Share

49. Minta Ijin pada Mama

last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-24 13:57:55

"Lo gak ngantor? Nanti istri lo nyariin, Dhu." Aku menyesap kopi susu buatan Hakim. Dia anak bujangan yang pintar sekali meracik kopi karena Hakim pernah ikut kursus selama dua bulan. Ia pun punya cafe kopi kecil di daerah Depok karena memang sesuka itu Hakim dengan kopi.

"Ngantor, tapi siang. Gue ada meeting jam sepuluh di Sudirman. Sebelum meeting, gue mau mampir ke rumah mama. Gue mau bilang kalau gue mau cerai aja." Hakim tertawa mendengar ucapanku yang antusias, sedangkan aku hanya bisa berdecih sebal.

"Lo puas banget liat gue sial!" tawa Hakim semakin menggelegar.

"Sorry, soalnya nasib lo itu tragis, Dhuha. Ya udah, semoga mama lo ngerti. 😂Gue cabut dulu." Hakim pun pergi dengan mobil sport nya. Aku kembali menghabiskan kopi yang tersisa seperempat. Setelahnya, aku langsung memesan taksi online. Pakaian kerjaku masih ada di rumah mama. Sehingga aku berganti pakaian nanti di sana saja.

Jam sudah berada di angka delapan lebih lima belas menit. Aku sampai di rumah mama dengan
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (7)
goodnovel comment avatar
Yeyet Nurhayati
yaaah Thor kenapa hrs kena jebakan juga sih
goodnovel comment avatar
Eli Mirza
kabuurr dhuhaaa ga beres
goodnovel comment avatar
Saida Fithria
ciyusss...aq berdoa semoga dhuha ga semper nyentuh luna......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   50. Tanda Merah

    Aku tersentak saat ponselku berdering nyaring. Aku berusaha bangun mencari benda pipih itu, tetapi aku merasakan berat pada dadaku. Seketika itu juga aku tersadar, itu adalah tangan Luna yang memelukku. Aku telah tidur dengan Luna dan kini aku pun hanya bisa menyesalinya. Luna tidur dengan lelap di balik selimut merah maron milikku. Ada tanda merah di lehernya, bukan hanya satu, tapi ada banyak dan itu karena kelakuanku. Pelan-pelan aku menyingkirkan lengan Luna agar ia tidak terbangun. Aku tidak siap jika ia bangun dan menatapku dengan tatapan mengejek. Aku bergegas masuk ke kamar mandi sambil membawa ponselku. Benar saja, vendor yang hari ini janjian denganku yang menelepon. "Halo.""Halo, Pak Dhuha, kami sudah jalan ke lokasi. Pak Dhuha ada di mana?""Oh, Pak Rico ya. Ini saya baru saja bangun. Maafkan saya lagi kurang sehat, tadi minum obat. Rupanya malah ketiduran. Saya mungkin terlambat, tapi pertemuan kita hari ini tetap ada ya Pak Rico. Mohon saya ditunggu.""Apa mau di res

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-24
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   51. Mertua Minta Jabatan

    "Eh, suamiku sudah pulang." "Duh, kaget! Kirain kamu udah tidur." Aku mengurut dada karena terkejut. Dalam kegelapan kamar, Luna menyapaku. Sepertinya memang sengaja, buktinya sekarang dia sedang menertawakanku. Segera saja aku menekan saklar lampu. "Mau aku buatkan minum, Mas?" aku menoleh ke belakang dan kali ini, Luna menghampiriku hanya dengan br@ dan kain segitiganya. Padahal kamar ini dingin. Apa ia tidak takut masuk angin? Lagi-lagi aku hanya bisa menghela napas. Aku ambil sarung kotak-kotak yang ada di pinggir ranjang, lalu aku berikan padanya. "Tadi pagi, aku karena pusing, makanya kita bisa bercin t@. Sekarang aku lagi gak pusing, justru aku lagi sadar, sehingga aku gak mau mengulanginya. Pakai itu dan aku gak usah dibuatkan air karena aku mau tidur. Aku capek!" Wajah Luna langsung cemberut. Namun, tumben ia menurut, apa karena ia takut aku tinggalkan. Aku bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Selesai mandi, Luna sudah menyiapkan baju piyamaku di ranjan9. Pa

