Aku sedang menyusuri jalan ampera ke arah kemang. Hingga tiba di depan sebuah kafe, News kafe. Ada sosok yang sangat kukenal. Sosok yang selama dua puluh tahun lebih lamanya hadir di tiap hari-hariku. Sosok tinggi berkulit putih, rambut hitam legam acak-acakan, berbadan tegap, berparas ganteng (aku bukan gay) layaknya seorang model. Kakakku Rio. Sedang memandu sebuah sedan keluaran eropa terbaru yang berusaha parkir.
Agak lama kuperhatikan ia dari jauh. Hingga akhirnya ia terduduk di sebuah trotoar pelataran parkir kafe.
Ku hampiri dia. “misi mas…kalau mau parkir sepeda sebelah mana ya?” yang sedang sibuk menghitung lembaran uang seribuan lecek.
“Wah sorry mas…disini sepeda nggak boleh parkir” jawabnya tanpa menoleh kearahku.
“TAPI KALAU NGELEMPAR TUKANG PARKIR PAKE SEPEDA BOLEHKAN??” dengan nada tinggi.
“Jadi lu ngajak…” ia berdiri, melihat mukaku yang ganteng ini lalu ia kembali
Kukayuh kembali sepedaku. Pulang. Ini benar-benar hari yang hebat. Benar-benar seratus delapan puluh derajat lain sekali. Sampai di depan pintu rumah. Dengan menenteng sepedaku masuk. Seperti tak ada kehidupan dalam rumah ini. “Kemana semua penghuninya” tanya ku dalam hati.Aku melanjutkan ke halaman belakang untuk meletakkan sepedaku disana. Ternyata semua berkumpul disana disamping kolam renang. Sedang memperhatikan tingkah laku konyol kelinci putih itu. “Ada apa sih dengan semua orang? Apa hebatnya dengan kelinci itu?” pikirku sambil melihat kelinci itu yang rupanya menerima penangguhan eksekusi mati dari Putri setelah mengunyah sendal kesayangannya.“ Oh hay son…how was your day handsome?” tegur mami yang sedang asik tertawa.“Just great mom…excellent” jawabku puas.Disana ada Hilda, Putri, dan mami. Tapi tak kulihat ayahku. Aku tahu ada dimana Rio tapi ayahku…dengan senyum jahil, Pu
Minggu siang di bulan April. Seperti biasanya, aku masih diatas tempat tidur. Mengerjakan proyek penipisan springbed dan proyek pembuatan bendungan baru. Setelah memenangkan tender yang diadakan oleh pemerintah daerah DKI Jakarta. Yang notabene akan diresmikan oleh pejabat Gubernur setempat.Ketika terdengar suara bising dari arah halaman belakang. Salahku juga saat aku kecil aku memilih kamar yang tepat menghadap kolam renang. Halaman belakang. Hal itu juga yang membuat selama aku hidup dirumah ini, tidak dapat tidur dengan tenang jika sedang terjadi kerusuhan di belakang sana.Kuperkuat benteng pertahananku. Kututupi telingaku dengan bantal, guling bahkan benda-benda luar angkasa. Tetapi tetap tidak bisa menghalau suara-suara mengerikan itu. Dengan sebelah mata terpejam, aku berusaha keluar dari lubang pertahananku.Setelah tersandung beberapa benda seperti, sepatu butut, sandal bolong, radio rusak, kitab dasar ekonomi yang tebalnya cukup untuk menambal tanggu
Malamnya. Aku sedang asik bermain gitar. Tentunya di Gazebo. Ketika ada sebuah mobil sedan biru memasuki pekarangan rumah kami. Aku belum pernah melihat mobil ini sebelumnya. Jadi aku menyimpulkan, ORANG TAK DIKENAL. Terlihat dari sisi pintu supir, keluar seorang wanita. Cantik. Dan sepertinya aku pernah melihatnya, tapi dimana yah.Aku pun berdiri lalu menghampirinya. Dengan harapan dia bukan seorang penagih hutang. Wanita itu mengenakan long dress warna hitam…dan kayaknya…benar ia adalah wanita yang sudah menabrakku tempo lalu. Tapi darimana dia tahu alamatku.“Misi mbak…cari saya yah…?” tanyaku, kepada wanita yang aku lupa namanya itu.“Oh nggak…ini mas…saya mau anter Rio…tadi…” belum sempat gadis itu meneruskan. Tiba-tiba keluar dari sisi kanan mobil.“Eh Bim…bantuin gw dong…gw gak bisa turun nih…”Rio sedang berusaha keluar dari mobil
