Home / Romansa / Malam Penuh Topeng / Dia yang Tak Terlupakan (Bagian 3)

Share

Dia yang Tak Terlupakan (Bagian 3)

Author: Yuan
last update Last Updated: 2024-04-05 17:37:16

Sang ratu adalah seorang dengan kesukaan terhadap musik dan anjing, membuat baik Alaric maupun Dimitri duduk di depannya dengan kaku, sementara pangeran itu memperhatikan seekor yang tengah digendong ibunya.

“Alaric,” panggilnya, mengusap anjingnya.

“Ya, Ibu.”

“Bukan kau, Sayangku,” dia meralat. “Aku menamai ini Alaric, lucu bukan?”

Dia mendengar kekehan dari Dimitri, yang berusaha meredam tawa di balik cangkir tehnya. Dan untuk sejenak, Alaric tergoda untuk menendang sepupunya tepat di tulang kering. Mungkin itu akan memuaskan kekesalannya.

“Aku rasa aku bisa merubah namanya,” ucap sang ratu kembali. “Jika kau tidak bersikap seperti dia yang senang berlari tanpa mendengarkanku. Faktanya, anjingku yang ini adalah yang paling tidak bisa dikendalikan.”

“Ibu,” dia berdeham. “Ibu menyakanku dengan anjing milik Ibu?”

Sekali lagi, Alaric mendengar tawa teredam dari sepupunya, cangkir teh yang dia genggam bergetar karena menahan setiap hembusan nafas yang ingin di keluarkan keras-keras. Alaric menginjak kakinya, membuatnya menggigit bibir.

“Oh,” gumam ibunya. “Apa kau ingin memiliki nama yang sama seperti anjing tak karuan ini atau kau akan menurutiku?”

Pangeran itu menghela nafas. Dia mulai memahami kemana pembicaraan ini akan berada. Ibunya pasti sudah mengetahui petualangannya di klub. Atau ketika dia dan Dimitri menyelinap ke dalam pesta pribadi sang ratu. Mungkin karena–

“Kenapa aku harus mendengar dari Earl Greyhound bahwa kau pergi bersama seorang gadis di malam pestanya?”

Dimitri gagal menimbun teh di mulutnya, menyemburkannya menuju pakaiannya sendiri, meraih sapu tangan dengan sedikit tergesa.

Alaric menelan ludah. “Aku tak tahu apa yang Ibu maksud.”

Tangan sang ratu yang tengah mengelus anjingnya turun ke meja, dan justru Alaric yang merasakan kekecewaannya. “Earl Greyhound,” ulangnya. “Pesta.”

“Yang Mulia Ratu,” mulai sepupunya, berusaha menyelamatkan. “Pesta itu adalah untuk mereka yang tak memiliki pendamping. Mungkin Tuan Greyhound sendiri sedang tak terlalu sadar dan melihat seseorang yang mirip dengannya–”

“Aku tak mengundangmu untuk menjadi pembelanya, Fernthier,” potongnya. “Urusanmu denganku adalah nanti.”

Nanti atau tidak, Alaric merasa ingin sekali menyerahkan sepupunya pada sang ibu sebagai samsak dan membenamkan diri di kebun bunga sang ratu. Mungkin itu akan memberinya sedikit pencerahan tentang bagaimana menghadapinya.

Namun sepertinya dia tak bisa melakukan itu, karena pandangan sang ratu berpindah padanya, tajam.

“Apa kau ingat apa yang aku katakan padamu di awal musim ini, Alaric?”

Pangeran itu menoleh sang anjing, yang balas menatapnya. “Apa itu aku atau anjingnya?”

“Alaric Fireheart.”

“Ya,” dia berbisik. “Aku harus menemukan putri mahkota tahun ini atau Ibu akan mengirimku keluar dari Firedale.”

“Nah,” lanjut sang ratu. “Aku tak bisa mengirim putra mahkota keluar dari kotanya ‘kan?” kedua anak itu menggeleng. “Lalu dimana putri mahkotaku, Alaric? Atau kau justru puas jika bersama seorang gadis yang tak ingin kau kenalkan padaku?”

Pangeran itu mengangkat kepalanya. “Aku tak bermaksud, Ibu,” janjinya.

Ada perasaan yang mengatakan bahwa dia sebaiknya memberitahu sang ratu tentang Aya. Tentang bagaimana dia terpikat pada gadis itu dan tengah berusaha menemukannya sekarang. Namun dia menahan diri. Dia belum menemukannya. Dia harus mencarinya terlebih dahulu.

