Pagi-pagi sekali didepan rumah Arjuna sudah gaduh oleh suara gedoran. Arjuna yang saat itu sedang menikmati sarapannya, dengan terpaksa bangkit dan menghampiri si biang kerok pembuat keributan. Arjuna menggulung lengan kemejanya sampai siku, lalu melangkah lebar-lebar menuju gerbang. "Ckck, berisik sekali! Awas saja kalau tidak penting, akan ku lempar ke benua Antartika!" omel Arjuna kesal. Mata Arjuna melotot sempurna sesaat setelah tangannya berhasil membuka pintu gerbang. Si biang kerok pembuat keributan itu ternyata tetangga sebelah yang kemarin membuatnya naik darah. "Ada urusan apa kesini?" ketus Arjuna menatap tajam Devan. Raut wajahnya terlihat sangat tidak bersahabat. "Santai, Bro. Anggap aja silaturahmi antar tetangga." jawab Devan sekenanya. "Sejak kapan playboy tengik sepertimu kenal dengan yang namanya silaturahmi?" tanya Arjuna dengan berkacak pinggang. "Sejak kenal gadis manis pelayan dirumah ini." ujar Devan tersenyum cerah. Ucapan dan ekspresi Devan me
"Tuan, ini teh yang anda minta." ucap Ratih meletakkan segelas teh hangat dimeja Arjuna. Arjuna mengangguk lalu menyesap tehnya. Teh buatan Ratih memang selalu nikmat. Entah mengapa, apapun hasil buatan tangan Ratih selalu enak dan pas di lidahnya. Kening Arjuna mengkerut kala menatap Ratih dan Reno belum beranjak, masih saja berdiri dihadapannya. "Kenapa kalian masih berdiri disitu?" "Maaf Tuan. Kami kawatir dengan keadaan Tuan. Kami perhatikan Tuan sedang tidak baik-baik saja. Apa Tuan sakit?" tanya Reno sopan. Sedangkan Ratih mengangguk, membenarkan ucapan Reno. "Iya, dan kalian berdualah penyebabnya." batin Arjuna kesal. "Tidak, aku hanya sedikit pusing saja. Kembalilah ke ruanganmu, dan selesaikan pekerjaanmu." ucap Arjuna datar. "Baik Tuan. Saya permisi." sambung Reno melangkah keluar. Setelah kepergian Reno, Ratih memberanikan diri untuk bertanya. "Tuan, disini apa yang harus saya kerjakan?" Ucapan Ratih refleks membuat Arjuna mendongak. Ia sendiri bingung har
Ratih yang bingung harus melakukan apa, hanya bersandar pada sofa. Sedangkan Arjuna, nampak sibuk dengan pekerjaannya, namun sesekali ia sempatkan untuk melirik Ratih. Sebelum pulang, Arjuna harus membangunkan Ratih terlebih dulu karna ketiduran disofa. Arjuna menepuk-nepuk pipi Ratih pelan, namun Ratih hanya menggeliat saja tak mau bangun. Tak menyerah, Arjuna kembali menepuk-nepuk pipi Ratih lebih keras. Hal itu berhasil membuat Ratih membuka mata. "Loh sudah pagi." gumamnya setelah membuka mata sembari mengumpulkan nyawa. "Pagi apanya? malam saja belum! Ck, tidur seperti kebo." gumam Arjuna kesal. *** Arjuna merebahkan tubuhnya disofa ruang tengah. Tubuhnya benar-benar lelah. "Tuan, apa perlu saya siapkan air hangat?" tanya Ratih sopan. "Boleh" ucap Arjuna sembari memejamkan mata. Ratih meletakkan tas diruang kerja lalu beranjak menuju kamar Arjuna untuk menyiapkan air hangat. Setelah selesai, Ratih segera turun ke bawah untuk memanggil Arjuna. Suara Ratih tert
Arjuna tersenyum puas, bisa menggagalkan acara kencan Reno dengan Ratih. Dirinya tidak rela berdiam dirumah sendirian, sedangkan dua orang itu pergi bersama. Reno berjalan gontai memasuki kamarnya. Acara kencannya ambyar, karna majikannya ikut serta. Alhasil hatinya dongkol karna kesal. "Rencana awal ingin keliling kota menikmati suasana malam, malah berakhir makan dilesehan pinggir jalan bertiga dengan majikannya. "Tenang Reno, gagal hari ini bisa dicoba lagi besok." ucapnya menyemangati diri. Tak mau larut dalam kekecewaan, Reno bangkit mengambil air wudhu lalu menunaikan shalat isya. "Ya Allah, Yang Maha Pengasih. Mudahkanlah jalan hamba untuk bisa meminang Ratih." doa Reno dalam sujudnya. Reno sudah mantap ingin menjadikan Ratih sebagai pendamping hidupnya. Dan saat ini, ia sedang berusaha untuk meluluhkan hati Ratih. Malam mulai beranjak, jam dinakas menunjukkan pukul 11 malam. Rasa kantuk mulai menyerang, perlahan mata Reno pun terpejam. *** Setelah menunaika
