"Gimana kalau Restoran Astin saja? Dekat dengan kantor kita, tinggal nyebrang," usul Sherly dengan santai.Restoran Astin adalah restoran mewah dengan harga yang sangat tinggi. Setidaknya, seorang akan habis 2 juta. Dengan jumlah orang di departemen sekretaris ini, totalnya pasti mencapai 40 juta.Sementara itu, saldo di rekening Livy hampir habis. Komisi proyeknya pun entah kapan cair. Jika dia menggelar makan malam semahal itu, dia akan jatuh miskin."Bu, tempat itu agak mahal. Gimana kalau kita ...." Livy baru saja akan memberikan usulan, tetapi Sherly langsung memotongnya, "Livy, rasanya kurang pantas kalau di restoran murah. Lagian, aku punya keanggotaan di sana, jadi akan ada diskon. Nggak akan terlalu mahal."Namun, uang Livy benar-benar tidak banyak. Harga di restoran itu jelas sangat tinggi."Restoran Astin ya? Livy, kamu benar-benar royal! Nanti aku harus pamer di media sosial!""Livy, pacarku akan menjemputku nanti. Dia boleh ikut nggak? Semakin banyak orang, semakin meriah,
Sambil memegang ponsel, Livy keluar seperti pencuri. Kemudian, dia segera menjawab panggilan itu. "Pak?""Ada masalah apa?" Di ujung sana, suara Preston terdengar seperti baru saja turun dari pesawat karena ada suara angin yang menderu di sekitarnya.Livy agak terkejut, tidak menyangka bahwa hanya karena dia ingin meminjam uang, Preston sampai khawatir sesuatu terjadi padanya dan menelepon untuk menanyakan langsung."Nggak ada apa-apa. Begini, proyekku baru selesai, jadi kupikir sudah seharusnya mentraktir teman-teman sekantor makan bersama. Tapi, uangku nggak cukup, jadi aku ...."Meskipun gaji yang diberikan Preston cukup besar, beberapa waktu lalu, dia menghabiskan banyak uang untuk neneknya, ditambah lagi untuk membeli berbagai hal seperti dasi untuk Preston. Pada akhirnya, uang yang tersisa tidak banyak. Mungkin, dia adalah nyonya kaya paling miskin."Di mana tempatnya?" tanya Preston."Di Restoran Antis.""Hm." Preston tiba-tiba tertawa kecil di ujung telepon. "Bu Livy memang san
Livy menoleh menatap semua orang yang datang malam ini, lalu tersenyum tipis. "Malam ini sebenarnya adalah acara kumpul-kumpul untuk rekan kerja. Tapi karena kalian membawa keluarga untuk meramaikan suasana, ya sudah. Tapi, kuharap mulai sekarang kalian bisa melakukan tugas masing-masing dengan baik."Anggap saja ini sebagai pembayaran untuk menghindari masalah di kemudian hari. Kalau setelah makan gratis ini mereka masih bermain tipu muslihat di belakangnya atau menyebarkan gosip, Livy tidak akan membiarkannya begitu saja."Ten ... tentu saja." Rekan kerja itu memalingkan wajah dengan rasa bersalah.Livy masih mengingatnya. Dulu ketika ada masalah antara dirinya dan Zoey, wanita ini adalah salah satu yang menggosipinya."Semua itu cuma kesalahpahaman di masa lalu, 'kan? Kamu cantik dan baik hati, kita harus menjaga hubungan baik mulai sekarang!"Rekan-rekan di sekitarnya mulai ikut menimpali."Ya, benar sekali! Livy sangat berbakat, baru 20-an tahun, tapi sudah bisa menyelesaikan proy
