Karna Ratih masih bingung untuk sampai ke ruangan Arjuna, Reno dengan sigap menjemput Ratih dilobi. Senyum Reno mengembang saat mobil yang membawa Ratih berhenti. Gegas Reno menghampiri.
"Mas Reno, kenapa aku disuruh kesini?" tanya Ratih dengan raut penasaran. kakinya melangkah mengikuti Reno. "Tuan Arjuna ingin kamu yang melayaninya makan. Aku sudah menawarkan diri, namun Tuan Arjuna menolak." lanjut Reno. "Owh begitu, tak kira ada apa."sahut Ratih. Sesampainya didepan ruangan Arjuna, Reno berseru memanggil bosnya. "Tuan, Ratih sudah datang." "Masuk" jawab Arjuna dari dalam. Reno dan Ratih beriringan memasuki ruangan Arjuna. Namun ekspresi Arjuna tampak tidak senang melihat kehadiran Reno. "Kamu kenapa masih disini Reno? bukankah pekerjaanmu banyak? atau mau ku tambah?" ucap Arjuna dengan ketus. "Maaf, tuan. Saya hanya mengantar Ratih. Permisi." jawab Reno sembari melangkah keluar. Dalam hati bingung dengan perubahan sikap Arjuna yang tiba-tiba menjadi ketus padanya. Setelah Reno keluar, Ratih melangkah mendekati meja yang diatasnya ada beberapa rantang makanan yang belum dibuka. "Apa tuan mau sarapan sekarang?" tanya Ratih lembut. Arjuna menatap Ratih sekilas lalu kembali sibuk dengan laptop didepannya. "Boleh" jawabnya kemudian. Ratih bergegas membuka rantang, menata makanan ke atas meja, lalu mengambilkan nasi ke piring Arjuna. "Tuan ingin lauk apa?" tanya Ratih lagi. "Ambilkan saja yang menurutmu enak. Segera bawa kemari aku sudah lapar." sahut Arjuna. Ratih mengangguk. Tangannya dengan cekatan menuang beberapa lauk ke piring Arjuna, setelahnya membawa piring tersebut ke hadapan Arjuna. "Ini makanannya Tuan"ucap Ratih menyodorkan piring berisi nasi juga lauk pada Arjuna. "Bagaimana bisa, aku kerja sambil makan, Ratih?" balas Arjuna tanpa mengalihkan pandangan dari laptop didepannya. Suapi aku!" lanjutnya. "Hah" Ratih melongo mendengar perintah tuannya, membuat Arjuna kesal. "Hah heh hah heh! Apa kau tak lihat aku sudah sangat lapar, Ratih?" ketus Arjuna. "Eh, ma-maaaf Tuan." ucap Ratih tergagap melangkah, hingga posisinya kini berdiri disamping Arjuna. Tangannya menyendok nasi dan lauk bersiap menyuapi Arjuna. "Aakk tuan" ucap Ratih dengan ekspresi yang sulit diartikan. Ratihbingung harus bersikap seperti apa, ini kali pertama ia menyuapi laki-laki dewasa, terlebih orang itu adalah majikannya sendiri. Tangannya mengarahkan sendok berisi nasi juga lauk ke mulut Arjuna. *** Pov Arjuna "Aakkk tuan" ucap Ratih mengarahkan sendok berisi nasi juga lauk ke mulutku. Aku yang kaget sontak memandang sendok di depanku juga Ratih bergantian. Ekspresi Ratih yang lucu membuatku ingin tertawa namun ku tahan. Ku putuskan untuk membuka mulut, menerima suapan darinya. Aku sengaja menguyah pelan-pelan. Selain ingin menikmati cita rasa dari makanan yang sedang ku kunyah, juga agar aku bisa berduaan dengan Ratih lebih lama. Entah kenapa aku semakin merasa nyaman berada didekat gadis ini. Kepolosan dan kebaikan hatinya telah menyentuh hatiku. Rasanya aku ingin selalu melihatnya, terutama saat ekspresi lucunya muncul