Share

6. Mencari Ayah

Author: Rossy Dildara
last update Last Updated: 2024-11-08 18:34:25

"Iya, Kak. Aku sungguh-sungguh!" Tanpa banyak berpikir, aku langsung menjawabnya dengan mantap. Kupikir ini adalah hal yang benar untuk dilakukan.

"Baiklah." Kak Calvin langsung memundurkan langkah, menjauh dariku lalu memakai kembali jas biru navy-nya.

Namun, kulihat wajahnya menjadi masam sekarang.

Ada apa lagi dengannya? Kenapa seolah-olah jawaban yang aku berikan terdengar tidak mengenakan untuknya?

Apa memang ini merugikannya? Padahal 'kan tidak, karena jelas-jelas aku yang telah diperkosa di sini.

Kak Calvin ini benar-benar aneh sekali. Aku jadi bingung sendiri.

"Aku minta maaf ya, Kak." Bingung ingin berbuat apa, jadi kuputuskan untuk meminta maaf saja.

"Ngapain minta maaf, kan sudah jelas kamu korban di sini," sahut Kak Calvin dengan ketus, tanpa menatapku dia berjalan ke arah pintu.

Handle pintu itu sudah dia pegang, dapat kulihat tubuhnya dari belakang. Namun, gerakan tangannya tiba-tiba terhenti.

"Aku mau pulang. Kamu cepat pakai pakaianmu lalu segera pulang, karena kamar ini bukan aku yang sewa."

"Iya, Kak."

Tanpa menanggapi ucapanku, Kak Calvin langsung pergi begitu saja. Meninggalkanku yang masih bingung dengan sikapnya yang tiba-tiba berubah.

Sepertinya dia marah padaku. Ah... aku jadi makin merasa bersalah. Tapi ya sudahlah, biarkan saja. Lebih baik aku segera pergi dari sini, karena sepertinya aku salah masuk kamar.

Setelah membersihkan tubuh dan bersiap-siap memakai kembali pakaian, aku lantas keluar dari kamar lalu menutup pintu.

Kuperhatikan nomor kamarnya lebih dulu sebelum meninggalkan tempat ini, untuk memastikan apakah benar aku salah kamar. Lalu kucocokkan dengan chat dari Nona Agnes.

Bodohnya aku, ternyata memang benar-benar salah kamar.

Pada chat tertulis nomor 1006 lantai 4. Sementara lantai dimana aku berpijak sekarang adalah lantai 3 dan nomor kamarnya pun 106. Kurang 0 dan kurang satu lantai.

Ini sih gila namanya, aku mencari penyakitku sendiri.

Viona, Viona, kenapa selalu saja kamu ceroboh! Aku mengacak rambut dengan frustasi.

Ah tapi ya sudahlah, nasi sudah menjadi bubur. Daripada terus menggerutuki diri sendiri dan itu tidak ada gunanya, lebih baik aku pulang saja.

Papa dan Kenzie pasti sudah menungguku di rumah, dan sepertinya Papa akan memarahiku. Kulihat selain Nona Agnes, ada banyak chat serta panggilan tidak terjawab dari Papa juga. Tapi chat tersebut sengaja tidak aku buka, karena toh aku juga mau pulang sekarang.

*

*

*

Setibanya di rumah, baru turun dari ojek online, aku langsung disambut oleh tatapan tajam dari Papa yang berada di teras depan.

Pria bergelar duda itu semula tengah duduk, kemudian berdiri seraya melangkah mendekat ke arahku.

"Assalamualaikum, Pa." Sebelum dia bicara, bahkan sudah sempat kulihat mulutnya menganga, aku lebih dulu mengucapkan salam lalu mencium punggung tangannya dengan penuh rasa hormat.

"Walaikum salam. Ke mana saja kamu dari semalam? Kenapa nggak pulang?" tanyanya dengan nada menginterogasi, matanya langsung melotot, menunjukkan kekhawatiran yang mendalam.