Nomor: Timmat/009/3/14/BIRt-2000Kepada Yth :Kepala operasi 1Ditempat.Perihal:laporan hasil pengamatan dan pengintaian kegiatan pendekatan basi oleh kedua pasangan muda.Dengan hormat,Dalam rangka pelaksanaan tugas pengintaian dengan no surat tugas Kaops/1/234/Timmat/47/ops1/BIRt-2000. Maka saya yang mana sebagai pelaksana harian sekaligus tim pengintai, dengan ini dapat melaporkan bahwa tugas pengintaian yang diberikan berjalan selama empat puluh lima menit, dengan pelaku 1, seorang pria gondrong tampang serabutan, bernama Rio. Pelaku 2, wanita cantik yang tampaknya agak terganggu penglihatannya, bernama Dewi. Dapat diselesaikan dengan cermat dan sukses. Berikut adalah hasil dari pengintaian yang berjalan dengan adanya sedikit gangguan di bawah cuaca buruk:Lima menit pertama :- Pengintai : mengambil posisi tempat pengintaian yang nyaman.- Rio & Dewi : memulai percakapan.- Pengintai : tak dapat mendengar d
Di perempatan jalan T. B. Simatupang, aku sedang berdiri menunggu datangnya metromini. Dengan mengenakan setelan hitam-hitam, kemeja putih lengkap dengan dasi berwarna abu-abu. Rencananya hari ini aku ingin mencoba peruntunganku untuk mencari pekerjaan. Aku merasa tak enak, papi dan Rio rela bekerja menjadi supir mobil box dan tukang parkir liar yang tidak dilindungi undang-undang.Hanya agar keluarga kami bisa bertahan hidup. Masa sih sebagai laki-laki yang bertanggung jawab hatiku tidak tergugah, maka bulat sudah tekadku. Apa pun pekerjaan yang kudapat, aku akan melakukannya dengan sepenuh hati dan berusaha keras. Itulah janjiku sebagai pria sejati yang bertanggung jawab.Sudah kira-kira 512 perusahaan yang ada di daerah Jakarta selatan ini aku datangi, tak ada satupun yang mau menerimaku. Mulai dari perusahaan perdagangan, perusahaan transportasi laut, darat dan udara, juga perusahaan advertising bahkan salon sudah kudatangi hasilnya,…Perusahaan perta
Aku baru saja beranjak sembuh dari sakitku, sudah hampir seminggu lebih aku terbaring diatas tempat tidur. Namaku Bimo, Ade Bimo Wijil. Menurut diagnosis dokter, ginjal sebelah kiriku gagal berfungsi dan harus segera di operasi. Tetapi karena kondisi keuangan keluargaku yang tak memungkinkan, aku hanya bisa beristirahat dirumah saja.Keluarga kami bangkrut setelah bisnis ayahku mengalami kemunduran, juga karena hampir semua harta ayahku habis ditipu rekan kerjanya. Yang tersisa hanyalah sebuah rumah tua, rumah yang sudah kami tinggali selama hampir dua puluh tahun lebih juga berserta isinya, hanya itu, yang lainnya sudah dibagikan kepada bank-bank dimana ayahku berhutang.Aku sendiri, terpaksa harus mengakhiri kuliahku dengan tanpa selembar pengesahan oleh fakultas ekonomi dari universitas dimana aku berkuliah. Sudah setahun lamanya semenjak kejadian itu, keadaan keluargaku makin terpuruk saja, ketiga kakakku yang lain masih tidak menyadari apa yang terjadi, yang merek
Lama aku terduduk diatas kursi kayu buatan tangan ini, tak sadar hari sudah beranjak gelap dan matahari sudah tenggelam di ufuk barat. Malas rasanya mengangkat tubuh dari kursi kesayanganku ini. Memang biasanya aku bisa menghabiskan waktu seharian disini, selain tempatnya yang nyaman, udaranya yang sejuk dan yang terpenting tempat ini tak dapat dilihat dari luar, karena letaknya yang jauh berada ditengah taman.Luas keseluruhan rumahku, sekitar hampir dua ribu meter persegi, cukup luas. Apalagi dipenuhi dengan tanaman bunga, buah-buahan dan juga tanaman lain milik ibuku, yang aku sendiri tak tahu apa nama-namanya, hanya ia yang dapat menghapal dan menyebutkannya satu persatu.Mungkin terdengar gila dengan apa yang aku lakukan disini, mengharap ada yang datang untuk mengisi kekosongan hidupku, bahkan aku sering berkata dalam hati “Tuhan, tolonglah hadirkan seseorang untukku, siapapun dan apapun itu, aku butuh sesuatu dalam hidupku Tuhan, tolonglah.”
