Livy mengernyit. "Kamu mau buat onar sampai kapan? Semua tergantung wawancaramu sendiri. Aku nggak bisa bantu apa-apa."Livy tidak ingin buang-buang waktu dengan Zoey lagi. Dilihat dari ekspresi Preston tadi, pria ini juga tidak terlihat marah. Mungkin menurut Preston, Livy hanya sekadar mengobrol dengan adiknya.Livy berbalik dan pergi. Zoey masih ingin mengganggunya, tetapi ada banyak orang yang melihatnya. Pada akhirnya, dia hanya bisa menggertakkan giginya dengan geram dan pergi. Dia akan menunggu wawancaranya dulu.....Ketika Livy kembali ke departemen sekretaris, Ivana segera menghampiri. "Livy, kenapa Pak Preston memanggilmu tadi?"Livy termangu sesaat. Dia sudah menyiapkan jawaban untuk pertanyaan ini. "Oh, aku ditegur karena adikku. Adikku mau wawancara sore nanti, tapi datang mencariku dulu. Pak Preston kira aku mau membantunya, jadi memberiku peringatan."Ivana menarik napas dalam-dalam. "Rupanya kamu ditegur ...."Livy menyunggingkan bibirnya dan berucap, "Bukan masalah be
Bagi Livy, ini adalah kabar mengejutkan. Bagaimana mungkin Zoey bisa diterima dengan prestasi yang begitu buruk? Kecuali ....Setelah memikirkan ini, Livy berlari keluar dari ruang data. Dia tidak bisa mendengar suara Annie lagi.....Di ruang presdir, Livy mengetuk pintu. Sesudah mendapat respons, dia memberanikan diri untuk masuk.Preston sedang bekerja. Ketika melihat Livy, tatapannya terlihat datar, seolah-olah tahu Livy akan mencarinya. Dia berkata, "Aku telepon orang dulu."Livy duduk di sofa untuk menunggu. Ketika melihat waktu terus berlalu, Livy hanya bisa menghela napas dengan pasrah. Sepertinya dia tidak bisa mengunjungi neneknya malam ini. Sekarang sudah malam. Livy tidak ingin mengganggu neneknya istirahat.Setelah menunggu beberapa saat lagi, Preston akhirnya selesai bertelepon. Livy segera berdiri dan memanggil, "Pak ...."Sebelum Livy sempat berbicara, Preston telah melambaikan tangan untuk memanggilnya. Livy pun menghampiri. Saat berikutnya, Preston menariknya ke peluk
Preston sudah tidak sabar untuk pulang. Jantung Livy berdetak kencang. Dia bisa membaca isi pikiran Preston dari tatapannya. Jika tidak segera pergi, Preston mungkin akan melahapnya di sini.Livy buru-buru mengangguk. "Oke, aku akan cepat." Usai berbicara, Livy langsung kembali ke ruang data untuk merapikan barang-barangnya.Seketika, Livy tersadar kembali. Dia jelas-jelas ingin menanyakan tujuan Preston memasukkan Zoey, tetapi malah tidak mendapat kesimpulan apa pun dan Preston yang mengambil keuntungan darinya.Namun, dari ucapan Preston, sepertinya Zoey bisa bergabung dengan Grup Sandiaga berkat dirinya? Hanya saja, Preston adalah orang yang profesional. Livy saja hampir dipecat. Bagaimana bisa Zoey diterima? Jangan-jangan Preston menyukai wanita seperti Zoey?Ah, sudahlah! Livy tidak ingin memikirkannya lagi. Lagi pula, departemen propaganda sangat jauh darinya. Asalkan Livy tidak mengusik Zoey, Zoey juga tidak punya kesempatan untuk mengusiknya.....Zoey sangat gembira setelah ta
