Home / Romansa / Malam Penuh Topeng / Rumah Kecil Hiraya (Bagian 1)

Share

Rumah Kecil Hiraya (Bagian 1)

Author: Yuan
last update Last Updated: 2024-04-07 11:00:24

Diora membuka pintu rumah Hiraya, menghela nafas ketika menyadari bahwa itu tak terkunci. Temannya memiliki sebuah kebiasaan dimana dia lupa untuk menutup pintu rapat-rapat sebelum dia pergi. Gadis itu sangat yakin bahwa dia tengah berada di rumah pamannya, membantu pekerjaan rumah.

Atau dia harus mengatakan bahwa Hiraya adalah salah satu pembantu di dalam rumah tersebut. Temannya itu akan kembali ketika sore tiba. Satu-satunya saat dimana dia tak berada disana adalah ketika makan pagi. Dimana yang lain mengambil alih. Namun Hiraya harus tetap berada disana hingga sebelum makan malam nanti.

Diora membenci keluarga paman temannya dengan sepenuh hatinya.

Waktu telah mencapai pukul lima ketika gadis itu kembali, membuka pintu tanpa mempertanyakan banyak hal, bahkan ketika dia melihat temannya merebahkan diri di tempat tidurnya.

“Kau lupa mengunci pintumu,” tegurnya.

Hiraya menoleh pada pintunya, kenop terbuka tanpa kunci. “Tak ada barang yang bisa diambil disini,” ujarnya. “Aku tak memiliki barang berharga sama sekali.”

“Tapi itu berbahaya, Aya,” dia bersikeras. “Setidaknya kau harus menguncinya jika tak ingin menggemboknya.”

Dia memperhatikannya, pikiran temannya tampak begitu berkecamuk ketika dia duduk dan memainkan kukunya. “Mungkin aku harus mulai menguncinya,” dia berbisik, menghela nafas.

Itu membuatnya sedikit lebih takut. “Apa?” sahutnya. “Seseorang mengancammu?”

“Bukan mengancam,” dia meyakinkan. “Ada sesuatu yang tak kuceritakan padaku,” ucapnya, mencoba mengakui sesuatu. “Tentang tadi malam.”

Diora mengernyitkan dahi, berpindah untuk duduk dan menegakkan punggungnya. Dia menatap gadis itu, menunggunya untuk mengatakan sesuatu. Dia tak tahu apa yang terjadi padanya setelah Julian membawanya pulang, sementara Hiraya mengatakan bahwa dia akan tetap berada disana.

Dia mengikuti ceritanya — ketika dia bertemu dengan seorang laki-laki asing bertopeng dan berdansa dengannya. Dan Diora dapat melihat dari pipi merahnya bahwa ada sebuah perasaan yang tak dia ceritakan. Bahkan hingga mereka tiba di saat ketika gadis itu telah sendirian dan bertemu lagi dengannya.

Hiraya berhenti ketika dia mengatakan bahwa laki-laki itu menciumnya.

“Lalu?” tuntutnya. “Lalu apa?”

Gadis itu menggelengkan kepala. “Kau tak perlu tahu untuk ini,” ucapnya. Diora menatapnya, tak percaya. “Aku serius. Aku yakin ibumu takkan menghargai bahwa aku mengatakan sesuatu yang tak pantas.”

“Sebuah ciuman?”

Dia melihatnya menutup mata, menghela nafas. “Sesuatu seperti itu.”

Mistwatcher itu memperhatikannya, mata memicing. “Aku tak mempercayaimu.”

“Kau harus,” ucapnya. “Karena aku takkan mengatakan apapun lagi.”

Dia menghela nafas, mengalihkan pandangan, menyerah. Jika Hiraya takkan mengatakan apapun padanya, dia takkan tahu apapun — temannya sangat mahir menghindar jika dia tak menginginkan sesuatu. 

“Dia ingin bertemu denganku lagi,” dia mengakui. “Aku seperti mendengarnya memanggilku tadi siang. Walaupun aku sedikit ragu, tapi aku yakin itu adalah dia.”

“Apa yang membuatmu yakin?”

“Karena aku tak menyebutkan nama lengkapku,” ujarnya. “Dan dia memanggilku dengan sebutan Aya — itu adalah yang kukatakan padanya.”

