terasa mata ini terpejam, saat terbangun Mas Firman tak ada di sampingku. Saat ku lirik jam dinding, menunjukkan jam sebelas malam. Kemana Mas Firman, apa dia masih di ruang kerjanya.

Aku bangkit meraih hijabku, kemudian berjalan keluar kamar, pintu kamar sebelah terbuka, tapi sepi kemana Mas Firman? Biasanya jam segini ia sudah berada di kamar bersamaku.

Aku langsung melangkah menuju tangga dan perlahan menuruni anak tangga, keadaan lampu sudah gelap, hanya lampu dapur yang masih menyala, apa Mas Firman sedang di dapur.

"Aauu! Aduh Kak, Maaf! Aku nggak sengaja, tadi aku cuma mau ambil gelas buat minum."

Tunggu, sayup-sayup aku seperti mendengar suara perempuan, itu suara Tania. Dia bicara sama siapa? Apa ia sedang bersama Mas Firman.

Kupercepat langkahku menuruni anak tangga, dan menghampiri mereka. Pikiranku sudah kemana-mana membayangkan Mas Firman berduaan dengan perempuan itu, apalagi mengingat Tania yang sejak awal datang kemari seperti sudah menaruh rasa pada suamiku. Ah, aku jadi berburuk sangka dengan suamiku sendiri.

Aku setengah berlari menuju ke dapur. Tampak Mas Firman sedang memegang cangkir di tangannya, kaos yang dikenakannya terlihat basah di bagian dadanya dan Tania tengah mengelapnya dengan tisu.

Sejenak aku terpaku menatap mereka. Ada rasa nyeri menjalar begitu saja di dalam sini, melihat pemandangan di hadapanku. 

Bersambung.

Related chapters

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 5 (Tania Mencari Kesempatan)

    Diri ini hanya manusia biasa, perempuan lemah yang begitu sangat mencintainya, pun dengan hati ini, begitu cepat terbakar api cemburu saat melihatnya tengah berdua dengan Dia, apa aku terlalu posesif, atau aku berlebihan? 🌺🌺🌺Sejenak aku terpaku menatap mereka. Ada rasa nyeri menjalar begitu saja di dalam sini, melihat pemandangan di hadapanku. "Saya bisa bersihkan sendiri." Terlihat Mas Firman mundur satu langkah dan meraih tisu di meja."Maaf Kak, aku tadi tak sengaja.""Iya sudah nggak apa-apa. Maaf juga saya tak lihat kamu datang tadi.""Ehem! Mas, kamu lagi ngapain?" tanyaku saat mereka belum menyadari kedatanganku. Sontak mereka berdua menoleh ke arahku. "Sa–Sayang. Kamu bangun?" Mas Firman melangkah maju melewati Tania yang masih berdiri menatapku dengan tatapan yang sulit kumengerti.Aku hanya memicing, menatap Mas Firman dan Tania secara bergantian. Sebisa mungkin aku tenang dan tak terpancing emosi, melihat Mas Firman tetap tenang sepertinya tak ada hal yang mengkhawat

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 6 (Tania Bikin Ulah)

    Akhirnya Tania turun dari mobil dan duduk di samping Laras. Aku menoleh ke arah Mas Firman, ia tersenyum melihatku. Sepanjang perjalanan kami terdiam, Laras pun sibuk dengan ponselnya, Sedangkan Tania sibuk melihat suasana jalanan kota ini. Hingga kami sampai di depan sebuah hotel, dan mereka turun, kami memutar balik arah menuju Rumah makan. "Aku nggak nyangka kamu bisa galak kaya tadi," ucap Mas Firman di sela-sela kesibukan mengemudinya. Aku hanya meliriknya. "Ya bisalah, masa ada cewek ganjen yang mau deket-deket suamiku, aku harus diem aja. Nanti yang ada lama-lama Mas kesenengen," cebikku. "Ya nggak lah. Aku senengnya kalau kamu yang deket-deket Mas." "Beneran ya. Pokoknya aku nggak mau sampai Tania deket-deket Mas lagi. Aku nggak suka. Dia kelihatan banget pengin deketin kamu." Aku terus berbicara mengeluarkan kekesalanku. "Iya, iyaa, Sayang. Lagian aku juga jadi takut sendiri lihat cewek model Tania begitu. Bener lho." "Halah, takut apa malah seneng?!" Aku masih merajuk