Livy terkejut bukan main. Hanya 6 juta? Bagaimana mungkin!Malam ini, rekan-rekannya minum dengan puas, bahkan mereka memesan dua botol alkohol. Harga kedua botol itu saja sudah 6 juta, belum lagi mereka memesan sekitar 18 hidangan. Awalnya, Livy sudah bersiap untuk merogoh kocek dalam-dalam!"Benar, Bu. Kami memberimu diskon hingga 90%." Pelayan itu tersenyum sambil menunjukkan kartu keanggotaan dan berkata, "Selain itu, mulai sekarang kamu bisa menikmati diskon di sini."Apa ini? Apakah ini keberuntungan yang tak terduga? Livy masih bingung, merasa ada yang aneh. Dia bertanya, "Apa aku boleh tahu alasannya? Apa aku memenangkan sesuatu? Atau ada acara khusus hari ini? Semua tamu mendapat perlakuan ini?"Livy merasa ini sangat tidak wajar. Selama ini, dia belum pernah mendengar Restoran Astin memiliki promosi semacam ini. Selain itu, dia juga tidak pernah menganggap dirinya beruntung. Kalaupun ada kegiatan undian, tidak mungkin dia yang menang."Bu, aku hanya mengikuti perintah dari at
"Hm ...." Itu memang benar, meskipun dia tidak pernah menggunakannya.Ivana semakin bersemangat mendengarnya. Dia langsung meraih tangan Livy dan berseru, "Jadi, Livy, suamimu benaran pewaris kaya? Ganteng nggak?"Livy sontak teringat pada Preston. Dia lantas mengangguk. "Dia kaya dan ganteng." Tipikal pria idaman."Wah, serius nih?" Seperti orang yang sedang jatuh cinta, Ivana melompat kegirangan di tempat. Namun, dia segera sadar dan bersikap normal. "Oke, oke, gosipnya cukup sampai di sini. Livy, yang penting kamu bahagia! Suamiku sudah datang menjemput, kabari aku kalau kamu sudah sampai rumah ya!"Setelah itu, Ivana melambaikan tangan ke arahnya, lalu berbalik dan naik sepeda listrik yang tidak jauh dari sana. Dia melambaikan tangan lagi ke Livy. "Livy, sampai jumpa ya."Livy pernah bertemu dengan James, suami Ivana. Penampilannya sangat simpel, bukan tipe pria muda yang tampan. Sebaliknya, dia tampak jujur dan sedikit lebih tua dari usianya.James tidak punya banyak uang, tetapi
Livy yang lamban masih belum menyadari nada bicara Preston yang berubah. Dia tanpa sadar mengangguk. "Ya, sepertinya Pak David juga hebat dalam investasi. Kalau ada kesempatan, aku ingin belajar darinya.""Livy, aku baru saja memujimu pintar, tapi sekarang kamu sudah bodoh." Suara Preston terdengar dingin. "David itu cuma kebetulan beruntung. Kalau soal bisnis, kamu seharusnya belajar dariku, malah mengagumi yang ilmunya setengah-setengah."Hah? Nada suaranya terdengar agak aneh, 'kan? Livy menggunakan sedikit pengalaman cintanya di masa lalu dan menebak. Preston sepertinya tidak senang karena dia memuji orang lain.Jadi, Livy segera mengganti topik pembicaraan dan mencoba merayu Preston, "Ini pasti karena aku makan terlalu banyak malam ini, jadi otakku nggak jalan. Suamiku sudah pasti jauh lebih hebat daripada Pak David. Nanti kalau kamu punya waktu, aku akan langsung belajar darimu.""Sayang, proyekku yang sebelumnya juga berjalan dengan baik berkat bimbinganmu. Kalau ada kamu, aku p
Namun, kata-kata itu membuat Livy ingin tertawa. Mungkin karena sudah tidak ada lagi harapan terhadap Rivano, bahkan membencinya sampai ke titik ekstrem, Livy tidak merasa sedih sedikit pun.Dia berkata dengan sangat dingin, "Aku bisa membantumu, tapi aku ingin kamu kembalikan rumah yang sedang kamu tinggali itu."Rivano tertegun sebelum marah. "Apa maksudmu? Keluarga kita sekarang cuma punya rumah ini. Kalau aku kembalikan kepadamu, kamu mau melihat kami terlantar di jalan?""Rumah itu memang bukan milikmu! Rivano, bukankah semua yang kamu miliki sekarang adalah milik ibuku?" Suara Livy terdengar sedingin es. "Perhiasan-perhiasan ibuku juga, suruh Zoey kembalikan kepadaku. Kita sudah menyepakatinya sebelumnya!"Jika mereka tidak menepati janji, Livy tidak keberatan menggunakan cara-cara tertentu. Lagi pula, mereka yang memulainya dengan licik dan tidak tahu malu."Perhiasan-perhiasan itu ... ya, ya. Besok aku akan minta Zoey mengantarkannya kepadamu."Awalnya Livy mengira Rivano akan