"Aku lembur, Pa," jawabku berbohong. Tapi tidak juga sih, aku memang semalam lembur kurang tidur. Bercinta dengan mantan menantunya.

"Lembur sampai pagi? Tapi kok nggak bilang dulu kamu sama Papa? Kenapa?" cecarnya lagi, suara penuh kekecewaan dan ketidakpercayaan, menciptakan ketegangan di udara antara kami.

"Iya, soalnya aku-"

Ucapanku seketika terhenti, saat melihat Kenzie tiba-tiba berlari keluar dari rumah dan memanggilku dengan girang. "Bundaaaaaa!!"

Kedua tangannya terbuka lebar, segera aku sambut karena pastinya dia akan memelukku dengan penuh kegembiraan.

"Bunda kemana saja?? Kok nggak pulang dali semalaman? Telus ... Di mana Ayah?" tanyanya dengan polos, lalu menoleh ke kanan dan kiri, seperti mencari-cari seseorang.

Ya Allah ... baru juga sampai rumah, tapi kamu sudah menanyakan Ayahmu. Harusnya biarkan dulu Bundamu ini masuk lalu mandi, Bunda belum mandi dari kemarin sore, Nak.

"Bunda lembur, Sayang," jawabku sambil menghela napas dengan berat, lalu mengelus pucuk rambutnya penuh kasih sayang. "Kita masuk dulu, yuk, Bunda mau mandi." Suara penuh kelembutan dan perhatian terdengar dalam jawabanku, mencerminkan rasa sayang yang mendalam kepada Kenzie.

"Habis mandi kita cali Ayah, ya?" pintanya merengek, bahkan saat ingin kugendong dia menolak.

Aku langsung berjongkok, lalu menangkup kedua pipinya yang terlihat memerah. Wajahnya juga mendadak cemberut. "Kenzie ... Bunda 'kan udah bilang, kalau Ayah itu ada di Korea. Jauh, Nak. Kita nggak ada ongkos buat ke sana."

Sedari dulu, hanya alasan itu yang aku punya. Ayahnya Kenzie berada diluar negeri, sedang bekerja.

"Bunda 'kan kelja telus, masa dali dulu duitnya nggak kumpul-kumpul buat kita pelgi ke Kolea?" tanyanya dengan nada kesal, jemari kecilnya terlihat meremmas ujung baju.

"Bukan enggak kumpul-kumpul, tapi biayanya memang mahal, Nak. Lagian, kamu juga nggak perlu terus mencari Ayah. Nanti kalau sudah waktunya ... Ayah pasti akan pulang sendiri, kamu sabar aja."

Semoga dia tidak bosan, karena hampir sering kalimat seperti itu yang kuutarakan setiap kali melihat Kenzie marah.

"Enggak maauuu!!" teriak Kenzie tiba-tiba, kedua kakinya terhentak keras. "Pokoknya Kenzie mau ketemu Ayah sekalang juga, nggak mau nanti-nanti!! Kalau Bunda atau Kakek nggak mau antal Kenzie buat ketemu dengan Ayah ... Kenzie mau cali sendili!" tambahnya sambil meneteskan air mata, lalu tiba-tiba berlari.

"Kenzie!" Aku dan Papa terkejut melihatnya, segera kami berlari untuk mengejar.

Bocah berumur 5 tahun itu terlihat berlari cepat menelusuri jalan kecil, melewati beberapa rumah warga. Wajahnya penuh dengan ekspresi kebingungan dan keinginan yang kuat.

Larinya begitu cepat seperti kelinci. Ya Allah, sesak sekali napasku rasanya.

Ditambah selangkaanganku masih terasa sakit bekas semalam, namun aku tak bisa membiarkannya pergi begitu saja. Karena selama ini, semarah apa pun Kenzie, dia tidak pernah sampai lari-lari pergi dari rumah. Paling hanya mengurung diri di kamar dan tidak mau membuka pintu.

"Jangan marah, Nak! Maafin Bunda!" teriakku sambil meringis, mencoba menahan sakit dan masih berusaha berlari.