Diora mengernyitkan dahi. Dia begitu yakin bahwa jika Hiraya menjadi seorang debutante, akan ada banyak yang tertarik padanya. Paman dan bibinya tahu akan hal itu, jadi mereka menguncinya dari orang-orang.

Hiraya bisa saja memberikan laki-laki itu nama aslinya dan menggunakannya untuk membawanya pergi dari situasinya sendiri. Kenapa dia tak melakukan itu?

Namun dia yakin temannya itu memiliki alasannya sendiri, yang mungkin sedang dia sesali karena semakin membuat rumit permasalahannya.

“Aku tak mengira dia akan mencariku,” bisiknya. “Saat itu–”

Diora menunggunya melanjutkan. “Saat itu apa?”

Hiraya menoleh padanya, menghela nafas. “Kukira tak ada yang seharusnya terjadi setelah itu,” dia menangkup tangan ke kepala. “Kukira laki-laki juga tak menginginkan hal itu diingatkan pada mereka.”

Gadis itu merebahkan dirinya, menyerah. Dia takkan memahami rentetan Hiraya jika temannya itu tak menjelaskan lebih banyak. Namun dia hanya bisa mendengarkan. Lagipula, temannya itu seperti membutuhkan teman bicara lebih dibanding dia.

Dia memikirkan malamnya sendiri, ketika laki-laki bertopengnya berdansa dengannya. Samar-samar, dia merasa bahwa dia seharusnya mengenali taring kentara yang menjadi dua dari giginya. Dia merasa bahwa dia seharusnya mengenali tawanya.

Diora merasa bodoh karena terlalu memikirkan itu.

Mungkin benar kata Hiraya. Dia seharusnya tak memikirkan apapun soal malam itu. Dia tak ingin menjadi seperti orang yang mengejarnya. Tapi dia begitu merasa familiar dengan orang itu hingga dia merasa begitu penasaran.

“Kau tak mengalami apapun ‘kan?” tanya temannya. “Julian langsung menjemputmu ‘kan?”

Dia tertawa kecil, mengalihkan pandangan.

“Diora,” panggilnya. “Ada apa?”

“Tidak ada,” sahutnya, terlalu cepat hingga Hiraya menaikkan alis. “Tidak ada, tidak ada yang terjadi.”

“Diora, kau harus mengatakan pada seseorang jika ada yang terjadi,” dia menyaran. “Kau tahu bahwa kau akan membutuhkan perlindungan.”

“Dia tak melakukan apapun,” ucapnya, tanpa sadar membelanya. “Aku hanya menganggapnya familiar, itu saja. Sangat aneh karena aku tak mengingatnya dimanapun.”

“Mungkin kau mengenalinya dari suatu tempat?” dia menyarankan. “Dari kedai teh atau tempat yang pernah kau kunjungi?”

Gadis itu menggelengkan kepala. “Aku tak yakin,” bisiknya. “Seharusnya bukan disana. Kau tahu perasaan ketika kau bertemu dengan teman lamamu, namun kalian berdua sudah lama berubah dan tak mengenali satu sama lain?”

Hiraya menghela nafas. “Aku tak memiliki teman lama, Di,” ucapnya. “Aku hanya memiliki satu dan itu adalah kau. Aku tak bisa membayangkan perasaan itu bahkan ketika kau memintaku.”

Diora mengalihkan pandangan, menunduk. Topeng dan tangan yang menggenggamnya terasa asing malam itu. Namun dia dapat melihat matanya, binar senyum ada disana seolah tak pernah pergi. Dia berusaha memaksa dirinya untuk mengetahui darimana dia mengenalinya. Namun gagal.

Bahkan ketika dia berusaha keras untuk mengenali darimana rasa familiar itu berasal, dia akan terus gagal dan gagal. Kakinya bergoyang ketika dia duduk, sarat penuh rasa sedih.

Mungkin itu adalah wajah kecewanya.

Mungkin itu adalah kegalauannya yang terasa hingga ke Hiraya.

Temannya itu berjalan ke arahnya, duduk di sampingnya. Dia mengusap rambutnya dengan hati-hati. “Ceritakan padaku tentang laki-laki ini,” pintanya. “Mungkin itu akan memperbaiki hatimu.”

“Entahlah,” dia berbisik. “Aku tak tahu harus mulai darimana. Aku bahkan tak mengenalnya. Yang kutahu hanyalah dia berdansa denganku.” 

Dan matanya.

Dan senyumnya.

Diora menghela nafas kembali, menyandarkan kepala pada pundak temannya, yang kemudian mengusap lengannya, menenangkan.

“Tak apa,” ucapnya. “Kau akan menemukannya.”

“Apa yang membuatmu begitu yakin?”

Hiraya berkedip, mengalihkan pandangan. “Entahlah,” bisiknya. “Aku hanya tahu.”

Diora membaringkan tubuhnya sendiri, menatap langit-langit usang ruangan kecil temannya. “Aku tak ingin mencarinya,” bisiknya. “Dia terlalu tak pasti, terlalu–” dia menghela nafas. “Aku tak ingin mempertaruhan waktuku.”

Hiraya menatapnya, mengangguk. Dalam diam temannya, dia yakin sekali bahwa dia mengerti.

Related chapters

  • Malam Penuh Topeng   Rumah Kecil Hiraya (Bagian 2)

    Hiraya memperhatikan Diora yang kini terbaring di ranjangnya, matanya kosong penuh rasa sedih dan penasaran. Dia merasa gagal berempati dengan temannya sendiri, namun dia tak bisa memaksakan dirinya untuk mengatakan bahwa dia mengetahui perasaannya.“Bagaimana kau bisa melakukan itu?” tanya Diora, membuatnya menoleh kembali padanya, bergumam penuh pertanyaan. “Bersikap seolah tak terjadi apapun.”Dia tidak.Sudah semenjak pagi tadi dia menyesali apa yang terjadi bersama Alaric — mencoba menghapusnya dari ingatan dan mengalihkan perhatiannya. Walaupun dia merasa bahwa laki-laki itu menemukannya tepat ketika dia berjalan menuju rumah pamannya.Dia memberikan selamat pada dirinya sendiri ketika berhasil menghindar. Ketika dia tak menggubris pan

    Last Updated : 2024-04-07
  • Malam Penuh Topeng   Rumah Kecil Hiraya (Bagian 3)

    Ketika dia membuka mata, Hiraya mendapati dirinya kembali ke taman, lampu-lampu yang temaram menyala di sekitarnya, sementara gemerisik dedaunan berbisik ketika dia berjalan melewatinya.Taman memiliki jalur setapak yang sedikit sempit, namun tak mustahil baginya untuk berjalan sementara dia berada di dalam gaunnya. Dia tak memahami apa yang membawanya kemari, mengernyitkan dahi sementara matanya berusaha melihat melalui lampu temaram.Dia dapat menyadari sebuah ruang terbuka di ujung lorong dedaunan, memperhatikan seorang laki-laki yang berdiri di tengahnya. Pakaiannya hitam, lebih gelap dari rambutnya yang kecoklatan.Ketika dia berbalik, Alaric tersenyum padanya, mengulurkan tangan.Dan Entah kenapa, Hiraya mendapati dirinya menerima uluran itu, membalas senyumannya s

    Last Updated : 2024-04-08
  • Malam Penuh Topeng   Rumah Kecil Hiraya (Bagian 4)

    Hiraya tak mengharapkan apapun bahkan hingga esok harinya, dimana dia berjalan kembali ke rumah pamannya, membawa keranjang makanan seperti biasa. Dia berpikir untuk mengenakan tudung hanya agar tak dikenali, namun justru mengurungkan niat.Untuk apa dia menyembunyikan identitasnya?Seharusnya seperti itu, kecuali dia melihat seorang asing berdiri di dekat gerbang, tangannya menggenggam kekang kuda seolah tengah menunggu. Dan Hiraya berdoa bahwa yang ditunggu bukanlah dia.Laki-laki itu menoleh, binar mata berseri ketika melihatnya. “Aya.”Gadis tersebut berjengit, mengingat jelas suara yang memanggilnya tersebut. Dia menoleh pada Alaric, yang menatapnya penuh harap. Dia seharusnya tak menggubrisnya — tepat seperti kemarin. Namun entah kenapa, Hiraya me

    Last Updated : 2024-04-08
  • Malam Penuh Topeng   Kediaman Mistwatcher (Bagian 1)