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-24
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   52. Aini Menata Hati

    PoV Aini"Lauknya apa saja, Mas?" "Lauk ikan tongkol suwir, capcay, sama sambal goreng kentang. Jangan lupa sambalnya ya, Mbak." Aku mengangguk, lalu mengambil semua menu yang diangkat pelanggan warung makan tempat aku bekerja. Alhamdulillah, setelah mulai bekerja dan sibuk mengurus anak-anak, perlahan aku bisa melupakan mas Dhuha. Bukan sepenuhnya, tetapi aku mulai menerima takdir. Langit dan bumi memang tidak akan pernah bisa berdekatan. Jaraknya jauh dan tidak terukur. Aku rasa, mas Dhuha pun tidak akan bisa menemukanku di sini. Ayolah, Aini, sadar. Dhuha udah bahagia dengan istrinya, Luna. Mereka setara dan cocok. Tidak mungkin Dhuha capek-capek mau nyari kamu, gak ada manfaatnya juga. Benar sekali, fokusku saat ini adalah bekerja dan mengurus anak saja. Izzam sudah mulai sekolah di PAUD yang didaftarkan oleh bos Anton. Intan boleh aku bawa saat aku bekerja karena pemilik warung makan ini masih saudara bos Anton. Senangnya hati ini dikelilingi orang-orang baik. "Ini, Mas." A

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-25
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   53. Izzam Sakit

    "Minum dulu obatnya, Nak." Aku memberikan sendok obat sirup pada Izzam. Putraku demam sudah dua hari dan hari ini aku terpaksa ijin tidak bekerja. Aku membawa Izzam ke puskesmas. Untunglah aku tidak pernah telat membayar BPJS meskipun aku hanya bekerja mulung barang bekas dan botol plastik. Sehingga anak-anak cepat aku bawa berobat jika sakit. Intan pun sama. Sebenarnya Intan dan Izzam termasuk jarang sakit, tetapi karena rutinitas harian yang baru, berangkat terlalu pagi dan pulang juga malam hari, sehingga tubuh Izzam masih adaptasi. "Pengen muntah, Bu," kata Izzam sambil menutup mulutnya. "Gak papa, nanti juga hilang. Ini, cium aroma kayu putih, pasti gak pengen muntah lagi." Aku memberikan kayu putih pada Izzam. Anak lelakiku itu pun menurut. "Nonton televisi aja ya, Ibu mau jemur cucian. Kalau mau muntah, panggil Ibu." Izzam mengangguk. Aku berjalan membawa keranjang cucian dari ruang cuci. Sekilas aku melirik kamarku untuk mengecek Intan, apakah masih nyenyak tidur. Untung s

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-26
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   54. Aku Tidak Mau Cerai!

    Di lain tempat, Luna yang seharian melakukan perawatan ke salon, sama sekali belum membuka ponselnya. Jadi, kalimat talak yang dikirim oleh Dhuha sama sekali belum ia baca. Setelah melakukan rangkaian peremajaan diri, ia merasa lebih rileks dan tenang. Meskipun sebenarnya saat ini di kepalanya banyak sekali hal yang harus ia selesaikan. Kring! KringLuna baru tersadar saat nama papanya muncul di layar ponsel. "Halo, Pa.""Halo, Luna, kamu di mana? Ada Dhuha pulang, tapi dia sepertinya sedang memasukkan pakaiannya ke dalam koper. Bibik yang bilang, cepat kamu pulang!""Hah, mas Dhuha... b-baik, Pa, Luna akan segera pulang. Papa please, tahan dulu suami Luna ya!""Oke, tapi cepat." Luna segera menaruh kembali ponselnya ke dalam tas. "Mbak, saya rasa sudah cukup rambut saya di blow-nya. Saya mau pulang, ada urusan. Jadi semuanya berapa?" kata Luna tergesa-gesa. Ia melangkah cepat menuju kasir. "Perawatan saya berapa, Mbak? Atas nama Luna.""Mbak Luna total perawatan dikenakan biaya s