"Kenzie berhenti!! Ayok sama Kakek! Kita pergi cari Ayaaah!" teriak Papa dengan suara gemetar, lalu melompat dan akhirnya berhasil meraih tubuh kecil Kenzie dalam dekapannya.

"Alhamdulillah ...." Aku langsung menghentikan langkah kakiku dan terduduk dijalan, kuatur napas yang terengah-engah sembari mengusap keringat yang bercucuran di dahi, merasakan kelelahan dan kekhawatiran yang mendalam.

"Aaawww!!"

Baru saja aku bernapas lega dan berucap syukur, tiba-tiba, Papa berteriak dan saat kulihat tangan Kenzie tengah meremmas inti tubuhnya.

Mataku sontak membulat sempurna. Ya ampun, apa yang bocah itu lakukan? Kenapa dia menyakiti Kakeknya sendiri?

Papa menurunkan tubuh Kenzie dan segera menyentuh kantong menyannya sambil meringis kesakitan. Disaat itu, Kenzie berlari kabur berbelok ke pertigaan sebelah kanan, meninggalkan kami dalam kebingungan dan kekhawatiran yang mendalam.

Aku langsung berdiri, lalu dengan tenaga yang tersisa berlari mengejarnya.

Dasar bocah, apa-apaan coba dia, kenapa pakai segala ngambek dan kabur segala sih?

Saat kususul dan kucari-cari, sepertinya aku kehilangan jejak anakku. Bocah lucu itu tidak ada dimana-mana.

Apakah ini artinya dia hilang?

Ya Allah!

"Kenzieeee!! Ke mana kamu, Nak?!" teriakku panik, suara gemetar dan penuh kekhawatiran, mencari-cari dengan penuh harapan namun juga kegelisahan yang mendalam, merasakan kehilangan yang tak terbayangkan sebelumnya.

Kirain cuma si Sony Wakwaw aja yang nyari bapaknya, ternyata Kenzie Wakwaw juga 🤣🤣

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Intan Azkafadhil
perempuan nya terlalu bego terlalu lembek kurang tegas
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   7. Ingin cari m*ti

    "Di mana Kenzie, Vio?" tanya Papa yang berlari mendekatiku, tangan kanannya masih memegang inti tubuh. "Kenzie ... dia hilang, Pa. Nggak tau ke mana," jawabku dengan suara penuh frustrasi. Rasanya hatiku hancur, ingin rasanya menangis. "Kok bisa hilang sih? Gimana ceritanya?" Papa langsung berlari mencari, dan aku segera menyusulnya, berharap dapat menemukan Kenzie dengan segera. Semoga Kenzie ditemukan dalam keadaan selamat. *** Pov Calvin. Aku benar-benar kecewa dengan jawaban Viona, karena dengan mudahnya dia mengatakan ingin berdamai denganku, setelah apa yang telah terjadi di antara kita. Apakah dia sama sekali tidak memikirkan bagaimana perasaan suaminya, jika hal ini diketahui? Viona, kukira kamu sudah berubah sekarang. Tapi nyatanya, kamu masih sama seperti dulu. Masih suka menyakiti hati suamimu. Padahal, bukankah kamu sendiri yang bilang, bahwa rasa cintamu terhadap Yogi begitu dalam hingga kamu tidak pernah bisa menerima pernikahan kita? Tak pernah mau mencoba menc

    Last Updated : 2024-11-09
  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   8. Om akan membantumu