    Hiraya memperhatikan gaun di depannya. Dengan datangnya undangan itu, dia telah menganggap bahwa baik Julian dan Diora mengharapkan kedatangannya. Namun yang datang adalah seorang kurir — membawakan sebuah kotak berisi gaun dan sepatu, memastikan bahwa dia akan mengenakan pakaian yang setidaknya layak.Dia menoleh pada jendela, menatap matahari yang semakin turun.Sebentar lagi, dia akan diharapkan untuk berada di kediaman Mistwatcher, datang dengan pakaiannya yang sekali lagi dipinjamkan untuknya. Ada sedikit rasa malu di dalam diri, menjalar hingga tangan yang meremas erat gaun tersebut.Kepala keluarga Mistwatcher adalah seorang marquess. Jika dia pergi, Alaric mungkin akan berada disana. Tapi jika dia tidak, gaun yang dikirimkan padanya akan terasa sia-sia. Dia juga harus menghadapi rasa kecewa dari temann

    Last Updated : 2024-04-09
  • Malam Penuh Topeng   Kediaman Mistwatcher (Bagian 2)

    Selalu ramai setiap kali sang ibu mengadakan pesta di rumahnya. Ada sebuah rasa sesak ketika dia melihat begitu banyak orang-orang, namun dia terus tersenyum pada mereka, membiarkan para debutante yang mengarah padanya, berusaha menarik hati, melayangkan kipas mereka.Diora berdiri di sampingnya, tersenyum pada para bangsawan yang memperhatikan mereka. Adiknya masih menggenggam minuman yang dia ambil, setengah penuh karena sedikit dia teguk.“Kau harus mengajak salah satu dari mereka berdansa,” dia menyarankan. “Aku yakin Ibu sedang mengawasimu, dia akan ingin kau setidaknya berdansa dengan satu orang.”“Aku tak tahu apa yang kau bicarakan.”“Kau menghindari mereka, Kakak,” sahutnya, masih tersenyum ketika beberapa memperha

    Last Updated : 2024-04-09
  • Malam Penuh Topeng   Kediaman Mistwatcher (Bagian 3)

    Hiraya membawa dirinya sendiri berjalan-jalan di taman, berusaha untuk tidak berada terlalu jauh dari balkon atau orang-orang yang berdiri dan berkumpul di sekitar. Dia tak menginginkan kejadian yang sama dengan yang dia alami dengan Alaric beberapa hari sebelumnya.Alaric.Dia merasakan sesuatu yang lain setelah mereka berdua bertemu — bahwa hidupnya seolah terpatri padanya. Apapun yang Hiraya lakukan, dia akan selalu terpikir akan dia. Bayang-bayang tentang bagaimana jika menghantui setiap langkahnya.Bagaimana jika dia mengatakan yang sebenarnya?Bagaimana jika dia tak mengelak?Bagaimana jika dia mengenali Alaric?

    Last Updated : 2024-04-10
  • Malam Penuh Topeng   Kediaman Mistwatcher (Bagian 4)

    Diora terduduk di bangku teras, sementara musik baru saja berhenti mengalun, dan dia merasakan sebuah pergerakan di belakangnya. Dia menoleh pada temannya, tersenyum kecil.“Kau terlihat menikmati pesta ini,” ucapnya. “Apa kau tak lagi takut jika paman atau bibimu menyadari bahwa kau ada disini.”“Sejujurnya,” ucap Hiraya, duduk di sampingnya. “Aku sedikit takut.”“Oh?” temannya menaikkan alis, memperhatikannya. “Tapi kau terlihat sangat menikmati pesta ini,” dia bersikeras. “Kau berdansa dengan dua orang.”Hiraya menghela nafas. Dia memikirkan Abraham Rosemeijer yang tadi baru saja berdansa dengannya. Dan bagaimana, bahkan dalam waktu singkat mereka, dia merasa bahwa tak ada yang bisa me

    Last Updated : 2024-04-11
  • Malam Penuh Topeng   Teman yang Asing (Bagian 1)

    Alaric tengah berada di dekat jendela, tangannya menggenggam sebuah gelas berisi minuman penuh yang belum dia teguk. Dia dapat melihat Hiraya berdansa dengan seseorang tadi malam, dan tentu saja dia akan mengenali Tuan Rosemeijer dimana pun dia berada.Dia mengenalinya ketika dia datang ke Firedale untuk pertama kali, mencoba peruntungan bisnis dan membawa banyak sekali orang-orang di klub menuju jalannya. Entah berhasil atau tidak, pangeran itu tak tahu.Namun jika Hiraya ingin berurusan dengannya, dia merasa bahwa dia tak bisa mencegahnya — rela atau tidak.Atau mungkin dia harus menampakkan diri dan mengambilnya kembali. Abraham Rosemeijer tidak memiliki kesempatan apapun jika itu adalah sang putra mahkota. Dia bisa saja melakukan itu jika dia adalah seseorang yang egois, atau dia bisa saja melakukannya jik