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 7 (Membuat Keributan)

    "Makanya, Mbak kalo kerja itu yang bener donk! Mbak tau nggak, saya ini calon istrinya Kak Firman, kamu tau?! Saya bisa laporkan ini ke Kak Firman, biar di pecat aja kamu!" "Sekali lagi saya mohon maaf kakak, tolong jangan laporkan ke Pak Firman, saya sangat butuh pekerjaan ini." Lagi Fitri memohon. Tanpa membuang waktu aku segera berjalan menemui mereka yang tengah menjadi tontonan pengunjung lain. "Vita, tolong kamu panggilkan Pak Firman di ruangannya ya, cepat!" titahku pada Vita karyawan bagian kebersihan untuk memanggil Mas Firman, sebelum aku melangkah menuju Fitri dan Tania. Aku lihat sekeliling, Tania hanya sendiri dimana Laras. "Kamu tau nggak, baju ini harganya berapa, gaji kamu sebulan juga nggak akan cukup buat gantiin baju ini." Tania dengan suara lantang menghardik Fitri yang hanya terdiam. "Tania, Fitri, ada apa ini ribut-ribut? Kalian itu mengganggu ketenangan orang-orang yang lagi makan tau! Kita bicara di dalam, kalian ikut saya," ucapku. "Lihat aja nih Kak, di

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 8 (Calon istri)

    Aku hanya menghela napas, setelah kejadian ini, aku harus lebih hati-hati lagi dengan Tania, apalagi tadi aku sempat mendengar ia mengucapkan kata 'calon istrinya Pak Firman' melihat sikapnya tadi, aku bisa menyimpulkan dia bisa saja berbuat nekat untuk mencapai tujuannya.Entah apa yang disampaikan Ibu pada Tania, sehingga ia kini begitu berani berkata ia calon istrinya Mas Firman. Apa Ibu berniat menjodohkan Tania dengan Mas Firman, seperti yang beliau katakan jika aku tak kunjung hamil, Mas Firman harus bersedia menikah lagi ?"Kamu nggak apa-apa kan, Sayang? Tania benar-benar arogan," Mas Firman menggeleng, kemudian menggandeng tanganku dan masuk ke ruangannya.Aku duduk dengan pikiran entah berantah. "Kamu kenapa? Kok diam? Aku minta Iwan membawakan makan siang kita kemari ya!" Melihatku terdiam, Mas Firman mendekat, raut wajahnya melukiskan kekhawatiran yang begitu tersirat dari tatapan matanya. Perlahan tangan lembutnya menyapu lembut pipiku, hingga kedua netra kami bertemu."

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 9 (Khawatir yang tak Beralasan)

    "Calon Istrinya siapa dia bilang?!" tiba-tiba Mas Firman sudah ada di belakangku dan ikut bersuara, aku sedikit terkejut jika Mas Firman ternyata mendengar penuturan Wati."Calon istri Pak Firman." Wati melanjutkan bicaranya yang tadi sempat terputus dengan menunjuk ke arah Mas Firman dengan ibu jarinya."Bicara apa kamu, Tania itu bukan siapa-siapa saya, jadi jangan membesar-besarkan suatu berita tak bermutu seperti ini. Paham kamu!" ucap Mas Firman tegas."Ma–Maafkan saya Pak Firman, saya sendiri pun tak akan setuju, perempuan itu tidak cocok samasekali sama Bapak." Lagi Wati menambahkan."Lalu cocoknya sama siapa? Sama kamu?!" tukasku."Bukan Bu, Pak Firman dan Ibu Yunita itu sudah pasangan yang sangat cocok, sangat serasi," jawabnya, membuat kedua alisku bertaut."Bukanya kamu tadi bilang kamu lebih cocok daripada Tania itu. Hem?!"