    Dengan refleks, aku segera mengerem mobil, berharap agar tidak terlambat untuk menghindari menabraknya. Bruk!!! Suara sesuatu yang jatuh terdengar, dan jantungku berdegup kencang, berharap dengan sungguh-sungguh agar anak kecil itu tidak terluka. Semoga dia baik-baik saja. Dengan rasa panik yang menyergap, aku segera turun dari mobil dan berlari mendekatinya. "Ya Allah, Dek!" seruku dengan suara gemetar, sambil berjongkok di dekat anak yang seperti berusia sekitar 5 tahun itu. Dia duduk dengan keadaan menangis sambil menyentuh lutut kanannya yang berdarah cukup banyak, sepertinya tadi tergores oleh aspal. Hatiku terasa hancur melihatnya. "Huuueeee!! Sakittt!!" tangisnya pecah dengan deraian air mata yang memilukan. Bergegas aku meraih tubuh kecilnya dengan penuh kelembutan, sebab tak tega rasanya karena dia juga cukup kurus. Aku langsung membawanya masuk ke dalam mobil dan mendudukkannya pada kursi di sampingku. "Kita ke rumah sakit ya, jagoan. Kamu tenang dulu, jangan menang

    Last Updated : 2024-11-10
  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   9. Cuma pura-pura

    Aku pun membawa Kenzie ke Dokter umum, pihak rumah sakit langsung mengizinkan kami masuk tanpa perlu mengantre. Mungkin simpati pada keadaan Kenzie. Dokter pria mulai memeriksa, saat Kenzie aku baringkan ke tempat tidur. Bocah itu kembali memelukku. Meski tubuhnya kecil, tapi pelukannya cukup membuatku nyaman. Hatiku terasa hangat entah mengapa. "Kenzie takutt!!" "Tidak perlu takut anak ganteng, ini cuma luka ringan kok," sahut Dokter yang berada di dekat kami, yang tampaknya memahami perilaku yang ditunjukkan oleh Kenzie. "Beneran, Dok, cuma luka ringan?" Aku bertanya untuk memastikan. Kuperhatikan juga lutut Kenzie yang mulai dibersihkan oleh seorang suster yang baru saja datang. Dokter mengangguk. "Bener kok, Pak. Cuma tergores aspal, paling 3 hari lukanya akan kering." Jawaban dari Dokter benar-benar membuatku lega. Aku menghela napas, syukurlah kalau memang dia baik-baik saja. Aku sungguh khawatir sebelumnya. "Aaawwwwww peliiihhh!!" jerit Kenzie, yang sontak membuatku ter

    Last Updated : 2024-11-11
  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   10. Biarkan dia bahagia

    (POV Viona)Ya Allah ... Aku benar-benar tidak bisa tenang karena anak semata wayangku belum ditemukan. Ini sudah mau gelap.Kuperhatikan jam dinding yang menempel di depan pintu kamarku, di sana menunjukkan pukul 6 sore dan baru saja kudengar kumandang adzan magrib.Aku duduk di sofa ruang tengah, menunggu Papa yang belum pulang dengan perasaan campuran antara kegelisahan dan kekhawatiran.Setelah tadi kehilangan jejak Kenzie, Papa memutuskan untuk pergi ke kantor polisi untuk melakukan pelaporan.Sementara aku, diminta untuk tidak ikut karena Papa juga berpesan untuk menghubungi para orang tua dari teman-teman sekolah Kenzie, karena barangkali dia pergi ke sana. Karena bisa saja Kenzie meminta bantuan teman-temannya untuk mau diajak pergi mencari Ayahnya.Namun, setelah kucoba hubungi semuanya, sampai dengan guru TK-nya juga, ternyata tak satu pun ada yang mengatakan melihat Kenzie.Ya Allah, ke mana perginya anakku? Kenapa Kenzie nekat banget. Diluar sana 'kan bahaya, Nak. Kalau ka

    Last Updated : 2024-12-02
  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   11. Ada tuyul