ketika ia takut, malu, atau sedang tertawa. Aku kesal saat melihat piring yang dipegang Ratih hanya tersisa satu suapan terakhir. Padahal aku masih ingin berduaan lebih lama dengan gadis ini. Tiba-tiba terlintas ide dibenakku. "Ah, ku suruh saja merapikan kertas-kertas itu sebagai alasan."batinku. "Ratih, rapikan kertas-kertas itu. Susun sampai rapi!" ucapku memberi perintah. Dan seperti biasa ia akan mengangguk patuh. Saat Ratih mulai merapikan tumpukan kertas, aku diam-diam memperhatikan setiap gerak geriknya. Caranya menyusun kertas dengan teliti, ekspresi wajahnya yang serius, serta aroma lembut yang menguar dari rambutnya, semuanya membuat hatiku berdesir. Ternyata Ratih sangat cekatan, tugas yang ku berikan di selesaikannya dengan cepat. Sekarang aku kalang kabut, bingung harus memberinya tugas apalagi setelah ini. Tak mungkinkan kalau aku menyuruhnya rebahan disofa, ia pasti curiga dan tau kalau aku hanya mencari cari alasan untuk menahannya lebih lama disini. "Tuan, kertas-kertasnya sudah saya rapikan" ucap Ratih menyadarkanku dari lamunan. "Ah, iya." jawabku sedikit tergagap. "Apa saya boleh kembali ke rumah sekarang, Tuan?" lanjutnya bertanya. "Tidakk!" jawabku tegas agak keras, membuatnya terlonjak kaget. Biar saja. "Enak saja mau pulang, sedang aku sedang berpikir keras agar ia bisa lebih lama disini." gerutuku dalam hati. "Kamu tidak boleh kembali ke rumah sebelum tugasmu selesai Ratih!" ucapku tegas sembari menatap wajahnya yang terlihat takut. "Ba-baik Tuan." jawabnya patuh. Membuat sudut bibirku terangkat.Dengan segala akal liciknya, Arjuna bisa menahan Ratih tetap dikantor sampai jam pulang. Tepat pukul 5, Arjuna memerintah Ratih untuk membereskan tasnya dan segera pulang. Banyak pasang mata karyawan wanita yang menatap sinis pada Ratih yang berjalan disamping bos tampan mereka yang terkenal sangat dingin dengan wanita. Meskipun dilihat dari penampilannya, Ratih hanya seorang pelayan, namun tetap saja hal itu menimbulkan rasa iri dihati mereka. Selama ini banyak karyawan wanita yang berlomba-lomba menarik perhatian Arjuna , rata-rata mereka berpenampilan sexy menggoda. Namun jangankan merespon, melihat saja Arjuna enggan. "Bagaimana mungkin pelayan itu bisa berjalan bersama Pak Arjuna? sedangkan kita yang selalu tampil cantik, sexy, dan mempesona begini tak sekalipun bisa jalan disampingnya!" sungut Anita kesal. Gadis cantik manager diperusahan itu sudah lama menggilai Arjuna, namun Arjuna sekalipun tak pernah meresponnya. "Iya, untungnya hanya seorang pelayan, dan jelas bukan
Udara sejuk dipagi hari membuat Arjuna ingin segera membuka jendela kamarnya. Angin berhembus masuk saat jendela telah terbuka lebar. Arjuna mengarahkan pandangan ke sekitar. Tanpa sengaja matanya menangkap keberadaan Ratih yang sedang menyapu halaman. Tak jauhnya darinya, nampak Reno tengah mencuci mobil miliknya. Keduanya berbincang dengan sesekali tertawa bersama. Hal itu membuat hati Arjuna panas seketika. Arjuna tak tau mengapa, tetapi ia merasa tidak suka melihat Ratih akrab dengan pria selain