"Ya." Preston mengiakan.Livy mengangguk, lalu menggigit bibirnya. Dia tidak berani bertanya tentang wanita bernama Sylvia. Karena Preston tidak berniat memberitahunya, dia pun menunduk dan tidak berbicara lagi.Itu seharusnya adalah wanita yang dicintai Preston. Jika tidak, mana mungkin Chloe berbicara seperti itu."Tugasmu selesai malam ini. Kamu nggak perlu turun lagi. Istirahat saja di kamar." Usai melontarkan ini, Preston hendak meninggalkan kamar. Sebelum keluar, dia bertanya, "Kamu bisa sendirian, 'kan?"Livy segera mengangguk. "Bisa kok, nggak usah pedulikan aku."Preston mengejapkan matanya. Setelah hening sejenak, dia berpesan, "Ya sudah. Kalau ada urusan, telepon saja aku."Livy termangu sesaat. Hatinya seketika terasa hangat. Dia tanpa sadar tersenyum lebar dan berkata, "Baik."Preston menelan ludah. Tatapannya tertuju pada lesung pipi Livy. Untuk sesaat, muncul dorongan besar dalam hatinya. Kenapa memangnya jika dia tidak menghadiri pesta? Di rumah ini, dia sudah terbiasa
Livy tidak tahu apa saja yang didengar oleh Preston. Punggungnya terasa dingin. Jika Preston tahu tujuan Livy mendekatinya, entah bagaimana pria ini akan menghukumnya.Livy merasa hukuman paling ringan adalah kontraknya dibatalkan, lalu dirinya akan didepak dari Grup Sandiaga. Ini sudah hukuman teringan .... Itu sebabnya, Livy sangat takut sekarang.Livy menjilat bibirnya yang kering dengan gugup. Setelah ragu-ragu sejenak, dia tersenyum manis dan memanggil dengan manja, "Sayang!"Usai berbicara, Livy langsung menghampiri Preston dan merangkul lengannya. Dia menjelaskan, "Aku baru selesai makan. Perutku agak begah. Aku mau mencarimu tadi, tapi malah tersesat.""Kebetulan aku ketemu Pak Stanley. Aku mau minta tolong dia membawaku ke aula utama." Livy tidak yakin apakah Preston mencurigainya atau tidak. Meskipun begitu, dia tetap bersikap setenang mungkin.Kemudian, Livy melirik Stanley. Ketika melihat wajah masamnya, Livy tahu Stanley juga takut hubungan mereka ketahuan.Jika Preston me
Malam ini sangat hening. Livy sampai merasa tidak terbiasa. Dia berguling-guling di ranjang sebelum akhirnya tertidur.Rumah lama Keluarga Sandiaga jauh dari perusahaan. Hari Senin, Preston bangun pagi-pagi sekali. Livy tidak berani bermalas-malasan. Dia lekas bersiap-siap dan mengikuti Preston.Setelah duduk di meja makan, Livy melihat Preston yang duduk di seberangnya. Preston memakai setelan dan rambutnya sangat rapi. Sosoknya gagah dan sempurna.Kemudian, Livy menunduk untuk melihat penampilannya. Kemejanya tidak rapi, hanya setengah bagian yang dimasukkan ke rok. Livy menyentuh kuncir kudanya yang diikat sembarangan. Seketika, dia merasa agak malu.Livy pun menghela napas dalam hati. Kesenjangannya dengan Preston sangat besar. Livy pun merasa ragu, apa dia harus kembali ke lantai atas untuk merapikan diri?Saat ini, Tristan yang berjalan dengan tongkat menghampiri. Dia bertanya dengan wajah penuh kasih sayang, "Livy, kamu sudah baikan? Kalau belum, suruh Preston bawa kamu ke rumah