Ryan? Livy merasa nama itu terdengar familier, tetapi tidak bisa langsung mengingat di mana dia pernah mendengarnya."Salam kenal, namaku Livy," balas Livy dengan senyuman sopan.Pria itu sedikit mengangkat alisnya, lalu tersenyum lembut. "Baiklah, aku sudah ingat namamu. Terima kasih banyak untuk hari ini. Kalau ada kesempatan, aku pasti akan membalas budi ini."Setelah mengatakan itu, pria itu langsung pergi. Livy tidak terlalu memikirkannya, menganggapnya hanya sebagai insiden kecil. Dia mengikuti alamat yang diberikan oleh Charlene dan segera tiba di ruang istirahat.Setelah menunggu sekitar setengah jam, Charlene akhirnya masuk dengan tergesa-gesa, menutup pintu sambil berkata, "Kalian nggak perlu ikut, nanti aku sendiri yang hapus riasan dan ganti baju. Setelah itu, aku liburan beberapa hari. Aku sudah kasih tahu manajerku. Dah!"Pintu tertutup rapat, Charlene langsung terduduk lemas di sofa. Dia melambaikan tangan ke arah Livy sambil berkata, "Livy, kerjaan ini benar-benar buat
Preston masih punya sedikit kendali atas dirinya sendiri. Lagi pula, setelah 2 hari berturut-turut, tubuh Livy pasti masih butuh waktu untuk beristirahat dengan baik."Kalau begitu ... 6 juta?" Dengan berat hati, Livy menambahkan 2 juta lagi. Wajahnya pun terlihat tegang. "Benaran nggak bisa lebih lagi? Bonusku sedikit banget."Terakhir kali, dia hanya mendapat 1 juta. Itu bahkan tidak cukup untuk membayar satu hidangan Preston."Beberapa hari lagi, bagian keuangan akan mentransfer sisa bonusmu yang sebelumnya. Jadi, kamu nggak bakal sampai kekurangan uang. Lagi pula, bukannya aku sudah kasih kamu kartu? Punya uang tapi nggak dipakai. Kamu bodoh ya?" Nada suara Preston terdengar agak pasrah.Bonus sebelumnya? Livy kaget dan baru teringat. Dia buru-buru bertanya, "Masalah dengan Sherly itu ulahmu ya?"Meskipun kemungkinan besar jawabannya adalah iya, dia tetap ingin memastikan. "Hmm, aku menyuruh Bendy menyelidikinya.""Bonusmu ternyata disalahgunakan oleh Sherly, jadi aku meminta bagia
Jantung Livy seakan-akan berhenti berdetak sejenak. Dia awalnya hanya ingin bertingkah manja untuk mencari jalan pintas, tetapi Preston malah menanggapinya dengan serius.Setelah tertegun sesaat, Livy tiba-tiba merasa dirinya seperti seorang badut. Benar juga, mereka ini pasangan suami istri macam apa?Mereka bukanlah pasangan dalam arti yang sesungguhnya. Jadi, Preston sama sekali tidak punya kewajiban untuk berbagi rahasia bisnis dengannya. Bisa jadi, dia justru sedang menjaga jarak dan tidak ingin berbagi dengannya."Kenapa diam?" Melihat Livy termenung, Preston semakin kesal dan kembali bertanya, "Apa kamu punya sedikit perasaan untukku?""Kenapa nggak? Tentu saja punya." Livy tidak mengerti kenapa pria ini tiba-tiba marah. Tadi, dia sempat mengira Preston tersinggung karena dirinya terlalu percaya diri, tetapi sekarang kenapa justru bertanya soal perasaan?Apakah dia ingin Livy membujuknya? Livy tidak yakin. Atau Preston sedang menguji perasaannya yang sebenarnya?Pada akhirnya, L
