Share

6. Mencari Ayah

Author: Rossy Dildara
last update Last Updated: 2024-11-08 18:34:25

"Iya, Kak. Aku sungguh-sungguh!" Tanpa banyak berpikir, aku langsung menjawabnya dengan mantap. Kupikir ini adalah hal yang benar untuk dilakukan.

"Baiklah." Kak Calvin langsung memundurkan langkah, menjauh dariku lalu memakai kembali jas biru navy-nya.

Namun, kulihat wajahnya menjadi masam sekarang.

Ada apa lagi dengannya? Kenapa seolah-olah jawaban yang aku berikan terdengar tidak mengenakan untuknya?

Apa memang ini merugikannya? Padahal 'kan tidak, karena jelas-jelas aku yang telah diperkosa di sini.

Kak Calvin ini benar-benar aneh sekali. Aku jadi bingung sendiri.

"Aku minta maaf ya, Kak." Bingung ingin berbuat apa, jadi kuputuskan untuk meminta maaf saja.

"Ngapain minta maaf, kan sudah jelas kamu korban di sini," sahut Kak Calvin dengan ketus, tanpa menatapku dia berjalan ke arah pintu.

Handle pintu itu sudah dia pegang, dapat kulihat tubuhnya dari belakang. Namun, gerakan tangannya tiba-tiba terhenti.

"Aku mau pulang. Kamu cepat pakai pakaianmu lalu segera pulang, karena kamar ini bukan aku yang sewa."

"Iya, Kak."

Tanpa menanggapi ucapanku, Kak Calvin langsung pergi begitu saja. Meninggalkanku yang masih bingung dengan sikapnya yang tiba-tiba berubah.

Sepertinya dia marah padaku. Ah... aku jadi makin merasa bersalah. Tapi ya sudahlah, biarkan saja. Lebih baik aku segera pergi dari sini, karena sepertinya aku salah masuk kamar.

Setelah membersihkan tubuh dan bersiap-siap memakai kembali pakaian, aku lantas keluar dari kamar lalu menutup pintu.

Kuperhatikan nomor kamarnya lebih dulu sebelum meninggalkan tempat ini, untuk memastikan apakah benar aku salah kamar. Lalu kucocokkan dengan chat dari Nona Agnes.

Bodohnya aku, ternyata memang benar-benar salah kamar.

Pada chat tertulis nomor 1006 lantai 4. Sementara lantai dimana aku berpijak sekarang adalah lantai 3 dan nomor kamarnya pun 106. Kurang 0 dan kurang satu lantai.

Ini sih gila namanya, aku mencari penyakitku sendiri.

Viona, Viona, kenapa selalu saja kamu ceroboh! Aku mengacak rambut dengan frustasi.

Ah tapi ya sudahlah, nasi sudah menjadi bubur. Daripada terus menggerutuki diri sendiri dan itu tidak ada gunanya, lebih baik aku pulang saja.

Papa dan Kenzie pasti sudah menungguku di rumah, dan sepertinya Papa akan memarahiku. Kulihat selain Nona Agnes, ada banyak chat serta panggilan tidak terjawab dari Papa juga. Tapi chat tersebut sengaja tidak aku buka, karena toh aku juga mau pulang sekarang.

*

*

*

Setibanya di rumah, baru turun dari ojek online, aku langsung disambut oleh tatapan tajam dari Papa yang berada di teras depan.

Pria bergelar duda itu semula tengah duduk, kemudian berdiri seraya melangkah mendekat ke arahku.

"Assalamualaikum, Pa." Sebelum dia bicara, bahkan sudah sempat kulihat mulutnya menganga, aku lebih dulu mengucapkan salam lalu mencium punggung tangannya dengan penuh rasa hormat.

"Walaikum salam. Ke mana saja kamu dari semalam? Kenapa nggak pulang?" tanyanya dengan nada menginterogasi, matanya langsung melotot, menunjukkan kekhawatiran yang mendalam.