    (POV Calvin)Dengan banyaknya pekerjaan, aku terpaksa harus lembur hingga jam 6 malam. Namun, di tengah kesibukan di kantor, pikiranku terus menerus melayang pada Kenzie. Apa yang sedang dilakukannya saat ini? Sudahkah dia makan dan mandi? Aku telah memberikan instruksi kepada satpam dan Bibi di rumah untuk merawat Kenzie dengan baik, memastikan bahwa dia mendapatkan segala yang dibutuhkannya, namun juga menjaga agar tidak memberinya kesempatan untuk kabur. Aku khawatir bahwa Kenzie mungkin memiliki niat untuk mengambil sesuatu yang berharga dan menyelinap pergi. Sebelum sampai rumah, aku sempat singgah ke toko mainan dan membelikan Kenzie sebuah mainan. Aku teringat akan kata-kata Kenzie yang menyebut bahwa hampir setiap hari, setelah pulang kerja, Bundanya selalu membawakan mainan untuknya.Aku berharap, dengan membelikan mainan ini, dia jadi teringat Bundanya. Dan aku bisa membujuknya untuk pulang ke rumah. "Eh ... Pak Cal

    Last Updated : 2024-12-03
  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   12. Siap menikah

    "Kenzie bukan tuyul!!" seru Kenzie menyahuti ucapan Ayah, membuat pria itu tampak terkejut.Ada apa dengan Ayah ini? Bisa-bisanya anak orang dia katai tuyul. Atau paling hanya bercanda saja, ya? Lagian kepala Kenzie juga tidak botak, tidak persis seperti tuyul pada umumnya."Kenzie bukan tuyul, Ayah. Dia anak manusia," sahutku."Tapi dia anak siapa? Kok ada di rumahmu? Jangan bilang kamu dan pacarmu ...." Ayah menahan ucapannya sambil menatap tajam mataku. Ah dia ini, pasti sudah berpikir yang tidak-tidak."Ayah jangan berpikir yang enggak-enggak, biar aku jelaskan. Tapi kita keluar dulu, biar enak ngomongnya." Aku menarik tangan Ayah untuk bersama-sama keluar dari kamar, supaya lebih leluasa bicara."Jangan bohong ya, Cal. Ayah paling tidak suka dengan orang yang suka berbohong." Ayah memperingatiku.Padahal siapa juga yang mau berbohong padanya."Aku tidak berbohong, Ayah. Dan Kenzie itu bukan siapa-siapanya aku. Aku n

    Last Updated : 2024-12-04
  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   13. Mau membantu

    "Tuh, apa katanya Calvin. Agnes udah seratus persen katanya, masa kamu belum yakin?" kata Ayah yang terdengar menyindirku. Ah aku paling malas jika membahas masalah nikah. Karena aku sendiri belum tertarik untuk menikah. "Kita makan saja dulu, baru mengobrol. Kan Ayah bilang udah lapar." Aku segera mengalihkan topik demi mengakhiri pembahasan ini. Mereka semua mengangguk, kemudian kami mulai menyantap makan malam dengan serius dan tenang. Hanya suara sendok dan garpu yang saling beradu di atas piring. Setelah makan malam kami selesai, kami pun berpindah tempat duduk ke ruang keluarga. Duduk bersantai sambil mengobrol ditemani teh manis dan biskuit di atas meja. Padahal aku sudah kenyang dan sedikit mengantuk. Tapi tidak mungkin juga kutinggalkan mereka, apalagi Agnes. Pasti dia akan marah. "Oh ya, Agnes. Kamu dan Calvin ketemu di mana? Bunda belum tau lho, Calvin belum pernah cer

    Last Updated : 2024-12-05
  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   14. Hampir gila mencari

    "Mau ngapain memangnya?" tanya Kenzie tampak bingung."Ya mau ketemu, Om mau bicara. Lagian, kalau memang kita harus pergi ke Korea ... Om harus minta izin sama orang tuamu atau keluargamu dulu, nggak sembarangan main ajak aja, Dek. Nanti dikira Om nyulik kamu lagi." Aku berusaha menjelaskan dan sedikit membujuk, semoga saja Kenzie setuju."Aah nanti yang ada Bunda ngelalang, Om. Bunda 'kan ngeselin olangnya," keluh Kenzie dengan bibir yang mengerucut."Nggak mungkin Bundamu melarang." Aku menggeleng yakin sambil mengelus rambut Kenzie. "Kan kamu yang bilang sendiri alasan Bundamu nggak mau mencari Ayahmu itu karena nggak ada ongkos pergi ke Korea. Naaahhh ... nanti biar Om yang ongkosin. Bila perlu... kamu, Bundamu sama Kakekmu juga sekalian. Kita pergi mencari Ayahmu bersama-sama dengan Om ke Korea." Aku memberikan tawaran dengan harapan Kenzie setuju.Mata Kenzie seketika berbinar, kedua pipinya memerah. "Iihh mau, Om!!" seru Kenzie,