“Apa alasanmu, Pangeran?”

“Aku akan menemukan putri mahkotamu,” ucapnya pada akhirnya. “Tapi Ibu harus berjanji untuk memberiku waktu.”

Sang ibu mengernyitkan dahi, dan untuk sejenak, dia berpikir bahwa mungkin dia gagal untuk meyakinkannya. Namun sang ratu menghela nafas, mengusap anjingnya dan menyeruput teh. Bahkan Dimitri sedikit kaku dan ingin tahu akan jawabannya.

Alaric mulai berpikir bahwa itu adalah ide yang buruk.

Mungkin dia harus menggedor setiap pintu yang ada di Firedale dan meminta semua orang untuk menunjukkan diri mereka. Dengan begitu, mungkin dia dapat menemukan Aya.

Ya. Mungkin dia sebaiknya melakukan itu.

Namun ibunya mengangguk. “Baiklah,” sahutnya. Dan dia dapat mendengar Dimitri menarik nafas, ikut lega, menyentuh dadanya sendiri. “Dua minggu, Alaric.”

“Dua minggu?” ulangnya, mata membulat. “Ibu–”

“Aku sudah bertoleransi.”

“Lalu apa yang akan terjadi setelah dua minggu?” dia bertanya, rasa takut terasa di dalam tubuhnya. “Apa Ibu akan mengenalkan salah satu teman kenalan Ibu? Membawaku ke semua pesta hingga ada debutante yang menarik perhatianku?”

“Aku akan melakukan itu bahkan sebelum kau memberikan ide padaku soal itu,” ucap sang ratu, mengalihkan pandangan. “Tapi tidak.”

Dia mengangkat kepala, mendengarkan.

“Aku masih akan membawamu pergi dari Firedale. Berada jauh dari ibukota mungkin akan membuat pemikiranmu lebih jernih. Aku yakin kau akan kembali dengan lebih dewasa jika aku tak terlalu memanjakanmu.”

Dimitri menoleh padanya. “Yang Mulia, dengan segala hormat. Anda tak pernah memanjakannya.” Pandangan tajam sang ratu beralih padanya, membuatnya terdiam. “Saya akan menganggap diri saya sendiri tak ada sampai anda memanggil saya.”

Alaric menghela nafas. “Aku takkan bisa menemukannya dalam dua minggu.”

Dia ingin mengumpat dalam kesadarannya. Menemukan Aya dalam waktu yang diberikan terasa begitu mustahil. Bahkan mungkin dia akan gagal walaupun ibunya memberikan waktu hingga musim ini berakhir.

“Ada banyak debutante pada musim ini,” ucap sang ratu. “Tentu saja, salah satu akan menarik perhatianmu. Putri dari marquess Mistwatcher, mungkin.”

“Tidak,” sahut Dimitri, sedikit terlalu cepat. “Maaf, Yang Mulia.”

Ibunya memicingkan mata, namun rautnya melunak ketika memahaminya. “Atau mungkin Nona van Rose, dia sedikit terpaku padamu sejak debut. Ini akan menjadi tahun keduanya, dia akan cocok berbaur ketika menjadi seorang putri.”

Alaric menghela nafas, meraih cangkirnya. Membicarakan tentang kemungkinan siapa yang akan menjadi putri mahkota lebih menyesakkan dibandingkan ketika ibunya mencoba membuatnya segera memilih calonnya.

“Akan kutemukan calon istriku,” janjinya. “Dua minggu, aku akan menyanggupinya.”

Dimitri menoleh padanya, sedikit ragu. “Kau yakin?”

Tidak.

Sejujurnya, dia benar-benar tak yakin.

Namun itu akan menjadi satu-satunya kesempatan yang dia miliki. Bahkan jika Aya tak ingin ditemukan, dia akan mencarinya di sepenjuru kota.

Aku akan memporak porandakan Crimsonrealm untuk mencarimu.

Alaric mengangguk, mengiyakan. “Dua minggu,” ulangnya lagi. “Ini akan menjadi dua minggu yang panjang. Aku harap Ibu bersabar.”

Sang ratu menaikkan alis sebelum mengangguk. “Akan kutunggu, Putraku.” Dia menoleh pada anjingnya. “Rufus, turunlah, jangan duduk di meja.”

Pangeran itu menahan tawa, menyadari nama anjing itu telah berubah. 