"Aku lembur, Pa," jawabku berbohong. Tapi tidak juga sih, aku memang semalam lembur kurang tidur. Bercinta dengan mantan menantunya.

"Lembur sampai pagi? Tapi kok nggak bilang dulu kamu sama Papa? Kenapa?" cecarnya lagi, suara penuh kekecewaan dan ketidakpercayaan, menciptakan ketegangan di udara antara kami.

"Iya, soalnya aku-"

Ucapanku seketika terhenti, saat melihat Kenzie tiba-tiba berlari keluar dari rumah dan memanggilku dengan girang. "Bundaaaaaa!!"

Kedua tangannya terbuka lebar, segera aku sambut karena pastinya dia akan memelukku dengan penuh kegembiraan.

"Bunda kemana saja?? Kok nggak pulang dali semalaman? Telus ... Di mana Ayah?" tanyanya dengan polos, lalu menoleh ke kanan dan kiri, seperti mencari-cari seseorang.

Ya Allah ... baru juga sampai rumah, tapi kamu sudah menanyakan Ayahmu. Harusnya biarkan dulu Bundamu ini masuk lalu mandi, Bunda belum mandi dari kemarin sore, Nak.

"Bunda lembur, Sayang," jawabku sambil menghela napas dengan berat, lalu mengelus pucuk rambutnya penuh kasih sayang. "Kita masuk dulu, yuk, Bunda mau mandi." Suara penuh kelembutan dan perhatian terdengar dalam jawabanku, mencerminkan rasa sayang yang mendalam kepada Kenzie.

"Habis mandi kita cali Ayah, ya?" pintanya merengek, bahkan saat ingin kugendong dia menolak.

Aku langsung berjongkok, lalu menangkup kedua pipinya yang terlihat memerah. Wajahnya juga mendadak cemberut. "Kenzie ... Bunda 'kan udah bilang, kalau Ayah itu ada di Korea. Jauh, Nak. Kita nggak ada ongkos buat ke sana."

Sedari dulu, hanya alasan itu yang aku punya. Ayahnya Kenzie berada diluar negeri, sedang bekerja.

"Bunda 'kan kelja telus, masa dali dulu duitnya nggak kumpul-kumpul buat kita pelgi ke Kolea?" tanyanya dengan nada kesal, jemari kecilnya terlihat meremmas ujung baju.

"Bukan enggak kumpul-kumpul, tapi biayanya memang mahal, Nak. Lagian, kamu juga nggak perlu terus mencari Ayah. Nanti kalau sudah waktunya ... Ayah pasti akan pulang sendiri, kamu sabar aja."

Semoga dia tidak bosan, karena hampir sering kalimat seperti itu yang kuutarakan setiap kali melihat Kenzie marah.

"Enggak maauuu!!" teriak Kenzie tiba-tiba, kedua kakinya terhentak keras. "Pokoknya Kenzie mau ketemu Ayah sekalang juga, nggak mau nanti-nanti!! Kalau Bunda atau Kakek nggak mau antal Kenzie buat ketemu dengan Ayah ... Kenzie mau cali sendili!" tambahnya sambil meneteskan air mata, lalu tiba-tiba berlari.

"Kenzie!" Aku dan Papa terkejut melihatnya, segera kami berlari untuk mengejar.

Bocah berumur 5 tahun itu terlihat berlari cepat menelusuri jalan kecil, melewati beberapa rumah warga. Wajahnya penuh dengan ekspresi kebingungan dan keinginan yang kuat.

Larinya begitu cepat seperti kelinci. Ya Allah, sesak sekali napasku rasanya.

Ditambah selangkaanganku masih terasa sakit bekas semalam, namun aku tak bisa membiarkannya pergi begitu saja. Karena selama ini, semarah apa pun Kenzie, dia tidak pernah sampai lari-lari pergi dari rumah. Paling hanya mengurung diri di kamar dan tidak mau membuka pintu.

"Jangan marah, Nak! Maafin Bunda!" teriakku sambil meringis, mencoba menahan sakit dan masih berusaha berlari.

"Kenzie berhenti!! Ayok sama Kakek! Kita pergi cari Ayaaah!" teriak Papa dengan suara gemetar, lalu melompat dan akhirnya berhasil meraih tubuh kecil Kenzie dalam dekapannya.

"Alhamdulillah ...." Aku langsung menghentikan langkah kakiku dan terduduk dijalan, kuatur napas yang terengah-engah sembari mengusap keringat yang bercucuran di dahi, merasakan kelelahan dan kekhawatiran yang mendalam.

"Aaawww!!"

Baru saja aku bernapas lega dan berucap syukur, tiba-tiba, Papa berteriak dan saat kulihat tangan Kenzie tengah meremmas inti tubuhnya.

Mataku sontak membulat sempurna. Ya ampun, apa yang bocah itu lakukan? Kenapa dia menyakiti Kakeknya sendiri?

Papa menurunkan tubuh Kenzie dan segera menyentuh kantong menyannya sambil meringis kesakitan. Disaat itu, Kenzie berlari kabur berbelok ke pertigaan sebelah kanan, meninggalkan kami dalam kebingungan dan kekhawatiran yang mendalam.

Aku langsung berdiri, lalu dengan tenaga yang tersisa berlari mengejarnya.

Dasar bocah, apa-apaan coba dia, kenapa pakai segala ngambek dan kabur segala sih?

Saat kususul dan kucari-cari, sepertinya aku kehilangan jejak anakku. Bocah lucu itu tidak ada dimana-mana.

Apakah ini artinya dia hilang?

Ya Allah!

"Kenzieeee!! Ke mana kamu, Nak?!" teriakku panik, suara gemetar dan penuh kekhawatiran, mencari-cari dengan penuh harapan namun juga kegelisahan yang mendalam, merasakan kehilangan yang tak terbayangkan sebelumnya.

Kirain cuma si Sony Wakwaw aja yang nyari bapaknya, ternyata Kenzie Wakwaw juga 🤣🤣

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Intan Azkafadhil
perempuan nya terlalu bego terlalu lembek kurang tegas
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   7. Ingin cari m*ti

    "Di mana Kenzie, Vio?" tanya Papa yang berlari mendekatiku, tangan kanannya masih memegang inti tubuh. "Kenzie ... dia hilang, Pa. Nggak tau ke mana," jawabku dengan suara penuh frustrasi. Rasanya hatiku hancur, ingin rasanya menangis. "Kok bisa hilang sih? Gimana ceritanya?" Papa langsung berlari mencari, dan aku segera menyusulnya, berharap dapat menemukan Kenzie dengan segera. Semoga Kenzie ditemukan dalam keadaan selamat. *** Pov Calvin. Aku benar-benar kecewa dengan jawaban Viona, karena dengan mudahnya dia mengatakan ingin berdamai denganku, setelah apa yang telah terjadi di antara kita. Apakah dia sama sekali tidak memikirkan bagaimana perasaan suaminya, jika hal ini diketahui? Viona, kukira kamu sudah berubah sekarang. Tapi nyatanya, kamu masih sama seperti dulu. Masih suka menyakiti hati suamimu. Padahal, bukankah kamu sendiri yang bilang, bahwa rasa cintamu terhadap Yogi begitu dalam hingga kamu tidak pernah bisa menerima pernikahan kita? Tak pernah mau mencoba menc

    Last Updated : 2024-11-09
  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   8. Om akan membantumu

    Dengan refleks, aku segera mengerem mobil, berharap agar tidak terlambat untuk menghindari menabraknya. Bruk!!! Suara sesuatu yang jatuh terdengar, dan jantungku berdegup kencang, berharap dengan sungguh-sungguh agar anak kecil itu tidak terluka. Semoga dia baik-baik saja. Dengan rasa panik yang menyergap, aku segera turun dari mobil dan berlari mendekatinya. "Ya Allah, Dek!" seruku dengan suara gemetar, sambil berjongkok di dekat anak yang seperti berusia sekitar 5 tahun itu. Dia duduk dengan keadaan menangis sambil menyentuh lutut kanannya yang berdarah cukup banyak, sepertinya tadi tergores oleh aspal. Hatiku terasa hancur melihatnya. "Huuueeee!! Sakittt!!" tangisnya pecah dengan deraian air mata yang memilukan. Bergegas aku meraih tubuh kecilnya dengan penuh kelembutan, sebab tak tega rasanya karena dia juga cukup kurus. Aku langsung membawanya masuk ke dalam mobil dan mendudukkannya pada kursi di sampingku. "Kita ke rumah sakit ya, jagoan. Kamu tenang dulu, jangan menang

    Last Updated : 2024-11-10
  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   9. Cuma pura-pura

    Aku pun membawa Kenzie ke Dokter umum, pihak rumah sakit langsung mengizinkan kami masuk tanpa perlu mengantre. Mungkin simpati pada keadaan Kenzie. Dokter pria mulai memeriksa, saat Kenzie aku baringkan ke tempat tidur. Bocah itu kembali memelukku. Meski tubuhnya kecil, tapi pelukannya cukup membuatku nyaman. Hatiku terasa hangat entah mengapa. "Kenzie takutt!!" "Tidak perlu takut anak ganteng, ini cuma luka ringan kok," sahut Dokter yang berada di dekat kami, yang tampaknya memahami perilaku yang ditunjukkan oleh Kenzie. "Beneran, Dok, cuma luka ringan?" Aku bertanya untuk memastikan. Kuperhatikan juga lutut Kenzie yang mulai dibersihkan oleh seorang suster yang baru saja datang. Dokter mengangguk. "Bener kok, Pak. Cuma tergores aspal, paling 3 hari lukanya akan kering." Jawaban dari Dokter benar-benar membuatku lega. Aku menghela napas, syukurlah kalau memang dia baik-baik saja. Aku sungguh khawatir sebelumnya. "Aaawwwwww peliiihhh!!" jerit Kenzie, yang sontak membuatku ter

    Last Updated : 2024-11-11
  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   10. Biarkan dia bahagia

    (POV Viona)Ya Allah ... Aku benar-benar tidak bisa tenang karena anak semata wayangku belum ditemukan. Ini sudah mau gelap.Kuperhatikan jam dinding yang menempel di depan pintu kamarku, di sana menunjukkan pukul 6 sore dan baru saja kudengar kumandang adzan magrib.Aku duduk di sofa ruang tengah, menunggu Papa yang belum pulang dengan perasaan campuran antara kegelisahan dan kekhawatiran.Setelah tadi kehilangan jejak Kenzie, Papa memutuskan untuk pergi ke kantor polisi untuk melakukan pelaporan.Sementara aku, diminta untuk tidak ikut karena Papa juga berpesan untuk menghubungi para orang tua dari teman-teman sekolah Kenzie, karena barangkali dia pergi ke sana. Karena bisa saja Kenzie meminta bantuan teman-temannya untuk mau diajak pergi mencari Ayahnya.Namun, setelah kucoba hubungi semuanya, sampai dengan guru TK-nya juga, ternyata tak satu pun ada yang mengatakan melihat Kenzie.Ya Allah, ke mana perginya anakku? Kenapa Kenzie nekat banget. Diluar sana 'kan bahaya, Nak. Kalau ka

    Last Updated : 2024-12-02
  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   11. Ada tuyul