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-27
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   55. Menantu Bukan Tulang Punggung

    "Aku sengaja menahan diri untuk nggak kasi tahu kamu, Mas, karena aku maunya surprise, t-tapi...." Luna terisak. Maria menghampiri menantunya yang masih terbaring di brangkar rumah sakit, tetapi sudah berada di kamar perawatan VIP. Wanita itu tersenyum sambil mengusap kepala menantunya. "Jangan khawatirkan Dhuha. Talaknya tidak berlaku karena kamu sedang hamil." Wanita itu tersenyum penuh haru. Tentu saja, hal ini yang sudah ia nantikan sejak lama. Cucu dari cucu pertama keluarga suaminya. Cucu kebanggaan yang akan meneruskan perusahaan keluarga. "Dhuha akan bersikap manis, Mama yang jamin. Ya kan, Dhu?" Dhuha mengangguk sambil memberikan senyumnya. Wanita itu memanggil putranya untuk mendekat. "Peluk istri kamu. Wanita ini hamil anak cucu keturunan kita. Masalah yang ada saat ini, bisa kita selesaikan secara kekeluargaan. Betul begitu Pak Heri?" Maria menoleh pada besannya. "Anak saya akan membantu sebisanya karena anak saya bukan tulang punggung keluarga istri. Anak saya tidak

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-30
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   56. Kabar Kehamilan

    "Tapi lebih baik jangan yang masih saudara. Mmm... kata bu Santi, ada duda yang senang sama kamu. Anton namanya. Betul begitu?" Aini hanya menyeringai saja. Bu Santi benar-benar ember bocor! Gumam Aini dalam hati. "Oh, itu, Aini belum memikirkan sampai ke sana Opa. Biarlah mengalir begitu saja. Kalau jodohnya, pasti ketemu. Lagian, Aini masih kapok berumah tangga." Aini mengulum senyum. "Opa paham!""Oh, iya, Opa. M-mas Dhuha dan Mbak Luna bagaimana kabarnya?" tanya Aini berbasa-basi. "Luna sedang hamil anak Dhuha. Baru saja ketahuan beberapa hari lalu." Wajah Aini langsung mematung. "Kamu gak papa'kan?""Oh, gak papa, Opa. Alhamdulillah, akhirnya Opa punya cicit beneran." Aini berusaha meredakan gejolak hati yang tak menentu setelah ucapan opa Fauzi. Wanita itu sampai harus mengepalkan tangan agar tidak ketahuan gemetar. "Opa jemput Izzam sekolah dulu, setelah itu, baru Opa ke kantor." "Baik, Opa, maaf sudah merepotkan Opa." Pria paruh baya itu hanya tersenyum saja sambil menga

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-30
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   57. Ponsel Siapa?

    "Dhuha, kenapa kamu belum pilih mau model undangan yang mana? Sudah sepuluh macam Mama kirim ke kamu. Masa gak ada satu pun yang kamu suka. Heran, deh, sama pernikahan sendiri gak semangat!" Dhuha melirik jam dinding di kantornya yang sudah berada di angka sembilan malam. Ia baru saja selesai meeting zoom dan mamanya langsung menelepon begitu ponsel ia aktifkan. "Dhuha terserah Mama aja. Tanya Luna saja.""Kalian ini, Luna bilang tanya kamu karena takut nanti salah kalau pilihan dia." "Nggak, Ma, pilih aja bebas. Mau pake undangan online dan offline bebas. Dhuha mau balik dulu, Ma. Udah kemalaman ini. Udah ya, Ma." Lelaki itu segera memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Berjalan menuju lift dengan langkah tak semangat. Di satu sisi ia bahagia akan menjadi ayah, tetapi rasa bahagianya masih mengganjal. Ada yang tidak beres dengannya, tetapi ia tidak tahu apa. "Malam Pak Dhuha.""Malam Pak Adi." Dhuha menahan kakinya yang baru saja akan keluar dari lobi utama. "Pak Adi sopir o

