Beranda / Romansa / Mampukah Aku Bertahan / Bab 7 (Membuat Keributan)

Share

Bab 7 (Membuat Keributan)

Penulis: Tifa Nurfa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Makanya, Mbak kalo kerja itu yang bener donk! Mbak tau nggak, saya ini calon istrinya Kak Firman, kamu tau?! Saya bisa laporkan ini ke Kak Firman, biar di pecat aja kamu!"

"Sekali lagi saya mohon maaf kakak, tolong jangan laporkan ke Pak Firman, saya sangat butuh pekerjaan ini." Lagi Fitri memohon.

Tanpa membuang waktu aku segera berjalan menemui mereka yang tengah menjadi tontonan pengunjung lain.

"Vita, tolong kamu panggilkan Pak Firman di ruangannya ya, cepat!" titahku pada Vita karyawan bagian kebersihan untuk memanggil Mas Firman, sebelum aku melangkah menuju Fitri dan Tania.

Aku lihat sekeliling, Tania hanya sendiri dimana Laras.

"Kamu tau nggak, baju ini harganya berapa, gaji kamu sebulan juga nggak akan cukup buat gantiin baju ini." Tania dengan suara lantang menghardik Fitri yang hanya terdiam.

"Tania, Fitri, ada apa ini ribut-ribut? Kalian itu mengganggu ketenangan orang-orang yang lagi makan tau! Kita bicara di dalam, kalian ikut saya," ucapku.

"Lihat aja nih Kak, dia ini memang nggak becus kerjanya, sampe numpahin minuman ke baju aku. Nih lihat baju aku basah semua," tukas Tania.

"Tania, cukup! Ikut Kakak ke dalam. Jangan bikin onar di sini," pungkasku tegas kemudian melangkah.

"Maaf ya kakak-kakak silahkan dilanjutkan makannya, ini hanya insiden kecil, mohon maaf mengganggu kenyamanannya," Melihat para pengunjung yang tengah memperhatikan kami, spontan aku mengucapkan kata itu, dan mereka tersenyum ramah memaklumi kejadian itu.

Beberapa orang terdengar saling berbisik.

"Yaelah, cuma basah sedikit aja memaki-makinya sampai segitunya."

"Sayang banget, cantik tapi nggak punya rasa belas kasihan."

"Eh bukanya Bu Yunita itu istrinya Pak Firman, ya? Owner rumah makan ini? Kenapa tuh cewek ngaku-ngaku calon istrinya Pak Firman."

"Iya, ih! Nggak ngaca apa ya! Cantik-cantik tapi mau jadi pelakor."

Bisikan-bisikan beberapa orang pengunjung masih terdengar di telingaku. Hingga kami masuk ke dalam dan terlihat Mas Firman tengah tergopoh-gopoh hendak menemui kami.

"Ada apa ini? Tania, Fitri? Kenapa kalian ribut-ribut?" tanya Mas Firman setelah kami duduk di depan ruangan Mas Firman.

"Lihat ini Kak, bajuku basah kena jus yang di bawa sama dia nih. Jadi kotor semua begini kan?"

"Ta–Tapi saya beneran nggak sengaja Pak, saya tadi buru-buru karena pelanggan begitu ramai berdatangan," sahut Fitri tertunduk dalam.

"Makanya kalo jalan itu pake mata! –."

"Tania cukup! Kamu nggak perlu bicara kasar seperti itu, Fitri juga sudah meminta maaf," sergahku cepat sebelum ia kembali menghardik Fitri, bagaimanapun Fitri sudah hampir setahun ini bekerja di sini, dan selama ini kinerjanya bagus.

"Saya mohon Pak Firman, jangan pecat saya. Saya sedang butuh sekali pekerjaan ini untuk membiayai hidup saya dan ibu saya yang sedang sakit Pak." Fitri mengiba.

"Halah, ngeles terus!"

"Tania! Tolong kamu diam!" Tegas Mas Firman berucap, hingga Tania pun terlihat kaget, dan langsung diam.