dirinya. Mungkinkah itu berarti cemburu? Entahlah, Arjuna tidak paham dengan perasaannya. Arjuna menatap sinis pada Ratih dan Reno yang masih saja berbincang tanpa mengetahui kehadirannya. Arjuna sengaja berdehem keras untuk memberitau mereka bahwa ia ada disana. Hal itu sontak membuat Ratih dan Reno kaget, lalu keduanya menyapa Arjuna secara bersamaan. "Selamat pagi Tuan" sapa Ratih dan Reno serempak sambil menundukkan kepala. "Menyapa saja pakai barengan segala!" batin Arjuna
Tak mau lebih lama lagi mendengar basa basi yang Devan lontarkan, Arjuna menarik tangan Ratih lalu menutup gerbang dengan keras. Devan mengelus dada melihat sikap Arogan tetangganya itu. "Pantas saja jadi bujang lapuk. Sikapnya saja seperti macan ngamuk begitu!" tukas Devan kesal lalu masuk ke mobilnya. Sementara itu, Arjuna melangkah cepat memasuki rumah, hatinya dipenuhi kemarahan. "Berapa kali ku bilang untuk tidak keluar rumah tanpa izin dariku, Ratih?" tanya Arjuna geram. "Ma-maaf Tuan. Tadi saya pergi ke warung depan untuk membeli sabun yang habis. Tapi ketika saya hampir sampai gerbang, Tuan Devan menahan saya dan mengajak saya berbicara." ucap Ratih menjelaskan. "Lain kali apapun yang habis cukup beritau Reno. Tidak perlu keluar rumah untuk membelinya sendiri. Kamu paham Ratih?" Ratih mengangguk. "Iya Tuan, saya paham." Arjuna melangkahkan kakinya menuju dapur. Tangannya membuka kulkas lalu mengambil botol minuman. Setelahnya ia menuang ke dalam gelas dan meminu
Pov Ratih Pagi ini sama seperti biasanya, setelah selesai memasak menu utama, aku meminta Bu Siti untuk melanjutkan membuat hidangan penutup. Gegas aku mengambil sapu dan melangkah menuju halaman. Rumah Tuan Arjuna halamannya sangat luas, ditumbuhi pepohonan dan tanaman bunga. Terlihat sangat asri sekali. Butuh waktu sekitar satu jam untuk membersihkan halaman dan menyiram tanaman. Lumayan lelah namun aku menikmatinya. udara dipagi hari sangat sejuk, membuatku betah berlama-lama diluar rumah. Saat aku mulai akan menyapu, aku melihat Mas Reno sedang mencuci mobil milik Tuan Arjuna. Ah, tetanggaku yang juga kakak dari sahabatku itu rajin sekali. Sebenarnya sudah sejak lama aku mengagumi Mas Reno, sejak ia masih tinggal didesa. Dulu aku sering curi-curi pandang padanya saat main ke rumah Riri temanku yang merupakan adik dari Mas Reno. Waktu itu aku masih SMP sedangkan Mas Reno sudah lulus SMA dan akan melanjutkan kuliah dikota. Aku tak punya keberanian untuk mengungkapkan pe
Pagi-pagi sekali didepan rumah Arjuna sudah gaduh oleh suara gedoran. Arjuna yang saat itu sedang menikmati sarapannya, dengan terpaksa bangkit dan menghampiri si biang kerok pembuat keributan. Arjuna menggulung lengan kemejanya sampai siku, lalu melangkah lebar-lebar menuju gerbang. "Ckck, berisik sekali! Awas saja kalau tidak penting, akan ku lempar ke benua Antartika!" omel Arjuna kesal. Mata Arjuna melotot sempurna sesaat setelah tangannya berhasil membuka pintu gerbang. Si biang kerok pembuat keributan itu ternyata tetangga sebelah yang kemarin membuatnya naik darah. "Ada urusan apa kesini?" ketus Arjuna menatap tajam Devan. Raut wajahnya terlihat sangat tidak bersahabat. "Santai, Bro. Anggap aja silaturahmi antar tetangga." jawab Devan sekenanya. "Sejak kapan playboy tengik sepertimu kenal dengan yang namanya silaturahmi?" tanya Arjuna dengan berkacak pinggang. "Sejak kenal gadis manis pelayan dirumah ini." ujar Devan tersenyum cerah. Ucapan dan ekspresi Devan me