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 10 (Ular berbisa)

    Semburat warna keemasan memancar dengan gagah, menyinari alam fana ini, memperlihatkan langit senja sore ini yang begitu indah. Sang Surya yang mulai meredup, menandakan sebentar lagi tergantikan oleh pekatnya malam. *Baru saja kami hendak masuk ke dalam rumah, Indra pendengaranku sedikit terganggu saat mendengar suara alunan musik yang cukup keras, saat pintu masih tertutup tidak terlalu terdengar, tapi saat kami membuka pintu, suara musik itu begitu keras terdengar, lebih mirip seperti orang yang sedang hajatan, jika di orang hajatan itu adalah musik dangdut, yang ini genre musik pop luar negeri, membuat bising telinga, kepalaku pun berdenyut.Siapa lagi pelakunya kalau bukan Laras dan Tania. Mentang-mentang kami sedang tidak ada di rumah, mereka seenaknya memutar musik dengan begitu kerasnya. "Astaghfirullah, berisik sekali. Laras benar-benar," gumam Mas Firman seraya melangkah masuk ke dalam menuju kamar Laras. Aku menutup pintu dan menyusul Mas Firman.Klik.Mas Firman memati

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 11 (Di usir)

    Bahkan Tania dengan beraninya berkata seperti itu pada suamiku, dengan nada suaranya yang di buat manja. Dasar tak tau diri. Mas Firman masih fokus dengan ponselnya tak sedikitpun ia melirik wanita itu.Aku berdecak kesal, geram sungguh aku kesal melihat sikap wanita ganjen itu. Satu demi satu aku menuruni anak tangga sambil kedua netraku fokus memperhatikan polah Tania yang tengah berusaha mencari perhatian suamiku."Hmm, Kak kenapa kamu begitu dingin padaku. Bukankah aku jauh lebih cantik dari Kak Yunita." Tania masih berusaha mendekati Mas Firman."Aku bahkan bisa memberimu lebih dari apa yang Kak Yunita berikan padamu, Kak." Bahkan Tania semakin berani, ia bangkit dan mencoba menyentuh pipi suamiku."Stop! Tolong jaga sikap kamu!" bentak Mas Firman. Sambil menjauhkan tubuhnya dari Tania yang kian mengikis jarak. Jika saja aku tak melihat sikapnya dari awal, mungkin aku akan salah paham.Aku percepat langkahku mendekati mereka. Aku yang memang sudah kesal melihat tingkah Tania, Ta

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 12 (Bernapas Lega)

    Kami semua tercengang menatap penampilan Tania dari ujung kaki hingga ke ujung rambut kepalanya. Mas Firman seketika menoleh ke arah lain, dan Iwan pun menundukkan kepalanya. Aku pun memijit pelan pelipisku yang terasa berdenyut.Penampilan Tania sungguh tak sopan, memakai baju yang kurang bahan, bagaimana tidak, ia mengenakan baju terbuka tanpa lengan dengan belahan dada yang rendah, dan celana jeans pendek jauh di atas lututnya."Tania apa kamu tidak ada baju yang lebih pantas lagi? Sampai mau keluar harus pake baju kurang bahan, seperti ini?" tanyaku."Tuh kan salah lagi. Huh, ini tuh baju aku beli mahal lho Kak, malah suruh ganti." Tania berdecak kesal, menghentakkan kakinya, bibirnya mengerucut. seperti biasa ia seperti itu."Tania cepat pake pakaian yang sopan, kalau terbuka seperti itu, bisa masuk angin kamu!" Kali ini Mas Firman ikut bersuara. "Kak Firman ... Bukankah kalau aku pakai pakaian seperti ini aku jadi kelihatan makin seksi Kak," ucap Tania. Bahkan dengan suara man