"Tania!" Tiba-tiba Laras datang tergopoh-gopoh serta Iwan datang dibelakangnya.

"Maaf, Pak Firman, tadi saya sedang di belakang." Iwan pun meminta maaf karena saat terjadi keributan ia sedang tidak di tempat.

"Sudah Fit, saya tidak akan pecat kamu, lain kali hati-hati ya kerjanya, saya melihat hasil kerja kamu selama ini bagus, tak mungkin saya tiba-tiba langsung pecat kamu karena hal sepele seperti ini. Sekarang kamu kembali ke pekerjaan kamu." Mas Firman berucap tenang dan bijaksana.

"Baik pak, terimakasih banyak ya Pak! Semoga Bapak sehat selalu, dan rumah tangga Bapak dan Ibu Yunita bahagia selalu," ucap Fitri dengan mata berkaca-kaca.

"Iya, terimakasih ya." Aku mengangguk mengamini doanya, dan menepuk punggungnya sebelum ia berlalu.

Tania berdecak kesal, terlihat ia cemberut sambil menghentakkan kakinya.

"Iwan, tolong kamu perhatikan lagi ya, saya nggak mau kejadian seperti ini terulang lagi, hal seperti ini akan membuat pengunjung lain merasa tidak nyaman. Dan kamu Tania! Tolong jaga bicaramu! Laras, sekarang bawa dia pulang, saya tidak mau melihatnya datang lagi kemari!" pungkas Mas Firman.

"Baik, Pak! Saya permisi." Iwan mengangguk kemudian pamit melanjutkan pekerjaannya.

"Ta–tapi Kak, kami bahkan belum sempat makan, masa di suruh pulang sih!" protes Laras

"Nanti kakak kirim makanan ke rumah. Jangan protes! Sekarang juga bawa temanmu ini pulang!" Mas Firman berkata dengan tegas, sambil menatap tajam ke arah mereka berdua.

Aku hanya menggelengkan kepala, Tania seorang model cantik tapi sungguh tak punya attitude yang baik sama orang lain, hanya karena orang itu mungkin pekerjaan lebih rendah darinya.

Tania dan Laras pun melangkah keluar dengan masam, saat melewati para pengunjung, terdengar mereka menyoraki Tania. Mereka berjalan dengan cepat keluar dari rumah makan ini.

Aku hanya menghela napas, setelah kejadian ini, aku harus lebih hati-hati lagi dengan Tania, apalagi tadi aku sempat mendengar ia mengucapkan kata 'calon istrinya Pak Firman' melihat sikapnya tadi, aku bisa menyimpulkan dia bisa saja berbuat nekat untuk mencapai tujuannya.

Bersambung.

Bab terkait

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 8 (Calon istri)

    Aku hanya menghela napas, setelah kejadian ini, aku harus lebih hati-hati lagi dengan Tania, apalagi tadi aku sempat mendengar ia mengucapkan kata 'calon istrinya Pak Firman' melihat sikapnya tadi, aku bisa menyimpulkan dia bisa saja berbuat nekat untuk mencapai tujuannya.Entah apa yang disampaikan Ibu pada Tania, sehingga ia kini begitu berani berkata ia calon istrinya Mas Firman. Apa Ibu berniat menjodohkan Tania dengan Mas Firman, seperti yang beliau katakan jika aku tak kunjung hamil, Mas Firman harus bersedia menikah lagi ?"Kamu nggak apa-apa kan, Sayang? Tania benar-benar arogan," Mas Firman menggeleng, kemudian menggandeng tanganku dan masuk ke ruangannya.Aku duduk dengan pikiran entah berantah. "Kamu kenapa? Kok diam? Aku minta Iwan membawakan makan siang kita kemari ya!" Melihatku terdiam, Mas Firman mendekat, raut wajahnya melukiskan kekhawatiran yang begitu tersirat dari tatapan matanya. Perlahan tangan lembutnya menyapu lembut pipiku, hingga kedua netra kami bertemu."