“Sekarang kau pergilah,” perintahnya. “Aku memiliki sedikit pembicaraan dengan ponakanku.”

Dimitri tertawa, kegugupan begitu kentara di bibirnya. “Saya?” gumamnya. “Yang Mulia–”

“Alaric,” tegasnya, membuatnya bangkit dari kursinya, membungkukkan tubuh.

Dia dapat melihat pandangan penuh permohonan dari sepupunya, mencegahnya pergi. Namun itu adalah perintah ibunya, dan dia yakin sekali bahwa sang ratu takkan menyakitinya. Jadi dia menepuk pundaknya, berjalan pergi, meninggalkan mereka sendirian disana.

Related chapters

  • Malam Penuh Topeng   Dia yang Tak Terlupakan (Bagian 4)

    Alaric tak tahu menahu tentang apa yang ingin dibicarakan oleh ibunya dengan sepupunya. Sejujurnya, dia juga tak ingin tahu. Dimitri memiliki sedikit kebebasan sebagai putra sang duke, membiarkan dirinya sendiri berada di dalam gemerlap pesta-pesta dan minuman.Sang pangeran tak memiliki kemewahan itu.Tapi itu memberinya sedikit rasa bersyukur bahwa dia takkan mendapatkan masalah soal itu. Walaupun sebentar lagi dia akan terjerat masalah jika dia tak menemukan Aya.Dia tengah berjalan-jalan di kota, memperhatikan orang-orang lalu lalang. Beberapa gadis dan ibu mereka menuju toko pakaian, beberapa debutante dan peminang mereka berada di kedai teh, bercengkrama ditemani para pendamping.Dia ingin tahu jika ada seorang bangsawan yang mengetuk rumah Aya dan memperkenalkan diri, memberikannya bunga dan pujian demi memenangkan hatinya.Jika dia berada disana, mereka semua akan kalah. Alaric akan memberikannya hadiah gaun dan perhiasan yang lebih berharga dari yang mereka persembahkan. Dia

    Last Updated : 2024-04-06
  • Malam Penuh Topeng   Rumah Kecil Hiraya (Bagian 1)

    Diora membuka pintu rumah Hiraya, menghela nafas ketika menyadari bahwa itu tak terkunci. Temannya memiliki sebuah kebiasaan dimana dia lupa untuk menutup pintu rapat-rapat sebelum dia pergi. Gadis itu sangat yakin bahwa dia tengah berada di rumah pamannya, membantu pekerjaan rumah.Atau dia harus mengatakan bahwa Hiraya adalah salah satu pembantu di dalam rumah tersebut. Temannya itu akan kembali ketika sore tiba. Satu-satunya saat dimana dia tak berada disana adalah ketika makan pagi. Dimana yang lain mengambil alih. Namun Hiraya harus tetap berada disana hingga sebelum makan malam nanti.Diora membenci keluarga paman temannya dengan sepenuh hatinya.Waktu telah mencapai pukul lima ketika gadis itu kembali, membuka pintu tanpa mempertanyakan banyak hal, bahkan ketika dia melihat temannya merebahkan diri di tempat

    Last Updated : 2024-04-07
  • Malam Penuh Topeng   Rumah Kecil Hiraya (Bagian 2)

    Hiraya memperhatikan Diora yang kini terbaring di ranjangnya, matanya kosong penuh rasa sedih dan penasaran. Dia merasa gagal berempati dengan temannya sendiri, namun dia tak bisa memaksakan dirinya untuk mengatakan bahwa dia mengetahui perasaannya.“Bagaimana kau bisa melakukan itu?” tanya Diora, membuatnya menoleh kembali padanya, bergumam penuh pertanyaan. “Bersikap seolah tak terjadi apapun.”Dia tidak.Sudah semenjak pagi tadi dia menyesali apa yang terjadi bersama Alaric — mencoba menghapusnya dari ingatan dan mengalihkan perhatiannya. Walaupun dia merasa bahwa laki-laki itu menemukannya tepat ketika dia berjalan menuju rumah pamannya.Dia memberikan selamat pada dirinya sendiri ketika berhasil menghindar. Ketika dia tak menggubris pan

    Last Updated : 2024-04-07
  • Malam Penuh Topeng   Rumah Kecil Hiraya (Bagian 3)