Tadi dia ... sudahlah.Preston berdeham pelan, lalu sedikit mengubah topik pembicaraan. "Soal barbeku itu, akhir pekan ini kamu bawa aku ke sana.""Hah?" Livy tampak terkejut dan buru-buru mengingatkan, "Tempat itu cukup terpencil dan semua mejanya di luar ruangan. Aku takut kamu bakal kurang nyaman makan di sana.""Kamu bisa makan, kenapa aku nggak bisa?" balas Preston dengan santai."Baiklah."Lagi pula, Preston yang minta sendiri. Jangan sampai nanti setelah diajak, dia malah menunjukkan ekspresi tidak senang. Itu pasti akan membuat Livy kesal.Sambil menuangkan segelas air lagi untuk dirinya sendiri, Livy menyadari tatapan yang dilayangkan Preston kepadanya. Dengan sigap, dia juga menuangkan segelas air untuk pria itu.Preston menerima air putih yang diberikan Livy, lalu tiba-tiba berkata, "Aku dengar kamu berhasil mengamankan kerja sama ini hanya dalam 5 hari.""Mm ... sebenarnya masih banyak yang belum aku pahami, jadi butuh waktu cukup lama. Tapi, ya sudahlah, setidaknya ini lan
Ryan berbicara dengan pelan, tetapi kata-katanya mengandung makna menyindir jika didengar dengan lebih saksama. Namun, kata-kata itu juga terdengar sedang mengeluh. Ryan sedang mengeluh padanya?Namun, begitu pemikiran itu muncul, Livy langsung menepis pemikiran itu dan berpikir itu pasti hanya sekadar mengeluh biasa saja. Ryan bisa mengajak seseorang dengan mudah, tetapi dia malah menolak undangannya tiga kali. Oleh karena itu, wajar saja jika Ryan mengeluh."Maaf, aku benar-benar agak sibuk," jelas Livy dengan suara pelan."Nggak masalah, aku sudah memaafkanmu," kata Ryan sambil tersenyum dan tatapannya terlihat santai, seolah-olah bisa menarik perhatian siapa pun yang melihatnya."Selesai!"Setelah mengambil beberapa foto lagi, Hesti segera mengembalikan ponselnya pada Ryan dan berkata dengan semangat, "Tuan Ryan, kamu dan Livy benar-benar terlihat sangat serasi, aku sampai nggak tahan untuk mengambil beberapa foto lagi.""Nggak masalah, terima kasih," kata Ryan sambil kembali menge
Hesti mencengkeram tangan Livy dengan begitu bersemangat sampai meninggalkan bekas.Livy yang merasa lucu menepuk tangan Hesti dan berkata, "Aku juga nggak begitu yakin. Tapi, dia sepertinya hanya ingin keluar untuk bersantai, kita pura-pura nggak mengenalnya saja.""Benar! Sebagai penggemar yang baik, kita nggak boleh mengganggu idola," kata Hesti yang berusaha menahan kegembiraannya. Namun, saat memesan makanan, dia tetap terus menatap Ryan dan tidak berkedip sedikit pun. Setelah selesai memesan makanan, dia memilih meja yang sangat dekat dan terus menatap Ryan."Livy, bolehkah ... aku foto sekali saja? Aku benar-benar sangat senang, aku janji hanya satu foto saja," kata Hesti, lalu diam-diam mengeluarkan ponselnya.Namun, begitu kamera diarahkan pada Ryan, dua pengawal sudah mendekat dari kejauhan. Pada saat yang bersamaan, kilatan kamera ponsel pun menyala dan terlihat begitu jelas di tengah kegelapan malam. Restoran bakaran yang memang sepi tiba-tiba dikepung oleh dua pengawal yan
Livy terlihat bingung, tidak mengerti apa maksud perkataan Sherly. Dia ingin mengusir Sherly? Sejak kapan dia melakukan hal ini?Livy mengernyitkan alis dan menjawab, "Bu Sherly, aku nggak mengerti apa yang kamu katakan."Sherly langsung berkata, "Livy, soal malam itu, sebenarnya aku juga terpaksa. Itu semua karena Gavin tertarik padamu. Dia bilang ada seorang wanita cantik dari Grup Sandiaga di pesta itu, jadi dia menyuruhku pergi ke pesta itu untuk memberimu obat.""Aku benar-benar nggak punya pilihan, aku juga nggak bisa menyinggungnya. Aku minta maaf, aku mohon padamu. Aku rela kehilangan posisiku, aku akan menyerahkan posisiku padamu ...."Cara bicara Sherly makin kacau dan bahkan terus memohon dengan nada yang sangat putus asa, membuat Livy langsung tidak tahu bagaimana harus merespons. Meskipun pada akhirnya dia baik-baik saja, dia tetap merasa perbuatan Sherly padanya sungguh keterlaluan. Dia sulit untuk memaafkan Sherly tanpa perasaan dendam sedikit pun.Selain itu, Livy juga