Selesai makan, Tristan mengantar Livy dan Preston masuk ke mobil. Livy melambaikan tangan untuk berpamitan. Mobil segera meninggalkan rumah lama Keluarga Sandiaga.Di dalam mobil, suasana sunyi senyap. Livy meringkuk di sudut sambil menoleh memandang ke luar jendela, berpura-pura menikmati pemandangan. Dia tidak melontarkan sepatah kata pun sejak tadi.Livy menarik napas dalam-dalam, memberanikan diri untuk memperjelas semuanya dengan Preston. Namun, dia tidak tahu harus mengatakan apa.Samar-samar, Livy ingat sepertinya ada sebuah aturan yang tertera di surat perjanjian. Aturan itu adalah Livy harus bekerja sama dengan Preston tanpa syarat apa pun di depan Tristan. Jadi, jika Tristan benar-benar menginginkan cucu, Livy tidak bisa menolak?"Pak, aku ...." Livy memanggil dengan hati-hati, tetapi akhirnya mengurungkan niatnya. Neneknya baru masuk sanatorium. Livy berharap neneknya mendapatkan perawatan terbaik. Dia tidak ingin menyinggung Preston.Preston adalah pria cerdas. Dia tentu bi
"Kapan kamu selesai mengarsip semua data di ruangan, kamu baru boleh kembali." Suara Annie terdengar datar, tetapi ekspresinya dipenuhi keirihatian.Ekspresi Livy agak berubah. "Bu, ada staf yang khusus merapikan dokumen. Itu di luar ruang lingkup pekerjaanku."Departemen sekretaris memiliki ruang data yang terpisah. Di dalamnya tersimpan semua data dan catatan kesekretariatan sejak Grup Sandiaga berdiri.Karena menyangkut rahasia perusahaan, sebagian besar adalah dokumen penting. Jika dirapikan, akan memakan waktu dan energi yang sangat besar. Jelas sekali, Annie sengaja menyulitkan Livy."Aku tahu kamu nggak suka padaku. Tapi, kamu nggak seharusnya memanfaatkan jabatanmu untuk menindasku." Livy menarik napas dalam-dalam agar tetap tenang."Omong kosong!" Annie menyela dengan dingin, "Kamu jadi sombong setelah punya penyokong ya? Dulu kamu nggak pernah mempertanyakanku seperti ini. Kalau kamu merasa aku menindasmu dan merasa nggak puas, laporkan saja kepada Pak Preston.""Bukannya kam
Napas Livy terengah-engah karena ciuman panas itu. Ketika Preston melepaskannya, wajahnya memerah seperti tomat. Siapa pun yang melihatnya pasti ingin memakannya.Preston menarik dasinya, lalu berkata dengan suara rendah, "Aku sempat minum-minum waktu pertemuan bisnis siang tadi."Livy tampak kebingungan karena belum tersadar dari keterkejutannya. Saat berikutnya, terdengar suara pintu dikunci. Livy menoleh, mendapati Preston mengunci pintu dari dalam.Keempat mata bertatapan. Suasana di ruangan menjadi ambigu. Preston menjulurkan tangan dan merangkul pinggang ramping Livy. Seketika, Livy digendong dan diturunkan di sofa kulit hitam.Livy tanpa sadar ingin bangkit, tetapi tubuh pria yang besar sontak menindihnya. Kemudian, sebuah kemasan kecil diletakkan di tangan Livy. Itu adalah kondom.Livy seketika memahami keinginan Preston. Dia berkata dengan terbata-bata, "Pak, kita ... lagi di ... perusahaan ...."Apa benar bisa melakukannya di sini? Bagaimanapun, di luar banyak orang yang berl
Tanpa diduga, Zoey sudah melihatnya."Kak Livy!" seru Zoey sambil berlari menghampiri dengan penuh semangat. Dia langsung merangkul lengan Livy sambil mengadu dengan manja, "Aku bilang sama mereka aku adikmu dan minta izin ke atas untuk mencarimu, tapi mereka nggak percaya. Mereka bilang bakal menyuruhmu turun saja."Resepsionis menjelaskan dengan tidak berdaya, "Livy, bukan kami sengaja ingin menyulitkan. Kamu juga tahu aturan perusahaan. Orang tak berkepentingan nggak boleh sembarangan masuk.""Ya, terima kasih." Livy berterima kasih kepada resepsionis itu. Kemudian, dia membawa Zoey ke samping dan menyingkirkan tangannya sebelum bertanya dengan dingin, "Ada urusan apa?"Zoey mencebik. Dia hendak mengejek Livy, tetapi tiba-tiba teringat pada pesan Kristin. Ekspresinya langsung berubah. Dia tersenyum menyipitkan mata sambil berkata, "Kak, aku bakal wawancara di Grup Sandiaga dalam waktu dekat ini. Aku tahu kamu kerja di sini, makanya mengunjungimu. Kamu jarang pulang. Hubungan kita ja
