Setelah hampir satu jam Pak Robert sibuk mengutuki dirinya, setelah perdebatan singkat dengan Hana, akhirnya pelangi datang di pengujung badai. Segurat senyum baru terbit, kecil merekah dari bibir Pak Robert yang sekaligus mencairkan suasana beku di atas meja restoran.
“Sudahlah, Pak. Jangan ngelamun lagi.” Sekarang tanpa Pak Robert meminta, Hana mengantarkan telapak tangannya sendiri. Memeluk punggung tangan, mengantarkan rasa hangat yang Hana harap cukup untuk meredam api resah di dalam hati Pak Robert. “Kita coba lain waktu ya. Kita cari cara lain. Anggap saja uang Pak Robert yang hilang nanti akan diganti dengan rezeki lain. Oke??”
Senyumnya melebar, beberapa kerutan yang muncul di bawah kantung mata dan kening tak bisa menipu usia Pak Robert s
Mendengar namanya dipanggil, bukan cuma Hana yang langkahnya terhenti tapi juga Pak Robert. Keduanya serempak menoleh ke arah yang sama. Ke arah kamar yang tadi sudah mereka lewati. Kamar pertama yang menyambut mereka setelah pintu lift terbuka. Tadinya pintu itu tertutup. Namun sekarang, seseorang sedang berdiri mematung dengan tatapan lurus nan kosong. “Arya…” Hana tak kalah kaget karena kemunculannya. Orang yang dari kemarin membuatnya stress berkepanjangan. Dimulai dari ia yang mengabaikan semua pesan pendek sampai tak mengajak Hana di malam pesta pembukaan. Orang yang sudah membuat Hana kesepian sampai mau diajak tidur satu ranjang dengan Pak Robert ternyata tinggal tak jauh
“Pak Robert… Pak… !! Bangun, Pak!! Bangunnn… !!” Hana tak berhenti berteriak memanggil nama Pak Robert. “Bertahanlah, Pak. Bertahan, Pak!! Tolongg… !!! Siapapun tolong carikan Dokter!! Tolongg… !!!” Menopang tubuh kekar Pak Robert bukan hal yang gampang. Tubuh Hana sampai ikut tertarik, terhuyung jatuh bersimpuh di atas lantai. Meski takut dengan darah tapi matanya tak bisa lepas dari wajah Pak Robert yang berdarah-darah. “DASAR PENGACAU!! IKUT KAMI KE KANTOR… !!!” Salah satu satpam yang geram membentak Arya. Tiga orang lainnya bukan cuma meneriaki, tungkai kakinya melayang menghantam punggung Arya. Empat pasan
Satu bulan setelah kunjungan di Perairan Dumadi “Pagi semuanya…” sapa Hana yang baru saja melewati pintu masuk kantor. “Pagi Bu Hana…” jawab anak office yang ada di bawah serempak. Saling sapa pagi hari adalah salah satu kebiasaan baru yang Hana buat untuk dirinya sendiri sejak 2 minggu yang lalu. Sebelum melenggang masuk ke dalam kantornya sendiri, Hana selalu menyapa mereka yang sudah datang lebih dulu.Siapa lagi dalang pengusulnya kalau bukan Pak Robert. Walaupun awalnya Hana malas menuruti, tapi melihat bagaimana karyawan PT. Cakra jadi berubah menghormatinya membuat Hana berpikir; ini bukan ide yang buruk.&l
Siapa yang menyangka, Hana yang awalnya mengira tak akan betah lama di PT. Cakra sekranag menelan bulat-bulat air ludahnya sendiri. Makin ke sini lahkah Hana malah semakin rigan. Seperti menemukan keluarga baru yang punya tujuan satu yaitu memajukan PT. Cakra sebagai bentuk terima kasih kepada Pak Robert. Bukan rahasia lagi, sosok Pak Robert dengan semua ketegasan dan sifat killernya malah semakin membuat banyak karyawan hormat padanya. Laki-laki yang rendah hati mendengarkan semua ide dari bawahannya termasuk Hana. Juga laki-laki yang rendah hati membantu mereka semua yang sedang terjebak kerumitan hidup. Alhasil, rasa hormat lahir dengan sendirinya tanpa perlu Pak Robert minta. “Oke kita sud
“Meja sepuluh?” Arya mengangkat kedua alis, benar-benar mengabaikan Hana. Menganggap Hana tak ada, atau menganggap ia tak pernah mengenal Hana sama sekali seumur hidupnya. “Benar.” Pak Robert mengembangkan senyum. “Meja sepuluh. Kamu bisa liat sendiri nomor mejanya bukan?” Arya balas tersenyum, membungkukkan badannya sopan. “Maaf. Saya cuma memastikan.” Tak lama setelah itu, dua orang pelayan yang mengenakan seragam sama dengan Arya mulai menurunkan satu persatu piring berisi hidangan yang Pak Robert pesan. Satu mangkuk salad, satu porsi steak large, kentang goreng, satu porsi spageti small, dan beberapa camilan lain termasuk hidangan desert. Minuman m
“Kamu kenapa lagi sih, Han? Udah bener-bener kamu jauhin Arya. Sekarang kamu kejar-kejar lagi di,” ucap Pak Robert sambil mengantar irisan daging steak pertamanya ke dalam mulut. Gerakan tangan Hana yang tadinya hendak menyantap selembar daun selada ke dalam mulut terhenti. “Siapa sih yang ngejar-ngejar Arya?” Dahinya mengerut. “Orang aku cuma memastikan dia beneran Arya atau bukan. Itu aja kok, Pak. Nggak lebih.” Diakui atau tidak, terbukti kepergian Arya mendatangkan dampak positif untuk Hana. Perempuan dua puluh satu tahun ini karirnya menanjak pesat sejak tidak ada lagi Arya di dalam hidupnya. Semua perkerjaan yang Pak Robert berikan disikat habis tanpa ada kesalahan berarti.&n
Angin malam Kota Jakarta yang kasar dan kotor bertiup menerbangkan anak rambut Hana. Berkali-kali Hana tampak sibuk membenahi anak rambutnya. Bahkan terhitung lebih sering membetulkan anak rambutnya daripada bicara dengan pria yang duduk di seberang mejanya. “Kenapa akhirnya kamu mau ketemu sama aku?” Hana menggigit sedikit lapisan bibirnya yang kering, menahan bibirnya agar tidak tersenyum kaku menyadari betapa konyol pertanyaannya barusan. Jelas Arya mau. Bagaimana tidak, Hana mengiming-imingi Arya dengan embel-embel mengikhlaskan uang sepuluh jutanya. Tapi sebenarnya, jauh di dalam hati Hana mau mendengar alasan yang entah. Entah itu kalimat kangen, kalimat ingin bertemu dengan Hana karena rindu, atau sejenisnya.&
Hening seketika mengambil alih percakapan. Setelah tamparan yang telak, Arya yang wajahnya sampai berputar cuma bisa diam memegangi pipi kirinya. Sementara Hana, di seberang meja ia tampak berdiri mematung. Napasnya memburu, amarahnya meluap-luap, meski berderai air mata, Hana masih cukup berani menatap Arya tajam. “Gue pengen ketemu sama lo bukan buat ribut, Ya.” Hana melipat kedua kakinya, mendaratkan pantatnya kembali ke kursi meski rasaya ia masih ingin menampar Arya lagi. “Gue coba ngomong baik-baik sama lo. Gue pengen hubungan kita baik-baik lagi. Walaupun nggak bisa kayak sebelumnya tapi minimal kita masih temenan. Nggak kayak sekarang.” Arya memperpanjang kebisuannya. Lagipul tak ada yang perlu ia jawab. Pertemuan mereka di lantai dua coffe