    (POV Calvin)Dengan banyaknya pekerjaan, aku terpaksa harus lembur hingga jam 6 malam. Namun, di tengah kesibukan di kantor, pikiranku terus menerus melayang pada Kenzie. Apa yang sedang dilakukannya saat ini? Sudahkah dia makan dan mandi? Aku telah memberikan instruksi kepada satpam dan Bibi di rumah untuk merawat Kenzie dengan baik, memastikan bahwa dia mendapatkan segala yang dibutuhkannya, namun juga menjaga agar tidak memberinya kesempatan untuk kabur. Aku khawatir bahwa Kenzie mungkin memiliki niat untuk mengambil sesuatu yang berharga dan menyelinap pergi. Sebelum sampai rumah, aku sempat singgah ke toko mainan dan membelikan Kenzie sebuah mainan. Aku teringat akan kata-kata Kenzie yang menyebut bahwa hampir setiap hari, setelah pulang kerja, Bundanya selalu membawakan mainan untuknya.Aku berharap, dengan membelikan mainan ini, dia jadi teringat Bundanya. Dan aku bisa membujuknya untuk pulang ke rumah. "Eh ... Pak Cal

    Last Updated : 2024-12-03
  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   12. Siap menikah

    "Kenzie bukan tuyul!!" seru Kenzie menyahuti ucapan Ayah, membuat pria itu tampak terkejut.Ada apa dengan Ayah ini? Bisa-bisanya anak orang dia katai tuyul. Atau paling hanya bercanda saja, ya? Lagian kepala Kenzie juga tidak botak, tidak persis seperti tuyul pada umumnya."Kenzie bukan tuyul, Ayah. Dia anak manusia," sahutku."Tapi dia anak siapa? Kok ada di rumahmu? Jangan bilang kamu dan pacarmu ...." Ayah menahan ucapannya sambil menatap tajam mataku. Ah dia ini, pasti sudah berpikir yang tidak-tidak."Ayah jangan berpikir yang enggak-enggak, biar aku jelaskan. Tapi kita keluar dulu, biar enak ngomongnya." Aku menarik tangan Ayah untuk bersama-sama keluar dari kamar, supaya lebih leluasa bicara."Jangan bohong ya, Cal. Ayah paling tidak suka dengan orang yang suka berbohong." Ayah memperingatiku.Padahal siapa juga yang mau berbohong padanya."Aku tidak berbohong, Ayah. Dan Kenzie itu bukan siapa-siapanya aku. Aku n

    Last Updated : 2024-12-04
  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   13. Mau membantu

    "Tuh, apa katanya Calvin. Agnes udah seratus persen katanya, masa kamu belum yakin?" kata Ayah yang terdengar menyindirku. Ah aku paling malas jika membahas masalah nikah. Karena aku sendiri belum tertarik untuk menikah. "Kita makan saja dulu, baru mengobrol. Kan Ayah bilang udah lapar." Aku segera mengalihkan topik demi mengakhiri pembahasan ini. Mereka semua mengangguk, kemudian kami mulai menyantap makan malam dengan serius dan tenang. Hanya suara sendok dan garpu yang saling beradu di atas piring. Setelah makan malam kami selesai, kami pun berpindah tempat duduk ke ruang keluarga. Duduk bersantai sambil mengobrol ditemani teh manis dan biskuit di atas meja. Padahal aku sudah kenyang dan sedikit mengantuk. Tapi tidak mungkin juga kutinggalkan mereka, apalagi Agnes. Pasti dia akan marah. "Oh ya, Agnes. Kamu dan Calvin ketemu di mana? Bunda belum tau lho, Calvin belum pernah cer

    Last Updated : 2024-12-05
  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   14. Hampir gila mencari

    "Mau ngapain memangnya?" tanya Kenzie tampak bingung."Ya mau ketemu, Om mau bicara. Lagian, kalau memang kita harus pergi ke Korea ... Om harus minta izin sama orang tuamu atau keluargamu dulu, nggak sembarangan main ajak aja, Dek. Nanti dikira Om nyulik kamu lagi." Aku berusaha menjelaskan dan sedikit membujuk, semoga saja Kenzie setuju."Aah nanti yang ada Bunda ngelalang, Om. Bunda 'kan ngeselin olangnya," keluh Kenzie dengan bibir yang mengerucut."Nggak mungkin Bundamu melarang." Aku menggeleng yakin sambil mengelus rambut Kenzie. "Kan kamu yang bilang sendiri alasan Bundamu nggak mau mencari Ayahmu itu karena nggak ada ongkos pergi ke Korea. Naaahhh ... nanti biar Om yang ongkosin. Bila perlu... kamu, Bundamu sama Kakekmu juga sekalian. Kita pergi mencari Ayahmu bersama-sama dengan Om ke Korea." Aku memberikan tawaran dengan harapan Kenzie setuju.Mata Kenzie seketika berbinar, kedua pipinya memerah. "Iihh mau, Om!!" seru Kenzie,