Sebelum tidur, Livy terpikir akan sesuatu. Di perusahaan, dia dipersulit Annie. Malam harinya, dia bekerja lembur untuk memuaskan Preston. Sepertinya, cepat atau lambat tubuhnya tidak akan tahan.Apalagi, Preston punya hasrat dan energi yang begitu besar. Jika situasi seperti ini terus berlanjut, bagaimana Livy harus bertahan?Livy sangat berharap dirinya cepat menstruasi supaya bisa beristirahat beberapa hari. Adapun Annie yang menyulitkannya, Livy tidak berniat memberi tahu Preston.Setelah kejadian sebelumnya, Annie pasti sudah membuat persiapan. Kalaupun Livy mengadu, Annie pasti akan memberi alasan yang terdengar baik.Selain itu, Livy tahu dirinya tidak berhak mengadu. Mereka berhubungan hanya karena kontrak dan bukan pasangan sesungguhnya.Sementara itu, Annie adalah atasan Livy. Menurut logika, sudah seharusnya Livy menuruti perintah Annie. Setelah memikirkan semua ini, Livy pun tidur.....Ruang data terletak di belakang departemen sekretaris. Meskipun tidak luas, tempat ini s
Livy sedang bertaruh, apakah Stanley berani mengambil risiko sebesar ini untuk pernikahannya?"Kamu!" Stanley menggertakkan giginya dengan kuat. Dia memang tidak berani mengadu. Dia susah payah mengejar Chloe, apalagi Keluarga Dewanto kurang puas padanya.Jika Keluarga Sandiaga tahu Stanley pernah punya hubungan dengan Livy, hal ini mungkin akan memengaruhi pernikahannya dengan Chloe. Pada akhirnya, Stanley akan rugi."Livy, masalah ini belum selesai!" Setelah melontarkan ancaman, Stanley menutup telepon dengan kesal.Chloe sering memberi tahu Stanley tentang Preston. Preston bukan pria yang sudah merayu wanita, bahkan sering menolak wanita. Jika Livy dan Preston bisa menikah, itu artinya mereka sudah lama punya hubungan. Bahkan, mungkin mereka sudah mengenal sebelum Stanley bersama Chloe.Begitu memikirkan dirinya dipermainkan oleh Livy selama ini, bahkan harus memanggil Livy dengan panggilan "bibi" dan bersikap sopan padanya, Stanley merasa sangat gusar dan tidak bisa menerima kenyat
Ketika Livy masih termangu, tiba-tiba terlihat sesosok yang cantik berlari ke depan Preston. Itu bukan orang lain, melainkan Zoey yang berdiri di sampingnya tadi."Pak Preston!" Zoey bersikap seolah-olah mereka sangat dekat. Setelah memanggil dengan centil, dia berkata, "Terima kasih sudah menerimaku. Aku pasti akan bekerja dengan giat dan nggak akan mengecewakanmu!"Pertumbuhan Zoey sangat baik. Dia membusungkan dadanya. Karena memakai rajutan ketat berkancing, bahkan kancing pertama serta kancing keduanya terbuka, sosok Zoey pun terlihat makin seksi. Hanya dengan melihat ini, pria mana pun akan berfantasi.Sejak SMA, Zoey memang punya banyak penggemar. Itu sebabnya, dia sangat percaya diri, terutama pada tubuhnya. Tubuh Zoey memang lebih seksi dari sebagian besar wanita. Dia tahu dirinya bisa bergabung dengan Grup Sandiaga berkat Preston.Preston pasti tertarik padanya. Jika tidak, Zoey tidak mungkin berdiri di sini sekarang. Zoey sengaja berterima kasih kepada Livy hanya untuk membe
Livy tak kuasa mengingat berbagai adegan yang terjadi semalam. Preston mulai memainkan permainan yang tingkat kesulitannya sangat tinggi. Dia sungguh lelah. Dia tidak punya energi untuk menghadapi Preston lagi.Livy tidak berani melontarkan sepatah kata pun dan hanya menyantap makanannya. Ivana juga tidak berani. Tiba-tiba, Bendy bertanya, "Livy, kenapa wajahmu merah sekali? Kamu sakit ya?"Preston memberi isyarat mata kepada Bendy, makanya Bendy sengaja menanyakan kondisi Livy.Livy tersadar dari lamunannya. Dia buru-buru menggeleng. Ketika tidak sengaja menatap Preston, wajahnya menjadi makin merah.Ketika melamun tadi, yang muncul di pikiran Livy adalah adegan-adegan tak senonoh. Itu sebabnya, wajahnya memerah. Begitu ditanya oleh Bendy, dia pun merasa makin canggung."Nggak kok. Aku cuma agak panas karena kantin terlalu ramai," bantah Livy segera."Baguslah kalau begitu." Bendy menghela napas lega. Jika Livy sakit, Bendy pasti akan disuruh membeli obat. Masih banyak pekerjaannya ya
