แชร์

Bab 26 (Pulang)

ผู้แต่ง: Tifa Nurfa
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2024-10-29 19:42:56

Pov Yunita

Kepergian Mas Firman ke rumah makan cabang kali ini sungguh membuatku begitu khawatir, terlebih saat aku menerima kabar kalau Mas Firman telah menabrak seseorang di jalan, pikiranku semakin tak karuan.

Hari ini rencananya Mas Firman akan pulang, tapi hingga sore menjelang, belum tampak batang hidungnya, terlebih Ibu yang datang sejak pagi tadi, kembali berbagai cercaan aku dengar dari mulut Ibu mertuaku.

"Mana ini, si Firman, kenapa belum sampai juga hingga sore begini?" Ibu tampak risau menunggu anak lelakinya pulang.

"Mungkin lagi di jalan, Bu. Kita tunggu semoga sebentar lagi Mas Firman sampai" sahutku. Ibu hanya melirik sinis ke arahku.

"Saya udah nggak sabar denger penjelasan dari dia, kenapa dia sampai mengusir Tania." Lagi Ibu terlihat kesal atas pengusiran Tania dari rumah ini.

"Pokoknya, saya nggak mau tau, kalau perlu Firman segera nikahi Tania, dia itu cantik, pinter, dan yang pasti dia pasti segera bisa kasih cucu buat ibu," desisnya dengan menekan kata-kata 'cu
บทที่ถูกล็อก
อ่านต่อเรื่องนี้บน Application

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 27 (Berbeda)

    "Bu, ini adalah rumah tangga Firman, cuma aku yang mengambil keputusan, jika Ibu ingin Tania tinggal di sini untuk teman Laras, silahkan Laras bisa ikut tinggal di kosan, menemani dia.""Firman! Jadi kamu mengusir Laras adik kamu? Iya?! Kamu semenjak nikah sama Yunita, kamu selalu melawan kata ibu.""Terserah apa kata Ibu, Firman Capek Bu. Firman mau istirahat." Hening.Sepertinya Mas Firman sudah naik ke atas meninggalnya obrolan yang terlihat belum ada ujungnya.Aku membuat dua cangkir jahe hangat untuk Mas Firman dan Ibu, berharap bisa menghangatkan di saat suasana sore yang mendung ini.Setelah semuanya siap aku membawakannya untuk Ibu yang masih duduk di ruang tengah."Ini minuman jahe, Bu. Untuk menghangatkan tubuh, karena di luar mulai gerimis." Aku meletakkan cangkir di atas meja. Ibu hanya diam, tak sepatah katapun keluar dari mulutnya."Yunita tinggal ke atas dulu ya, Bu. Membawakan minuman untuk Mas Firman." Aku pun membalikkan badan hendak naik ke atas."Ini semua pasti ga

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 28 (Ponsel yang Tertinggal)

    Satu Minggu sudah semenjak kepulangan Mas Firman dari rumah makan cabang. Saat kutanya bagaimana kronologi kejadiannya, Mas Firman bilang, kejadiannya begitu cepat, saat ia mengemudi tiba-tiba Pak Wiryo, laki-laki paruh baya itu menyebrang jalan tanpa menoleh kanan dan kiri, dan beruntung semua musibah yang terjadi pihak keluarga tidak membawanya ke polisi, aku pun tenang mendengarnya.Semenjak kepulangannya, Mas Firman jadi lebih sedikit pendiam, entah apa yang dipikirkannya, apa dia masih merasa bersalah atas kejadian itu? Entahlah setiap aku tanya, dia hanya berkata, tak ada apa-apa.Aku mencoba memahaminya, mungkin dia belum siap cerita apa masalah yang sedang dipikirkannya, aku pun tak ingin memaksanya."Mas, sarapan dulu, yuk. Aku udah siapin sarapannya," ucapku pagi ini, Mas Firman yang sedang mengancing kemejanya itu pun menoleh ke arahku. "Iya, Sayang. Hari ini kamu di rumah aja ya. Jangan terlalu capek. Pasti masih capek kan akibat kegiatan kita semalam, Hem?" Ucapan Mas Fi

