Aku merasa jantungku seakan berhenti berdetak, bukan karena kagum akan ketampanan si pemilik mata Elang. Perasaan yang tengah aku rasakan seolah aku baru saja mengalami kejadian naas yang mengerikan. Seakan-akan laki-laki yang tengah berdiri di hadapanku ini telah melakukan kesalahan fatal, yang aku sendiri tidak mengetahuinya. Tentu saja itu sangat mustahil, toh seingatku ini pertama kalinya aku bertemu dengan dia. Badanku langsung menggigil setelah kontak mata yang aku lakukan. Walaupun ekspresi pemuda di depanku kentara sekali menunjukkan penyesalan yang teramat sangat.
Lihat lebih banyakLo udah sadar?” Friska mengagetkanku. Tak menjawab, aku hanya melempar senyuman padanya. “Lo baik-baik saja? Mana yang sakit? Mau gue panggilin dokter?” Ah, dia masih cerewet seperti biasanya. Gadisku. Aku tidak sakit apa-apa. Tak butuh dokter. Hanya butuh dirimu. Hanya butuh pengakuanmu. Kapan kau akan mengingatku? Kau meletakkan punggung tanganmu di keningku. Munkin mencoba merasa-rasai apakah aku baik-baik saja. “ Kenapa lo gak ngomong sih?” “ Gue baik-baik saja.” Akirnya kata-kata itu meluncur juga dari tenggorokanku. Aku baru sadar betapa keringnya kerongkonganku. Kau mengerti dan mengambil gelas berisi air putih yang entah sejak kapan telah berada di atas sebuah meja kecil sebelah tempat tidurku. Kau membantuku bangun dan memperbaiki bantal agar aku lebih nyaman dan dengan sabar membantuku minum. “ Lo sakit apa?”kau kembali bertanya. “ Gue cuma kecapekan.”jawabku sekenanya. “Bohong lo, buktinya Ferdi cemas banget sa
Aku merasa benar-benar gak sanggub lagi. Padahal ini baru putaran ke lima, tapi dunia di sekelilingku terasa berputar dan mendadak semuanya menjadi gelap. Samar-samar aku masih bisa mendengar suara –suara ribut dan suara gadisku memanggil-manggil dengan kekawatiran yang sangat. Aku baik-baik saja, kamu gak usah kawatir seperti itu Fris. Dengan susah payah, aku mencoba membuka mata. Dimana ini? Ini bukan UKS sekolah. Samar-samar aku bisa melihat selang infus. Setelah terbiasa dengan cahaya yang cukup menyilaukan penglihatanku, aku mengedarkan padangan ke sekeliling, mendapati gadisku tengah tertidur di kursi disamping tempat tidurku. Ia masih menggunakan seragam sekolah. Rambut hitamnya menjuntai mengenai tanganku. Gadis tomboy dengan rambut panjang sepinggang. Aku melirik jam dinding dan terkejut, hari telah begitu larut. Jarum jam menunjukkan angka 11. Mendengar suara jangkrik di luar aku yakin hari telah malam, karena tidak
Fris, lo tungguin gue napa?” teriakan Ferdi cukup membuat perhatian satu koridor pada Friska. Hanya segelintir orang yang tahu hubungan apa yang mereka miliki. Bahkan para fans berat Ferdi tidak tahu kalau Friska adik sepupunya Ferdi. Menyebabkan, acapkali Friska di kerjai dan di bully karena cemburu buta. “Apaan sih lo, pagi-pagi udah teriak gak jelas.” Friska bersungut-sungut kepada Ferdi. “Aish, adik manis jangan gitu donk.” Ferdi merangkul bahu Friska dan menariknya agar bisa berjalan bersama. “Manis-manis. Lo pikir gue gula apa?” “Kali aja lo habis mandi gula tadi pagi, makanya lo keliatan manis banget hari ini.” “Whatever,-“ “Yayang Ferdi, kok kamu selingkuh sih.” Suara cempreng Tania, salah satu fans berat Ferdi merusak pagi nan indah. Dengan santainya, ia menggelayut manja di pundak Ferdi dan Sonya, temannya Tania langsung menyingkirkan Friska. Gadis tomboy itu bersungut-sungut dan pergi meninggalkan Ferdi, tak peduli teriakan
“Wah.. tempat ini masih bertahan ya. Udah lama banget rasanya semenjak terakir kali ke sini. He...tentu saja. Sudah 12 tahun semenjak gue meninggalkan kota ini. Gue gak nyangka kalo tempat ini masih bertahan. Lo tau!” Ujar Friska seraya memandang Rafka.“Dulu gue gak pernah absen ke tempat ini. Gue selalu pergi sama bang Ferdi dan kak Ditya. Ah, masa lalu yang begitu indah, entah mengapa waktu begitu kejam merenggut keberasaan kami.” Friska terdiam menatap ikan-ikan yang berenang di kolam.Tentu saja aku tahu, aku tak akan pernah lupa. Setiap hari kita memang selalu ke sini. Walaupun terkadang hanya untuk memesan semangkok kecil ice cream dan kita bertiga saling berebutan. Bagaimana aku akan melupakannya. Tapi, mengapa kamu tidak mengingatku sama sekali? Apa segitu bencinya kau kepadaku? Kenapa kau malah menganggab aku orang lain? Apa karena kebetulan nama kami sama? Lupakah kau dengan nama lengkapku?“ Lo mau pesan apa Adit?&
