Bu Alma semakin menjadi. Sejak Pak Boss diketahui akan menikah, dia patah hati, sekaligus menjadi satpam terhadap Darline. Wanita itu tidak bosan-bosannya datang dengan tatapan menyelidik, lalu memperingatkan Darline, “Ingat, Darline, Pak Boss akan segera menikah. Kamu jangan caper lagi pada Bapak. Itu akan melukai hati calon istrinya!” Darline ingin tertawa mendengarnya. Di sisi lain, dia tak senang disebut Bu Alma ‘caper’. Dari mana dia bisa dibilang caper? “Maaf, Bu, sejak kapan saya caper sama bapak?” “Hah! Kamu masih pake tanya! Kalau wanita sudah menikah itu nggak seperti itu, Darline! Jaga martabat, jaga jarak, jaga tutur kata, jaga tatapan mata, tidak seperti kamu! Bapak ke mana kamu ikut. Bapak dijamu makan oleh klien, kamu ikut. Padahal waktu itu kamu nggak perlu. Dan ternyata, Bapak ke London pun kamu ikut. Tidak tahu malu?” “Ke London itu, Bapak yang ngajakin, Bu. Katanya sekalian ada yang mau disuruhnya saya urus sesuatu di sana.” “Urus sesuatu di sana? Urus apa?”
Pengajuan kredit atas nama Meysia akhirnya diloloskan kantor Willson.Ketika dia pulang ke rumah, hatinya sudah berdendang riang.Tapi Bu Mira sudah menunggunya di dekat tangga lantai dua bersama Lisaa yang kebetulan sedang pulang ke rumah karena jenuh mengerjakan skripsinya.“Kak Willson, kemari dulu deh,” panggil Lissa sembari menarik tangan Willson untuk duduk di sofa depan TV. Di sana sudah ada ibunya, Bu Mira. “Ada apa sih Lis? Bu?” tanyanya dengan hati yang masih penuh semangat untuk mengabarkan kabar gembira dari kantornya pada Laura Bella.Tapi berhubung tingkah Lissa seperti ini, Willson pun jadi penasaran.“Ini, lihat!” Lissa merebut sebuah kotak pipih seukuran buku dari tangan ibunya lalu memberikannya ke tangan Willson.Kotak itu tampak begitu estetik, dengan hiasan bunga-bunga sakura pink keperakan lalu ada gambar sepasang pengantin yang saling menatap dan bergenggaman tangan.“Apa ini?” tanya Willson yang sudah mulai merasakan firasat tidak menyenangkan.Di sampingnya,
“Oh, kok bisa licin, Sayang?” tanya Willson lagi seraya mendekati Laura Bella. Meski begitu, di benaknya Willson bertanya-tanya heran, kenapa Laura Bella malah bilang jatuh? Padahal jelas-jelas dia melihat wanita itu melempar undangan itu.“Ini, Will, tadi aku baru aja pakai handbody. Tadi nuangnya kebanyakan jadi belum meresap semua ke kulit tanganku ini. Makanya licin. Kamu nggak marah, kan?”Meski masih belum mengerti dengan yang sedang terjadi, Willson terpaksa menggeleng.“Nggak apa-apa, Bella. Itu cuman undangan aja.”“Iya, Will. Maaf ya. Undangannya itu bagus banget soalnya. Bisa dijadiin pajangan. Tapi eh, malah rusak gara-gara aku nggak becus megangnya. Maafin aku, Willson.”“Sudah, sudah, nggak pa-pa. Aku malah mau bahas dengan kamu, kapan kita bisa meresmikan pernikahan kita? Lalu kita adain syukuran kecil-kecilan dengan para tetangga sini aja.”Ditanya seperti itu, Laura Bella terdiam sejenak. Wajahnya pun terlihat risih.“Ter- terserah kamu deh, Willson. Kapan aja kamu se
Staff lain ikut memandangi Darline yang mendapatkan hardikan dari Bu Alma. Darlline tertunduk malu. Ah, kenapa rencana untuk membuat wanita itu terkejut saat pesta pernikahan malah membuatnya mendapatkan perlakuan seperti ini?“Maaf, Bu. Sebenarnya, saya hanya follow up orderan itu aja, Bu. Tapi yang mengorder isi dan kata-kata yang tertera di sana sudah dari Bapak sendiri. Saya hanya follow up sampe selesainya aja.”“Halaaah, alasan kamu! Pastilah kamu salah, kan? Sepanjang masa, baru kali ini ada undangan pernikahan tanpa nama pengantin wanita.Kamu itu memang nggak becus jadi sekretaris. Akan saya laporkan kelalaian kamu ini pada Bapak.Dan kalau saya jadi kamu, saya lebih baik resign daripada menodai nama saya sendiri sebagai sekretaris paling tak becus!”Mendengar itu, Darline yang jadi kesal pun menjawab Bu Alma, “Saya memang mau resign, Bu. Tepat satu hari sebelum Bapak menikah, saya resign, Bu.”
“Bell, kita ke dokter yuks!” ajak Willson yang sedari tadi merasa tak tenang. “Ngapain ke dokter? Kamu sakit?” tanya Laura Bella dengan mulut yang tidak terlalu bergerak karena masker wajahnya sedang terpasang. “Maksudku dokter kandungan. Periksa kandungan kamu. Waktu di Jakarta kan kita mau USG 4D nggak jadi. Hari ini aja, mumpung weekend.” Laura Bella mengedipkan dua matanya pertanda ‘iya.’ Lalu dia berkata lagi, “Tunggu aku selesai maskeran ya.” “Iya, Sayang.” Willson kembali memandangi foto dua rekannya yang berbadan dua di kantor dengan besarnya perut Bella. Memang perut Bella lebih mirip yang sedang hamil 8 bulan. ‘Tidak mungkin Bella berbohong. Selama ini kita selalu ke dokter kandungan rutin. Dan hasil USG pun menyatakan bahwa kehamilan Bella berusia 20 minggu.’ Willson menepis kecurigaannya itu. Kemudian dia merasa bersalah karena telah memikirkan hal seburuk itu terhadap Bella hanya karena wanita itu lebih mementingkan modal butik daripada pengesahan pernikahan mereka.
“Baiklah, mari kita lihat jenis kelaminnya.” Dokter Nirmala kembali berkutat dengan layar komputer dan mengutak atik sudut pandang USG nya. Tak lama kemudian, dia menunjukkan di layarnya. “Bayinya perempuan, Bu.” “Wah, bagus, Dok. Terima kasih.” Laura Bella tersenyum dan langsung bergerak bangun. Padahal gel di perutnya belum dibersihkan. Cepat-cepat suster membersihkan permukaan perutnya. Setelah itu, Laura Bella langsung turun. Sikapnya sangat terburu-buru. “Apa sudah begini saja, Bu?” tanya dokter Nirmala sebelum benar-benar meninggalkan tempatnya di dekat mesin USG. “Iya, Dok. Begini saja cukup. Suami saya ini hanya ingin melihat foto USG 4D janin ini saja, Dokter.” “Oh, baiklah.” Dokter Nirmala tidak memperpanjang lagi sekalipun sikap Laura Bella masih terasa janggal. Mungkin itu semua ada kaitannya dengan catatan khusus di data Laura Bella yang ditandai dokter Dinda. Entah mengapa dokter Dinda memberikan tanda spesial di data Laura Bella. Tapi, dokter Nirmala jelas bi
Dua minggu berlalu dengan cepat dan super sibuk.Darline mempersiapkan pengunduran dirinya sementara Bu Alma mempersiapkan sekretaris pengganti Darline.Hanya Hayden yang masih seperti biasanya. Dia menyerahkan semuanya pada pihak WO dan Darline yang mengurusnya.Ketika semua tampak sudah berjalan sebagaimana mestinya, pria itu meminta Darline mengundurkan diri lebih cepat.“Kenapa, Mas? Aku sebenarnya masih sangat ingin membantumu. Lagipula, sekretaris baru perlu diajar terlebih dahulu.” Darline berkilah, tapi sesungguhnya itu hanyalah alasannya belaka.Semakin mendekati hari pengunduran dirinya, rasa hatinya semakin berat, bahkan ada rasa tak rela menggelanyut di sana.Tapi Hayden tidak membiarkannya. “Kamu sudah banyak membantuku, Sayang. Lagipula, kita sudah membicarakan ini. Dengan kamu terus menjadi sekretarisku, statusmu terhadapku jadi saling bentrok. Aku tidak menginginkan itu.Yang aku inginkan adalah bisa membawamu berjalan di sampingmu, memperkenalkanmu kepada semua orang