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 29 (Pulang Terlambat)

    "Ehm, Maaf Dim, maksudnya yang kamu bilang tadi apa ya? Mas Firman minta kamu bawa seorang cewek? Siapa?" tanyaku hati-hati, rasa penasaran memberanikanku untuk bertanya."Oh, hehe, maaf Yun, bukan siapa-siapa kok. Ehm ... itu, ehm ... cuma si Firman kasih ide buat aku deketin cewek, maklumlah aku kan lama jomblo, jadi Firman mau aku cepet-cepet cari cewek gitu, ehm... Hehe aku jadi malu kelamaan jadi jomblo." Terdengar tawa renyah dari seberang sana. Entah mengapa ada rasa ganjal dari penjelasan Dimas. Sedikit tak masuk akal."Oh, gitu. Makanya jangan lama-lama jomblo, nunggu apa lagi sih kamu, Dim. Udah mapan usia udah matang, segeralah cari istri," timpalku."Hehehe iya maunya sih, cari istri yang cantik, pinter, lembut, kaya kamu, haha." Aku hanya tersenyum menggeleng mendengar kelakarnya, Dimas memang orangnya suka bercanda, aku cukup kenal baik dengannya sebagai sahabat Mas Firman."Gampang buat kamu cari cewek cantik, pinter, dan lembut, Dim," jawabku. Memang benar Dimas seoran

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 30 (Curiga)

    Aku membuatkan secangkir kopi untuk Mas Firman, dan meletakkannya di meja ruang tengah, kemudian kembali naik ke atas.Aku membuka pintu kamar yang memang tak tertutup sempurna, Terlihat Mas Firman tengah menengadahkan tangan, usai melaksanakan salat Maghrib, terdengar doa yang ia lantunkan, meski lirih tapi masih terdengar jelas di telingaku, posisinya yang duduk membelakangi pintu membuatnya tak sadar jika aku sudah berada di kamar ini."Ya Allah, sungguh aku mencintai istri hamba, semua keadaan ini terjadi di luar kendaliku, hamba tahu tak sepantasnya mengabaikan Dia yang di sana. Sungguh aku belum mampu membagi hati dengan Dia, beri hamba kekuatan untuk menjalani semua ini, ya Allah." Suara Mas Firman terdengar bergetar, dengan napas berat.Mendengar doa yang diucapkan, membuatku sedikit bingung, siapa yang di maksud, 'Dia' Mas Firman menyebut Dia, membagi hati? Dia siapa?Aku masih berdiri berusaha mencerna setiap kata yang Mas Firman ucapkan dalam doanya.Beberapa detik berlalu

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 31 (Rapuh)

    "Apaan sih Kak, aku baru juga pulang, Kakak udah marah-marah." Suara Laras terdengar tidak terima dengan apa yang di katakan Mas Firman, aku sendiri juga kurang tahu apa yang baru saja Mas Firman katakan.Mereka masih di depan rumah belum masuk ke dalam."Kamu itu perempuan, nggak pantes kamu begitu dekat dengan laki-laki, terlebih laki-laki itu bukan suami kamu, kamu harusnya malu, Laras!" ucap Mas Firman dengan nada meninggi.Laras melengos masuk ke dalam rumah, melewatiku begitu saja."Laras! Dengerin kalau Kakak lagi ngomong! Siapa laki-laki itu? Kenapa kalian sampe pulang bareng berboncengan dengan begitu dekat, bahkan dia berani cium pipi kamu, Mas nggak suka! Kamu itu perempuan, harus punya harga diri donk, Laras!" pekiknya lagi. "Kak, aku itu udah gede, nggak perlu Kakak nasehatin aku kaya gitu, dia itu fotografer di tempat kerja aku, Kak. Dia juga baik kok," sahut Laras enteng seraya menjatuhkan bobotnya di sofa."Kamu udah gede tapi makin susah di atur! Kakak cuma nggak mau