Untuk sesaat, lobi menjadi sunyi senyap. Livy merasa dirinya sangat sial. Kenapa Preston malah keluar di saat seperti ini? Bukannya pria ini di ruangannya tadi?Livy bisa merasakan Preston menatapnya. Dia menahan kegusarannya, lalu menarik Zoey sambil berkata, "Kita bicara di luar."Jika Preston tahu ada keributan yang terjadi karena masalah pribadinya, sekalipun mereka berdua punya hubungan yang agak istimewa, Preston belum tentu akan membelanya dan mungkin akan memecatnya.Livy tidak berani membayangkan konsekuensinya. Saat ini, dia menyesal karena tidak bertanya dulu pada resepsionis. Daripada menghadapi situasi seperti ini, dia lebih baik bercinta dengan Preston di ruang kantor."Pak Preston?" Zoey menatap Preston dengan mata berbinar-binar. Dia berseru takjub, "Dia Presdir Grup Sandiaga!"Zoey ingin bergabung dengan Grup Sandiaga cuma karena reputasi besarnya di ibu kota. Dia sama sekali tidak mencari tahu tentang informasi lainnya. Bahkan, Zoey mengira Presdir Grup Sandiaga adala
Ekspresi Preston tetap dingin tanpa emosi. Namun, setiap kata yang keluar dari mulutnya seperti menghujam tepat ke titik lemah Bahran.Pernikahan bisnis yang dulu dijalani Bahran dengan istrinya tidak dilandasi cinta. Selama bertahun-tahun, hubungan mereka hanya menghasilkan seorang putri.Meski demikian, latar belakang istrinya cukup kuat, sehingga dia memiliki watak yang keras dan sulit dihadapi. Setiap ulah Bahran di luar rumah selalu sampai ke telinganya, dan setiap kali hal itu terjadi, pasti diikuti oleh pertengkaran besar."Preston, kamu ini terlalu ikut campur!" Bahran yang merasa harga dirinya diinjak, mulai kehilangan kendali.Dengan nada penuh amarah, dia berkata, "Kenapa berpura-pura di depanku? Kamu dan Livy sama sekali nggak punya cinta yang sebenarnya! Aku cuma ngasih tahu Livy cara terbaik untuk mengamankan posisinya, yaitu dengan punya anak. Sama seperti ibumu dulu. Setidaknya, dia mendapatkan sesuatu, bukan?"Kata-kata itu langsung menyulut kemarahan Preston. Aura din
Chloe segera mengendalikan ekspresinya.Makan malam berlangsung cepat. Preston dan Tristan naik ke lantai dua untuk membahas sesuatu di ruang kerja. Livy tidak ingin terus berada bersama Keluarga Sandiaga, sehingga dia mencari alasan pergi ke taman belakang untuk menghirup udara segar."Livy, lagi menikmati bulan, ya?" Baru saja Livy menemukan tempat untuk duduk, suara Bahran tiba-tiba terdengar dari belakangnya.Livy menoleh dan mengangguk dengan canggung. "Iya, cuma sebentar saja. Kak, aku pamit dulu. Aku nggak mau mengganggu waktu Kakak.""Kenapa buru-buru?" Bahran menghalangi jalannya dengan langkah santai. Pandangannya yang tertuju pada Livy tampak penuh maksud tersembunyi, sementara senyum di wajahnya terlihat ramah. "Livy, yang tadi kubilang di depan Ayah itu semua benar, lho."Mata Livy segera memancarkan kewaspadaan. "Apa maksud Kakak?"Bahran melanjutkan, "Begini, jangan tertipu dengan kesan bahwa Preston nggak peduli sama wanita. Dia memang kelihatannya pria baik yang nggak