"Tuan, ini teh yang anda minta." ucap Ratih meletakkan segelas teh hangat dimeja Arjuna. Arjuna mengangguk lalu menyesap tehnya. Teh buatan Ratih memang selalu nikmat. Entah mengapa, apapun hasil buatan tangan Ratih selalu enak dan pas di lidahnya. Kening Arjuna mengkerut kala menatap Ratih dan Reno belum beranjak, masih saja berdiri dihadapannya. "Kenapa kalian masih berdiri disitu?" "Maaf Tuan. Kami kawatir dengan keadaan Tuan. Kami perhatikan Tuan sedang tidak baik-baik saja. Apa Tuan sakit?" tanya Reno sopan. Sedangkan Ratih mengangguk, membenarkan ucapan Reno. "Iya, dan kalian berdualah penyebabnya." batin Arjuna kesal. "Tidak, aku hanya sedikit pusing saja. Kembalilah ke ruanganmu, dan selesaikan pekerjaanmu." ucap Arjuna datar. "Baik Tuan. Saya permisi." sambung Reno melangkah keluar. Setelah kepergian Reno, Ratih memberanikan diri untuk bertanya. "Tuan, disini apa yang harus saya kerjakan?" Ucapan Ratih refleks membuat Arjuna mendongak. Ia sendiri bingung har
Ratih yang bingung harus melakukan apa, hanya bersandar pada sofa. Sedangkan Arjuna, nampak sibuk dengan pekerjaannya, namun sesekali ia sempatkan untuk melirik Ratih. Sebelum pulang, Arjuna harus membangunkan Ratih terlebih dulu karna ketiduran disofa. Arjuna menepuk-nepuk pipi Ratih pelan, namun Ratih hanya menggeliat saja tak mau bangun. Tak menyerah, Arjuna kembali menepuk-nepuk pipi Ratih lebih keras. Hal itu berhasil membuat Ratih membuka mata. "Loh sudah pagi." gumamnya setelah membuka mata sembari mengumpulkan nyawa. "Pagi apanya? malam saja belum! Ck, tidur seperti kebo." gumam Arjuna kesal. *** Arjuna merebahkan tubuhnya disofa ruang tengah. Tubuhnya benar-benar lelah. "Tuan, apa perlu saya siapkan air hangat?" tanya Ratih sopan. "Boleh" ucap Arjuna sembari memejamkan mata. Ratih meletakkan tas diruang kerja lalu beranjak menuju kamar Arjuna untuk menyiapkan air hangat. Setelah selesai, Ratih segera turun ke bawah untuk memanggil Arjuna. Suara Ratih tert
Arjuna tersenyum puas, bisa menggagalkan acara kencan Reno dengan Ratih. Dirinya tidak rela berdiam dirumah sendirian, sedangkan dua orang itu pergi bersama. Reno berjalan gontai memasuki kamarnya. Acara kencannya ambyar, karna majikannya ikut serta. Alhasil hatinya dongkol karna kesal. "Rencana awal ingin keliling kota menikmati suasana malam, malah berakhir makan dilesehan pinggir jalan bertiga dengan majikannya. "Tenang Reno, gagal hari ini bisa dicoba lagi besok." ucapnya menyemangati diri. Tak mau larut dalam kekecewaan, Reno bangkit mengambil air wudhu lalu menunaikan shalat isya. "Ya Allah, Yang Maha Pengasih. Mudahkanlah jalan hamba untuk bisa meminang Ratih." doa Reno dalam sujudnya. Reno sudah mantap ingin menjadikan Ratih sebagai pendamping hidupnya. Dan saat ini, ia sedang berusaha untuk meluluhkan hati Ratih. Malam mulai beranjak, jam dinakas menunjukkan pukul 11 malam. Rasa kantuk mulai menyerang, perlahan mata Reno pun terpejam. *** Setelah menunaika
