HAPPY READING
“Bilang apa sama om?” Tanya Naomi.
“Makasih papi,” ucap Kayla tersenyum kepada Tigran.
“Iya, sama-sama,” Tigran mengelus puncak kepala Kayla.
Tigran menatap Naomi yang beranjak dari duduknya, wanita itu mengemasi barang-barangnya, “Kamu mau pulang?”
“Iya, jam tiga nanti Kayla ada les piano.”
Tigran memandang Naomi, “Kamu ke sini pakai apa?”
“Saya bawa mobil sendiri,” ucap Naomi.
“Saya antar kalian hingga ke basement.”
“Ah, enggak usah,” tolak Naomi.
“Mau dianter papi,” rengek Kayla.
Mata Naomi melotot, ia ingin mengakhiri pertemuan dengan Tigran di sini, namun Kayla justru menginginkan pria itu bersama mereka lagi. Oh Tuhan, kenapa Kayla susah sekali diajak kerja sama. Terlalu percaya dengan pria asing itu tidak baik.
Tigran menyungging senyum, ia lalu menggendong tubuh Kayla, “Let’s go kita pulang.”
“Tapi saya bawa mobil sendiri, Tigran,” ucap Naomi menjelaskan.
“Saya antar kalian hingga ke parkiran, Naomi.”
Naomi melihat Tigran menggendong Kayla keluar dari area restoran. Naomi mengikuti langkah itu dari belakang, lalu menyeimbanginya.
“Papi janji mau kasih biscuit untuk Kayla?”
“Iya janji, besok papi kirimin buat kamu. Kamu maunya seberapa?”
“Maunya banyak papi, nanti Kayla bagi-bagi sama temen Kayla di sekolah.”
“Besok papi kirimin ke sekolah kamu.”
“Bener?”
“Bener dong.”
“Asyik, asyik, akhirnya papi ke sekolah Kayla.”
Tigran tertawa, hingga Kayla merasakan getaran tubuh Tigran. Kayla memeluk Tigran dan menyandarkan kepalanya ke bahu bidang itu.
“Ngantuk?” Tanya Tigran, ia memencet tombol lift sambil melirik Naomi di sampingnya.
“Enggak, cuma mau peluk papi.”
Tigran mendengar itu hatinya berdesir, ia tahu pasti Kayla mendambakan sosok ayah dalam hidupnya. Ia mengelus punggung Kayla.
“Peluk papi hingga erat,” gumam Tigran.
“Iya, papi.”
Mereka masuk ke dalam lift dan lift membawa mereka menuju lantai basement tempat Naomi memarkir mobilnya. Beberapa detik kemudian pintu lift terbuka. Naomi memang sengaja memarkir mobilnya tidak jauh dari lift. Ia menekan tombol central lock, suara mobil terdengar.
Tigran menatap mobil Mercedes Benz C Class berwarna putih tidak jauh darinya. Tigran membuka hendel pintu untuk Kayla dan mendudukan Kayla di kursi. Padahal ia ingin berlama-lama dengan Naomi dan Kayla, karena ia merasa menemukan keluarga baru dalam hidupnya. Seumur hidupnya baru pertama kalinya ia merasakan kehangatan seperti ini.
“Papi nggak ikut kita?” Tanya Kayla memandang Tigran memasang sabuk pengaman untuk dirinya.
Tigran menyungging senyum, “Papi sebenarnya mau ikut kalian, tapi papi juga bawa mobil, cantik. Papi juga mau ke kantor sebentar lagi. Papi janji besok kita akan ketemu lagi di sekolah.”
“Janji?”
“Iya, janji.”
“Thank you, papi.”
“Iya, sama-sama, sayang,” ucap Tigran.
Tigran memandang Naomi yang tidak jauh darinya, “Kamu hati-hati bawa mobil.”
“Iya. Dah,” ucap Naomi.
Tigran mengangguk, “Dah.”
Tigran melihat Naomi sudah masuk ke dalam mobil. Suara mesin menyala, ia melihat Kayla melambaikan tangan ke arahnya. Ia melambaikan tangan balik dan mobil Naomi menjauh darinya. Setelah itu menghilang dari pandangannya. Ia bersumpah ia akan bertemu lagi dengan Naomi dan Kayla besok.