"FRIS…. Cepetan turun, ayo makan”. Teriakan Ferdi memenuhi rumah. Emang pantas jika Friska menyandangkan gelar emak-emak pada abangnya. Cerewetnya emang udah kayak emak-emak.Friska yang tengah tidur-tiduran dikamarnya bangun dengan enggan dan berjalan dengan gontai menuruni tangga menuju meja makan. Langkahnya terhenti begitu mendapati pemadangan yang menyambutnya di meja makan.Malaikat Elang lagi? Kenapa dia bisa di sini sih?. Dengan enggan dia duduk di depan malaikat Elang yang tengah duduk di sebelah abangnya. Mereka tengah asik mengobrol, tak mengindahkan Friska. Merasa dicuekin, Friska menendang kaki abangnya.“Aww..”“Rasain lu”, cibir Friska seraya berlalu meneteng piringnya yang hanya berisi sayuran menuju ke kamarnya.“Kenapa sih lu? Makan di sini aja kenapa?” Friska hanya berlalu. “Aneh banget sih tu anak.”“Lu sih, nyuekin dia.” Ferdi hanya meng
“Aditya, tungguin aku”. Seorang gadis kecil, dengan banyak plester menutupi tubuhnya tampak mengejar seorang bocah laki-laki yang masih mengenakan seragam sekolahnya. Bocah yang di panggil Aditya berhenti merespon gadis yang tengah mengejarnya.“Cepetam Friska, kakak bisa telat berangkat les.” Segera ia menggandeng tangan gadis bernama Friska agar berjalan menyamai langkahnya. Friska hanya cengir-cengir, agak sedikit meringis manakala Aditya mempercepat langkahnya.“ Nanti beliin aku ice cream ya?”Aditya tiba-tiba menghentikan langjkahnya dan berjongkokdi hadapan Friska. “ Sudahku duga. Kamu benar-benar ceroboh Fris.” Ia mengambil plester disakunya, lalu memasangkannya ke lutut Friska yang lecet bekas terjatuh.Darahnya masih agak basah, itu artinya ia jatuh belum terlalu lama. Aditya mendongak menatap Friska, agak sedikit jengkel melihat gadis itu masih cengar-cengir tak mempedulikan lu
Suasana kelas XI- IPA 1 tampak kacau, meski bel sekolah telah berbunyi beberapa menit yang lalu , hal itu tidak mempengaruhi penghuninya untuk menghentikan keributan yang tengah dilakukan. Beberapa orang siswa tampak duduk di atas meja, usil melempari beberapa orang siswi perempuan yang tengah asik bergosip di pojokan.Bahkan ada beberapa murid lain yang saling berkejaran di sepanjang ruang kelas , benar-benar tak menggambarkan ruangan yang di huni oleh anak SMA, apalagi anak IPA. Anak IPA yang identik dengan anak cupu, manut aturan, pintar-pintar sama sekali tak akan di temukan dikelas ini. Pengecualian untuk kepintaran mereka yang tak perlu diragukan lagi.“Pagi anak-anak!” sapa seorang guru muda cantik yang baru saja memasuki kelas diikuti oleh seorang gadis dibelakangnya. Kedatangan sang guru cukup sukses untuk menghentikan keributan yang tercipta di pagi yang cerah ini. Semua siswa segera kembali ke tempat duduknya masing-masing bersi
Friska...cepatan! Teriakan seorang laki-laki menggema memenuhi rumah. "Gua bisa telat nih," teriaknya lagi.Seruan abang sepupuku, Ferdi sangat mengganggu suasana pagi dihari Senin ini. Aku sama sekali tak mengindahkannya. Aku mematut diri di depan cermin, merapikan pakaianku. Setelah merasa srek, aku segera berjalan menuju tangga yang menjadi penghubung lantai dua dan lantai satu rumah mewah milik keluarga Ferdi.Di ruang tamu rumah mewah milik saudara ibuku tersebut, tampak seorang pemuda jangkung berwajah tampan yang mengenakan pakaian yang sama denganku, tengah berkacak pinggang menungguku dengan tidak sabar. Sebentar-sebentar terlihat dia tengah mencek jarum jam di tangannya, memastikan jarumnya tidak berputar dengan cepatSikapnya menggambarkan kegelisahan yang menurutku terlalu berlebihan, seolah-olah guru piket tengah berdiri di gerbang sekolah seraya membawa sebilah rotan. Mengancam siapa saja yang terlambat pagi ini, yang dengan
Friska...cepatan! Teriakan seorang laki-laki menggema memenuhi rumah. "Gua bisa telat nih," teriaknya lagi.Seruan abang sepupuku, Ferdi sangat mengganggu suasana pagi dihari Senin ini. Aku sama sekali tak mengindahkannya. Aku mematut diri di depan cermin, merapikan pakaianku. Setelah merasa srek, aku segera berjalan menuju tangga yang menjadi penghubung lantai dua dan lantai satu rumah mewah milik keluarga Ferdi.Di ruang tamu rumah mewah milik saudara ibuku tersebut, tampak seorang pemuda jangkung berwajah tampan yang mengenakan pakaian yang sama denganku, tengah berkacak pinggang menungguku dengan tidak sabar. Sebentar-sebentar terlihat dia tengah mencek jarum jam di tangannya, memastikan jarumnya tidak berputar dengan cepatSikapnya menggambarkan kegelisahan yang menurutku terlalu berlebihan, seolah-olah guru piket tengah berdiri di gerbang sekolah seraya membawa sebilah rotan. Mengancam siapa saja yang terlambat pagi ini, yang dengan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen