Ketika Livy masih termangu, tiba-tiba terlihat sesosok yang cantik berlari ke depan Preston. Itu bukan orang lain, melainkan Zoey yang berdiri di sampingnya tadi."Pak Preston!" Zoey bersikap seolah-olah mereka sangat dekat. Setelah memanggil dengan centil, dia berkata, "Terima kasih sudah menerimaku. Aku pasti akan bekerja dengan giat dan nggak akan mengecewakanmu!"Pertumbuhan Zoey sangat baik. Dia membusungkan dadanya. Karena memakai rajutan ketat berkancing, bahkan kancing pertama serta kancing keduanya terbuka, sosok Zoey pun terlihat makin seksi. Hanya dengan melihat ini, pria mana pun akan berfantasi.Sejak SMA, Zoey memang punya banyak penggemar. Itu sebabnya, dia sangat percaya diri, terutama pada tubuhnya. Tubuh Zoey memang lebih seksi dari sebagian besar wanita. Dia tahu dirinya bisa bergabung dengan Grup Sandiaga berkat Preston.Preston pasti tertarik padanya. Jika tidak, Zoey tidak mungkin berdiri di sini sekarang. Zoey sengaja berterima kasih kepada Livy hanya untuk membe
Livy tak kuasa mengingat berbagai adegan yang terjadi semalam. Preston mulai memainkan permainan yang tingkat kesulitannya sangat tinggi. Dia sungguh lelah. Dia tidak punya energi untuk menghadapi Preston lagi.Livy tidak berani melontarkan sepatah kata pun dan hanya menyantap makanannya. Ivana juga tidak berani. Tiba-tiba, Bendy bertanya, "Livy, kenapa wajahmu merah sekali? Kamu sakit ya?"Preston memberi isyarat mata kepada Bendy, makanya Bendy sengaja menanyakan kondisi Livy.Livy tersadar dari lamunannya. Dia buru-buru menggeleng. Ketika tidak sengaja menatap Preston, wajahnya menjadi makin merah.Ketika melamun tadi, yang muncul di pikiran Livy adalah adegan-adegan tak senonoh. Itu sebabnya, wajahnya memerah. Begitu ditanya oleh Bendy, dia pun merasa makin canggung."Nggak kok. Aku cuma agak panas karena kantin terlalu ramai," bantah Livy segera."Baguslah kalau begitu." Bendy menghela napas lega. Jika Livy sakit, Bendy pasti akan disuruh membeli obat. Masih banyak pekerjaannya ya
"Memangnya dia belum mengambil tindakan apa pun?" Ivana terkejut dan meneruskan, "Benar juga. Pak Bendy sangat sibuk dan sering lembur. Dia mungkin nggak punya waktu mengajakmu kencan."Livy merasa lucu. Dia tidak menyangka Ivana mengira Bendy menyukainya. Siapa suruh Bendy menanyakan kesehatannya waktu makan tadi? Asal tahu saja, Bendy selalu bersikap kaku di perusahaan. Dia juga maniak kerja dan selalu menjaga jarak dengan para staf. Dia tidak mungkin memberi perhatian seperti tadi."Ivana, mungkin cuma salah paham. Pak Bendy mungkin cuma iseng tadi." Livy berusaha mengalihkan topik pembicaraan.Namun, Ivana menyela, "Mana mungkin salah paham! Dia pasti punya maksud lain padamu! Kapan kamu pernah melihat Pak Bendy memberi perhatian pada orang lain?""Livy, aku rasa kamu dan Pak Bendy cocok kok. Selain itu, Pak Bendy orang kepercayaan Pak Preston. Kalau kalian bersama, kelak kamu punya pijakan kuat di Grup Sandiaga. Bu Annie nggak bakal menindasmu lagi!"Livy merasa sangat canggung. D
Jika Annie mencari masalah nanti, Livy punya alasan yang cukup untuk melawan. Hanya saja, Livy merasa heran. Dia sudah di sini selama dua jam, tetapi Preston tidak mengungkit tentang kontrak dan terus bekerja. Apa mungkin Preston baru akan membalas masalah pribadi setelah jam pulang kerja?Livy merasa gelisah. Ketika memilah data, dia terus terbayang akan berbagai kemungkinan yang terjadi. Hal ini membuat efisiensi kerjanya kurang baik.Sore hari, matahari terbenam. Ruang kantor yang luas mulai gelap. Preston menutup laptopnya dengan kuat. Suara keras itu sontak menarik perhatian Livy.Keempat mata bertatapan. Livy khawatir Preston mengira dirinya tidak fokus bekerja, jadi buru-buru mengalihkan tatapannya ke layar komputer. Tiba-tiba, terdengar Presto bertanya dengan pelan, "Sudah siap?""Kira-kira masih ada 15 menit. Maaf, Pak. Aku agak ngantuk tadi, makanya agak lambat," sahut Livy. Dia mengira dirinya menjadi penghambat untuk Preston sehingga merasa agak takut."Di sini cuma ada kit
