“Siapa yang berkata seperti itu, Mira?” Hayden mulai kehilangan kendali dirinya.Di hadapannya, Mira terlihat begitu geram dan kesal. Wanita itu masih menyolot, “Ya, kalau kalian mengadakan pesta di Singapura, berarti kalian tidak ingin kami hadir!”“Astaga, susah sekali ngomong denganmu, ya! Dari mana pemikiran itu?” Hayden semakin frustrasi bicara dengan pikiran yang begitu negatif.Tapi dia tiba-tiba teringat, lalu memicing, “Tapi kalaupun benar, bukannya kau malu jika sampai dunia tahu aku menikahi mantan menantumu?”“Ya, itu kau tahu! Dia mantan menantuku. Apa kau sudah kehilangan logika? Coba hitung usiamu! Kau lebih cocok menjadi ayahnya!”“Kami hanya selisih 16 tahun! Pria mana yang 16 tahun sudah menjadi ayah?”Suara Hayden semakin menggema keras sampai-sampai Opa Ben mulai mengentakkan lagi tongkatnya.“Sudah, sudah! Aku memanggilmu ke sini bukan untuk mendengar teriakanmu!”Mendengar seruan Opa Ben seperti itu, Mira masih menyolot.“Benar! Kalau tidak salah, tidak perlu mar
Laura Bella segera tersadar. Dia selalu membebankan tagihan BPJS-nya pada Willson. Jadi, dia tak bisa bilang bahwa dia tak punya BPJS.“Bukan nggak punya, Sayang. Tapi aku nggak bawa. Ya, kalau kamu tadi bilang ke Jakarta mau sekalian cek up di sini, aku bisa bawa. Tapi ini aku nggak bawa. Next time aja lah ya?”Demi membuat Willson batal marah, Laura Bella memeluk pria itu lalu membelai pahanya.Willson pun tak jadi marah, seperti yang diharapkan Laura Bella.Tapi pria itu tetap menyimpan keinginan ini dalam hatinya. ‘Lain kali aku akan mengajaknya pindah dari dokter Asti yang tidak menggunakan peralatan USG canggih!’“Maafkan aku, Bella. Aku hanya ingin melihat USG 4D itu seperti apa. Dari yang kudengar, wajah bayi cukup mirip dengan ketika bayinya lahir. Kan rasanya seru juga kalau bisa melihatnya seperti apa.”“Iya, Sayang, aku mengerti. Aku juga nggak marah. Tapi, ini usianya baru 5 bulan kan. Itu belum seberapa terbentuk wajahnya. Masih abstrak lah gitu. Mungkin nanti tunggu 7 b
“Gimana?”Laura Bella menelpon Meysia begitu pertemuan dengan pihak bank telah selesai.Perjanjian kredit telah ditandatangani dan mereka hanya tinggal menunggu dana cair dan tiba di rekening Meysia.“Semua sudah oke, Usi. Hanya tinggal menunggu dananya masuk di rekening. Tapi, Usi harus hati-hati. Tadi saja Willson hampir meledak kepalanya melihat pilihan limit kita. Nanti dia pulang pasti dia mengamuk luar biasa!”Usi adalah panggilan ‘kakak’ dari Meysia untuk Laura Bella.Mendengar peringatan dari Meysia, Laura Bella mengangguk siap, sampai melupakan bahwa mereka berbicara lewat telepon.“Ya sudah, Usi. Itu saja. Kalau dana sudah masuk rekening, baru aku telpon lagi.”“Baiklah, Mey.”Begitu telepon ditutup, Laura Bella bersiap dengan berbagai ide bagaimana dia akan menyenangkan Willson, agar tidak menyemburkan kemarahan padanya.Laura Bella membersihkan tubuhnya lalu memilih lingerie favorite Willson untuk dia kenakan.Biar bagaimana pun kemarahan seorang pria pastilah akan luluh j
“Mau ngomongin apa?”Darline sudah berada di hadapan Hayden dengan wajah ditekuk cemberut.Dari tempat duduknya, Hayden menatap wajah memberengut itu sambil tersenyum simpul. Tiba-tiba dia merasa seperti seorang ayah yang membujuk rayu putrinya.“Duduk dulu dan simpan muka cemberutmu itu. Ayo!”Darline pun duduk meski masih sedikit cemberut. Dia masih kesal karena Hayden memintanya datang ke ruangan dengan cara sedikit memaksa.Lalu, paksaannya itu berupa menggendongnya mengelilingi kantor. Ini cukup mengesalkan.“Mau ngomongin apa? Ayo cepetan! Aku masih banyak kerjaan nih!”Hayden yang didesak seperti itu jadi tersentil ego seorang pemimpinnya.“Wah! Kenapa kamu banyak kerjaan? Siapa coba boss-mu itu? Kebangetan!”Mendengar nada marah Hayden yang dalam mode candaan, Darline pun akhirnya tersenyum geli. “Iya, tuh. Boss-ku kebangetan! Banyak banget maunya. Mau ngomong aja, suruh datang. Padahal sudah nelpon. Kalau sudah nelpon kan ya tinggal ngomong. Gitu aja kok repot!”Di hadapannya