Latest chapter

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 92 (Ending)

    Mengapa rasa sakit ini melebihi rasanya sakit hati ketika putus cinta? Aku seakan tengah berlayar di lautan tenang tiba-tiba di terjang badai ombak yang begitu dahsyat hingga kapal yang kukemudikan terombang-ambing.Aku melajukan mobilku menuju ke pemakaman dimana Bapak beristirahat dengan tenang, teringat saat aku masih anak-anak dulu, Aku pernah di ajak Bapak ke pemakaman, namun aku yang masih kecil pun tak bertanya itu makam siapa, dan Bapak juga tak bicara apapun soal makam itu. Aku yang sejak kecil tak pernah kekurangan kasih sayang dari orang tua pun tak sedikitpun aku mengira akan seperti ini kenyataannya.Terlihat sepele, aku ternyata bukanlah anak kandung Ibu, tapi Ibu menyayangiku seperti anak kandungnya, tapi tetap saja hati ini terkoyak, ada rasa sakit menelusup ke dalam sini. Air mataku luruh begitu saja, di sepanjang jalan aku mengemudi. Sakit. Aku mengetahui kenyataan ini di saat Bapak sudah tiada, andaikan saja mereka menceritakan ini jauh sebelum Bapak pergi, mungki

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 91 ( Kenyataan Menyakitkan)

    POV Firman"Ehm, Bu. Alhamdulillah tebakan Ibu benar!" ucapku sumringah pada Ibu yang sudah menatap kami penuh tanya."Alhamdulillah! Akhirnya. Ibu mau punya Cucu!" Ibu menghambur ke arah Yunita dan memeluknya erat."Selamat ya Yun, Ibu seneng banget dengernya akhirnya kamu bisa hamil dan kasih cucu untuk Ibu. Maafkan Ibu yang kemarin-kemarin begitu angkuh dan nyakitin kamu! Ibu minta maaf Nak!" ucap Ibu dengan suara parau, Punggungnya bergetar. Ibu menangis dalam pelukan istriku.Aku hanya menatap haru."Ini semua berkat Doa Ibu, Yunita yang harusnya bilang makasih sama Ibu, Ibu sudah bisa menerima Yunita yang banyak kekurangan ini." Lembut Yunita mengusap punggung Ibu."Nggak Sayang. Ibu yang banyak salah sama Yuni, Ibu minta maaf." Yunita mengangguk, seraya mengulum senyum."Sudah Bu. Kita lupakan semua yang sudah berlalu, kita buka lembaran baru menyambut anggota keluarga baru di rumah ini." Aku mengusap punggung Ibu."Iya, Man. Jaga baik-baik istrimu dan calon bayinya ya!""Iya,

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 90 (Semua ada Konsekuensinya)

    POV FirmanDi sebuah ruangan dimana ada Laras berdiri di sana, bersama seorang temannya, dan Tania terbaring di ranjang rumah sakit, terlihat tengah menangis tersedu-sedu. Kenapa Dia?"Laras!" panggilku. Laras tengah berdiri di sisi ranjang, sepertinya sedang menenangkan Tania. Laras sepertinya tidak mendengar Aku memanggilnya.Belum juga Laras menoleh ke arahku, aku sudah dibuat terkejut oleh pertanyaan seorang perawat yang sudah berdiri di belakangku."Maaf Apa Bapak suaminya Ibu Tania?" Degh!"Oh bukan Sus. Saya mau jemput adik saya Laras," tegasku seraya mengibaskan tangan pada perawat itu.Seketika Laras menoleh ke arahku, mungkin karena mendengar namanya kusebut."Kak Firman!""Ayo pulang!" ajakku."Oh saya kira, suaminya pasien. Maaf ya Pak!""Iya gak apa-apa, Sus. Saya permisi!"Aku mendekati Laras dan menggandeng tangannya. Aku bahkan tak melirik sedikit pun ke arah Tania."Kak Firman!" panggil Tania lirih, namun masih jelas terdengar olehku."Ehm Tania, Gue pamit pulang dul