Hati Livy langsung tersentak. Apakah Chloe sudah tahu semuanya?Telapak tangannya mulai berkeringat. Livy khawatir Chloe akan mengungkap hubungannya dengan Stanley. Meskipun Stanley yang berselingkuh dan bersalah, dengan semua ucapan yang dilontarkan Chloe tadi, sulit untuk tidak membuat Keluarga Sandiaga memiliki persepsi buruk terhadapnya."Benaran aku kenal?" Melanie semakin bersemangat dan buru-buru bertanya, "Chloe, coba bilang sama Bibi, siapa sebenarnya wanita yang nggak tahu malu itu?"Tubuh Livy menjadi tegang dan pandangannya tertuju erat pada Chloe.Tebersit ejekan di mata Chloe. Dia memutar sedikit kata-katanya sebelum akhirnya tersenyum tipis."Aib keluarga nggak perlu diumbar. Wanita itu mungkin cuma terpikat karena Stanley terlalu luar biasa. Meskipun dia mencoba mendekat, Stanley nggak akan menginginkannya. Nggak usah dibahas lagi, buang waktu saja!""Oh, Chloe memang berbesar hati." Melanie tersenyum kecil."Kenapa kamu kelihatannya tegang sekali?" Suara dingin Preston
"Bahran!" bentak Tristan yang tidak tahan lagi mendengar ucapannya.Tristan mengayunkan tongkatnya ke arah Bahran dua kali, tetapi Bahran menghindar dengan cepat. Saking marahnya, Tristan mengentakkan tongkatnya dengan keras ke lantai sambil berkata, "Aku tahu seperti apa Preston itu! Kamu pikir semua orang seperti kamu yang bisa melakukan hal nggak tahu malu begini?"Bahran yang terus dimarahi oleh semua orang, wajahnya mulai memerah. Dengan nada gelisah, dia akhirnya membuka mulut."Ayah nggak boleh bilang gitu. Ayah sendiri juga sama saja, 'kan? Setelah nikah sama Ibu, Ayah tetap bersenang-senang di luar. Buah jatuh nggak jauh dari pohonnya. Aku bisa jadi begini juga karena niru Ayah ....""Kurang ajar!"Tristan benar-benar marah. Dia bangkit dari sofa dan menghantamkan tongkatnya ke arah Bahran dua kali dengan keras. "Suruh kamu pulang untuk makan sama-sama, bukan untuk bicara begini! Kalau kamu begini lagi, lain kali kamu nggak usah pulang lagi daripada aku mati kesal!""Sudah,
Sebelumnya Erick, sekarang Nicky. Jika hanya satu pria, Preston masih bisa memahaminya. Namun, sekarang ada begitu banyak pria yang bermunculan di sekitar Livy. Tidak mungkin jika mengatakan tidak ada masalah pada wanita ini.Namun, ucapan Preston bagaikan pisau tajam yang menikam hati Livy. Bibirnya sampai memucat. Lipstik sekalipun tidak bisa menutupi kepucatannya itu."Jadi, kamu rasa ini salahku? Kamu rasa aku yang nggak menjaga diri?""Aku cuma memperingatkanmu. Selama kontrak kita belum berakhir, sebaiknya jangan melakukan hal-hal yang melanggar moral. Mengenai Nicky ... dia cuma pengacara biasa. Kalau kamu masih diam-diam bertemu dengannya, aku bisa membuatnya kehilangan pekerjaan."Nada bicara dan ekspresi Preston sama dinginnya. Ini adalah ancaman yang terang-terangan. Livy tahu Preston bisa melakukan hal seperti itu. Erick adalah contoh pertama.Jika Preston bisa membuat Erick dipenjara, dia tentu tidak akan menunjukkan belas kasihan kepada Nicky. Livy tidak ingin Nicky menja
Terakhir kali mereka bertemu karena Chloe menikah. Kali ini, entah Livy akan bertemu mereka lagi atau tidak.Livy segera berganti pakaian dan mengikuti Preston masuk ke mobil. Di dalam mobil, Preston tidak bersantai. Telepon demi telepon masuk.Sebelumnya, Livy mendengar dari Sherly bahwa ada banyak hal yang harus diurus menjelang akhir tahun. Departemen sekretaris sepertinya juga akan sibuk dalam waktu dekat ini.Ponsel bergetar. Masuk pesan dari Ivana.[ Berita besar! Erick ditangkap! ]Livy yang terkejut segera membalas.[ Apa? ]Ditangkap bagaimana? Ivana mengirim dua emoji perayaan, lalu menjelaskan.[ Aku juga nggak tahu, ini gosip dari temanku. Sepertinya Erick membuat onar pada perayaan ulang tahun Grup Sandiaga. Pak Preston sepertinya tahu soal tindakannya. ][ Oh ya, aku juga dengar Bu Sylvia jatuh pada perayaan ulang tahun itu. Entah masalah itu berhubungan dengan Erick atau nggak. Yang jelas, Pak Preston pasti marah gara-gara itu. ][ Tsk, tsk, tsk. Kabarnya sebelum Erick d