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 9 (Khawatir yang tak Beralasan)

    "Calon Istrinya siapa dia bilang?!" tiba-tiba Mas Firman sudah ada di belakangku dan ikut bersuara, aku sedikit terkejut jika Mas Firman ternyata mendengar penuturan Wati."Calon istri Pak Firman." Wati melanjutkan bicaranya yang tadi sempat terputus dengan menunjuk ke arah Mas Firman dengan ibu jarinya."Bicara apa kamu, Tania itu bukan siapa-siapa saya, jadi jangan membesar-besarkan suatu berita tak bermutu seperti ini. Paham kamu!" ucap Mas Firman tegas."Ma–Maafkan saya Pak Firman, saya sendiri pun tak akan setuju, perempuan itu tidak cocok samasekali sama Bapak." Lagi Wati menambahkan."Lalu cocoknya sama siapa? Sama kamu?!" tukasku."Bukan Bu, Pak Firman dan Ibu Yunita itu sudah pasangan yang sangat cocok, sangat serasi," jawabnya, membuat kedua alisku bertaut."Bukanya kamu tadi bilang kamu lebih cocok daripada Tania itu. Hem?!"

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 10 (Ular berbisa)

    Semburat warna keemasan memancar dengan gagah, menyinari alam fana ini, memperlihatkan langit senja sore ini yang begitu indah. Sang Surya yang mulai meredup, menandakan sebentar lagi tergantikan oleh pekatnya malam. *Baru saja kami hendak masuk ke dalam rumah, Indra pendengaranku sedikit terganggu saat mendengar suara alunan musik yang cukup keras, saat pintu masih tertutup tidak terlalu terdengar, tapi saat kami membuka pintu, suara musik itu begitu keras terdengar, lebih mirip seperti orang yang sedang hajatan, jika di orang hajatan itu adalah musik dangdut, yang ini genre musik pop luar negeri, membuat bising telinga, kepalaku pun berdenyut.Siapa lagi pelakunya kalau bukan Laras dan Tania. Mentang-mentang kami sedang tidak ada di rumah, mereka seenaknya memutar musik dengan begitu kerasnya. "Astaghfirullah, berisik sekali. Laras benar-benar," gumam Mas Firman seraya melangkah masuk ke dalam menuju kamar Laras. Aku menutup pintu dan menyusul Mas Firman.Klik.Mas Firman memati

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 11 (Di usir)

    Bahkan Tania dengan beraninya berkata seperti itu pada suamiku, dengan nada suaranya yang di buat manja. Dasar tak tau diri. Mas Firman masih fokus dengan ponselnya tak sedikitpun ia melirik wanita itu.Aku berdecak kesal, geram sungguh aku kesal melihat sikap wanita ganjen itu. Satu demi satu aku menuruni anak tangga sambil kedua netraku fokus memperhatikan polah Tania yang tengah berusaha mencari perhatian suamiku."Hmm, Kak kenapa kamu begitu dingin padaku. Bukankah aku jauh lebih cantik dari Kak Yunita." Tania masih berusaha mendekati Mas Firman."Aku bahkan bisa memberimu lebih dari apa yang Kak Yunita berikan padamu, Kak." Bahkan Tania semakin berani, ia bangkit dan mencoba menyentuh pipi suamiku."Stop! Tolong jaga sikap kamu!" bentak Mas Firman. Sambil menjauhkan tubuhnya dari Tania yang kian mengikis jarak. Jika saja aku tak melihat sikapnya dari awal, mungkin aku akan salah paham.Aku percepat langkahku mendekati mereka. Aku yang memang sudah kesal melihat tingkah Tania, Ta

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 12 (Bernapas Lega)