Arjuna mengusap wajahnya kasar. "Mama tidak akan memakanmu hanya karna mengatakan, aku sedang tidak enak badan, Ratih!"seru Arjuna. "Saya takut dimarahi nyonya besar, Tuan."ucap Ratih polos. "Tidak akan!" sudah sana, katakan pada mama seperti apa yang aku bilang."ulang Arjuna memberi perintah. Gemas melihat Ratih masih saja berdiam diri, Arjuna mendorong bahu Ratih keluar dari kamar lalu menutup pintu dan kembali merebah. Dengan terpaksa Ratih kembali turun ke lantai bawah. Langkah kakinya terasa amat berat dan tubuhnya seketika berkeringat dingin. "Maaf nyonya, Tuan Arjuna sedang tidak enak badan. Beliau berpesan, agar nyonya datang lagi lain waktu."ucap Ratih dengan hati-hati. Bu Prapti menghela nafas kasar. Tanpa berkata apa-apa, ia bangkit berdiri lalu melangkah menuju ke lantai atas. "Bangun kamu Juna! Mama tau kamu hanya pura-pura tidur saja!" teriak Bu Prapti marah. Mendengar teriakan mamanya, membuat Arjuna dengan terpaksa membuka mata. "Apa sih, ma, Datang
Arjuna tersentak kala mendapati jam diatas nakas menunjukkan pukul 09.00. Ia beranjak bangkit walaupun kepalanya masih terasa berat. Gegas ia melangkah menuju kamar mandi. 15 menit kemudian ia sudah nampak rapi dengan setelan kerjanya. "Ratih!" teriak Arjuna keras. Dengan tergesa kakinya menapaki anak tangga menuju ke lantai bawah. "I-iya Tuan."jawab Ratih tergopoh-gopoh menghampiri majikannya. "Kenapa tidak membangunkan aku? Kau tau sekarang jam berapa? "ucap Arjuna ketus. "Maaf, saya tidak membangunkan Tuan karena ini hari minggu. Bukankah kantor hari minggu tutup, Tuan?" "Apaaa?"tanya Arjuna linglung. "Iya Tuan, ini hari minggu. Saya kira Tuan sengaja bangun siang karna sedang libur."ungkap Ratih menjelaskan. "Ah, aku kira ini hari senin."Tanpa babibu lagi, Arjuna balik kanan. Kakinya dengan cepat manaiki anak tangga kembali ke kamarnya. "Kenapa aku bisa lupa hari? membuatku malu saja!" Tok tok tok "Tuan, apa anda ingin sarapan sekarang?"tanya Ratih dari bal
Arjuna sedang memimpin rapat, saat ponselnya berdering nyaring. Tanpa melihat nama si pemanggil, Arjuna langsung mematikannya dan memasukkannya ke dalam saku jasnya. 20 menit kemudian rapat selesai. Arjuna merogoh ponsel dari sakunya. Melihat nama yang tadi menghubunginya membuatnya berdecak kesal. "Selalu saja mengancam!" Siapa lagi yang berani mengancamnya, kalau bukan sang mama yang selalu merecokinya. Setelah telponnya dimatikan oleh sang putra, mamanya lalu mengirim pesan yang isinya, mengingatkan soal waktu yang ia berikan pada Arjuna yang hanya tinggal 1 minggu. Jika dalam waktu 1 minggu Arjuna tidak juga membawa calon istri, maka harus mau menerima perjodohan yang diatur olehnya. "Tersisa 1 minggu lagi! gumam Arjuna kalut!" *** "Menikahlah denganku, Ratih." ucap Arjuna, saat Ratih tengah menyiram tanaman dihalaman. Ratih diam mematung, syok dengan ucapan Tuannya. "Ma-maksud, Tuan?" "Menikahlah denganku, dan jadilah istriku."ulang Arjuna lebih jelas. "Bagaimana
Pagi-pagi sekali, Ratih telah sibuk berbenah. Tas kecil berisi beberapa baju telah siap ia bawa. Arjuna pun demikian, koper kecil berisi baju ganti ia bawa turun ke lantai bawah. Rencananya, setelah sarapan nanti, ia dan Ratih akan langsung berangkat. Reno, menatap Arjuna dan Ratih yang berjalan beriringan dengan hati yang patah. Tatapannya nanar, berkali-kali ia menarik nafas panjang untuk menghilangkan rasa sesak yang tiba-tiba menghimpit dadanya. "Reno, semua urusan kantor aku serahkan kepadamu. Jika ada masalah, segera hubungi aku."ucap Arjuna sembari menepuk bahu Reno. "Baik, Tuan."jawab Reno mencoba terlihat baik-baik saja. Setelahnya, Arjuna beranjak memasuki mobil. Ia duduk dibalik kemudi. Kali ini ia sendiri yang akan menyetir. Sedangkan Ratih, menatap Reno dengan tatapan yang sulit diartikan. "Mas Reno, aku pamit."ucap Ratih dengan suara bergetar. "Iya, jaga dirimu baik-baik. Sampaikan salamku untuk ibu dan adikku jika nanti kamu bertemu dengan mereka."balas Re