    Ketika dia membuka mata, Hiraya mendapati dirinya kembali ke taman, lampu-lampu yang temaram menyala di sekitarnya, sementara gemerisik dedaunan berbisik ketika dia berjalan melewatinya.Taman memiliki jalur setapak yang sedikit sempit, namun tak mustahil baginya untuk berjalan sementara dia berada di dalam gaunnya. Dia tak memahami apa yang membawanya kemari, mengernyitkan dahi sementara matanya berusaha melihat melalui lampu temaram.Dia dapat menyadari sebuah ruang terbuka di ujung lorong dedaunan, memperhatikan seorang laki-laki yang berdiri di tengahnya. Pakaiannya hitam, lebih gelap dari rambutnya yang kecoklatan.Ketika dia berbalik, Alaric tersenyum padanya, mengulurkan tangan.Dan Entah kenapa, Hiraya mendapati dirinya menerima uluran itu, membalas senyumannya s

    Last Updated : 2024-04-08
  • Malam Penuh Topeng   Rumah Kecil Hiraya (Bagian 4)

    Hiraya tak mengharapkan apapun bahkan hingga esok harinya, dimana dia berjalan kembali ke rumah pamannya, membawa keranjang makanan seperti biasa. Dia berpikir untuk mengenakan tudung hanya agar tak dikenali, namun justru mengurungkan niat.Untuk apa dia menyembunyikan identitasnya?Seharusnya seperti itu, kecuali dia melihat seorang asing berdiri di dekat gerbang, tangannya menggenggam kekang kuda seolah tengah menunggu. Dan Hiraya berdoa bahwa yang ditunggu bukanlah dia.Laki-laki itu menoleh, binar mata berseri ketika melihatnya. “Aya.”Gadis tersebut berjengit, mengingat jelas suara yang memanggilnya tersebut. Dia menoleh pada Alaric, yang menatapnya penuh harap. Dia seharusnya tak menggubrisnya — tepat seperti kemarin. Namun entah kenapa, Hiraya me

    Last Updated : 2024-04-08
  • Malam Penuh Topeng   Kediaman Mistwatcher (Bagian 1)

    Hiraya memperhatikan gaun di depannya. Dengan datangnya undangan itu, dia telah menganggap bahwa baik Julian dan Diora mengharapkan kedatangannya. Namun yang datang adalah seorang kurir — membawakan sebuah kotak berisi gaun dan sepatu, memastikan bahwa dia akan mengenakan pakaian yang setidaknya layak.Dia menoleh pada jendela, menatap matahari yang semakin turun.Sebentar lagi, dia akan diharapkan untuk berada di kediaman Mistwatcher, datang dengan pakaiannya yang sekali lagi dipinjamkan untuknya. Ada sedikit rasa malu di dalam diri, menjalar hingga tangan yang meremas erat gaun tersebut.Kepala keluarga Mistwatcher adalah seorang marquess. Jika dia pergi, Alaric mungkin akan berada disana. Tapi jika dia tidak, gaun yang dikirimkan padanya akan terasa sia-sia. Dia juga harus menghadapi rasa kecewa dari temann

    Last Updated : 2024-04-09
  • Malam Penuh Topeng   Kediaman Mistwatcher (Bagian 2)

    Selalu ramai setiap kali sang ibu mengadakan pesta di rumahnya. Ada sebuah rasa sesak ketika dia melihat begitu banyak orang-orang, namun dia terus tersenyum pada mereka, membiarkan para debutante yang mengarah padanya, berusaha menarik hati, melayangkan kipas mereka.Diora berdiri di sampingnya, tersenyum pada para bangsawan yang memperhatikan mereka. Adiknya masih menggenggam minuman yang dia ambil, setengah penuh karena sedikit dia teguk.“Kau harus mengajak salah satu dari mereka berdansa,” dia menyarankan. “Aku yakin Ibu sedang mengawasimu, dia akan ingin kau setidaknya berdansa dengan satu orang.”“Aku tak tahu apa yang kau bicarakan.”“Kau menghindari mereka, Kakak,” sahutnya, masih tersenyum ketika beberapa memperha

    Last Updated : 2024-04-09
  • Malam Penuh Topeng   Kediaman Mistwatcher (Bagian 3)

    Hiraya membawa dirinya sendiri berjalan-jalan di taman, berusaha untuk tidak berada terlalu jauh dari balkon atau orang-orang yang berdiri dan berkumpul di sekitar. Dia tak menginginkan kejadian yang sama dengan yang dia alami dengan Alaric beberapa hari sebelumnya.Alaric.Dia merasakan sesuatu yang lain setelah mereka berdua bertemu — bahwa hidupnya seolah terpatri padanya. Apapun yang Hiraya lakukan, dia akan selalu terpikir akan dia. Bayang-bayang tentang bagaimana jika menghantui setiap langkahnya.Bagaimana jika dia mengatakan yang sebenarnya?Bagaimana jika dia tak mengelak?Bagaimana jika dia mengenali Alaric?