“Kenapa denganmu? Are you okay?”Suara Hayden menyapanya di telinga. Tanpa Darline sadari pria itu sudah berada di sampingnya dan memeluk mesra pinggangnya.Ingin menjawab baik, lidah Darline kelu.Hatinya kembali perih apalagi ketika dia membayangkan wanita seperti Leana yang menemani Hayden nantinya.Tidak mungkin dia rela!“Hei, kenapa denganmu? Kenapa juga hanya ada kopiku? Mana jeruk hangatmu?”Dengan terpaksa Darline harus menjawab. “Aku sedang tidak mood mau minum. Mas minum sendiri saja.”Suaranya kering dan kaku. Dia juga langsung membalik tubuh sambil memeluk nampannya untuk kembali ke ruangannya.Tapi tangan Hayden menahan.“Darline, kenapa denganmu? Ada masalah?”“Nggak! Nggak ada apa-apa.”Lagi-lagi, suara Darline terdengar ketus.“Kalau nggak ada apa-apa, kenapa tidak mau minum bersama?”Darline terpaksa berbalik dan menjawabnya, “Bukan nggak mau minum bersama. Tapi aku sedang nggak ingin minum. Sudah ya, Mas. Aku masih ada kerjaan.”Darline cepat-cepat kembali ke mejany
Di hari H, mereka serombongan melakukan perjalanan udara dan saat tiba di bandara Soekarno Hatta, Hayden dan Darline menjemput bersama.Perut Darline sudah terlihat buncit meski tubuhnya masih langsing seperti dulu.Melihat Heaven yang terlebih dahulu keluar dari exit door, Hayden melambaikan tangannya.Heaven memimpin rombongan menghampiri Hayden.Satu demi satu mereka berpelukan.Hanya saat tiba giliran Darline, Oma Jenny merasa canggung, tapi akhirnya dia memeluk lebih dulu.“Maafkan Mom yang dulu sempat menuduh kamu mandul, Sayang. Maafkan ya.” Oma Jenny berbisik di telinga Darline.Tentu saja dia malu jika Hayden mendengar permintaan maafnya.Ketika pelukan mereka terurai, Darline tersenyum pada ibu suaminya itu. “Nggak pa-pa, Mom. Itu juga kesalahan kami, lupa memberitahu Mom tentang kehamilan ini.”Mendengar itu, Hayden langsung menimbrung, “Iya, Mom. Aku yang lupa. Terlalu banyak pekerjaan.”“Ya, ya, sekarang istrimu sudah mengandung, kau harus kurangi kerjamu, jaga dia baik-b
Hailley pulang dengan hati hancur. Sehabis dari apartemen baru mommy-nya, dia nongkrong di dermaga dengan ditemani Mike.Driver dimintanya menjemput di sore hari dengan alasan dia memiliki pelajaran tambahan.Jadi, Hailley nongkrong hingga sore, ditemani Mike. Meski begitu, gadis itu tidak banyak curhat pada Mike.Mereka hanya duduk diam, merenung sendiri-sendiri. Angin kencang menerpa wajah Hailley membuat gadis itu kembali teringat kata-kata ibunya sebelum dia disuruh pulang sesegera mungkin.“Hailley, dengarkan Mommy. Mommy terpaksa melakukan ini semua! Mommy tidak punya uang lagi. Untuk kembali pada daddy-mu itu tidak mungkin. Kita sudah berakhir lama sekali. Itupun juga karena mommy yang salah sudah meninggalkan daddy-mu.Lalu ada pria ini, yang melamar mommy. Dia bisa menunjang hidup mommy. Hanya saja, dia hanya bersedia menerima seorang istri, tidak dengan anak-anaknya. Jadi, karena inilah, Mommy terpaksa memintamu tinggal bersama Daddy-mu.”“Ck! Sudah kuduga! Mommy tega! Kau m
Hailley semakin sakit hati.Kenapa ibunya menikah tapi tidak memberitahunya?Dan benarkah perkiraan oma-nya tadi?“Tidak! Aku harus mencaritahu!”Hailley menekan nomor Mike dan menghubunginya.Suara di ujung sana menjawab, “Hei, kenapa telpon malam-malam begini? Hpku perlu dicas.”“Aku hanya ingin menanyakan alamat apartemen tempat ibumu bekerja. Bisa berikan padaku?”“Maksudmu, tempat tinggal baru ibumu?”“Iya.”Hailley teramat sesak rasanya ektika menjawab pertanyaan Mike. Dia sendiri tak pernah menyangka akan menanyakan alamat ibunya pada orang lain.Di sisi lain, hati kecil Hailley masih tak percaya.Setelah Mike mengirimkannya alamat, Hailley memaksa diri untuk tidur, meski itu sulit sekali. Di benaknya sudah terukir rencananya untuk esok hari. ***Hailley memang berangkat ke sekolah dengan mobil dari Opa. Tiba di sekolah, dia turun dan menunggu di gerbang dalam, sampai mobil pergi, Hailley pun keluar lagi.Tapi tepukan di bahunya membuatnya terkejut. Saat dia men
Sudah berminggu-minggu berlalu dengan Hailley dibawa pulang Oma ke Singapura.Sekalipun terasa melegakan karena tidak ada lagi tekanan dari gadis itu, tetap saja rumah yang sempat dihuni 3 orang, lalu berkurang satu, terasa sepi.Sedikit banyak Darline juga merindukan Hailley. Andai Hailley tidak bermasalah, dia pasti dengan senang hati menjadi ibu sambungnya.“Hei, perutmu seperti tidak bulat.”Suara Hayden tiba-tiba membuyarkan lamunan Darline ketika malam itu mereka menonton TV bersama sambil berpelukan.“Eh, iya ya, Mas. Terasa seperti kram. Oh, ini baby nya lagi bergerak kali. Kayak ada yang mendorong dari dalam.”Hayden gegas bangun untuk melihat apa yang terjadi.Di bagian bawah perut Darline terlihat sesuatu yang kecil tercetak di permukaan perut.Benar kata Darline, baby sepertinya sedang mendorong dari dalam. “Sepertinya dia pegal, jadi sekarang sedang stretching,” canda Hayden sambil memeragakan stretching ala baby yang di bayangkannya sendiri. Darline sampai tertawa dibuat
“Halo, Mom, ada apa yang terjadi?” Hayden tidak merasa perlu berbasa basi lagi. Dia langsung menunjukkan bahwa dia sudah mengetahui semuanya. “Oh, berarti kamu sudah tahu bahwa Mom membawa Hailley ke Singapura?” “Iya, Darline baru saja menelpon.” “Oh, bagus kalau begitu. Mom mengambil keputusan ini karena istri kamu itu tidak terlihat keinginannya untuk mengurus cucuku. Dia seringkali menindas Hailley!” “Menindas bagaimana, Mom? Setahuku justru Darline sudah sangat bersabar dalam menghadapi Hailley. Sikap Hailley sering kasar. Bukan saja pada Darline, tapi pada siapa saja. Tapi Darline dengan sabar mendidiknya. Dia memang tidak mengabulkan semua keingingan Hailley, tapi aku tahu Darline melakukan semua itu untuk kebaikan Hailley.” “Omong kosong, Hayden! Itu sih hanya akal-akalannya saja agar kau tidak mengira dia menindas Hailley. Mana mungkin dia bisa seperti itu karena Hailley kan bukan darah dagingnya. Maka dari itu, mom membawa Hailley pulang ke Singapura. Mom tidak rela ji
Brak!!!Hailley bangkit dari duduknya dengan mendorong kursi sekuat tenaga.Gadis itu tak jadi makan dan kembali ke kamarnya.Tiba di kamar, Hailley mengeluarkan ponsel dan mengirim pesan pada Hayden.[Daddy, aku nggak mau tinggal sama-sama istrimu lagi! Dia keterlaluan! Dia sering mengejekku! Dia itu nggak pantas jadi istri daddy. Lebih nggak pantas lagi jadi penggantinya mommy!Aku benci dia! Kalau daddy benaran sayang padaku, kalau daddy benaran ingin menjadi ayah yang baik untukku, daddy harus meninggalkannya! Aku nggak mau tinggal di sini lagi, selama dia masih di sini!!!]Setelah mengirim pesan, Hailley terduduk dengan wajah cemberut. Kedua matanya basah akan air mata dengan pinggiran matanya menjadi merah.Dia benar-benar marah dan membenci Darline.Diliriknya lagi ponsel di tangan. Kenapa daddy nggak balas-balas, sih?Hailley semakin kesal.Tepat saat dia melempar ponsel itu, balasan dari ayahnya masuk.[Maafkan istriku kalau dia sering mengejekmu. Tapi aku yakin Darline hanya
“Hailley! Kenapa kamu harus sekasar itu pada seseorang? Dia hanya bertanya!”Bukannya menyesali, tapi Hailley malah menjawab acuh, “Apaan sih, Dad? Ngapain dia tanya-tanya? Kenal juga nggak!”“Hailley, dia bertanya karena melihat wajahmu seperti kurang sehat.”Saat Darline menjelaskan, Hailley bertambah murka. Daddy yang menegur saja dia tak terima, apalagi saat Darline yang menegur. Tidak mungkin dia bisa terima.“Mana ada kurang sehat? Mukaku beginilah! Dia saja yang caper! Cari-cari perhatian! Cuih!”Tak enak pertanyaannya ditanggapi seperti itu, pelayan tadi pun berkata, “Maaf, Nona. Saya tidak sengaja.”“Tidak sengaja, tidak sengaja! Tugasmu itu hanya melayani customer, ngapain pake-”“HAILLEY!”Hayden benar-benar murka. Perilaku Hailley tidak bisa dia tolerir lagi. Sekalipun Hailley adalah putrinya, tapi dia tidak bisa menerima sikap kurang ajar seperti itu.Apalagi Hailley meremehkan pelayan.“Kalau kamu tidak bisa berkata yang baik, maka lebih baik kamu diam!”“Daddy! Aku ngga
“Kamu beneran nggak mau ikut Oma ke Singapura? Di sana kamu tinggal sama Oma, nemenin Oma lho, Hailley.”Oma Jenny tak mengira jika Hailley akan menolak ajakannya.Dia jadi bersedih.“Iya, Oma. Aku di sini aja dulu. Sudah daftar sekolah juga.”“Oh, ya sudah. Baiklah. Oma akan datang lagi bulan depan. Kamu baik-baik di sini ya?”“Iya, Oma.”“Kalau istri daddy-mu itu menindasmu, laporkan pada oma. Akan oma adukan pada daddy-mu,” bisik Oma Jenny saat sedang menyusun isi kopernya.Hailley mengangguk dengan hatinya membatin sengit, ‘Tentu saja, Oma. Aku nggak mungkin sebodoh itu membiarkan dia menindasku. Malahan aku yang akan menindasnya. Tapi di belakang Daddy tentunya!Karena mommy sudah beratus-ratus kali mengingatkanku untuk menjaga sikap di depan Daddy. Tapi mommy tak pernah memintaku bersikap baik pada istrinya daddy.So, kalau aku nggak bersikap baik pada Darline, aku nggak bisa disebut melanggar perintah mommy juga, kan?’Hailley tersenyum licik pada dirinya sendiri.Pada akhirnya,
“Astaga, Mas! Apa di rumah kurang?”Pertanyaan polos Darline membuat Hayden terkekeh. Setelah itu, mereka selesai bertelpon dengan Hayden meminta Darline lekas berganti pakaian.Dia sendiri langsung menekan nomor ibunya untuk memberitahu perihal jamuan makan malam yang akan dia hadiri bersama Darline.Tidak butuh waktu lama, panggilannya dijawab sang ibu.“Ya, Hayden? Ada apa menelpon di jam begini?” sambut ibunya dengan suara teramat lembut.“Ini, Mom, aku ada jamuan makan malam dan akan mengajak Darline. Mom menemani Hailley dulu di rumah, tidak apa-apa kan?”“Oh, iya, tentu. Bagus juga kamu mengajak Darline keluar. Seharian ini dia di rumah tidak mengerjakan apa-apa. Bahkan dia juga tidak masak makan malam.”Niat ibunya untuk mengadu, tidak mendapatkan perhatian dari Hayden.“Ya, nanti mom delivery saja. Atau mau aku yang pesankan?”“Ah, nggak usah. Biar Mom minta Hailley saja yang pesankan. Dia pintar menggunakan aplikasi online.”“Oh, oke, Mom. Begitu juga bagus.”Selesai menelpo