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 32 (Kedatangan Tania)

    Memang begitu adanya, jika sudah menyangkut soal anak, aku memang sensitif, itu yang membuatku terkadang dihantui rasa khawatir yang tak beralasan dengan suamiku, khawatir ia sudah tak sabar kemudian memilih wanita lain sebagai alasan, untuk bisa melahirkan keturunan untuknya."Sssstt, tak perlu kamu dengarkan apa kata mereka, jika perlu tutup telinga kamu dari suara-suara sumbang yang hanya membuat kita sakit hati, sakit telinga, kamu percaya dan yakin kan? Kalau kita bisa?" Mas Firman bangkit kemudian duduk di sampingku.Aku terdiam."Kalau kita yakin bisa, Insya Allah kita pasti bisa Sayang. Percayalah, saat ini Allah masih ingin memberi waktu untuk kita berpacaran, nanti saat waktunya tepat, Allah pasti akan menitipkan amanah itu untuk kita," terangnya lagi, meyakinkanku, begitu selalu, Mas Firman tak pernah jemu untuk selalu meyakinkan aku, bahwa waktu itu pasti akan tiba.***"Sayang, Hari ini Mas akan ke rumah makan cabang, kamu mau ikut?" tanya Mas Firman pagi ini, saat kami s

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 33 (Menantumu Aku atau Dia?)

    Mas Firman berjalan membuka gerbang kemudian masuk ke dalam mobil, dan berlalu hingga tak terlihat lagi. Setelah aku menutup kembali pagar rumahku, aku pun melenggang masuk ke dalam rumah."Huh, Sok mesra!" ucap Tania sinis saat aku baru saja melewati pintu depan. Sedikit terkejut ternyata Tania berdiri di balik pintu.Udah kaya demit aja nih orang, tiba-tiba menghilang, tiba-tiba nongol, gumamku."Iya, donk, memang harus mesra biar tetap nempel kayak perangko. Jadi nggak ada celah buat calon-calon pelakor untuk mencari kesempatan," desisku, tajam menatap matanya.Wajah cantiknya tiba-tiba berubah, mendengar perkataanku. Jangan harap aku akan diam saja melihat gelagatnya, Tania."Ingat ya, Kak. Kamu belum bisa kasih Kak Firman keturunan, sampai kapanpun Kak Firman akan tetap menanti itu, jika kamu tak mampu memberikan itu, apa kamu yakin Kak Firman tak mungkin berpaling?"Ck! Wanita ini benar-benar ingin memancing emosiku. Tenang Yunita, sabar Yunita, jangan terpancing emosi."Kamu ta

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 34 (Menemui Wina)

    POV FirmanSemenjak membawa Wina ke Jakarta Aku memang belum sempat menemuinya, aku meminta bantuan Dimas untuk menghandle semuanya. Walaupun terkadang Dia banyak komen, tapi Dimas tetap membantuku.Dimas membawa Wina ke apartemen milikku, apartemen yang memang aku beli untuk Yunita sebagai hadiah anniversary pernikahan kami yang ke empat nanti beberapa bulan lagi.Maafkan aku Yunita, Maaf Sayang, aku justru menyimpan wanita lain di apartemen yang memang kubeli untukmu.Maaf aku belum siap mengatakan semuanya padamu, aku takut kamu kecewa padaku, aku takut kamu justru meninggalkanku, aku belum siap dengan kemarahan kamu, aku takut kamu pergi dari hidupku.Berbagai ketakutan, karena aku sangat mencintainya, aku selalu ingin dekat dengannya, aku selalu ingin bersama-sama dengannya, aku belum siap jika mendengar ini, Yunita akan marah dan memilih pergi, sampai kapanpun aku tak akan rela.Biarlah sementara waktu begini, hingga tiba waktu yang tepat aku akan menceritakan padamu, Yunita. Ak