    Last Updated : 2024-04-12

Latest chapter

  • Malam Penuh Topeng   Epilog

    Enam tahun kemudianBloomingflame adalah sebuah pedesaan yang sangat sunyi. Begitu sunyi hingga bahkan teriakan Hiraya dapat terdengar malam itu.Sang putri mahkota telah memutuskan untuk menghabiskan masa kehamilannya yang kedua di rumah ibunya, mengulang apa yang Viscountess Clearwing alami selama dia memilikinya.Sang putra mahkota berada di luar, menggendong putra mereka yang dalam diam mengkhawatirkan ibunya.“Dia akan baik-baik saja,” Alaric meyakinkan. “Ibumu adalah orang yang kuat. Dia akan melahirkan adikmu dan segera kembali pada kita.”Vien menganggukkan kepala, namun terus mengeratkan pelukannya pada sang ayah, meneteskan air mata ketika mendengar ibunya berteriak kembali.

  • Malam Penuh Topeng   Pada Akhirnya (Bagian 3)

    Pesta dansa terakhir berada di Flarevana, tepat di kediaman putra sang duke dan istrinya — Dimitri dan Diora Fernthier.Itu berarti bahwa mereka yang diundang akan pergi dan diberikan penginapan selama mereka tinggal untuk pesta dansa tersebut. Termasuk pada putra dan putri mahkota kerajaan mereka.Hiraya mengintip dari jendela kereta mereka, sementara Alaric berada di depannya. Gadis itu tersenyum kecil, sementara suaminya menyentuh tangannya, menggenggamnya erat.“Ini adalah kali pertamamu datang kemari, benar ‘kan?”Dia menganggukkan kepala, tersenyum. “Kau sudah sering kemari?”“Tentu saja,” ucapnya. “Keluarga Fernthier adalah sepupu kita — aku telah menghabiskan

  • Malam Penuh Topeng   Pada Akhirnya (Bagian 2)

    Hiraya dapat merasakan seluruh pasang mata menghadap ke arahnya. Ruang singgasana begitu luas, dan mereka memberikan jalan padanya melalui jalur karpet merah menuju Alaric, bersama dengan sang raja dan ratu yang menunggu di depannya.Tidak.Dia berusaha untuk tidak menyentuh tangannya yang bergetar, sementara sepatu yang membawanya ke arah mereka teredam, menutup gema yang seharusnya ada ketika dia menapaki lantai marmernya.Akan sangat aneh jika dia mundur dan melarikan diri. Namun Hiraya dapat merasakan sesak di dadanya, dia terlalu gugup untuk ini.Berjalan menuju mereka terasa begitu mudah, namun sulit di saat yang sama. Takkan ada kesempatan untuk berbalik ketika dia sudah sampai di ujung sana.Dia akan benar-benar menja

  • Malam Penuh Topeng   Pada Akhirnya (Bagian 1)

    Sepanjang hidupnya, Hiraya tak pernah mengira bahwa dia akan menjadi salah satu dari daftar yang langsung diterima sang ratu ketika dia mengundangnya untuk datang dan minum teh di serambinya.Sang ratu duduk di depannya, menyeruput teh yang disediakan, bersamaan dengan kue yang telah dengan hati-hati Eloise susun di atas meja.“Aku yakin kau memiliki alasan untuk memanggilku kemari, Lady Clearwing,” ucapnya. “Kau takkan mengundangku kemari tanpa alasan.”Hiraya meletakkan cangkirnya, menghela nafas.Dia dan Alaric telah meninggalkan pesta pernikahan Fernthier lebih cepat, tepat setelah mereka menerima dokumen-dokumen dari Sir Phillips. Dan Hiraya telah menghabiskan malam dengan memilah dokumen yang akan diinginkan sang ratu, bersama dengan menyusu

  • Malam Penuh Topeng   Penentuan (Bagian 4)

    Kediaman keluarga Mistwatcher dipenuhi hiruk pikuk orang-orang, makanan disediakan di meja-meja bertaplak putih, sementara minuman berada di ujungnya.Diora berkeliling dengan gaun pengantinnya, putih bersih dengan pita mengelilingi rambutnya. Gadis itu tersenyum, menerima ucapan selamat dan memberikan terima kasihnya pada tamu-tamu yang datang.Hiraya mengawasinya dari salah satu meja, tersenyum kecil hingga temannya itu mendatanginya, minuman masih berada di tangan.“Lady Fernthier,” sapanya, membuat Diora tertawa, memeluk lengannya erat. “Kau benar-benar sangat bahagia ya?”“Tentu saja,” ucapnya. “Menurutmu dia akan segera melakukannya?”Hiraya merasakan jantungnya berdetak.

  • Malam Penuh Topeng   Penentuan (Bagian 3 — 18+)

    Hiraya memperhatikan dirinya di depan cermin, rambutnya telah tersisir dan terlepas dari ikat dan jepit — Eloise telah mundur dari ruangannya dan kembali sementara malam semakin larut.Dia menundukkan kepala, memainkan kalung yang ada di lehernya dan melepasnya, meletakkannya di atas meja riasnya. Bahkan saat itu, dia dapat melihat wajah Alaric yang tersenyum memperhatikannya dari cermin.“Apa apa?” sahutnya, mengetahui bahwa pangeran itu tengah duduk di ranjangnya. “Berhenti memperhatikanku.”Alaric tertawa, berbaring disana walaupun mengalihkan sisi tubuhnya hingga dia masih dapat terus memperhatikannya. “Kau sadar akan pandanganku?”“Setelah terlalu lama, aku akhirnya bisa menyadarinya bahkan ketika aku tak dapat melihat kehadiranmu.”

  • Malam Penuh Topeng   Penentuan (Bagian 2)

    Diora terdiam sepanjang Hiraya menjelaskan padanya.Keduanya tengah duduk di sebuah bangku, sementara temannya mengusir dua laki-laki yang mengikuti mereka untuk tidak terlalu dekat sebelum duduk bersamanya.Mungkin ini karena mereka dekat. Diora merasa bahwa Hiraya tidak memiliki kekakuan ketika menjelaskan padanya.Penjelasannya hati-hati — namun tidak seperti ibunya yang terlalu berputar dan membuatnya kebingungan. Tapi tetap saja, Diora merasakan panas menjalar di pipinya ketika dia terus melanjutkan penjelasannya.Dan gadis itu pasti menyadari kegundahannya, menghela nafas. “Kita seharusnya tidak membicarakan ini disini,” ucapnya. “Aku seharusnya mengatakan ini di lain tempat.”Ketika dia he

  • Malam Penuh Topeng   Penentuan (Bagian 1)

    Hiraya telah menduga bahwa Julian telah merubah pikirannya, namun dia tak pernah menduga bahwa Dimitri Fernthier cukup berdedikasi untuk segera meminang gadis itu.Dia dan Alaric tengah memutuskan untuk pergi bersama. Dengan musim yang akan berakhir, begitulah dengan acara-acara sosial mereka. Ini akan menjadi promenade terakhir sebelum semuanya mengucapkan selamat tinggal pada musim ini.Hiraya tengah terduduk di tenda mereka, mengibaskan kipas di hari yang panas ketika dia melihat putra sang duke berjalan ke arah tenda para Mistwatcher. sang marquess dan Julian berdiri untuk menyambutnya.Alaric menundukkan kepala untuk membisikkan sesuatu padanya. “Menurutmu apa yang akan terjadi?”

  • Malam Penuh Topeng   Harapan Mengancam (Bagian 4)

    "Kau benar-benar akan menikah dengan Tuan Fernthier?”Dia memperhatikan Diora yang menundukkan kepala, mengangguk. Dia memahami bahwa gadis itu telah bersama Dimitri Fernthier sepanjang musim ini, dan dengan sedikitnya bangsawan yang mendekatinya, putra sang duke dapat dengan mudah mendapatkan perhatiannya.“Aku menyukainya,” dia mengakui. “Dan aku tahu bahwa dia memiliki perasaan yang sama denganku.”Tentu saja. Semua orang yang mengenal mereka bisa melihat itu. Dan dia merasa bahwa Diora tak perlu tahu tentang apa yang dikatakan oleh Julian — bahkan dia memiliki keraguan seperti itu pada Alaric di hari-hari pertama dia mengenalnya.“Menurutmu,” mulainya lagi. “Kakakku sudah merubah pikirannya?”

DMCA.com Protection Status