    Last Updated : 2024-12-06

Latest chapter

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 25. Sangat tidak masuk akal

    "Bapak lihat apa? Nggak sopan!"Suara Zea menusuk telingaku, tajam dan penuh amarah. Tubuhnya berputar cepat, meninggalkanku, berlari menjauh dari dapur. Namun, sebelum lenyap sepenuhnya, aku menangkap kilasan wajahnya yang merah padam, seperti memendam kekesalan."Zea, tunggu!" Aku berteriak, langkahku terburu-buru, berusaha mengejarnya. Namun, sia-sia. Dia terlalu cepat masuk kamar.Ting, Tong!Ting, Tong!Suara dering bel rumah membuyarkan niatku untuk menemuinya. Aku menghela napas panjang, mengurungkan langkah, dan berjalan menuju pintu depan.Ceklek… Bunyi pintu yang terbuka. "Assalamualaikum," sapa Mbah Yahya yang sudah berdiri di depan pintu bersama Akmal."Walaikum salam. Silakan masuk, Mbah," ujarku, mempersilakan mereka masuk sambil memperlebar pintu.Mbah Yahya mengangguk, langkahnya tenang mengikutiku menuju ruang tamu. "Mal, tolong buatkan kopi untukku dan Mbah Yahya," pintaku kepad

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 24. Ingin merasakannya

    "Kakekmu ... aku melihat hantu Kakekmu ada di dalam, Yang!!" serunya histeris, suaranya bergetar hebat, campuran antara takut dan sedih. "Hantu kakekku?" Pak Kenzie terlihat bingung, wajahnya menunjukkan ketidakpercayaan. Aku pun sama bingungnya. Apa maksud Nona Helen? Rumah ini baru, bukan rumah lama Pak Kenzie yang katanya berhantu. "Iya, tapi kali ini dia bukan sekedar mengusirku ... tapi juga memintaku untuk meninggalkanmu, Yang," kata dia, suaranya terisak-isak, menunjukkan kepedihan yang mendalam. Nona Helen menangis tersedu-sedu, bahu-bahunya bergetar hebat. Melihat dia yang seperti itu, aku jadi kasihan padanya. Namun, aku masih bertanya-tanya mengenai hantu itu. Bukankah rumah yang berhantu itu rumah Pak Kenzie yang sebelumnya? Ini 'kan rumah baru. Bagaimana bisa ada hantu kakeknya Pak Kenzie di sini? "Masa sih, Yang? Tapi bukannya kemarin-kemarin kamu bilang di sini nggak ada hantu Kakek, ya?" Pak Kenzie tampak heran, menatap istrinya dengan penuh kebingungan. "Ke

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 23. Buang saja jamunya

    "Ada, Nona. Tapi apa Nona yakin... mau minum jamu itu?" Penjual jamu yang terlihat seperti seumuran Pak Kenzie itu mengamatiku dengan saksama. Keraguan terukir jelas di wajahnya."Yakin, Mas," jawabku mantap, segera duduk dibangku kayu yang terasa dingin dan kasar. "Tolong buatkan sekarang, ya?" pintaku tak sabar."Baiklah kalau begitu. Mohon ditunggu sebentar." Dia berlalu, langkahnya pelan.Aku mengangguk, mataku mengikuti setiap gerakannya. Kios ini tercium bau jamu yang cukup menyengat hidungku, campuran aroma jahe, kunyit, dan rempah-rempah lainnya.Sembari menunggu, aku meraih ponsel di saku celanaku. Aku memutuskan untuk mematikan ponsel, satu-satunya cara agar Pak Kenzie tak bisa melacakku. Setelah ini, aku akan kabur. Kabur sejauh mungkin. Kalau bisa pergi dari Jakarta."Zea, ngapain kamu di sini?"Suara itu menusuk telingaku, seperti sambaran petir di siang bolong yang cerah. Aku tersentak, ponselku hampir saja jatu