บทล่าสุด

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 92 (Ending)

    Mengapa rasa sakit ini melebihi rasanya sakit hati ketika putus cinta? Aku seakan tengah berlayar di lautan tenang tiba-tiba di terjang badai ombak yang begitu dahsyat hingga kapal yang kukemudikan terombang-ambing.Aku melajukan mobilku menuju ke pemakaman dimana Bapak beristirahat dengan tenang, teringat saat aku masih anak-anak dulu, Aku pernah di ajak Bapak ke pemakaman, namun aku yang masih kecil pun tak bertanya itu makam siapa, dan Bapak juga tak bicara apapun soal makam itu. Aku yang sejak kecil tak pernah kekurangan kasih sayang dari orang tua pun tak sedikitpun aku mengira akan seperti ini kenyataannya.Terlihat sepele, aku ternyata bukanlah anak kandung Ibu, tapi Ibu menyayangiku seperti anak kandungnya, tapi tetap saja hati ini terkoyak, ada rasa sakit menelusup ke dalam sini. Air mataku luruh begitu saja, di sepanjang jalan aku mengemudi. Sakit. Aku mengetahui kenyataan ini di saat Bapak sudah tiada, andaikan saja mereka menceritakan ini jauh sebelum Bapak pergi, mungki

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 91 ( Kenyataan Menyakitkan)

    POV Firman"Ehm, Bu. Alhamdulillah tebakan Ibu benar!" ucapku sumringah pada Ibu yang sudah menatap kami penuh tanya."Alhamdulillah! Akhirnya. Ibu mau punya Cucu!" Ibu menghambur ke arah Yunita dan memeluknya erat."Selamat ya Yun, Ibu seneng banget dengernya akhirnya kamu bisa hamil dan kasih cucu untuk Ibu. Maafkan Ibu yang kemarin-kemarin begitu angkuh dan nyakitin kamu! Ibu minta maaf Nak!" ucap Ibu dengan suara parau, Punggungnya bergetar. Ibu menangis dalam pelukan istriku.Aku hanya menatap haru."Ini semua berkat Doa Ibu, Yunita yang harusnya bilang makasih sama Ibu, Ibu sudah bisa menerima Yunita yang banyak kekurangan ini." Lembut Yunita mengusap punggung Ibu."Nggak Sayang. Ibu yang banyak salah sama Yuni, Ibu minta maaf." Yunita mengangguk, seraya mengulum senyum."Sudah Bu. Kita lupakan semua yang sudah berlalu, kita buka lembaran baru menyambut anggota keluarga baru di rumah ini." Aku mengusap punggung Ibu."Iya, Man. Jaga baik-baik istrimu dan calon bayinya ya!""Iya,

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 90 (Semua ada Konsekuensinya)

    POV FirmanDi sebuah ruangan dimana ada Laras berdiri di sana, bersama seorang temannya, dan Tania terbaring di ranjang rumah sakit, terlihat tengah menangis tersedu-sedu. Kenapa Dia?"Laras!" panggilku. Laras tengah berdiri di sisi ranjang, sepertinya sedang menenangkan Tania. Laras sepertinya tidak mendengar Aku memanggilnya.Belum juga Laras menoleh ke arahku, aku sudah dibuat terkejut oleh pertanyaan seorang perawat yang sudah berdiri di belakangku."Maaf Apa Bapak suaminya Ibu Tania?" Degh!"Oh bukan Sus. Saya mau jemput adik saya Laras," tegasku seraya mengibaskan tangan pada perawat itu.Seketika Laras menoleh ke arahku, mungkin karena mendengar namanya kusebut."Kak Firman!""Ayo pulang!" ajakku."Oh saya kira, suaminya pasien. Maaf ya Pak!""Iya gak apa-apa, Sus. Saya permisi!"Aku mendekati Laras dan menggandeng tangannya. Aku bahkan tak melirik sedikit pun ke arah Tania."Kak Firman!" panggil Tania lirih, namun masih jelas terdengar olehku."Ehm Tania, Gue pamit pulang dul