    Kami semua tercengang menatap penampilan Tania dari ujung kaki hingga ke ujung rambut kepalanya. Mas Firman seketika menoleh ke arah lain, dan Iwan pun menundukkan kepalanya. Aku pun memijit pelan pelipisku yang terasa berdenyut.Penampilan Tania sungguh tak sopan, memakai baju yang kurang bahan, bagaimana tidak, ia mengenakan baju terbuka tanpa lengan dengan belahan dada yang rendah, dan celana jeans pendek jauh di atas lututnya."Tania apa kamu tidak ada baju yang lebih pantas lagi? Sampai mau keluar harus pake baju kurang bahan, seperti ini?" tanyaku."Tuh kan salah lagi. Huh, ini tuh baju aku beli mahal lho Kak, malah suruh ganti." Tania berdecak kesal, menghentakkan kakinya, bibirnya mengerucut. seperti biasa ia seperti itu."Tania cepat pake pakaian yang sopan, kalau terbuka seperti itu, bisa masuk angin kamu!" Kali ini Mas Firman ikut bersuara. "Kak Firman ... Bukankah kalau aku pakai pakaian seperti ini aku jadi kelihatan makin seksi Kak," ucap Tania. Bahkan dengan suara man

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 13 (Keluar Kota)

    Seperti biasa kami akan bersiap-siap dan berangkat ke rumah makan, setelah menghabiskan roti sandwich yang aku buatkan, kami berencana berangkat ke rumah makan pusat, setelah mengantarkan aku, baru kemudian Mas Firman akan ke rumah makan cabang, sesuai dengan yang sudah kami bicarakan. Lokasi rumah makan cabang ada di luar kota, yaitu di Bogor, yang memakan waktu perjalanan hampir dua jam. Begitu sampai di rumah makan, Mas Firman hanya masuk sebentar, untuk berbicara sebentar dengan Iwan kemudian langsung pamit untuk langsung ke Bogor."Sayang Aku langsung berangkat sekarang ya! Kamu jangan lupa makan siang, nanti sore aku pulang, kalau waktunya masih cukup aku akan jemput kamu dulu, semoga tidak macet."Pamitnya sambil memelukku erat, seakan kita akan terpisah lama, padahal hanya terpisah beberapa jam saja. Ah, suamiku memang lebay, tapi aku suka itu."Kamu hati-hati ya, Sayang. Janji kamu selalu kabarin aku," sahutku sambil mengusap pelan dada bidangnya dan membenarkan kerah kemeja

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 14 (Kecelakaan)

    POV AuthorSelepas Maghrib, setelah semua urusan di tempat rumah makan cabang itu selesai, Firman berniat untuk segera pulang ke Jakarta, ia pun tak ingin berlama-lama di sini, sebentar saja ia tak bersama istrinya, rasa rindu sudah menggelayut dalam hati dan pikirannya. Sebesar itu cinta yang terbangun di hati mereka, dalam hati Firman, ia berharap pernikahan yang telah terbangun kokoh atas nama cinta itu akan terus langgeng hingga menua dan hingga hanya terpisah oleh maut.Firman mulai melajukan kendaraannya membelah jalan penghubung antar kota yang ramai, dan macet. Melihat kemacetan sekitar, membuatnya berpikir untuk mencari jalan alternatif agar bisa segera sampai di rumah.Tak lupa Dia mengabari istrinya tadi sebelum mulai mengemudi, agar Yunita di sana tak mencemaskannya.Setelah ia mencari rute alternatif di google maps ponselnya, Firman mulai mengemudikan mobilnya sesuai arahan maps di ponsel pintarnya, jika di lihat jalur alternatif yang akan ia tempuh relatif lenggang.Tin

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 15 (Kritis)

    Dalam hatinya begitu gundah, kemana ia harus mencari kabar tentang suaminya itu.Sudah ia coba menghubungi Rendi, salah satu karyawan kepercayaan suaminya di rumah makan cabang itu, Rendi bilang Firman sudah jalan selepas Maghrib tadi. Tapi mengapa hingga dini hari Mas Firman belum juga sampai di rumah.Perasaannya semakin tak menentu, firasat tak enak yang telah dirasakan sejak pagi tadi, semakin menguat jika telah terjadi sesuatu pada lelakinya itu.Wanita cantik itu tampak frustasi, berkali-kali ia mengusap wajahnya dengan kasar, mengapa tidak ia terima saja ajakan suaminya untuk ikut bersamanya tadi pagi, pastilah sekarang ia tak gundah seperti sekarang ini.Bahkan sudah puluhan kali ia mencoba menghubungi nomor suaminya, namun tetap hasilnya sama, tak tersambung. Hingga la lemparkan ponsel itu di sofa ruang tengah itu, namun beberapa detik kemudian ia meraihnya kembali. *Mobil yang dilajukan Firman telah sampai di depan di depan ruang IGD, Rumah Sakit Harapan Sehat, dua orang