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-01

Bab terbaru

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   326. Buah Kesabaran

    Hari itu, matahari bersinar lembut, seolah ikut merayakan kebahagiaan yang memenuhi hati Aini dan Dhuha. Kabar kehamilan Aini menjadi hadiah yang tidak pernah mereka sangka akan datang secepat ini. Setelah bertahun-tahun penantian dan berbagai ujian, akhirnya doa mereka terjawab.Setelah meninggalkan klinik, Dhuha tidak henti-hentinya menggenggam tangan Aini. Tatapan matanya penuh dengan cinta dan rasa syukur.“Aku masih tidak percaya, Sayang,” gumamnya sambil mencuri pandang ke arah istrinya yang duduk di sebelahnya di dalam mobil.Aini tersenyum, meski air matanya belum benar-benar kering. “Aku juga, Mas. Sepertinya Allah benar-benar ingin menguji kesabaran kita sebelum akhirnya memberikan anugerah ini.”Dhuha mengangguk. “Dan kamu lulus ujian itu dengan begitu sabar dan tulus.”Aini menatap suaminya. “Bukan cuma aku. Kita berdua.”Sesampainya di rumah, Dhuha langsung menghubungi keluarganya. Maria awalnya tidak percaya, tapi saat Dhuha menunjukkan foto USG Aini, maka wanita paruh b

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   325. Kejutan dari Ria

    Ria berdiri tidak jauh dari meja mereka, mengenakan blouse berwarna pastel dan rok panjang yang anggun. Wajahnya tampak terkejut, tetapi segera berubah menjadi senyum hangat saat ia mendekat."Aku tidak menyangka akan bertemu kalian di sini," katanya sambil menarik kursi kosong di samping Aini.Dhuha hanya mengangguk kecil. Ia masih merasa canggung setiap kali bertemu Ria, mengingat alasan keberadaan wanita itu dalam hidup mereka. Sementara itu, Aini mencoba tersenyum, meski di dalam hatinya ada perasaan tak nyaman yang berputar."Kak Aini, bagaimana kabarmu?" tanya Ria, nada suaranya lembut dan penuh perhatian."Baik, meskipun sedikit tidak enak badan hari ini," jawab Aini sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi.Dhuha menatap istrinya dengan cemas. "Kalau masih merasa pusing, kita pulang saja, Sayang. Istirahat lebih penting."Aini menggeleng pelan. "Tidak apa-apa, Mas. Aku justru senang bertemu Ria di sini."Mata Ria menatap Dhuha dan Aini bergantian. Ia bisa merasakan ketegangan yan

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   324. Ucapan Maria

    Sore itu, langit menguning keemasan, memberi nuansa hangat yang kontras dengan perasaan Dhuha yang penuh beban. Ia melangkah menuju rumah besar yang sudah sejak kecil ia tinggali, rumah tempat ibunya, Maria, menunggunya dengan segudang pertanyaan yang selalu ia hindari."Duduklah, Nak," Maria mempersilakan putranya duduk di kursi teras yang nyaman. Di hadapannya, teh melati mengepul, menebar aroma menenangkan. Namun, Dhuha tahu, pembicaraan kali ini tidak akan senyaman teh itu."Apa kabar, Ma?" tanya Dhuha, mencoba mencairkan suasana. Pria itu membuka sepatunya, sekaligus melepas dua kancing kemeja abu-abunya paling atas. "Mama sehat, kamu minum dulu!" Dhuha mengangguk. Mengambil teh melati yang aromanya sangat sedap itu. "Mama bikin pisang goreng?" "Bukan, bibik yang masak. Kamu cuci tangan dulu sana, kalau mau makan pisang goreng." Dhuha mengangguk dan langsung masuk ke dalam rumah. Ia mencuci tangan di wastafel ruang tengah. "Keliatannya Mama sehat, ada apa Mama panggil aku ke