Ada suara lagi, kali ini diiringi dengan munculnya sosok yang tak begitu jelas, hanya ‘SEPASANG BOLA MATA MERAH’ yang terlihat. Aku pun terperanjat kaget dibuatnya, tapi aku tak dapat bergerak, seakan kedua kaki ku terkunci di tanah. Sepasang mata merah itu menatapku, akupun menatapnya, seperti jika kita sedang mengalami cinta pada pandangan pertama, bedanya aku tak tahu mahluk apa yang ada di depanku ini.Terpikir olehku, “ya Tuhanku, jika aku harus mati malam ini, mohon ampuni dosa-dosaku Tuhan, entah apa yang kau kirim kehadapanku ini, jika aku harus mati malam ini Tuhan, terimalah aku disisimu.” Sosok itu bergerak maju, gerakannya aneh sekali, kedua kaki belakangnya diayunkan bersamaan, seperti lompatan kodok atau kelinci, ia pun mendekat.Sambil memejamkan mata, “Tuhan aku tarik kembali ucapanku, aku tak mau mati malam ini, berilah aku kesempatan sekali lagi Tuhan.”Saat aku membuka mataku, sosok itu sudah ada persis dide
Di perempatan jalan T. B. Simatupang, aku sedang berdiri menunggu datangnya metromini. Dengan mengenakan setelan hitam-hitam, kemeja putih lengkap dengan dasi berwarna abu-abu. Rencananya hari ini aku ingin mencoba peruntunganku untuk mencari pekerjaan. Aku merasa tak enak, papi dan Rio rela bekerja menjadi supir mobil box dan tukang parkir liar yang tidak dilindungi undang-undang.Hanya agar keluarga kami bisa bertahan hidup. Masa sih sebagai laki-laki yang bertanggung jawab hatiku tidak tergugah, maka bulat sudah tekadku. Apa pun pekerjaan yang kudapat, aku akan melakukannya dengan sepenuh hati dan berusaha keras. Itulah janjiku sebagai pria sejati yang bertanggung jawab.Sudah kira-kira 512 perusahaan yang ada di daerah Jakarta selatan ini aku datangi, tak ada satupun yang mau menerimaku. Mulai dari perusahaan perdagangan, perusahaan transportasi laut, darat dan udara, juga perusahaan advertising bahkan salon sudah kudatangi hasilnya,…Perusahaan perta
Nomor: Timmat/009/3/14/BIRt-2000Kepada Yth :Kepala operasi 1Ditempat.Perihal:laporan hasil pengamatan dan pengintaian kegiatan pendekatan basi oleh kedua pasangan muda.Dengan hormat,Dalam rangka pelaksanaan tugas pengintaian dengan no surat tugas Kaops/1/234/Timmat/47/ops1/BIRt-2000. Maka saya yang mana sebagai pelaksana harian sekaligus tim pengintai, dengan ini dapat melaporkan bahwa tugas pengintaian yang diberikan berjalan selama empat puluh lima menit, dengan pelaku 1, seorang pria gondrong tampang serabutan, bernama Rio. Pelaku 2, wanita cantik yang tampaknya agak terganggu penglihatannya, bernama Dewi. Dapat diselesaikan dengan cermat dan sukses. Berikut adalah hasil dari pengintaian yang berjalan dengan adanya sedikit gangguan di bawah cuaca buruk:Lima menit pertama :- Pengintai : mengambil posisi tempat pengintaian yang nyaman.- Rio & Dewi : memulai percakapan.- Pengintai : tak dapat mendengar d