Bab terbaru

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 92 (Ending)

    Mengapa rasa sakit ini melebihi rasanya sakit hati ketika putus cinta? Aku seakan tengah berlayar di lautan tenang tiba-tiba di terjang badai ombak yang begitu dahsyat hingga kapal yang kukemudikan terombang-ambing.Aku melajukan mobilku menuju ke pemakaman dimana Bapak beristirahat dengan tenang, teringat saat aku masih anak-anak dulu, Aku pernah di ajak Bapak ke pemakaman, namun aku yang masih kecil pun tak bertanya itu makam siapa, dan Bapak juga tak bicara apapun soal makam itu. Aku yang sejak kecil tak pernah kekurangan kasih sayang dari orang tua pun tak sedikitpun aku mengira akan seperti ini kenyataannya.Terlihat sepele, aku ternyata bukanlah anak kandung Ibu, tapi Ibu menyayangiku seperti anak kandungnya, tapi tetap saja hati ini terkoyak, ada rasa sakit menelusup ke dalam sini. Air mataku luruh begitu saja, di sepanjang jalan aku mengemudi. Sakit. Aku mengetahui kenyataan ini di saat Bapak sudah tiada, andaikan saja mereka menceritakan ini jauh sebelum Bapak pergi, mungki

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 91 ( Kenyataan Menyakitkan)

    POV Firman"Ehm, Bu. Alhamdulillah tebakan Ibu benar!" ucapku sumringah pada Ibu yang sudah menatap kami penuh tanya."Alhamdulillah! Akhirnya. Ibu mau punya Cucu!" Ibu menghambur ke arah Yunita dan memeluknya erat."Selamat ya Yun, Ibu seneng banget dengernya akhirnya kamu bisa hamil dan kasih cucu untuk Ibu. Maafkan Ibu yang kemarin-kemarin begitu angkuh dan nyakitin kamu! Ibu minta maaf Nak!" ucap Ibu dengan suara parau, Punggungnya bergetar. Ibu menangis dalam pelukan istriku.Aku hanya menatap haru."Ini semua berkat Doa Ibu, Yunita yang harusnya bilang makasih sama Ibu, Ibu sudah bisa menerima Yunita yang banyak kekurangan ini." Lembut Yunita mengusap punggung Ibu."Nggak Sayang. Ibu yang banyak salah sama Yuni, Ibu minta maaf." Yunita mengangguk, seraya mengulum senyum."Sudah Bu. Kita lupakan semua yang sudah berlalu, kita buka lembaran baru menyambut anggota keluarga baru di rumah ini." Aku mengusap punggung Ibu."Iya, Man. Jaga baik-baik istrimu dan calon bayinya ya!""Iya,

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 90 (Semua ada Konsekuensinya)

    POV FirmanDi sebuah ruangan dimana ada Laras berdiri di sana, bersama seorang temannya, dan Tania terbaring di ranjang rumah sakit, terlihat tengah menangis tersedu-sedu. Kenapa Dia?"Laras!" panggilku. Laras tengah berdiri di sisi ranjang, sepertinya sedang menenangkan Tania. Laras sepertinya tidak mendengar Aku memanggilnya.Belum juga Laras menoleh ke arahku, aku sudah dibuat terkejut oleh pertanyaan seorang perawat yang sudah berdiri di belakangku."Maaf Apa Bapak suaminya Ibu Tania?" Degh!"Oh bukan Sus. Saya mau jemput adik saya Laras," tegasku seraya mengibaskan tangan pada perawat itu.Seketika Laras menoleh ke arahku, mungkin karena mendengar namanya kusebut."Kak Firman!""Ayo pulang!" ajakku."Oh saya kira, suaminya pasien. Maaf ya Pak!""Iya gak apa-apa, Sus. Saya permisi!"Aku mendekati Laras dan menggandeng tangannya. Aku bahkan tak melirik sedikit pun ke arah Tania."Kak Firman!" panggil Tania lirih, namun masih jelas terdengar olehku."Ehm Tania, Gue pamit pulang dul

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 89 (Hamil)

    POV FirmanAku dan Yunita pun saling pandang, mendengar percakapan Laras di telepon, terdengar kata kalau Tania pingsan. Pingsan kenapa Dia, kenapa pula menghubunginya pada Laras, kenapa tidak langsung di bawa ke rumah sakit, berbagai pertanyaan muncul dalam benakku."Udah Yuk, Sayang kita ke klinik sekarang!" ajakku pada Yunita, aku juga tak ingin di pusingkan dengan urusan Tania yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan keluarga kami."Ya udah Ayo!" Yunita pun mengamit lenganku dan bergelayut manja menuju ke luar rumah."Wah ini motornya, Sayang." Yunita menyentuh dan mengitari motor itu ketika kami sampai di teras rumah."Iya, bagus ya, Sayang. Pilihan kamu memang tak pernah salah." Aku memujinya, karena motor itu memang Dia yang memilih.Beberapa saat Yunita memperhatikan motor itu."Udah Yuk, Sayang. Nanti keburu malam, jadi makin ngantri di klinik." Aku mengingatkan, karena jika semakin malam juga khawatir kliniknya tutup. Malam ini juga malam Minggu, tentu di jalan juga

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 88 (Terkejut)

    POV FirmanSetelah menyelesaikan semuanya. Aku pun pamit pulang. Karena sebentar lagi pasti pihak dealer akan mengantarkan motor yang aku beli siang tadi. "Pulang sekarang, Yuk Sayang.""Ayo!"Kami pun berjalan bersisian menuju ke mobil yang terparkir di parkiran Rumah makan."Kira-kira udah diantar belum ya Mas, motornya?" tanya Yunita"Kayaknya sih belum, Laras juga nggak ada telpon Mas. Kalo udah datang pasti Dia kaget dan bingung, kan pasti telpon Mas.""Iya juga Ya." Yunita terlihat begitu bersemangat, meski wajahnya masih terlihat pucat, tapi tidak menutupi rona bahagia yang terpancarkan."Sayang, kamu beneran nggak apa-apa. Wajah kamu pucat lho." "Nggak apa-apa, Mas. Cuma sedikit pusing sih. Nanti aku sampai rumah langsung istirahat aja. Mas nggak usah khawatir, ya!" Meskipun Yunita bicara dengan tenang dan seakan Ia benar-benar baik-baik saja. Tapi tetap saja aku mengkhawatirkannya. Tak biasanya Dia seperti ini.Mobil melaju dengan kecepatan sedang, membelah jalanan kota

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 87 (POV Firman)

    Pov FirmanTak ada yang lebih membahagiakan selain melihat Ibu dan adikku bisa akur dengan istriku. Itu adalah harapan yang selalu aku langitkan di setiap sujudku. Akhirnya Allah menjawab semuanya sekarang. Ibuku sudah kembali seperti dulu, wanita cinta pertamaku sudah kembali lembut dan hangat padaku.Meskipun beberapa tahun belakangan ini, Ibu lebih menunjukkan rasa tak sukanya pada Yunita, istriku. Tapi itu sama artinya juga untukku. Karena istriku adalah cerminan diriku. Jika ada yang mencela atau tidak menyukainya, itu sama saja mencelaku. Aku hanya mampu membesarkan hati Yunita, menghiburnya, dan meminta maaf padanya atas nama Ibu. Hanya itu yang bisa kulakukan, meski dalam hatiku juga merasakan sakit yang sama.Alhamdulillah setelah acara makan malam di restoran itu sikap Ibu banyak berubah. Entah apa yang melatarbelakangi perubahan sikap Ibu pada kami, terutama padaku dan Yunita. Ibu menjadi begitu baik dan tidak lagi memintaku menikahi Tania.Sungguh sebuah keajaiban yang beg

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 86 (Saling Terbuka)

    Pov Laras"Bu, Laras seneng deh, sekarang Ibu bisa akur sama Kak Yunita, ternyata Dia baik ya Bu." Aku mulai membuka percakapan malam ini. Aku merebahkan tubuhku di samping Ibu, sudah cukup lama juga aku tidak tidur dengan Ibu. Aroma wangi tubuhnya yang selalu menenangkan. Hangat dan nyaman yang selalu aku rasakan jika berada di dekatnya.Malam ini aku begitu senang bisa bersembunyi di dekat ketiaknya."Iya, Ibu yang salah. Ibu terlalu egois, hanya karena termakan omongan teman-teman Ibu, secara tak sadar Ibu telah menyiksa batin menantu Ibu. Ibu sangat merasa bersalah, Ras."Ibu menatap langit-langit kamar ini, berucap tanpa menoleh menatapku. Ibu sudah menyadari kesalahannya. Sejenak terdiam."Ibu lihat juga kamu banyak berubah, Ras. Nggak ada lagi Laras yang manja yang selalu memaksa untuk dipenuhi semua keinginannya. Sekarang Ibu lihat anak gadis Ibu ini jauh lebih dewasa, lebih sopan, dan ramah, terutama pada Kakak iparnya," sindir Ibu."Bukankah setiap orang itu memiliki hak untu

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 85 (Sebuah Foto)

    Pov LarasAku pun memilih tak menanggapinya lagi, dan melangkah cepat untuk pulang. Tania masih berdiri di tempatnya.Setelah tiba di ujung gang tempat kos Tania, aku menunggu sebentar ojek online yang tadi kupesan.Kemudian aku langsung pulang ke rumah karena siang tadi Kak Firman mengabarkan, jika Ibu sudah di ijinkan pulang hari ini, jadi sekarang ini kemungkinan Ibu sudah ada di rumah Kak Firman. Kami sepakat untuk sementara Ibu tinggal di rumah Kak Firman, sampai kondisi Ibu benar-benar membaik.Dengan tinggal di rumah Kak Firman, di saat aku ke kantor dan Kak Firman sibuk di rumah makannya, ada Kak Yunita yang dengan telaten merawat Ibu. Aku bersyukur di saat aku sudah mulai dekat dengan Kak Yunita, Ibu mulai menyadari kesalahannya. Semoga hubungan baik diantara kami ini bisa terus seperti ini. Aku yang paling merasa bersalah pada Kakak iparku itu. Aku yang terlambat menyadari semuanya. Kini aku sadar pilihan Kak Firman memang yang terbaik, wajar saja jika Dia begitu bucin deng

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 84 (Menemui Laras)

    Pov Laras.Hari terus bergulir, hingga hari ini, aku mendapatkan pesan dari Ibu, kalau hari ini beliau meminta kami. Aku, Kak Firman dan juga Kak Yunita untuk makan malam disebuah restoran. Aku sedikit heran karena tak biasa Ibu mengajak kami makan di luar, Padahal biasanya, jika Aku atau Kak Firman mengajak Ibu makan keluar, Ibu sering menolak, beliau lebih suka makan di rumah, lebih leluasa katanya.Walaupun dalam hati ini meragu karena ternyata Ibu juga mengajak serta Tania, aku pun menyanggupinya untuk datang, sepulang dari kantor aku langsung menuju ke restoran yang sudah ditentukan Ibu. Dalam hati ini juga ada rasa was-was. Takut Ibu akan membahas rencananya yaitu menjodohkan Kak Firman dengan Tania.Jika benar itu yang akan Ibu katakan, aku akan langsung bersuara. Tidak setuju. Bahkan saat itu juga aku akan langsung bongkar tabiat asli Tania itu seperti apa. Agar Ibu tidak terus menerus harus menekan Kak Firman lagi.Aku berusaha untuk menyelesaikan pekerjaanku agar lebih cepat

DMCA.com Protection Status