    Last Updated : 2024-04-10

Latest chapter

  • Malam Penuh Topeng   Epilog

    Enam tahun kemudianBloomingflame adalah sebuah pedesaan yang sangat sunyi. Begitu sunyi hingga bahkan teriakan Hiraya dapat terdengar malam itu.Sang putri mahkota telah memutuskan untuk menghabiskan masa kehamilannya yang kedua di rumah ibunya, mengulang apa yang Viscountess Clearwing alami selama dia memilikinya.Sang putra mahkota berada di luar, menggendong putra mereka yang dalam diam mengkhawatirkan ibunya.“Dia akan baik-baik saja,” Alaric meyakinkan. “Ibumu adalah orang yang kuat. Dia akan melahirkan adikmu dan segera kembali pada kita.”Vien menganggukkan kepala, namun terus mengeratkan pelukannya pada sang ayah, meneteskan air mata ketika mendengar ibunya berteriak kembali.

  • Malam Penuh Topeng   Pada Akhirnya (Bagian 3)

    Pesta dansa terakhir berada di Flarevana, tepat di kediaman putra sang duke dan istrinya — Dimitri dan Diora Fernthier.Itu berarti bahwa mereka yang diundang akan pergi dan diberikan penginapan selama mereka tinggal untuk pesta dansa tersebut. Termasuk pada putra dan putri mahkota kerajaan mereka.Hiraya mengintip dari jendela kereta mereka, sementara Alaric berada di depannya. Gadis itu tersenyum kecil, sementara suaminya menyentuh tangannya, menggenggamnya erat.“Ini adalah kali pertamamu datang kemari, benar ‘kan?”Dia menganggukkan kepala, tersenyum. “Kau sudah sering kemari?”“Tentu saja,” ucapnya. “Keluarga Fernthier adalah sepupu kita — aku telah menghabiskan

  • Malam Penuh Topeng   Pada Akhirnya (Bagian 2)

    Hiraya dapat merasakan seluruh pasang mata menghadap ke arahnya. Ruang singgasana begitu luas, dan mereka memberikan jalan padanya melalui jalur karpet merah menuju Alaric, bersama dengan sang raja dan ratu yang menunggu di depannya.Tidak.Dia berusaha untuk tidak menyentuh tangannya yang bergetar, sementara sepatu yang membawanya ke arah mereka teredam, menutup gema yang seharusnya ada ketika dia menapaki lantai marmernya.Akan sangat aneh jika dia mundur dan melarikan diri. Namun Hiraya dapat merasakan sesak di dadanya, dia terlalu gugup untuk ini.Berjalan menuju mereka terasa begitu mudah, namun sulit di saat yang sama. Takkan ada kesempatan untuk berbalik ketika dia sudah sampai di ujung sana.Dia akan benar-benar menja

  • Malam Penuh Topeng   Pada Akhirnya (Bagian 1)

    Sepanjang hidupnya, Hiraya tak pernah mengira bahwa dia akan menjadi salah satu dari daftar yang langsung diterima sang ratu ketika dia mengundangnya untuk datang dan minum teh di serambinya.Sang ratu duduk di depannya, menyeruput teh yang disediakan, bersamaan dengan kue yang telah dengan hati-hati Eloise susun di atas meja.“Aku yakin kau memiliki alasan untuk memanggilku kemari, Lady Clearwing,” ucapnya. “Kau takkan mengundangku kemari tanpa alasan.”Hiraya meletakkan cangkirnya, menghela nafas.Dia dan Alaric telah meninggalkan pesta pernikahan Fernthier lebih cepat, tepat setelah mereka menerima dokumen-dokumen dari Sir Phillips. Dan Hiraya telah menghabiskan malam dengan memilah dokumen yang akan diinginkan sang ratu, bersama dengan menyusu

  • Malam Penuh Topeng   Penentuan (Bagian 4)

    Kediaman keluarga Mistwatcher dipenuhi hiruk pikuk orang-orang, makanan disediakan di meja-meja bertaplak putih, sementara minuman berada di ujungnya.Diora berkeliling dengan gaun pengantinnya, putih bersih dengan pita mengelilingi rambutnya. Gadis itu tersenyum, menerima ucapan selamat dan memberikan terima kasihnya pada tamu-tamu yang datang.Hiraya mengawasinya dari salah satu meja, tersenyum kecil hingga temannya itu mendatanginya, minuman masih berada di tangan.“Lady Fernthier,” sapanya, membuat Diora tertawa, memeluk lengannya erat. “Kau benar-benar sangat bahagia ya?”“Tentu saja,” ucapnya. “Menurutmu dia akan segera melakukannya?”Hiraya merasakan jantungnya berdetak.

  • Malam Penuh Topeng   Penentuan (Bagian 3 — 18+)

    Hiraya memperhatikan dirinya di depan cermin, rambutnya telah tersisir dan terlepas dari ikat dan jepit — Eloise telah mundur dari ruangannya dan kembali sementara malam semakin larut.Dia menundukkan kepala, memainkan kalung yang ada di lehernya dan melepasnya, meletakkannya di atas meja riasnya. Bahkan saat itu, dia dapat melihat wajah Alaric yang tersenyum memperhatikannya dari cermin.“Apa apa?” sahutnya, mengetahui bahwa pangeran itu tengah duduk di ranjangnya. “Berhenti memperhatikanku.”Alaric tertawa, berbaring disana walaupun mengalihkan sisi tubuhnya hingga dia masih dapat terus memperhatikannya. “Kau sadar akan pandanganku?”“Setelah terlalu lama, aku akhirnya bisa menyadarinya bahkan ketika aku tak dapat melihat kehadiranmu.”

  • Malam Penuh Topeng   Penentuan (Bagian 2)

    Diora terdiam sepanjang Hiraya menjelaskan padanya.Keduanya tengah duduk di sebuah bangku, sementara temannya mengusir dua laki-laki yang mengikuti mereka untuk tidak terlalu dekat sebelum duduk bersamanya.Mungkin ini karena mereka dekat. Diora merasa bahwa Hiraya tidak memiliki kekakuan ketika menjelaskan padanya.Penjelasannya hati-hati — namun tidak seperti ibunya yang terlalu berputar dan membuatnya kebingungan. Tapi tetap saja, Diora merasakan panas menjalar di pipinya ketika dia terus melanjutkan penjelasannya.Dan gadis itu pasti menyadari kegundahannya, menghela nafas. “Kita seharusnya tidak membicarakan ini disini,” ucapnya. “Aku seharusnya mengatakan ini di lain tempat.”Ketika dia he

  • Malam Penuh Topeng   Penentuan (Bagian 1)

    Hiraya telah menduga bahwa Julian telah merubah pikirannya, namun dia tak pernah menduga bahwa Dimitri Fernthier cukup berdedikasi untuk segera meminang gadis itu.Dia dan Alaric tengah memutuskan untuk pergi bersama. Dengan musim yang akan berakhir, begitulah dengan acara-acara sosial mereka. Ini akan menjadi promenade terakhir sebelum semuanya mengucapkan selamat tinggal pada musim ini.Hiraya tengah terduduk di tenda mereka, mengibaskan kipas di hari yang panas ketika dia melihat putra sang duke berjalan ke arah tenda para Mistwatcher. sang marquess dan Julian berdiri untuk menyambutnya.Alaric menundukkan kepala untuk membisikkan sesuatu padanya. “Menurutmu apa yang akan terjadi?”

  • Malam Penuh Topeng   Harapan Mengancam (Bagian 4)

    "Kau benar-benar akan menikah dengan Tuan Fernthier?”Dia memperhatikan Diora yang menundukkan kepala, mengangguk. Dia memahami bahwa gadis itu telah bersama Dimitri Fernthier sepanjang musim ini, dan dengan sedikitnya bangsawan yang mendekatinya, putra sang duke dapat dengan mudah mendapatkan perhatiannya.“Aku menyukainya,” dia mengakui. “Dan aku tahu bahwa dia memiliki perasaan yang sama denganku.”Tentu saja. Semua orang yang mengenal mereka bisa melihat itu. Dan dia merasa bahwa Diora tak perlu tahu tentang apa yang dikatakan oleh Julian — bahkan dia memiliki keraguan seperti itu pada Alaric di hari-hari pertama dia mengenalnya.“Menurutmu,” mulainya lagi. “Kakakku sudah merubah pikirannya?”

DMCA.com Protection Status