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 89 (Hamil)

    POV FirmanAku dan Yunita pun saling pandang, mendengar percakapan Laras di telepon, terdengar kata kalau Tania pingsan. Pingsan kenapa Dia, kenapa pula menghubunginya pada Laras, kenapa tidak langsung di bawa ke rumah sakit, berbagai pertanyaan muncul dalam benakku."Udah Yuk, Sayang kita ke klinik sekarang!" ajakku pada Yunita, aku juga tak ingin di pusingkan dengan urusan Tania yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan keluarga kami."Ya udah Ayo!" Yunita pun mengamit lenganku dan bergelayut manja menuju ke luar rumah."Wah ini motornya, Sayang." Yunita menyentuh dan mengitari motor itu ketika kami sampai di teras rumah."Iya, bagus ya, Sayang. Pilihan kamu memang tak pernah salah." Aku memujinya, karena motor itu memang Dia yang memilih.Beberapa saat Yunita memperhatikan motor itu."Udah Yuk, Sayang. Nanti keburu malam, jadi makin ngantri di klinik." Aku mengingatkan, karena jika semakin malam juga khawatir kliniknya tutup. Malam ini juga malam Minggu, tentu di jalan juga

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 88 (Terkejut)

    POV FirmanSetelah menyelesaikan semuanya. Aku pun pamit pulang. Karena sebentar lagi pasti pihak dealer akan mengantarkan motor yang aku beli siang tadi. "Pulang sekarang, Yuk Sayang.""Ayo!"Kami pun berjalan bersisian menuju ke mobil yang terparkir di parkiran Rumah makan."Kira-kira udah diantar belum ya Mas, motornya?" tanya Yunita"Kayaknya sih belum, Laras juga nggak ada telpon Mas. Kalo udah datang pasti Dia kaget dan bingung, kan pasti telpon Mas.""Iya juga Ya." Yunita terlihat begitu bersemangat, meski wajahnya masih terlihat pucat, tapi tidak menutupi rona bahagia yang terpancarkan."Sayang, kamu beneran nggak apa-apa. Wajah kamu pucat lho." "Nggak apa-apa, Mas. Cuma sedikit pusing sih. Nanti aku sampai rumah langsung istirahat aja. Mas nggak usah khawatir, ya!" Meskipun Yunita bicara dengan tenang dan seakan Ia benar-benar baik-baik saja. Tapi tetap saja aku mengkhawatirkannya. Tak biasanya Dia seperti ini.Mobil melaju dengan kecepatan sedang, membelah jalanan kota

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 87 (POV Firman)

    Pov FirmanTak ada yang lebih membahagiakan selain melihat Ibu dan adikku bisa akur dengan istriku. Itu adalah harapan yang selalu aku langitkan di setiap sujudku. Akhirnya Allah menjawab semuanya sekarang. Ibuku sudah kembali seperti dulu, wanita cinta pertamaku sudah kembali lembut dan hangat padaku.Meskipun beberapa tahun belakangan ini, Ibu lebih menunjukkan rasa tak sukanya pada Yunita, istriku. Tapi itu sama artinya juga untukku. Karena istriku adalah cerminan diriku. Jika ada yang mencela atau tidak menyukainya, itu sama saja mencelaku. Aku hanya mampu membesarkan hati Yunita, menghiburnya, dan meminta maaf padanya atas nama Ibu. Hanya itu yang bisa kulakukan, meski dalam hatiku juga merasakan sakit yang sama.Alhamdulillah setelah acara makan malam di restoran itu sikap Ibu banyak berubah. Entah apa yang melatarbelakangi perubahan sikap Ibu pada kami, terutama padaku dan Yunita. Ibu menjadi begitu baik dan tidak lagi memintaku menikahi Tania.Sungguh sebuah keajaiban yang beg