***
“Iya, Ren,” ucap Naomi, ia menyimpan tas nya di meja kamar, ia memandang Kayla sudah melesat ke dalam . Ia melihat jam menunjukan pukul 14.20 menit. Jam tiga nanti guru les Kayla akan datang. Selama ini Kayla tahu jadwalnya les piano kapan. Ia memandang Kayla sudah bersama bibi, untuk berganti pakaian dan mandi.
“Lo di mana?” Tanya Reni di balik speaker ponselnya, ia melangkahkan kakinya menuju kamar.
“Gue baru aja nyampe rumah. Kenapa?” Tanya Naomi.
“Nanti malam temenin gue ke Sofia ya.”
Naomi mengerutkan dahi, “Sofia? Ngapain?” Tanya Naomi penasaran.
“Enzo ngajak makan malam gitu, dia sama temennya. Jadi gue ngajak lo aja deh buat ke sana. Enggak enak kan kalau gue sendiri gitu perginya.”
Naomi lalu berpikir, ia lalu duduk di sofa kamar menyandarkan punggungnya di sana, apakah ia menerima ajakan Reni atau tidak. Ia tidak tahu ini murni beneran ingin dinner atau alibi saja, masalahnya Reni memang senang menjodohkan dirinnya dengan beberapa temannya.
Ia tahu sejak jaman Siti Nurbaya hingga sekarang masih cerita tentang perjodohan selalu menjadi trend. Baik keluarga dan sahabat-sahabatnya. Reni salah satu sahabatnya senang menjodohkan dirinya dengan berbagai pria berkualitas di luar sana, alasannya sepele agar ia tidak kesepian.
Untuk saat ini ia memang tidak tertarik untuk menjalin hubungan serius dengan pria manapun, jadi ia santai saja tidak perlu menanggapi terlalu serius. Ia maklumi ini hal wajar, karena statusnya single parent dan membuat siapapun merasa iba, karena terlalu lama sendiri. Namun ia tidak mempermasalahkan itu, baginya sendiri itu tidak rumit seperti berpasangan. Ia tahu hidup berumah tangga itu sangat rumit dan sulit dipecahkan. Dari pada berumah tangga menderita, lebih baik seperti ini, ia merasa bahagia.
Baginya menikah itu menghabiskan waktu sepanjang usia bersama seseorang, jadi ia harus memilih benar-benar yang terbaik. Menikah itu tentang mewujudkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam hidup. Tentang memegang tanggung jawab dan mempercayakan seseorang untuk bertanggung jawab terhadap kehidupan seseorang. Ia tidak ingin kejadian waktu dulu terulang lagi. Banyak sekali pertimbangan jika ia menikah lagi, yang ia pikirkan saat ini hanya fokus kerja dan Kayla.
Ia mengakui masih nyaman dengan status jandanya, lantaran tidak terikat dengan tanggung jawab sebagai istri. Dengan sendiri seperti ini, ia lebih banyak menikmati hidup, bisa jalan-jalan ke berbagai tempat. Ia bisa traveling bersama Kayla ketemu banyak orang dan benar-benar enjoy life. Ia bisa bebas, tidak ada yang melarang, dan pastinya tidak ada yang bawel.
“Lo mau nggak?” Tanya Reni lagi.
***
HAPPY READINGNaomi menarik nafas, di satu sisi ia malas untuk berhubungan pria dan di satu sisi ia sudah lama tidak makan malam bersama sahabatnya itu. Ia tidak enak jika sudah diajak seperti ini. Semenjak Reni bertunangan kemarin, dirinya dan Reni jarang bertemu, karena mereka sama-sama sibuk dengan pekerjaan, terlebih Reni mempersiapkan pernikahannya yang sebentar lagi dalam hitungan hari.“Jam berapa?” Tanya Naomi.“Jam tujuh. Nanti gue jemput lo.”“Oke, jemput di butik Kemang aja ya.”“Oke.”“Lo lagi di mana?” Tanya Naomi penasaran, ia melepaskan jam tangannya, ia melangkah menuju walk in closet, menaruh jamnya di tempat semula.“Gue lagi klink, pasien gue banyak banget. Ini gue berhenti break bentar, karena dari tadi nggak sempet makan.”“I see, kirain di mana, soalnya berisik,” ucap Naomi terkekeh.Reni tertawa, “Biasa sih, anak-anak therapist ada yang ulang tahun gitu, tapi udahlah biarin aja, asal di room nggak berisik aja sih.”“Gue liat Kayla dulu ya, soalnya sebentar lagi
HAPPY READINGAwalnya agak susah menjalani ini, karena hanya orang tertentu saja yang dapat membelinya. Namun ia tidak patah semangat, lambat laun bisnisnya berjalan dengan sukses dan berkembang hingga saat ini. Beberkal pengalaman, menganalisa keotentikan, keaslian barang. Dan ia juga menganalisa bagaimana tas-tas itu berdampak dalam kehidupan social ekonomi Indonesia.Akhir-akhir ini, maraknya kasus penipuan berkedok tas branded pun cukup mengusik kehidupannya. Dengan keahliannya, ia mencoba mengedukasi barang branded mulai dari tren, model, keaslian hingga fashion ia bagikan ke media social miliknya. Banyak sekali kalangan artis, pejabat dan statusnya mengenang atas, berbondong-bondong membeli tas dengannya. Hingga saat ini ia memiliki web tersendiri, dan terus mengembangkan bisnisnnya dengan baik.***Beberapa jam kemudian, Naomi menatap Reni yang baru masuk ke dalam butiknya. Wanita itu mengenakan bodycon dress berwarna merah, dia tampil selalu all out. Rambut panjangnya berge
HAPPY READINGKafka menatap Naomi, ia memperhatikan garis wajah wanita itu, dia memiliki struktur rahang berbentu v, hidungnya kecil mancung, bulu matanya lentik dan alisnya terukir sempurna. Ia akui bahwa waniita di hadapannya ini sangat cantik, bahkan lebih cantik dari pada yang ia lihat di layar ponselnya. Ia lalu mengulurkan tangannya kepada wanita itu.Kafka mengelurkan tangannya kepada Naomi, “Saya Kafka,” ucap Kafka.Naomi memandang sekali lagi iris mata elang itu, ia sebagai wanita beradap dan memiliki tata kerama dan sopan santun. Tentu saja tidak mengabaikan pria yang ingin berkenalan dengannya. Naomi membalas uluran tangan pria itu.“Saya Naomi,” ucap Naomi, ia merasakan kehangatan di permukaannya.Sedetik kemudian ia ingin melepaskan tangannya, namun Kafka menahannya. Naomi menatap mata elang itu lagi, pria itu menyungging senyum dan lalu melepaskan tangannya. Enzo mempersilahkannya duduk, ia memilih duduk di samping Reni.Naomi memandang Enzo menuangkan wine ke dalam gela
HAPPY READING***“Rumah kamu di mana?” Tanya Kafka, membuka topik pembicaraan.“Di Pondok Indah.”“Tinggal sendiri?”Naomi mengangguk, “Iya. Kalau kamu?” Tanya Naomi.“Tinggal sendiri juga, saya tinggal di Kelapa Gading.”“I see, lumayan jauh juga ya kalau dari sini,” ucap Naomi.“Lumayan kalau macet-macetan, tapi jam segini udah nggak macet lagi,” ucap Kafka.Kafka memegang kemudi setir, ia menatap Naomi, “Katanya kamu punya anak?”“Pasti Enzo yang cerita.”Kafka tertawa, “Iya, Reni dan Enzo yang cerita sama saya. Namanya siapa?” Tanya Kafka penasaran.“Namanya Kayla, Tahun ini Kayla akan saya masukan primary school.”“Sekarang berarti masih TK?”“Iya, benar.”“TK mana?”“TK Cikal.”“Pasti Kayla cantik seperti kamu,” ucap Kafka.Naomi tersenyum, “Banyak yang bilang begitu.”Kafka melirik Naomi, wanita itu hanya diam dan tersenyum kepadanya, “Katanya kamu punya butik tas?”“Kok kamu tau?”“Tau dari Reni dan Enzo. Butik kamu sangat sukses, saya sering melihatnya di iklan di branda so
HAPPY READINGTigran memasang earphone ke telinganya, ia mendengar suara sambungan pada telinganya. Ia menunggu hingga sang pemilik ponsel mengangkat panggilannya.“Selamat pagi pak,” ucap seorang wanita dibalik speakernya.“Selama pagi juga,” ucap Tigran.“Ada yang bisa saya bantu pak.”“Elina, saya datang ke kantor agak telat. Kalau soal meeting nanti, tolong cancel besok pagi saja.”“Baik pak.”Tigran lalu mematikan sambungan telfonnya, ia perlu konfirmasi kedatangannya ke kantor, agar jika ada beberapa staff nya datang, maka sekretarisnya itu tidak kebingungan. Ia mengarahkan mobilnya ke TK Cikal yang berada di Cilandak. Ia tahu betul bahwa TK itu bertaraf Internasional dan telah terakreditasi Internasional Baccaulaureatte (IB).Beberapa menit berlalu, akhirnya ia tiba di depan bangunan taman kanak-kanak itu. Banyak sekali anak-anak yang status sosialnya di kalangan atas bersekolah di sini. Ia yakin Naomi memang memberikan pendidikan terbaik untuk masa depan putrinya.Ia melihat
HAPPY READINGNaomi memandang Tigran cukup serius. Ia perlu berbicara kepada Tigran secara empat mata nanti. Masalah akan semakin rumit jika satu sekolah percaya bahwa Tigran sudah menjelma menjadi ayah dari Kayla. Ia melihat guru-guru sedang mengantar anak-anak ke pintu gerbang, ada juga di jemput oleh asistennya.“Makasih ya pak Tigran atas bingkisannya,” ucap salah satu guru yang melintas di hadapan mereka.“Iya sama-sama bu,” ucap“Ibu Naomi, maaf sebelumnya. Tadi saya mempersilahkkan pak Tigran masuk menjemput Kayla.”“Ah, enggak apa-apa bu.”“Syukurlah kalau begitu. Ayahnya Kayla baru datang dari luar negri, bu?” Tanyanya penasaran.Naomi menatap Tigran, pria itu menatapanya, seolah dirinya mempunyai hak untuk menjawab, “Iya, baru pulang dari New York, miss,” ucap Naomi.“Syukurlah kalau begitu bu. Kalau bisa bersama lagi sama bapaknya, saya dukung bu. Kasihan Kayla, pasti ingin sosok ayah di sampingnya.”“Makasih, miss, nasehatnya,” ucap Naomi kikuk.“Mari bu Naomi, pak Tigran
HAPPY READINGTigran lalu tertawa, ia melirik Naomi, “Hanya karena saya mengajak kamu mampir ke rumah saya, lunch di sana, kamu lalu mengambil kesimpulan menjaga jarak dengan saya. Come on, inilah yang terjadi di antara kita bertiga.”“Saya nggak mau terjadi ke salah pahaman antara kamu dan saya.”“Salah pahamnya di mana?” Tanya Tigran diplomatis.Naomi dan Tigran lalu beradu pandang, tatapan mereka bertemu. Hatinya seketika berdesir menatap iris mata tajam itu. Naomi menelan ludah, bibirnya seketika kelu, ia bingung akan menjawab apa. Sebenarnya kesalah pahaman itu terjadi ketika kemarin Kayla melabeli pria itu dengan sebutan papi. Lalu sekarang, seakan-akan Tigran sudah menjadi ayah dari anaknya.Beberapa detik kemudian, ia alihkan pandangan ke arah Kayla, ia tidak seharusnya berdebat seperti ini di hadapan Kayla.“Kita makan di food court Pondok Indah saja,” ucap Naomi seketika.Tigran menyungging senyum, ia lalu mengarahkan mobilnya ke mall Pondok Indah dua. Ia menuruti kemauan Na
HAPPY READINGTigran menatap Naomi, ia tidak menyangka bahwa Naomi selama itu sendiri. Sekarang ia taksir umur Kayla sudah hampir enam tahun. Tigran tidak perlu bertanya di mana mantan suaminya, alasan kenapa mereka berpisah, karena itu dalam membuka luka batin Naomi.Ia tidak bisa membayangkan hidup Naomi seperti apa. Mengasuh serta mendidik anak dengan status single parent, sekaligus menjadi ayah seorang Kayla, itu bukanlah hal yang mudah. Ia tahu bahwa Naomi pasti mengalami namanya titik terendah dalam hidup.Bagaimana cara dia menghasilkan uang sendiri, menambah pemasukan, membaca buku tentang pengasuhan anak, karena dia sadar ada banyak keterbatasan dalam dimensi ngasuh anak dibanding diri sendiri. Apalagi Naomi harus memainkan karakter dalam satu waktu. Kadang anak memang harus didik tegas, menerapkan disiplin pada anak, kadang juga harus bersikap lemah lembut dalam memberikan penjelasan sederhana tentang hal-hal di tanyakan anak.Ia tahu bahwa menjadi single parent seperti