Reno mencari Ratih yang ternyata sudah berlari keluar dari area kantor. Tatapan Reno memindai jalanan sekitar, ia berharap masih bisa menemukan Ratih. Hatinya lega kala matanya menangkap keberadaan Ratih di sudut jalan. Di sampingnya, ada Pak Damian dan Bu Prapti yang terlihat tengah menenangkannya. "Maafkan aku Ratih, sudah membujukmu untuk kembali ke sini. Aku tidak menyangka kalau Tuan Arjuna sebrengsek itu."batin Reno penuh penyesalan. Kakinya melangkah mendekat. "Kali ini, biarkan aku kembali ke desa, Ma. Hatiku sakit, aku ingin kembali ke pelukan keluargaku. Aku janji akan membuka pintu lebar, jika nanti mama dan papa berkunjung ke sana. Apapun yang terjadi, Althaf tetap cucu mama dan papa."ucap Ratih lirih dengan berurai air mata. Pak Damian dan Bu Prapti turut merasa bersalah atas kelakuan anaknya. Mereka tak mau egois dengan menahan Ratih tetap disini. "Baiklah nak, maafkan kami yang tidak bisa mendidik Arjuna. Apapun keputusanmu, kami akan mendukungmu. Semua keka
Dihari ketiga, Reno kembali datang berkunjung ke rumah Ratih. Reno menyampaikan kabar bahwa Bu Prapti sedang dirawat dirumah sakit karna terlalu merindukan Althaf, cucunya. Tentu saja hal itu membuat Ratih dirundung rasa bersalah, dan akhirnya memutuskan untuk kembali ke rumah keluarga Nayendra. Tanpa menunggu lama, Reno segera menyampaikan kabar baik itu pada Pak Damian dan juga Bu Prapti. Bu Prapti yang saat itu tengah dirawat dirumah sakit karna kondisinya yang masih lemah, langsung meminta pulang agar bisa menyambut kedatangan menantu dan cucunya. Raut wajahnya yang beberapa hari ini terlihat pucat, kini berubah berbinar cerah. Ah, sebesar itu Althaf menguasai hatinya. Cucunya itu ibarat mood booster baginya. *** Sementara itu, Arjuna yang tinggal Ratih tiga hari didesa, terlihat begitu kacau dan uring-uringan. Karyawannya yang tidak becus dalam mengerjakan tugas, menjadi pelampiasan amarahnya. Tak terlihat lagi Arjuna Nayendra yang biasanya rapi. Penampilannya kini begit
Kereta yang ditumpangi oleh Ratih dan Reno sampai didesa pukul 11 malam. Reno yang diberi amanat untuk menjaga Ratih dan juga Althaf dengan siaga membawakan tas milik Ratih, lalu mengajak Ratih untuk mencari taxi online. Satu jam kemudian, Ratih telah sampai dirumah orangtuanya. Meski awalnya kaget, karna sebelumnya tidak memberi kabar. Namun akhirnya, orangtua Ratih menyambut hangat kedatangan anak dan cucunya. Karna capek, Ratih segera merebahkan diri ke atas ranjang disebelah anaknya. Tak butuh waktu lama, ia terlelap dengan memeluk Althaf. Setelah mengantar Ratih terlebih dahulu ke rumahnya. Reno berpamitan menuju rumah ibunya. Rumah Reno yang hanya berbeda gang dengan rumah orangtua Ratih, bisa ditempuh dengan berjalan kaki. *** Adzan subuh berkumandang merdu. Ratih yang baru tidur selama dua jam, masih terlelap dibalik selimut hangatnya. Namun ketukan dipintu membuatnya mau tak mau terpaksa bangun.Tok tok tok "Ratih, bangun nak! Shalat subuh dulu, keburu waktunya ha