"Memangnya dia belum mengambil tindakan apa pun?" Ivana terkejut dan meneruskan, "Benar juga. Pak Bendy sangat sibuk dan sering lembur. Dia mungkin nggak punya waktu mengajakmu kencan."Livy merasa lucu. Dia tidak menyangka Ivana mengira Bendy menyukainya. Siapa suruh Bendy menanyakan kesehatannya waktu makan tadi? Asal tahu saja, Bendy selalu bersikap kaku di perusahaan. Dia juga maniak kerja dan selalu menjaga jarak dengan para staf. Dia tidak mungkin memberi perhatian seperti tadi."Ivana, mungkin cuma salah paham. Pak Bendy mungkin cuma iseng tadi." Livy berusaha mengalihkan topik pembicaraan.Namun, Ivana menyela, "Mana mungkin salah paham! Dia pasti punya maksud lain padamu! Kapan kamu pernah melihat Pak Bendy memberi perhatian pada orang lain?""Livy, aku rasa kamu dan Pak Bendy cocok kok. Selain itu, Pak Bendy orang kepercayaan Pak Preston. Kalau kalian bersama, kelak kamu punya pijakan kuat di Grup Sandiaga. Bu Annie nggak bakal menindasmu lagi!"Livy merasa sangat canggung. D
Hanya saja karena topik ini muncul, Preston tidak bisa menahan diri untuk menanyakan beberapa hal. Padahal, sebelumnya Preston bukanlah orang yang sangat bergantung pada hasrat. Bahkan sebelum bertemu Livy, dia tidak pernah merasakan pengalaman seperti itu.Namun ternyata seperti kucing yang sudah pernah mencicipi ikan, sekarang sulit bagi Preston untuk menahan keinginan tersebut.Kalau bukan karena Preston memaksa diri untuk bekerja keras di ruang kerja sampai kelelahan agar bisa tertidur, tubuhnya yang tidak mendapatkan pelampiasan itu mungkin akan terus membuatnya kesulitan tidur.Livy berucap, "Pak Preston, aku ...."Livy cukup memahami maksudnya. Namun saat ini, perasaannya sedang tidak tepat untuk itu. Dia menunduk dan menggigit bibir karena bingung bagaimana cara menolaknya.Livy tahu mungkin dia tidak seharusnya menolak, tetapi ... neneknya baru saja meninggal. Livy benar-benar tidak ingin melakukan hal semacam itu."Aku mengerti. Kalau sudah siap, baru beri tahu aku," ucap Pre
"Nggak ... nggak kok ...." Suara Livy terdengar sedikit lebih tinggi. Dia tidak mampu menyembunyikan kegugupannya. Dia panik dan hanya bisa mengelak. Meski ketakutan dalam hati, dia tetap memaksa diri untuk menyangkal semuanya.Sementara itu, Preston hanya mengiakan dengan nada datar. Kini, suasana menjadi hening. Ada rasa canggung yang sulit dijelaskan.Jantung Livy berdegup sangat kencang. Apakah Preston sudah mengetahui semuanya? Apakah dia menunggu dirinya untuk mengaku?Namun kalau Livy mengakui semuanya sekarang, semuanya akan berakhir. Dia tidak bisa membayangkan kehidupan setelah ditinggalkan Preston.Keluarga Taslim pasti akan merasa sangat senang, sementara neneknya tidak bisa beristirahat dengan tenang di alam sana.Bukan karena Livy terobsesi menjadi Nyonya Sandiaga. Hanya saja tanpa perlindungan dari Preston, dia akan seperti orang lemah yang tidak punya kekuatan untuk melawan di dunia ini.Lebih dari itu, Livy juga tidak ingin meninggalkannya. Setelah merasakan perhatian