Malamnya. Aku sedang asik bermain gitar. Tentunya di Gazebo. Ketika ada sebuah mobil sedan biru memasuki pekarangan rumah kami. Aku belum pernah melihat mobil ini sebelumnya. Jadi aku menyimpulkan, ORANG TAK DIKENAL. Terlihat dari sisi pintu supir, keluar seorang wanita. Cantik. Dan sepertinya aku pernah melihatnya, tapi dimana yah.Aku pun berdiri lalu menghampirinya. Dengan harapan dia bukan seorang penagih hutang. Wanita itu mengenakan long dress warna hitam…dan kayaknya…benar ia adalah wanita yang sudah menabrakku tempo lalu. Tapi darimana dia tahu alamatku.“Misi mbak…cari saya yah…?” tanyaku, kepada wanita yang aku lupa namanya itu.“Oh nggak…ini mas…saya mau anter Rio…tadi…” belum sempat gadis itu meneruskan. Tiba-tiba keluar dari sisi kanan mobil.“Eh Bim…bantuin gw dong…gw gak bisa turun nih…”Rio sedang berusaha keluar dari mobil
Minggu siang di bulan April. Seperti biasanya, aku masih diatas tempat tidur. Mengerjakan proyek penipisan springbed dan proyek pembuatan bendungan baru. Setelah memenangkan tender yang diadakan oleh pemerintah daerah DKI Jakarta. Yang notabene akan diresmikan oleh pejabat Gubernur setempat.Ketika terdengar suara bising dari arah halaman belakang. Salahku juga saat aku kecil aku memilih kamar yang tepat menghadap kolam renang. Halaman belakang. Hal itu juga yang membuat selama aku hidup dirumah ini, tidak dapat tidur dengan tenang jika sedang terjadi kerusuhan di belakang sana.Kuperkuat benteng pertahananku. Kututupi telingaku dengan bantal, guling bahkan benda-benda luar angkasa. Tetapi tetap tidak bisa menghalau suara-suara mengerikan itu. Dengan sebelah mata terpejam, aku berusaha keluar dari lubang pertahananku.Setelah tersandung beberapa benda seperti, sepatu butut, sandal bolong, radio rusak, kitab dasar ekonomi yang tebalnya cukup untuk menambal tanggu
Kukayuh kembali sepedaku. Pulang. Ini benar-benar hari yang hebat. Benar-benar seratus delapan puluh derajat lain sekali. Sampai di depan pintu rumah. Dengan menenteng sepedaku masuk. Seperti tak ada kehidupan dalam rumah ini. “Kemana semua penghuninya” tanya ku dalam hati.Aku melanjutkan ke halaman belakang untuk meletakkan sepedaku disana. Ternyata semua berkumpul disana disamping kolam renang. Sedang memperhatikan tingkah laku konyol kelinci putih itu. “Ada apa sih dengan semua orang? Apa hebatnya dengan kelinci itu?” pikirku sambil melihat kelinci itu yang rupanya menerima penangguhan eksekusi mati dari Putri setelah mengunyah sendal kesayangannya.“ Oh hay son…how was your day handsome?” tegur mami yang sedang asik tertawa.“Just great mom…excellent” jawabku puas.Disana ada Hilda, Putri, dan mami. Tapi tak kulihat ayahku. Aku tahu ada dimana Rio tapi ayahku…dengan senyum jahil, Pu
Aku sedang menyusuri jalan ampera ke arah kemang. Hingga tiba di depan sebuah kafe, News kafe. Ada sosok yang sangat kukenal. Sosok yang selama dua puluh tahun lebih lamanya hadir di tiap hari-hariku. Sosok tinggi berkulit putih, rambut hitam legam acak-acakan, berbadan tegap, berparas ganteng (aku bukan gay) layaknya seorang model. Kakakku Rio. Sedang memandu sebuah sedan keluaran eropa terbaru yang berusaha parkir.Agak lama kuperhatikan ia dari jauh. Hingga akhirnya ia terduduk di sebuah trotoar pelataran parkir kafe.Ku hampiri dia. “misi mas…kalau mau parkir sepeda sebelah mana ya?” yang sedang sibuk menghitung lembaran uang seribuan lecek.“Wah sorry mas…disini sepeda nggak boleh parkir” jawabnya tanpa menoleh kearahku.“TAPI KALAU NGELEMPAR TUKANG PARKIR PAKE SEPEDA BOLEHKAN??” dengan nada tinggi.“Jadi lu ngajak…” ia berdiri, melihat mukaku yang ganteng ini lalu ia kembali