    Last Updated : 2024-12-06

Latest chapter

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 50. Kamu cantik

    "Nggak usah, Yah. Aku bisa beli sendiri kok," balasku menolak usulan baik dari Ayah Calvin. Lagipula, Pak Kenzie bukanlah pasanganku, aku merasa tidak nyaman dan malas pergi bersamanya. "Jangan sendiri, kamu sedang hamil," Ayah Calvin berkomentar, nada suaranya menunjukkan kepeduliannya. "Nanti siang deh kita ke mall buat beli baju, ya, Zea? Kalau pagi begini mall 'kan belum buka," Pak Kenzie menyambar kesempatan itu, mengajukan tawaran. "Aku .…" Aku ragu, sebetulnya ingin menolak. Namun, tatapan Ayah Calvin yang penuh perhatian membuatku sulit untuk menolak. Aku mengangguk setuju, suaraku terdengar lirih. "Oke." Aku berharap, ini hanyalah kunjungan singkat ke mall, tanpa ada kejadian yang tidak diinginkan. "Ya sudah sekarang kalian mandi. Kamu juga hari ini harus masuk ke kantor, ya, Ken. Udah berapa hari coba kamu libur kerja? Bisa bangkrut lama-lama perusahaanmu." Ayah Calvin kembali mengomel, suaranya terdengar tegas, menunjukkan otoritasnya sebagai seorang ayah. Dia menarik

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 49. Wanita hamil bisa sensitif

    "Aku ke dapur." "Dapur? Jadi kamu semalaman tidur di dapur?? Lho, Zea… harusnya kamu jangan melakukan hal itu!" suaranya meninggi, nada ketidakpercayaan dan bahkan sedikit amarah tersirat di balik kata-katanya. Matanya menyipit, seolah tak percaya dengan pengakuanku yang sederhana itu. Dia pikir aku gila? Mana mungkin aku menyiksa diriku dengan tidur di dapur? "Aku ke dapur cuma mau minum," kataku, berusaha menjaga nada suaraku tetap tenang, meskipun dalam hati aku sudah berteriak kesal. "Tapi semalam kamu tidur, kan?" Tangannya tiba-tiba menangkup wajahku, sentuhannya yang tak terduga membuatku tersentak kaget. Jari-jarinya yang menyentuh pipiku terasa begitu lembut. Untuk sesaat, pandangan kami bertemu, tatapannya yang intens membuatku tak nyaman. Jantungku berdegup kencang dan seperti ada kupu-kupu di perutku. Segera kutepis tangannya dengan gerakan cepat dan menundukkan pand

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 48. Jangan pergi

    Segera kutepis kasar lengannya dan mundur beberapa langkah, menjauhkan diri dari sentuhannya. Rasa takut yang luar biasa membanjiri hatiku. "Zea, jangan pergi!" Pak Kenzie menarikku kembali, tangannya kuat dan mendesak. Dia menutup pintu dan kali ini menguncinya. "Aku hanya ingin tidur ditemani, aku takut tidur sendirian," katanya, suaranya sedikit gemetar, namun aku meragukan kejujurannya. Ketakutan? Itu hanyalah kedok, sebuah alasan yang dibuat-buat untuk menutupi niat sebenarnya. Aku bisa merasakannya. Rasa curiga dan ketidaknyamanan mencengkeramku. Aku berusaha tenang, namun jantungku berdebar-debar. "Begini saja deh ...," katanya, terlihat tengah mengusulkan ide. "Kita tidak perlu tidur satu ranjang. Kalau memang kamu takut padaku, aku bisa tidur di lantai atau di sofa. Bagaimana?" Dia mencoba menawarkan solusi, berharap dapat mengakhiri situasi ini dengan

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 47. Tidur bareng

    "Meninggal enggaknya aku nggak tau, Pak. Tapi meskipun masih ada… dia tetap tidak bisa menjadi wali nikahku. Karena aku anak hasil zina.” Pengakuan Zea membuat suasana menjadi hening sesaat. “Astaghfirullah ....” Ayah Calvin beristigfar, kejutan dan rasa iba tergambar jelas di wajahnya setelah mendengar pengakuan Zea. Wajah Zea pun tampak sendu, menunjukkan beban berat yang selama ini dia pikul. “Maaf ya, Zea. Ayah nggak bermaksud membuatmu sedih.” “Nggak apa-apa, Pak.” Zea menggeleng lemah, mencoba tersenyum untuk meyakinkan Ayah Calvin. “Meskipun keadaannya begitu, tapi nggak apa. Nanti setelah Kenzie resmi bercerai… Ayah berencana untuk menemui papamu, boleh ya?” Ayah Calvin melanjutkan, menunjukkan keseriusannya untuk menerima Zea apa adanya. “Boleh aja, Pak. Nggak masalah.” Zea mengangguk, setuju dengan rencana Ayah Calvin. “Jangan panggil Bapak, panggil Ayah saja. Ayah ‘kan sebentar lagi akan jadi Ayah

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 46. Mengobrol berdua

    Setelah mandi, Zea bergegas keluar dari kamar. Bibi telah memberitahukan bahwa Bunda Viona dan Ayah Calvin menunggunya di ruang makan. Namun, yang dilihatnya saat memasuki ruangan itu melampaui ekspektasinya. Bukan hanya kedua orang tua Kenzie, tetapi juga Kenzie, duduk tenang di salah satu kursi meja makan persegi empat. Aroma masakan yang menggugah selera memenuhi ruangan, bercampur dengan aroma bunga melati dari vas di tengah meja. Hidangan beraneka ragam tersaji melimpah; telur balado yang merah menyala, ayam goreng yang mengkilat keemasan, sayur brokoli, dan masih banyak lagi. Meja itu tampak penuh, hampir tak tersisa ruang kosong. Degupan jantung Zea berdebar tak karuan. Sebuah rasa gugup yang tak terjelaskan menjalar di tubuhnya. "Kamu sudah mandi, Zea? Ayok duduk di sampingku," ucap Kenzie, suaranya lembut namun membuat jantung Zea berdetak lebih cepat. Dia berdiri, lalu dengan gerakan halus mendorong kursi di sampingnya, mengundang Zea untuk bergabung. "Di... di samping

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 45. Sangat mencintai Kenzie

    (POV Author)"Arrrgghh... Aku bisa gila kalau begini terus!"Helen menggeram kesal, tangannya frustasi menjambak rambutnya yang panjang.Sudah tiga hari dia menjalani hukuman: dikurung di kamar tanpa ponsel, terisolasi dari dunia luar, dan pintunya dikunci rapat. Suasana pengap dan sunyi semakin menambah kejengkelannya.Kemarahan Papi Janur masih terasa seperti bayangan yang menghantuinya. Dia masih bisa membayangkan betapa dahsyatnya amarah sang papi saat mengetahui apa yang telah dia lakukan. Helen menggigit bibirnya.Tapi untunglah, Papi Janur masih mengingat bahwa Helen sedang mengandung. Jika tidak, hukuman ini pasti jauh lebih kejam dan mengerikan. Bayangan cambukan dan hukuman fisik lainnya menghantui pikiran Helen, membuat tubuhnya menggigil. Dia bersyukur atas belas kasihan papinya yang sangat terbatas itu, meskipun tetap terasa seperti siksaan."Semua ini gara-gara Heru! Bre*ngsek! Pengacau! Meskipun aku sudah me