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 22. Istri kedua

    "Saya terima nikah dan kawinnya Zea binti Darman dengan mas kawin uang satu juta rupiah, tunai!" Kalimat sakral itu terucap, namun tak membawa getaran bahagia seperti yang seharusnya. Satu tarikan napas panjang dari Pak Kenzie, menandai dimulainya sebuah babak baru yang terasa hampa. Jantungku berdebar, bukan karena sukacita, melainkan karena kecemasan yang menghimpit. "Bagaimana para saksi?" tanya Pak Ustad yang menatap orang-orang disekelilingnya. "Sah!" "Sah!" Seruan itu terdengar seperti gema kosong, tak mampu membangkitkan semangat. "Alhamdulillah... Kalian telah sah menjadi pasangan suami istri," ucap Pak Ustad sambil tersenyum menatapku, tapi aku hanya diam saja tanpa respon. Pak Kenzie mendekat, jarinya yang kaku membalut jari manisku dengan sebuah cincin berlian putih. Kilauannya tak mampu menutupi rasa dingin yang menjalar di hatiku. Hanya satu cincin. Satu cincin untukku, sementara d

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 21. Aku yang menginginkannya

    "Aku tetap ingin menggugurkan kandungan ini, Pak." Suara Zea terdengar lemah, namun tegas menyatakan pendiriannya."Nggak! Nggak boleh! Aku melarangnya!" Aku membentak, rasa tak puas membuncah. "Pokoknya kamu harus melahirkan anakku itu apapun caranya, dan kita harus menikah!" Suaraku keras, menunjukkan sikapku yang berkuasa."Tapi, Pak, bagaimana—" Zea mencoba menjelaskan, namun aku memotongnya."Enggak ada tapi-tapi!" potongku cepat, tidak memberikan ruang bagi bantahannya. "Kita akan menikah siri malam ini dan merahasiakannya dari siapapun. Tapi sebelum itu ... kamu harus telepon Jamal dulu." Aku memberikan ponselnya, yang sebelumnya kutemukan di mobilku. Sepertinya terjatuh saat Zea pingsan."Mau apa telepon Mas Jamal, Pak?" Zea bertanya dengan bingung."Meskipun status kita rahasia, tapi aku nggak mau kamu memiliki hubungan dengan pria lain selain aku. Dan aku yakin kamu pasti belum putus dengannya." Aku menjelaskan alasanku, meskipu

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 20. Menikah siri

    Udara di ruang tunggu UGD terasa begitu menyesakkan. Jam dinding berdetak lambat. Setelah beberapa menit yang terasa seperti beberapa tahun, pintu ruang UGD akhirnya terbuka. Seorang dokter pria, berkacamata dan berwajah tegas, menghampiriku. Tatapannya tajam, menembusku hingga ke tulang sumsum. "Anda suaminya?" tanyanya, suaranya tenang namun berwibawa, menciptakan tekanan yang tak terlihat. Aku menggeleng, suaraku serak. "Bukan, Dok. Aku bosnya Zea." "Bisa hubungi suami Nona Zea sekarang? Ada hal yang perlu saya sampaikan." "Zea belum menikah, Dok." Alis dokter itu bertaut. "Lalu keluarganya? Di mana keluarganya?" "Keluarganya jauh, Dok. Tapi... apa yang terjadi pada Zea? Dia baik-baik saja, kan?" Dokter itu menarik napas dalam-dalam, lalu berkata, "Asam lambungnya naik, Pak. Tapi, ada hal lain yang lebih penting, yaitu Nona Zea sedang mengandung. Usia kandungannya sekitar dua minggu." Kalimat itu menyambar seperti petir di siang bolong. "Mengandung?!" Aku tersent