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   323. Bertemu Izzam dan Intan

    Aini meraih tangan Alex dan menjabatnya pelan. Kesepakatan ini mungkin bukan yang terbaik baginya, tapi setidaknya ini adalah langkah awal untuk bisa kembali dekat dengan anak-anaknya."Terima kasih, Mas," ucapnya dengan suara nyaris berbisik.Alex mengangguk tanpa ekspresi, sementara Zita masih menampilkan senyum ramahnya. Dhuha yang duduk di samping Aini tetap tenang, meskipun tatapannya sesekali bergeser pada Zita, menilai bagaimana wanita itu bersikap."Kapan aku bisa mulai bertemu mereka?" tanya Aini hati-hati.Alex menatap Zita sejenak, seolah meminta pendapatnya."Bagaimana kalau akhir pekan ini? Hari Sabtu setelah makan siang? Kita bisa bertemu di taman dekat rumah," usul Zita."Anak-anak pasti senang sekali," tambahnya masih dengan senyum yang sama. Aini tersenyum lega. "Baik, aku akan datang."Percakapan pun berlanjut dengan membahas hal-hal ringan mengenai kegiatan anak-anak. Zita dengan santai bercerita bagaimana Intan kini semakin menyukai menggambar dan Izzam mulai tert

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   322. Berdamai dengan Takdir

    Mobil sedan hitam itu berhenti di halaman rumah besar dengan taman yang tertata rapi. Anton menatap bangunan megah itu dengan napas berat. Sudah lebih dari sebulan Amel tinggal di sini, di rumah orang tuanya, meninggalkan rumah mereka yang seharusnya menjadi tempat membangun kebahagiaan bersama.Anton turun dari mobil, mengetuk pintu dengan sedikit ragu. Tak lama, seorang asisten rumah tangga membukakan pintu.“Masuklah, Mas. Mbak Amel ada di ruang tamu,” katanya dengan sopan.Anton melangkah masuk, mendapati Amel duduk di sofa, wajahnya dingin tanpa ekspresi. Sejujurnya, ia sudah mengira istrinya akan bereaksi seperti ini.“Assalamualaykum, Amel…” Anton membuka suara, suaranya bergetar. Kakinya melangkah pelan, sesekali melirik ruang tengah yang besar itu teramat sepi. Amel duduk di depan televisi dengan tatapan kosong. "Amel," panggil Anton lagi. Amel menoleh sekilas, lalu kembali menatap layar ponselnya tanpa minat. “Ada perlu apa datang ke sini?” tanya wanita itu sinis. Anton m

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   321. Bertemu Alex

    Pagi harinya, Aini bangun dengan tubuh lebih segar, meski pikirannya masih penuh dengan pertanyaan yang belum terjawab. Setelah menunaikan salat subuh berjamaah dengan Dhuha, ia menyiapkan sarapan sederhana berupa roti panggang dan omelet.Dhuha duduk di meja makan sambil menggulir layar ponselnya. Sesekali ia menatap Aini sambil tersenyum. "Aku selalu senang kalau lihat rambut kamu basah." Aini yang sedang mengangkat roti dari panggangan, langsung menoleh ke belakang. "Dih, dingin tahu!" balasnya sambil tersipu malu. Malu bila ingat kejadian semalam, ia yang terlalu bersemangat sampai mereka berdua jatuh dari ranjang. Suara tawa Dhuha menggema. "Tapi aku suka sama yang semalam. Boleh diulang dia hari lagi ha ha ha.... ""Emmoh!" Aini menaruh piring yang sudah ada roti panggang coklat di depan suaminya. "Diulang gerakannya, bukan jatohnya, ha ha ha... huk! huk!""Makanya jangan iseng, jadinya tersedak!" Aini memberikan air putih pada suaminya. "Maaf, Sayang, kenapa sih, aku selal

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   320. Siapa Wanita Itu?