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 44. Calon istri

    "Maaf, aku tidak sengaja," jawab Pak Kenzie dengan nada santai.Tidak sengaja katanya? Bohong! Mataku sendiri melihat bagaimana tangannya dengan sengaja mendorong bubur itu."Panggilkan petugas kebersihan, Mal. Bersihkan bekas bubur ini," perintahnya kepada Pak Akmal tanpa sedikit pun penyesalan. Pak Akmal mengangguk patuh, lalu meninggalkan ruangan."Kamu sekarang sarapan dulu, ya? Aku sudah membelikan bubur untukmu." Pak Kenzie menyodorkan mangkuk bubur dari atas meja troli, sendok berisi bubur diulurkan ke arahku. Sejujurnya, selera makanku sudah hilang. Yang kurasakan hanyalah rasa mual dan keengganan terhadap kebaikannya. Bubur Pak Bahri, itu yang kutinginkan. Tapi untuk menolak Pak Kenzie , aku merasa tidak enak. Ketegangan di antara Pak Kenzie dan Pak Bahri terasa mencekam, aku tak ingin membuat masalah."Ayo... buka mulutmu. Nanti buburnya dingin dan tidak enak. Kamu 'kan belum makan sejak kemarin." Suaranya terdengar memaksa.

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 43. Ingat umur

    "Zea belum makan apa pun sejak siang tadi, Pak," lapor Akmal lirih, mendekat ke arah Kenzie. Sejak kedatangan Kenzie, dia duduk di depan kamar rawat. Kenzie tersentak lalu menoleh, tubuhnya tampak menegang. "Kok belum makan? Kenapa? Apa suster tidak mengantar makanan?" Suaranya bergetar, kecemasan terpancar jelas dari sorot matanya yang sayu. "Sudah, Pak. Tapi Zea menolaknya." "Harusnya kamu tawarkan makanan lain, Mal," desahnya, nada suaranya terdengar menyalahkan Akmal. Dia telah menitipkan Zea, dan seharusnya Akmal bisa bertanggung jawab sepenuhnya. "Makanan rumah sakit memang tidak seenak makanan rumahan, wajar kalau Zea tidak berselera." "Saya sudah menawarkan makanan dari restoran depan, Pak. Berbagai macam sudah saya belikan, dari makanan berat hingga yang manis. Tapi Zea tetap menolaknya. Lihat saja .…" Akmal menunjuk ke arah jendela. Beberapa bungkus makanan tergeletak tak tersentuh di atas meja. "Itu semua belum d

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 42. Sudah sepakat

    "Awalnya aku berencana seperti itu, Yah. Aku hanya ingin bertanggung jawab sampai bayi itu lahir, setelah itu aku akan meninggalkannya." Kenzie membeberkan rencana awalnya, baginya itu tak perlu ditutupi. Apalagi Ayah Calvin sudah memberikannya wejangan. "Tapi... sepertinya rencana itu harus aku urungkan." "Kenapa begitu? Apa karena kamu mau mendengarkan kata-kata Ayah?" Ayah Calvin bertanya, sebuah harapan tersirat dalam suaranya. "Banyak faktornya, salah satunya dari kata-kata Ayah juga. Aku akan menuruti." Kenzie mengangguk patuh, menunjukkan kepatuhannya pada ayahnya. "Tapi yang utama, karena Kakek, Yah." "Kakek?" Ayah Calvin mengerutkan dahi, bingung dengan penjelasan Kenzie. "Iya. Kakek Tatang. Dia menyukai Zea, dia kepengen Zea menjadi istriku." Penjelasan Kenzie semakin membuat Ayah Calvin penasaran. "Lho... bukannya kamu nggak bisa melihat hantu Kakekmu, ya?" Ayah Calvin menatap Kenzie dengan heran, bulu kuduknya merinding mengingat penampakan hantu mertuanya yang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status