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 89 (Hamil)

    POV FirmanAku dan Yunita pun saling pandang, mendengar percakapan Laras di telepon, terdengar kata kalau Tania pingsan. Pingsan kenapa Dia, kenapa pula menghubunginya pada Laras, kenapa tidak langsung di bawa ke rumah sakit, berbagai pertanyaan muncul dalam benakku."Udah Yuk, Sayang kita ke klinik sekarang!" ajakku pada Yunita, aku juga tak ingin di pusingkan dengan urusan Tania yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan keluarga kami."Ya udah Ayo!" Yunita pun mengamit lenganku dan bergelayut manja menuju ke luar rumah."Wah ini motornya, Sayang." Yunita menyentuh dan mengitari motor itu ketika kami sampai di teras rumah."Iya, bagus ya, Sayang. Pilihan kamu memang tak pernah salah." Aku memujinya, karena motor itu memang Dia yang memilih.Beberapa saat Yunita memperhatikan motor itu."Udah Yuk, Sayang. Nanti keburu malam, jadi makin ngantri di klinik." Aku mengingatkan, karena jika semakin malam juga khawatir kliniknya tutup. Malam ini juga malam Minggu, tentu di jalan juga

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 88 (Terkejut)

    POV FirmanSetelah menyelesaikan semuanya. Aku pun pamit pulang. Karena sebentar lagi pasti pihak dealer akan mengantarkan motor yang aku beli siang tadi. "Pulang sekarang, Yuk Sayang.""Ayo!"Kami pun berjalan bersisian menuju ke mobil yang terparkir di parkiran Rumah makan."Kira-kira udah diantar belum ya Mas, motornya?" tanya Yunita"Kayaknya sih belum, Laras juga nggak ada telpon Mas. Kalo udah datang pasti Dia kaget dan bingung, kan pasti telpon Mas.""Iya juga Ya." Yunita terlihat begitu bersemangat, meski wajahnya masih terlihat pucat, tapi tidak menutupi rona bahagia yang terpancarkan."Sayang, kamu beneran nggak apa-apa. Wajah kamu pucat lho." "Nggak apa-apa, Mas. Cuma sedikit pusing sih. Nanti aku sampai rumah langsung istirahat aja. Mas nggak usah khawatir, ya!" Meskipun Yunita bicara dengan tenang dan seakan Ia benar-benar baik-baik saja. Tapi tetap saja aku mengkhawatirkannya. Tak biasanya Dia seperti ini.Mobil melaju dengan kecepatan sedang, membelah jalanan kota

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 87 (POV Firman)

    Pov FirmanTak ada yang lebih membahagiakan selain melihat Ibu dan adikku bisa akur dengan istriku. Itu adalah harapan yang selalu aku langitkan di setiap sujudku. Akhirnya Allah menjawab semuanya sekarang. Ibuku sudah kembali seperti dulu, wanita cinta pertamaku sudah kembali lembut dan hangat padaku.Meskipun beberapa tahun belakangan ini, Ibu lebih menunjukkan rasa tak sukanya pada Yunita, istriku. Tapi itu sama artinya juga untukku. Karena istriku adalah cerminan diriku. Jika ada yang mencela atau tidak menyukainya, itu sama saja mencelaku. Aku hanya mampu membesarkan hati Yunita, menghiburnya, dan meminta maaf padanya atas nama Ibu. Hanya itu yang bisa kulakukan, meski dalam hatiku juga merasakan sakit yang sama.Alhamdulillah setelah acara makan malam di restoran itu sikap Ibu banyak berubah. Entah apa yang melatarbelakangi perubahan sikap Ibu pada kami, terutama padaku dan Yunita. Ibu menjadi begitu baik dan tidak lagi memintaku menikahi Tania.Sungguh sebuah keajaiban yang beg