Ketika Livy terbangun, hari sudah siang. Kepalanya terasa sangat sakit, seluruh tubuhnya juga terasa lemas. Terutama bagian pergelangan tangannya yang bengkak dan merah. Kelihatannya sangat mengerikan."Nyonya sudah bangun?" Tina masuk dengan hati-hati, membawakan semangkuk bubur. Suaranya terdengar lembut. "Kenapa semalam minum alkohol sebanyak itu? Makan dulu bubur hangat agar perutmu terasa lebih baik.""Terima kasih, Bi." Livy menerima bubur itu, tetapi pergelangan tangannya tiba-tiba terasa sangat sakit. Dia hampir menjatuhkan mangkuk itu.Rasa sakit itu membuat pikirannya kembali fokus. Livy mulai mengingat kejadian semalam. Dalam ingatannya, semalam dia dan Preston bertengkar.Di dalam mobil yang sempit, Preston mengamati sekujur tubuhnya dengan tatapan dingin sekaligus penuh amarah."Livy, ini terakhir kalinya kamu bermasalah dengan Sylvia. Kalau sampai terjadi lagi, aku nggak akan membiarkanmu begitu saja."Livy berusaha keras menjelaskan kepada Preston, tetapi yang dia dapat
"Livy!" Suara yang sangat dingin terdengar di telinga Livy. Namun, suara itu sangat familier. Sepertinya itu adalah suara Preston.Livy memandang dengan bingung, berusaha keras untuk melihat dengan jelas. Pada akhirnya, dia berhasil melihat wajah Preston. Namun anehnya, kepala Preston ada dua."Kemari!" Preston tidak dapat mengendalikan amarahnya. Hari ini dia sibuk sepanjang hari, lalu menunggu Sylvia selesai menjalani operasi dan menemaninya untuk menenangkannya. Malamnya, dia masih harus bertemu klien.Namun, saat dia pulang, Livy malah tidak ada di rumah. Wanita ini berkumpul dengan temannya sampai tengah malam?Preston berusaha bersabar. Meskipun ada perselisihan di antara mereka, dia tetap datang untuk mencari Livy. Namun, apa yang dia lihat? Melihat Livy terjatuh ke pelukan pria lain!Apa ini yang disebut berkumpul dengan teman? Jika dia terlambat sedikit, mereka mungkin telah berbaring di ranjang bersama!"Pak Preston, ini nggak seperti yang kamu kira. Livy mabuk, jadi aku ....
Stanley berbicara dengan penuh semangat. Mulutnya yang bau alkohol itu hampir menempel di wajah Livy.Saat berikutnya, sebuah pukulan datang. "Stanley!" Nicky segera menarik Livy ke belakangnya.Nicky awalnya khawatir karena Livy tak kunjung kembali. Dia mengira Livy muntah-muntah di kamar mandi, jadi pergi membeli obat dan hendak mencarinya. Siapa sangka, dia malah melihat Stanley bersikap lancang kepada Livy!"Nicky?" Stanley terhuyung. Kemudian, nada bicaranya terdengar tidak sabar. "Ini urusanku dengan Livy. Apa hakmu ikut campur? Pergi sana!"Wajah Nicky menjadi sangat suram. Suaranya juga tegas. "Stanley, sudah kubilang Livy adalah temanku. Aku nggak akan tinggal diam. Selain itu, hubungan kalian sudah berakhir. Kamu harus menghormatinya. Lihat apa yang kamu lakukan!"Setelah mengucapkan peringatan seperti itu, Nicky pun tahu hubungan persahabatannya dengan Stanley sudah berakhir sepenuhnya. Namun, dia tidak menyesal.Dulu, Nicky tidak tahu Stanley adalah orang seperti ini. Sekar