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 86 (Saling Terbuka)

    Pov Laras"Bu, Laras seneng deh, sekarang Ibu bisa akur sama Kak Yunita, ternyata Dia baik ya Bu." Aku mulai membuka percakapan malam ini. Aku merebahkan tubuhku di samping Ibu, sudah cukup lama juga aku tidak tidur dengan Ibu. Aroma wangi tubuhnya yang selalu menenangkan. Hangat dan nyaman yang selalu aku rasakan jika berada di dekatnya.Malam ini aku begitu senang bisa bersembunyi di dekat ketiaknya."Iya, Ibu yang salah. Ibu terlalu egois, hanya karena termakan omongan teman-teman Ibu, secara tak sadar Ibu telah menyiksa batin menantu Ibu. Ibu sangat merasa bersalah, Ras."Ibu menatap langit-langit kamar ini, berucap tanpa menoleh menatapku. Ibu sudah menyadari kesalahannya. Sejenak terdiam."Ibu lihat juga kamu banyak berubah, Ras. Nggak ada lagi Laras yang manja yang selalu memaksa untuk dipenuhi semua keinginannya. Sekarang Ibu lihat anak gadis Ibu ini jauh lebih dewasa, lebih sopan, dan ramah, terutama pada Kakak iparnya," sindir Ibu."Bukankah setiap orang itu memiliki hak untu

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 85 (Sebuah Foto)

    Pov LarasAku pun memilih tak menanggapinya lagi, dan melangkah cepat untuk pulang. Tania masih berdiri di tempatnya.Setelah tiba di ujung gang tempat kos Tania, aku menunggu sebentar ojek online yang tadi kupesan.Kemudian aku langsung pulang ke rumah karena siang tadi Kak Firman mengabarkan, jika Ibu sudah di ijinkan pulang hari ini, jadi sekarang ini kemungkinan Ibu sudah ada di rumah Kak Firman. Kami sepakat untuk sementara Ibu tinggal di rumah Kak Firman, sampai kondisi Ibu benar-benar membaik.Dengan tinggal di rumah Kak Firman, di saat aku ke kantor dan Kak Firman sibuk di rumah makannya, ada Kak Yunita yang dengan telaten merawat Ibu. Aku bersyukur di saat aku sudah mulai dekat dengan Kak Yunita, Ibu mulai menyadari kesalahannya. Semoga hubungan baik diantara kami ini bisa terus seperti ini. Aku yang paling merasa bersalah pada Kakak iparku itu. Aku yang terlambat menyadari semuanya. Kini aku sadar pilihan Kak Firman memang yang terbaik, wajar saja jika Dia begitu bucin deng

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 84 (Menemui Laras)

    Pov Laras.Hari terus bergulir, hingga hari ini, aku mendapatkan pesan dari Ibu, kalau hari ini beliau meminta kami. Aku, Kak Firman dan juga Kak Yunita untuk makan malam disebuah restoran. Aku sedikit heran karena tak biasa Ibu mengajak kami makan di luar, Padahal biasanya, jika Aku atau Kak Firman mengajak Ibu makan keluar, Ibu sering menolak, beliau lebih suka makan di rumah, lebih leluasa katanya.Walaupun dalam hati ini meragu karena ternyata Ibu juga mengajak serta Tania, aku pun menyanggupinya untuk datang, sepulang dari kantor aku langsung menuju ke restoran yang sudah ditentukan Ibu. Dalam hati ini juga ada rasa was-was. Takut Ibu akan membahas rencananya yaitu menjodohkan Kak Firman dengan Tania.Jika benar itu yang akan Ibu katakan, aku akan langsung bersuara. Tidak setuju. Bahkan saat itu juga aku akan langsung bongkar tabiat asli Tania itu seperti apa. Agar Ibu tidak terus menerus harus menekan Kak Firman lagi.Aku berusaha untuk menyelesaikan pekerjaanku agar lebih cepat

DMCA.com Protection Status