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 86 (Saling Terbuka)

    Pov Laras"Bu, Laras seneng deh, sekarang Ibu bisa akur sama Kak Yunita, ternyata Dia baik ya Bu." Aku mulai membuka percakapan malam ini. Aku merebahkan tubuhku di samping Ibu, sudah cukup lama juga aku tidak tidur dengan Ibu. Aroma wangi tubuhnya yang selalu menenangkan. Hangat dan nyaman yang selalu aku rasakan jika berada di dekatnya.Malam ini aku begitu senang bisa bersembunyi di dekat ketiaknya."Iya, Ibu yang salah. Ibu terlalu egois, hanya karena termakan omongan teman-teman Ibu, secara tak sadar Ibu telah menyiksa batin menantu Ibu. Ibu sangat merasa bersalah, Ras."Ibu menatap langit-langit kamar ini, berucap tanpa menoleh menatapku. Ibu sudah menyadari kesalahannya. Sejenak terdiam."Ibu lihat juga kamu banyak berubah, Ras. Nggak ada lagi Laras yang manja yang selalu memaksa untuk dipenuhi semua keinginannya. Sekarang Ibu lihat anak gadis Ibu ini jauh lebih dewasa, lebih sopan, dan ramah, terutama pada Kakak iparnya," sindir Ibu."Bukankah setiap orang itu memiliki hak untu

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 85 (Sebuah Foto)

    Pov LarasAku pun memilih tak menanggapinya lagi, dan melangkah cepat untuk pulang. Tania masih berdiri di tempatnya.Setelah tiba di ujung gang tempat kos Tania, aku menunggu sebentar ojek online yang tadi kupesan.Kemudian aku langsung pulang ke rumah karena siang tadi Kak Firman mengabarkan, jika Ibu sudah di ijinkan pulang hari ini, jadi sekarang ini kemungkinan Ibu sudah ada di rumah Kak Firman. Kami sepakat untuk sementara Ibu tinggal di rumah Kak Firman, sampai kondisi Ibu benar-benar membaik.Dengan tinggal di rumah Kak Firman, di saat aku ke kantor dan Kak Firman sibuk di rumah makannya, ada Kak Yunita yang dengan telaten merawat Ibu. Aku bersyukur di saat aku sudah mulai dekat dengan Kak Yunita, Ibu mulai menyadari kesalahannya. Semoga hubungan baik diantara kami ini bisa terus seperti ini. Aku yang paling merasa bersalah pada Kakak iparku itu. Aku yang terlambat menyadari semuanya. Kini aku sadar pilihan Kak Firman memang yang terbaik, wajar saja jika Dia begitu bucin deng

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 84 (Menemui Laras)

    Pov Laras.Hari terus bergulir, hingga hari ini, aku mendapatkan pesan dari Ibu, kalau hari ini beliau meminta kami. Aku, Kak Firman dan juga Kak Yunita untuk makan malam disebuah restoran. Aku sedikit heran karena tak biasa Ibu mengajak kami makan di luar, Padahal biasanya, jika Aku atau Kak Firman mengajak Ibu makan keluar, Ibu sering menolak, beliau lebih suka makan di rumah, lebih leluasa katanya.Walaupun dalam hati ini meragu karena ternyata Ibu juga mengajak serta Tania, aku pun menyanggupinya untuk datang, sepulang dari kantor aku langsung menuju ke restoran yang sudah ditentukan Ibu. Dalam hati ini juga ada rasa was-was. Takut Ibu akan membahas rencananya yaitu menjodohkan Kak Firman dengan Tania.Jika benar itu yang akan Ibu katakan, aku akan langsung bersuara. Tidak setuju. Bahkan saat itu juga aku akan langsung bongkar tabiat asli Tania itu seperti apa. Agar Ibu tidak terus menerus harus menekan Kak Firman lagi.Aku berusaha untuk menyelesaikan pekerjaanku agar lebih cepat

DMCA.com Protection Status