Arjuna tergesa-gesa memasuki rumah, lalu berteriak kencang memanggil Ratih. Kakinya melangkah lebar-lebar menuju lantai atas, dimana kamarnya dan Ratih berada. "Ratih Ratihh Ratihhh." Mendapati kamarnya kosong, ia beranjak keluar dengan masih berteriak kencang seperti orang kesurupan. "Ratih Ratihh Ratihhh, dimana kamu." Bu Prapti yang mendengar teriakan Arjuna, tergopoh-gopoh menghampiri. Heran sekali dengan kelakuan anaknya yang bar-bar itu. "Ada apa, Juna? kenapa teriak-teriak?"tanya Bu Prapti sedikit kesal. "Dimana Ratih, Ma?" "Loh, memangnya tidak pamit sama kamu? Ratih barusan ke stasian diantar sama sopir. Althaf ikut bersamanya."tutur Bu Prapti menjelaskan. "Memangnya Ratih membawa Althaf kemana, Ma?"tanya Arjuna gusar. "Tadi Ratih pamit sama Mama mau pulang ke desa. Orangtuanya sudah rindu katanya." "Oh shit! Ratih pergi karna salah paham padaku, Ma. Itu semua gara-gara Angela!" "Apa maksudmu, Juna? Jelaskan pada Mama!"titah Bu Prapti tegas. "Angela d
Baru beberapa jam berpisah dengan istri dan anaknya, Arjuna sudah dilanda rindu yang besar. Tak sabar menunggu sampai jam pulang, Arjuna menghubungi istrinya dan memintanya untuk membawakan makan siang ke kantor. Dengan cekatan, Ratih memasak makanan kesukaan suaminya. Satu jam kemudian, beberapa menu telah matang dan siap untuk dibawa ke kantor Arjuna. Selesai berganti pakaian dan berdandan ala kadarnya, Ratih meminta sopir untuk mengantarnya ke kantor Arjuna. Namun sebelumnya, Althaf telah ia titipkan pada ibu mertuanya. *** Sementara itu, Arjuna berulangkali melihat jam diponselnya. Merasa kesal karna waktu seolah bergerak lambat, padahal ia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan istri cantiknya. Ketukan dipintu mengalihkan perhatian Arjuna. Setelah menyimpan ponselnya disaku jasnya, ia beranjak untuk membuka pintu. Dan begitu pintu terbuka, Arjuna terpaku menatap tamu yang ada dihadapannya. "Arjuna, aku sangat merindukanmu."ucap wanita cantik, tinggi semampai yang
Arjuna menatap kesal pada anaknya yang belum juga mau tidur. Mata bocah gembul itu malah terbuka lebar dan bersinar terang seperti lampu 100 watt. Bayi tampan itu sepertinya ingin mengerjai daddy nya. Bibir mungilnya dengan semangat masih saja menghisap ASI dari dada ibunya meski sudah kenyang. "Sayang, Mas sudah tidak tahan."ucap Arjuna memelas. Ia kesulitan menelan salivanya sendiri saat matanya menatap aset kembar milik istrinya yang terpampang di depannya karna sedang menyusui putranya. "Tunggu anak kita tidur dulu, Mas."sahut Ratih sembari menepuk-nepuk pantat anaknya supaya cepat tidur. Bahu Arjuna merosot mendengar jawaban istrinya. Dengan gelisah ia menggerakkan badannya ke kiri dan ke kanan untuk meredam hasratnya yang kian memuncak. *** Lega rasanya setelah bisa menyalurkan hasratnya. Istrinya yang kelelahan dan juga sudah sangat mengantuk tertidur lelap di sampingnya. Melongok ke box bayi, putra gembulnya tidur pulas. Arjuna membetulkan selimut yang bergeser