Darline terpana mendengar betapa lugas serangan Bu Alma kali ini. Dia terang-terangan melarang Darline hadir. Ada apa gerangan?Entah mengapa, Darline curiga wanita satu ini menyukai Hayden.Namun, berhubung Bu Alma menunggu jawabannya, Darline pun mengangguk mengiyakan.“Baik, Bu, jam 5 teng saya akan absen pulang. Terima kasih karena hari ini saya tidak perlu lembur.” Darline sengaja menekankan kalimat terakhirnya agar Bu Alma semakin geram padanya.Untuk perintah Bu Alma dan Hayden yang saling bertentangan, yang satu meminta dia jangan hadir tapi satunya menyuruhnya harus hadir mendampingi ... ah biar saja lah ... tak perlu dipikirkan. ***Selepas menghampiri Darline, Bu Alma masih merasa geram ketika melangkah kembali ke ruangannya.Dengan langkah mengentak-ngentak, Bu Alma berpapasan dengan Fenny di depan ruangan HRD.Saat itulah dia menarik Fenny ke dekat tembok.“Ada apa ya, Bu?” Fenny kebingungan. Baru kali ini mendapat perlakuan seperti ini.“Itu ... Darline s
Darline tertawa kikuk sambil otaknya berpikir keras jawaban apa yang harus dia berikan pada Fenny.“Bener apa nggak, Darline? Hayoo ... kamu ada affair apa sama pak boss?”Darline tersadar dan dengan cepat menggeleng.“Aku nggak ada fair apa-apa sama Pak Boss. Tadi itu dia memang mau ngomong ‘saya’ kok, bukan ‘sayang’. Kamu jangan bikin aku GR ya. Masa iya pak boss mau ngomong sayang. Aneh-aneh aja!”“Ih, perasaan aku sih mau ngomong ‘sayang’. Soalnya, dia sebutnya ‘say’ trus berenti sih. Kalau memang mau ngomong ‘saya’ harusnya kan langsung sebut ‘saya’.”Mendapati Fenny cukup ngotot, Darline pun tertawa untuk mengimbanginya. “Nggak lah! Kamu terlalu menerka. Ya, sudah, Fen, aku harus siap-siap nih untuk temani pak boss nyari jas.”Fenny yang masih tak puas dengan percakapan mereka pun mendelik Darline meskipun dia akhirnya beranjak dari kursi untuk meninggalkan Darline dengan berat hati.“Ya, sudah. Aku balik ke ruangan dulu. Hati-hati ya, berduaan sama Pak Boss, jangan sampai terja
“Ayo!”Darline mendengar suara Hayden lalu pandangannya terfokus pada tatapan teduh Hayden. Kemudian, ketika pandangannya sedikit turun, dia melihat uluran tangan pria itu mengarah padanya.“Tidak usah dipikirkan tentang Bu Alma, toh cepat atau lambat, dia harus tahu.”Darline mengiyakan, tapi ternyata itu hanya di dalam hatinya saja.Pria itu masih mengulurkan tangan dan Darline masih menatap resah.“Ayo dong!”Hayden melihat tidak ada pergerakan sama sekali dari Darline, seperti terpaku di lantai, seolah membeku di tempatnya. Dia pun beranjak dan kembali ke titik berdiri Darline.Karena Darline tidak meraih uluran tangannya, Hayden pun meraih pinggang Darline dengan sedikit menyentak, lalu merapatkannya.Darline tersadar dari lamunannya.“Sore-sore melamun di parkiran basement pula, nanti kesambet baru tahu rasa!” bisik Hayden menahan geramnya pada Darline.Entah kenapa wanita itu selalu merisaukan hal-hal kecil. Kalau Bu Alma mengetahui tentang mereka, sekalipun dengan cara yang pa
“Halo semua, semoga saya belum terlambat.” “Halo juga, Pak Lim. Belum terlambat kok. Kita aja yang kecepetan.” Siske menjawabnya karena Bu Alma yang biasanya sudah seperti humasnya 3L Empires Motor kini terlihat diam. Namun, Siske tidak mengetahui jika Bu Alma seperti tercenung melihat Darline yang datang bersama Hayden. Memang benar, Bu Alma sangat terkejut melihat kedatangan Darline yang bersama Hayden. Darline bahkan memapah Robert Lim ketika memasuki ruangan. ‘Darline ini ... tidak tahu diri atau bagaimana ya? Padahal tidak punya kepentingan untuk hadir di jamuan makan ini. Ataukah dia memang tidak punya malu sehingga ikut datang ke jamuan seperti in?’ ‘Mungkin Pak Hayden yang mengajaknya sebagai sekretaris.’ Sebuah suara menjawab di dalam benak Bu Alma. Dia bermonolog sendiri di dalam kepalanya. ‘Cih! Walaupun diajak Pak Boss, apa harus datangnya bareng Pak Boss? Fix, ini pastilah Darline sedang mencuri perhatian Pak Boss. Aku harus caritahu info tentang suaminya. Akan kulap