Melihat Hesti masih terus sibuk bergosip, Livy tidak tahu harus bagaimana menjawab. Dia juga tidak mungkin mengaku wanita yang dirumorkan sakit-sakitan adalah dia sendiri. "Aku nggak terlalu memperhatikan."Hesti menganggukkan kepala dengan kecewa. "Baiklah. Aduh. Aku sebenarnya sangat penasaran wanita seperti apa yang bisa menaklukkan Pak Preston, dia pasti sangat luar biasa."Livy berpikir sebenarnya tidak juga, dia hanya seorang wanita biasa saja.Setelah mengobrol dengan Hesti sebentar lagi, Livy kembali ke mejanya. Namun, entah mengapa, sikap rekan-rekan kerjanya sepertinya jauh lebih ramah dibandingkan sebelumnya. Dia juga tidak mendapatkan tugas-tugas aneh dan disuruh membeli kopi lagi, bahkan Darren juga memberikannya beberapa dokumen secara khusus."Livy, ini daftar mitra bisnis yang sering bekerja sama dengan Grup Sandiaga, aku berencana membawamu bertemu dengan mereka nanti. Tapi, mereka ini hanya mitra kecil. Kalau mitra yang besar, kamu juga tahu mereka sudah ditangani mas
Suka? Suka siapa? Suka Preston? Pikiran Livy langsung menjadi kacau.Namun, saat melihat tatapan Preston yang sulit ditebak maksudnya, Livy langsung menggelengkan kepala sambil menggigit bibirnya dan segera memalingkan kepalanya. "Sayang, aku nggak mengerti apa yang kamu katakan. Siapa pun pasti akan menyukai wajahmu yang begitu tampan ini, suka melihat wajahmu."Bagaimanapun juga, tidak banyak wanita yang sanggup menolak wajah tampan seperti ini."Yang aku maksud bukan hanya wajahku saja," kata Preston sambil mencengkeram bahu Livy untuk memaksa Livy terus menatapnya. Jika tidak menyukainya, Livy tidak mungkin akan bereaksi seperti ini."Livy, apa kamu punya perasaan lain padaku?" tanya Preston lagi dengan penuh tekanan.Livy membuka mulutnya, tetapi dia merasa sangat gelisah sampai tidak tahu harus bagaimana menjawab. Dia memang menyukai Preston, tetapi Preston sudah menegaskan sejak awal bahwa hubungan mereka hanya saling menguntungkan saja. Jika Preston tahu perasaannya yang sebena
Tanpa mempertimbangkan sudah berapa banyak nyawa yang telah dihabisi Gavin dan hanya bagi Livy sendiri saja, Gavin adalah pria yang hampir saja merenggut nyawanya."Aku nggak begitu mengerti urusan seperti ini. Sayang, kamu saja yang menanganinya," kata Livy yang tidak mungkin memaafkan Gavin begitu saja di depan Fabian. Menurutnya, pilihan terbaik adalah menyerahkan masalah ini pada Preston."Pak Preston, aku mohon padamu. Anakku memang bersalah. Tenang saja, aku akan membuangnya ke luar negeri dan nggak akan kembali mengganggumu selama sepuluh tahun ke depan. Bisakah kamu memaafkan Keluarga Soedjono dan mengampuni nyawanya?" kata Fabian yang terus memohon pada Preston dengan air mata mengalir di wajahnya, menunjukkan dirinya adalah ayah yang baik.Namun, Preston hanya menatap Fabian dengan dingin dan berkata dengan cuek, "Pak Fabian, manusia nggak boleh serakah. Antara Keluarga Soedjono atau Gavin, kamu harus memilih salah satu."Fabian langsung tertegun sejenak, lalu menoleh ke arah