Arjuna terbangun dengan memegangi kepalanya yang masih terasa berat. Perlahan ia mulai mengumpulkan kesadaran. Dirinya sontak bangkit duduk saat melihat keadaan tubuhnya yang hanya memakai daleman nyaris telanjang. Padahal seingatnya, ia tidak melepas pakaiannya. "Ada yang berniat buruk sama Tuan. Tapi Tuan tenang saja, semua sudah diurus oleh Tuan Damian."ucap Reno menjelaskan saat melihat Arjuna yang kebingungan. "Katakan dengan jelas, Reno!"ujar Arjuna tidak paham. "Nona Devana yang ada dibalik semua ini Tuan. Tuan menyantap hidangan yang telah dicampur dengan obat tidur. Setelah memastikan anda tertidur pulas, nona Devana masuk ke dalam kamar ini menggunakan kunci cadangan dari pelayan hotel yang telah ia suap. Selanjutnya anda pasti tau, Nona Devana melucuti pakaian yang anda kenakan dan melucuti dirinya sendiri. Namun sebelum niat buruknya terealisasi, saya sudah lebih dulu sampai disini."ucap Reno menjelaskan dari awal. "Astaga aku bodoh sekali, memakan hidangan dari
Arjuna menatap makanan yang ada diatas meja, semua terlihat lezat dan menggiurkan, membuat perutnya yang lapar semakin meronta. "Lebih baik aku mengisi perut dulu baru kemudian menelpon Ratih."gumam Arjuna mulai menyuap makanan ke dalam mulutnya. Setelah kenyang, ia meneguk minuman dingin yang sepaket dengan makanan yang ada diatas meja. Baru saja tangannya memegang ponsel ingin menghubungi istrinya, tiba-tiba rasa kantuk datang menyerang dan membuatnya tertidur pulas. *** Devana melangkah menuju kamar yang ada di sebelahnya dengan kunci cadangan yang ia dapat dari pelayan hotel yang telah ia bayar mahal. Kakinya melangkah anggun memasuki kamar yang ditempati Arjuna. Senyum licik tersungging dari bibirnya, tatkala melihat Arjuna tertidur pulas karna efek obat tidur yang ia campurkan dalam makanan Arjuna. "Malam ini kau milikku seutuhnya, Arjuna Nayendra."ucap Devana culas. *** Ratih mondar-mandir di kamarnya. Perasaannya tidak enak karna ponsel Arjuna sejak tadi tidak bi
Pagi ini Arjuna ogah-ogahan bangun. Rasanya mau tidur terus sembari memeluk anak dan istrinya. Namun semua keinginannya itu harus buyar saat teriakan mamanya menggema didepan pintu kamarnya. "Junaaaa, keluar kamu! Menantu sama cucu mama jangan kamu kurung terus didalam kamar!" Brak brak brakk! tak mempan dengan teriakan, Bu Prapti dengan semangat menggedor-gedor pintu. Membuat Arjuna mau tak mau melepaskan pelukan pada istrinya. Dalam hitungan detik, istrinya itu sudah berdiri membuka pintu dengan menggendong Arjuna junior. Begitu pintu terbuka, Bu Prapti segera mengambil alih Althaf yang ada dalam gendongan Ratih. "Biar mama yang urus anak tampan ini. Kamu urus bayi besar yang nakal itu!"ucap Bu Prapti melirik sinis pada Arjuna. "Baik, Ma."jawab Ratih sopan. Ratih kembali menghampiri suaminya yang kembali tidur itu. Benar-benar payah bapak satu anak itu. Anaknya yang masih bayi saja sudah bangun dan sudah mandi, eh bapaknya malah masih tidur nyenyak. "Mas, bangun! Sudah