Napas yang panas berembus di leher Livy. Livy terkejut sesaat. Dia tanpa sadar ingin mendorong pria di depannya, tetapi malah melihat tatapan yang tidak puas itu."Ada apa?" tanya Preston dengan agak kesal saat melihat penolakan Livy.Livy sungguh kebingungan melihat situasi ini. Bukannya Preston ingin membatalkan kontrak? Bukannya Preston menyukai Zoey?"Pak, aku ...." Livy tampak ragu-ragu untuk bicara. Dia tidak tahu harus bagaimana mengungkapkan isi pikirannya.Preston bersikap sangat sabar. Kedua matanya yang hitam terus menatap Livy lekat-lekat. Dia bisa merasakan suasana hati Livy kurang baik hari ini."Kamu mau bilang apa?" tanya Preston. Dia berharap Livy mengutarakan isi hatinya dan bukan memendamnya sendirian. Ada alasan Preston memilih Livy. Livy adalah gadis polos, tidak seperti wanita licik di luar sana.Ketika melihat Preston memberinya perhatian, Livy mengira Preston ingin dirinya yang berinisiatif menawarkan. Dengan begitu, Preston mungkin tidak akan merasa bersalah at
Cem... cemburu? Livy sontak membelalakkan matanya. Bagaimana mungkin? Livy tahu dirinya tidak cemburu, tetapi Preston mengira dia cemburu. Astaga, ternyata para pria begitu percaya diri."Pak, kalau kamu memang tertarik pada adikku, aku bisa membantu hubungan kalian. Aku juga bakal berinisiatif membatalkan kontrak. Yang penting nenekku bisa melanjutkan ...."Sebelum Livy menyelesaikan permohonannya, Preston tiba-tiba menyela, "Aku nggak tertarik pada Zoey."Livy termangu. Dia menatap ekspresi serius Preston, tiba-tiba merasa dirinya memang sudah salah paham."Dengan prestasinya yang begitu buruk, aku sudah sangat menghargaimu karena menerimanya sebagai pekerja magang," jelas Preston. Dia sudah pernah menjelaskan hal ini kepada Livy. Entah bagaimana Livy masih salah paham."Tapi ...." Livy menggigit bibirnya. "Aku hampir dipecat dua hari setelah kita menikah. Kamu bilang kamu bukan orang yang pilih kasih dan mementingkan kinerja. Lalu, kenapa kamu menerima Zoey karena aku ...."Livy men
Senyuman Zoey seketika membeku. Kemudian, dia bertanya dengan ekspresi menyanjung, "Pak Preston masih mau lanjut kerja ya?" Zoey seperti tidak merasakan penolakan Preston. Dia mengira Preston hanya sibuk.Di bawah meja, Livy makin cemas. Jika Zoey tahu dia bersembunyi di kolong meja, hasilnya akan sangat merepotkan."Kamu nggak seharusnya datang kemari." Preston tidak menanggapi pertanyaan Zoey, melainkan berkata dengan dingin.Zoey sontak terkejut. Dia menyadari dirinya terlalu berinisiatif. Apa inisiatifnya ini yang membuat Preston kehilangan minat padanya? Atau mungkin Preston tidak ingin orang luar tahu hubungan mereka, makanya melarangnya kemari?Pikiran Zoey agak kacau. Apa dia seharusnya menunggu Preston memanggilnya dan bukan mengambil inisiatif mencarinya?"Keluar." Ketika melihat Zoey mematung di tempat, Preston yang kehilangan kesabaran akhirnya mengusirnya."Maaf, Pak. Aku cuma ingin berterima Kasih padamu dengan mentraktirmu makan. Aku nggak berniat membuatmu marah. Aku pe
Livy melihat ke arah Preston dengan bingung. Dia menjelaskan dengan suara rendah, "Aku pikir hubungan kalian cukup baik. Kalau nggak, dia nggak akan datang ke Grup Sandiaga untuk mencarimu.""Sudahlah, kali ini memang salahku. Masa magangnya cuma satu bulan. Kalau nggak lolos, dia akan langsung dikeluarkan. Sisanya akan ditangani dengan prosedur biasa," tambah Preston.Livy sangat terkejut. Dia berkedip dan merasa ragu apakah dia salah dengar. Kalau dilakukan sesuai prosedur, dengan kemampuan Zoey, dia pasti akan dikeluarkan setelah sebulan.Apa Preston benar-benar menerima Zoey hanya karena dirinya? Jadi, pria itu bukan tertarik pada Zoey?"Aku ...." Livy terdiam sejenak. Dia menjilat bibirnya sebelum berucap dengan canggung, "Aku berpikir terlalu jauh sebelumnya. Maaf."Preston selalu terlihat tegas dan tidak pernah memberi perlakuan istimewa. Itu sebabnya, Livy pun berpikiran lain."Apalagi, hari ini kamu makan di kantin padahal sebelumnya kamu nggak pernah ke sana. Ini tepat di har