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 19. Zea pingsan

    "Dari siapa?" tanyaku cepat. Segera mengambil benda itu dari tangannya."Pengirimnya atas nama Heru, Pak.""Heru?" Dahi berkerut. Nama itu terdengar asing, siapa dia?***"Siapa Heru?"Pertanyaan itu terlontar begitu aku sampai rumah dan menemukan Helen sedang berada di kamar, terlihat sedang membereskan pakaian di lemari."Kenapa tiba-tiba tanya tentang Heru?" suaranya terdengar sedikit gemetar, menunjukkan dia gugup. Dia menoleh, tatapannya sedikit menghindari pandanganku."Jawab saja. Kamu kenal Heru, kan? Siapa dia?" Nadaku sedikit lebih keras dari biasanya, suara yang kuusahakan tetap tenang namun di dalamnya bergelora amarah yang membuncah. Da*daku sesak, bergemuruh seperti drum yang dipukul terus-menerus.Rasanya ada sesuatu yang berat menekan jantungku. Tak ada suami yang tak marah jika istrinya dikirimi bunga oleh pria lain, apalagi bunga mawar merah yang begitu mencolok dan romantis. Buket itu

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 18. Kalian sangat cocok

    "Ada apa, Ken?" Pertanyaan dari Ayah dan tepukan lembut di pundakku membuatku tersentak. Aku langsung menoleh ke arahnya. "Enggak ada apa-apa kok, Yah. Ayok kita lanjutkan perjalanan," ucapku lalu kembali mengemudi. *** Sepulang kerja, aku langsung pulang ke rumahku. Sebelumnya aku sudah memberitahu Helen akan pulang telat untuk urusan ini, supaya dia tidak mencemaskanku. Seorang pria tua bertubuh tinggi besar sudah duduk di depan pos. Dia memakai jubah hitam. Wajahnya seram, berkulit hitam. Kumis dan jenggotnya pun panjang. Dia adalah dukun yang kata Jamal sakti mandraguna. "Selamat malam, Pak," sapaku saat turun dari mobil dan menghampirinya. Dia segera berdiri dan mengulurkan tangan, seperti ingin mengajakku berkenalan. "Malam. Panggil saja Mbah Yahya," ucapnya. "Iya, aku Kenzie, Pak. Silahkan masuk." Aku mengajaknya masuk ke dalam rumah, karena tak enak rasanya jika berbincan

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 17. Dia memang menyebalkan!

    "Kamu nggak ada yang disembunyikan dari aku 'kan, Yang?" tanyaku menatapnya serius. Perasaanku jadi tidak enak."Enggaklah, Yang. Lagian apa yang perlu aku tutupi? Kan kamu tau.""Tapi diawal 'kan kamu nggak jujur sebelum aku tau sendiri.""Soal itu 'kan sudah aku jelaskan, kalau aku takut kamu nggak bisa nerima aku. Memangnya belum jelas juga, ya?" Helen tampak kesal, suaranya terdengar lebih tinggi dari sebelumnya.Ah, sepertinya aku harus mengakhiri pembahasan ini sebelum dia benar-benar marah. Aku tidak mau melihatnya marah, apalagi posisi kami sedang di rumah Ayah."Maaf deh. Ya sudah... lebih baik kita tidur saja, ya? Besok aku harus masuk ke kantor. Takut kesiangan."Helen hanya mengangguk, lalu memberikan segelas susu yang sejak tadi dia pegang. Tanpa bertanya, aku segera menghabiskan susu itu. Entah susu apa, mungkin itu hanya susu kental manis biasa. Setelah itu kami berdua menarik selimut untuk tidur.***

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status