Terbawa perasaan bersalah, Livy pun membela Chloe, "Wajar saja kalau anak muda pesta di malam hari. Nggak berarti dia nggak berguna. Dia hanya masih muda."Chloe memang lebih muda dari Livy. Wanita itu baru lulus kuliah tahun ini. Mungkin karena masih naif, dia bisa diperdaya Stanley."Bukan itu maksudku," ucap Preston sambil menjalankan mobil.Livy hendak menanyakan maksud ucapan pria itu. Namun, dia lalu menelan kata-katanya kembali. Sepertinya dia bisa menebaknya sendiri.Preston menyindir Chloe tidak berguna bukan karena melihatnya pesta pora, tetapi karena wanita itu menikah dengan Stanley.Mungkin karena merasa dirinya sekarang juga "panjat sosial", Livy tidak ingin melanjutkan topik ini.Meskipun Preston mengucapkan itu untuk menjatuhkan Stanley, Livy tetap merasa tidak nyaman. Bagaimanapun, pernikahan Stanley itu asli, sementara pernikahannya hanyalah pernikahan pura-pura.....Di pintu masuk Dibiza, Nancy memandang ke arah jalan. Setelah Porsche Cayenne itu menghilang dari pan
Tubuh Livy tiba-tiba dihinggapi hawa dingin. Dia menatap Preston dengan ekspresi tidak percaya. Apa pria ini sudah mengetahui segalanya?Livy tidak tahu harus bagaimana menanggapi Preston. Dia hanya diam dan menanti sikap pria itu. Kemudian, dia mendengar Preston berkata lagi, "Lihat ke belakang."Livy menoleh dengan kaku dan melihat Chloe berdiri di depan pintu masuk. Rambutnya acak-acakan dan penampilannya terlihat berantakan. Nancy sedang menghiburnya di sampingnya.Livy tidak berani bersuara karena tidak mengerti maksud perkataan Preston.Pria itu berucap, "Sepertinya dia lagi ada masalah, coba kamu temui dia.""Hah?" Livy tertegun sejenak. Dia tiba-tiba merasa sudah berpikir kejauhan. Sepertinya Preston tidak bermaksud apa-apa, dia hanya kebetulan melihat Chloe."Aku ke sana sebentar,"ucap Livy. Dia berbalik dan segera berjalan menuju pintu masuk kelab.Nancy-lah yang pertama menyadari kehadirannya. Dia berseru, "Bibi!"Nancy adalah pengiring pengantin di pernikahan Chloe. Saat Li
"Tenang saja, serahkan sisanya padaku," ucap Linda."Terima kasih. Aku traktir kamu makan lain hari," kata Livy sambil buru-buru berjalan pergi.Sayangnya, saat ini kebetulan adalah jam sibuk. Taksi yang dipesan Livy baru akan sampai 1 jam 45 menit lagi. Hal ini membuatnya merasa sangat lesu.Tiba-tiba, Livy menerima pesan di WhatsApp. Pengirimnya adalah Preston.[ Sudah naik taksi? Bagi pelat nomornya. ]Livy terpaksa mengirimkan tangkapan layar dari halaman pemesanan taksi.Preston mengirimkan pesan lagi.[ Aku jemput kamu. ]Livy merasa ragu untuk memberitahukan alamatnya sekarang. Namun, dia lantas sadar bahwa hasil tangkapan layar tadi sudah menunjukkan titik lokasinya. Artinya, Preston tahu bahwa dia berada di Dibiza.Entah apa yang dipikirkan Preston saat tahu dirinya berada di sini. Untungnya, Linda memang bekerja di sini. Jadi, dia masih bisa menjadikan itu sebagai alasan.Livy duduk di sofa lobi, menunggu Preston datang menjemputnya. Tak lama kemudian, dia melihat sekelompok
Stanley terpancing. Dia lantas mengikuti wanita itu naik ke kamar di lantai atas. Alhasil, begitu masuk kamar, wanita itu langsung melepas pakaiannya."Tunggu! Kamu ngapain? Bukannya ini hanya pura-pura?" tanya Stanley kaget.Wanita itu tersenyum manis, membuatnya terlihat kian mirip dengan Livy. Dia berkata, "Kak, kamu sudah menolongku. Sebagai gantinya, aku akan menemanimu malam ini. Nggak perlu bayar.""Nggak perlu," tolak Stanley. Meski begitu, dia merasa sangat tergoda.Wanita itu sudah menanggalkan semua pakaiannya. Melihatnya berjalan mendekat, Stanley buru-buru balik badan. Dia tidak berani menatap wanita itu, takut dirinya akan hilang kendali.Wanita itu memeluk Stanley dari belakang, menempelkan tubuh mereka erat-erat dan menggodanya. Stanley tidak tahan godaan. Akhirnya, dia berbalik dan merengkuh wanita itu.Livy yang menyaksikan semua ini dari kamera CCTV mengernyit dan merasa jijik."Sudah kubilang, 'kan? Dia pasti akan terpancing kalau digoda wanita yang mirip denganmu,"
Stanley mengajak teman-temannya untuk makan bersama di Olive Tower. Ketika mereka semua berada di ruang VIP, Nicky keluar untuk menelepon.Usai mendapat informasi ini, Livy segera mengganti pakaian dan meninggalkan apartemen. Dia tidak memberi tahu Preston tentang kepergiannya.Livy hanya berpamitan pada Tina. Dia berkata hendak menemui temannya dan tidak ingin menginterupsi pekerjaan Preston. Dia juga meminta Tina menyampaikan bahwa dirinya akan segera kembali jika Preston mencarinya.Di dalam taksi, Nicky memberi tahu Livy bahwa mereka akan pindah ke Dibiza. Livy lantas meminta sopir untuk mengubah rute. Dibiza adalah nama sebuah kelab terkenal.Livy berpesan pada Nicky untuk merahasiakan kedatangannya. Dia beralasan ingin memberi mereka kejutan.Sebelum mereka sampai, Livy sudah terlebih dahulu tiba di Dibiza. Dia juga sudah menghubungi Charlene sebelumnya.Charlene mengenal Linda, manajer Dibiza. Hubungan akrab keduanya memuluskan rencana Livy.Livy menemui Linda dan memilih bebera
Ketika manusia sedang lemah, mereka selalu mencari sandaran. Kebetulan, Preston ada di sisi Livy untuk membantunya. Mungkin, ini hanya efek psikologis. Livy tidak berani berpikir terlalu jauh, apalagi mencintai Preston. Ini karena dia tahu betul bahwa dia bukan istri sah yang sesungguhnya.Kalau bukan karena ada Tina di sini, Livy tidak mungkin memanggil Preston dengan semesra itu. Biasanya, Livy memanggilnya dengan sebutan Pak Preston karena Preston memang atasannya."Sudah baikan?" tanya Preston setelah melepas sepatunya. Kemudian, dia menghampiri Livy.Livy mengangguk. "Sudah. Rencananya aku mau kerja besok.""Nggak usah repot-repot. Yang penting sembuh dulu." Supaya Livy tidak cemas, Preston pun menggodanya, "Lagian, perusahaan tetap beroperasi seperti biasanya tanpa kamu."Livy tahu Preston sedang bercanda dan bukan ingin mengejeknya. Hatinya terasa hangat. Dia bergumam, "Ya sudah. Aku istirahat sehari lagi. Lusa baru kerja."Livy tidak ingin menunda terlalu banyak pekerjaan. Sela
"Hanya saja, Rivano juga menjenguk temannya yang sakit. Mungkin dia memang cuma ingin menjenguk nenek Livy. Tapi, ini bukan berarti kematian nenek Livy nggak ada kaitan dengannya. Mungkin kebetulan, mungkin juga bukan ...." David menganalisis dengan saksama.Preston mengernyit sambil menatap ke kejauhan. Entah apa yang dia pikirkan. Dia berujar dengan pelan, "Rahasiakan dulu hal ini."....Selama beberapa hari ini, Livy terus tidur. Dia terus bermimpi saat neneknya masih hidup. Setiap kali membuka mata, dia merasa kematian neneknya hanyalah mimpi.Namun, setiap kali Preston menyuapinya makan, Livy akan tersadar dari mimpinya. Neneknya benar-benar sudah tiada.Setelah memastikan semua ini nyata, pikiran Livy menjadi lebih jernih. Dia menyibakkan selimutnya dan berjalan tanpa alas kaki, lalu membuka pintu kamar.Rumah yang luas ini tampak kosong melompong. Matahari telah bersinar terik. Hari ini bukan akhir pekan. Jadi, Preston pasti sudah pergi ke perusahaan.Tina yang menjinjing keranj