Kembali kukayuh sepeda itu, kira-kira sekarang ini aku berada di daerah Jl Ampera. Berarti tak jauh lagi dari rumah Jimmy. Yah tinggal melewati beberapa perempatan. Rumah kami memang agak berdekatan, aku di daerah kemang selatan Jimmy di jalan Ampera. Ah akhirnya tiba juga aku.Didepan pagar kayu rumah Jimmy, kupencet bel. Tak lama keluar seorang pria setengah tua. Mang Endah “Eh den Bimo…saya kira siapa” sapanya seraya membukakan pintu besar yang sepertinya berat juga.”udah lama juga ya si aden nggak kesini”“Ya ni mang…kumaha kabarna damang?....Jimmy aya?” tanya ku.“Sae den….aya den…mangga atuh ke lebet…” jawabnya.“Oke deh…nuhun nya mang Endah…” kataku lagi.“Sami-sami den…sini sepedanya biar mamang yang bawa” ucapnya.“Oh iya hatur nuhun mang” ucapku lagi seraya memberikan sepeda itu.Setelah
Setelah selesai merakit sepeda yang selama dua tahun ini hanya aku simpan dalam dusnya. Tak sulit untuku merakit sebuah sepeda, aku sudah terbiasa mungkin karena hobiku adalah bersepeda. Aku mengaduk-aduk isi lemariku. Mencari kostum bersepedaku. Hotpans selutut dan kaos putih bertuliskan ‘BIG IS IMPORTANT BUT SIZE IS NOT EVERYTHING’ kaos kegemaranku. Yang menurut sebagian orang terutama kaum wanita, berbau mesum.Akhirnya aku menemukan apa yang aku cari. Setelah mengenakan helm dan kit lainnya, aku segera menggotong sepedaku turun dari lantai dua rumah kami. Di bawah, aku bertemu Hilda kakak ketigaku. “Hai my beautiful sister…” belum sempat meneruskan kata-kataku. “Eh Bim jangan macam-macam…aku lagi kesal nih…” ucapnya sewot.Apa salahku, mungkin tadi dia lewat kuburan di perempatan jalan sana. Tak heran. Memang banyak kejadian, banyak yang kesurupan setelah melewati jalan itu. “Dasar perempuan yang aneh&r
“Den…Bimo…itu kelincinya mau diapain? Bibi sudah tanya sana sini tapi nggak ada yang ngaku…malahan ada yang bilang suruh potong aja kelincinya trus disate, kejam yah” lapor bi Tina yang kemarin malam kuberi tugas untuk mencari pemilik kelinci nyasar itu.“Hehe…tapi kayanya enak juga tuh bi, sate kelinci. Memang siapa yang bilang begitu?”“Ih si aden …itu tuh tukang sayur di ujung jalan sana. Dasar gila tuh orang”“Tapi suka kan…” aku mengejek bi Tina yang sebenarnya naksir berat sama tukang sayur itu sejak dua tahun lalu, sayangnya si tukang sayur sudah beristri. Tak menjawab, dengan muka memerah siap meledak dan bisa menghanguskan satu desa, si bibi kembali kedapur.Aku tak sadar bahwa ada kelinci di halaman belakang. Apa yang harus aku lakukan dengan hewan itu sekarang. Tak mungkin aku memeliharanya, aku tak suka kelinci. Ya sudah nanti aku mampir saja kerumah Jimm