    Aini menghapus air matanya dengan ujung jari, berusaha menenangkan diri. Dhuha masih menggenggam tangannya erat, memberikan kehangatan di tengah gemuruh emosinya. Dari kejauhan, ia memperhatikan Intan dan Izzam berjalan masuk ke dalam gerbang sekolah, sesekali menoleh ke belakang untuk melambaikan tangan pada wanita yang mengantar mereka.Siapa dia? Wanita itu tersenyum hangat, begitu akrab dengan Intan dan Izzam. Aini menelan ludah. Ada perasaan aneh yang menjalar di hatinya—perasaan kehilangan yang semakin nyata. Wanita yang sama persis dengan yang ada di media sosial Alex tempo hari. Apa wanita itu sudah menjadi istri Alex? "Mas, aku ingin tahu siapa dia," gumamnya pelan, hampir seperti bisikan.Dhuha menoleh ke arahnya, menatap dengan mata penuh pengertian. "Kalau kamu penasaran, kita bisa cari tahu. Tapi kamu harus siap dengan jawabannya."Aini menarik napas panjang. Apakah ia benar-benar siap? Ia tidak tahu. Namun, melihat bagaimana anak-anaknya terlihat nyaman dengan wanita it

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   319. Rindu Intan dan Izzam

    Maria menatap Miranti lekat-lekat, memastikan bahwa gadis itu benar-benar yakin dengan keputusannya. Sejak awal, ia tidak pernah membayangkan akan ada seseorang yang begitu rela mengorbankan dirinya seperti ini.“Tante akan bicara dengan Dhuha dan Aini,” ulang Maria, memastikan Miranti tidak berubah pikiran.Miranti mengangguk. “Terima kasih, Tante. Saya siap menghadapi mereka kapan pun. Kami hanya perlu bicara dari hati ke hati. Apapun nanti jawaban Aini dan Dhuha, saya juga gak keberatan."Maria menyandarkan punggungnya ke kursi. Pikirannya mulai mencari cara terbaik untuk menyampaikan hal ini kepada putranya dan menantunya. Aini mungkin masih belum sepenuhnya terbuka terhadap gagasan ini, meskipun ia sendiri yang mengusulkannya. Dhuha? Maria yakin putranya masih berada dalam fase menolak.Namun, waktu terus berjalan.Setelah makan siang mereka selesai, Maria dan Miranti berpisah. Namun, bagi Maria, ini bukan akhir, melainkan awal dari perjalanan yang lebih rumit. Apa Dhuha akan set

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   318.

    Aini terdiam mendengar syarat yang diajukan Dhuha. Matanya menatap suaminya, mencari keyakinan di balik permintaannya."Satu tahun, Mas?" ulangnya pelan.Dhuha mengangguk. "Iya, Ai. Kita sudah menunggu sejauh ini. Aku ingin kita memberi waktu untuk pernikahan kita lebih matang sebelum kita mengambil keputusan sebesar ini. Lagipula, dokter bilang kamu masih punya peluang hamil secara alami. Kenapa kita tidak mencoba lebih lama? Kamu bukan tidak bisa hamil, tapi memang belum waktunya. Sayang, aku ingin kita benar-benar yakin akan langkah yang ke depannya kita tempuh ini. Termasuk segala hal berkaitan dengan dampaknya, terutama mama."Aini menggigit bibirnya. Ia tahu suaminya tidak sepenuhnya setuju dengan usulannya, tapi setidaknya Dhuha tidak langsung menolaknya mentah-mentah. Ini sudah lebih baik daripada tidak ada kompromi sama sekali.Ria, yang sejak tadi memperhatikan mereka, akhirnya ikut angkat bicara. "Menurut saya, keputusan Mas Dhuha masuk akal, Kak Aini. Ini bukan hal kecil.

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status