Arjuna mengusap wajahnya kasar. "Mama tidak akan memakanmu hanya karna mengatakan, aku sedang tidak enak badan, Ratih!"seru Arjuna. "Saya takut dimarahi nyonya besar, Tuan."ucap Ratih polos. "Tidak akan!" sudah sana, katakan pada mama seperti apa yang aku bilang."ulang Arjuna memberi perintah. Gemas melihat Ratih masih saja berdiam diri, Arjuna mendorong bahu Ratih keluar dari kamar lalu menutup pintu dan kembali merebah. Dengan terpaksa Ratih kembali turun ke lantai bawah. Langkah kakinya terasa amat berat dan tubuhnya seketika berkeringat dingin. "Maaf nyonya, Tuan Arjuna sedang tidak enak badan. Beliau berpesan, agar nyonya datang lagi lain waktu."ucap Ratih dengan hati-hati. Bu Prapti menghela nafas kasar. Tanpa berkata apa-apa, ia bangkit berdiri lalu melangkah menuju ke lantai atas. "Bangun kamu Juna! Mama tau kamu hanya pura-pura tidur saja!" teriak Bu Prapti marah. Mendengar teriakan mamanya, membuat Arjuna dengan terpaksa membuka mata. "Apa sih, ma, Datang
Arjuna tersentak kala mendapati jam diatas nakas menunjukkan pukul 09.00. Ia beranjak bangkit walaupun kepalanya masih terasa berat. Gegas ia melangkah menuju kamar mandi. 15 menit kemudian ia sudah nampak rapi dengan setelan kerjanya. "Ratih!" teriak Arjuna keras. Dengan tergesa kakinya menapaki anak tangga menuju ke lantai bawah. "I-iya Tuan."jawab Ratih tergopoh-gopoh menghampiri majikannya. "Kenapa tidak membangunkan aku? Kau tau sekarang jam berapa? "ucap Arjuna ketus. "Maaf, saya tidak membangunkan Tuan karena ini hari minggu. Bukankah kantor hari minggu tutup, Tuan?" "Apaaa?"tanya Arjuna linglung. "Iya Tuan, ini hari minggu. Saya kira Tuan sengaja bangun siang karna sedang libur."ungkap Ratih menjelaskan. "Ah, aku kira ini hari senin."Tanpa babibu lagi, Arjuna balik kanan. Kakinya dengan cepat manaiki anak tangga kembali ke kamarnya. "Kenapa aku bisa lupa hari? membuatku malu saja!" Tok tok tok "Tuan, apa anda ingin sarapan sekarang?"tanya Ratih dari bal
Arjuna sedang memimpin rapat, saat ponselnya berdering nyaring. Tanpa melihat nama si pemanggil, Arjuna langsung mematikannya dan memasukkannya ke dalam saku jasnya. 20 menit kemudian rapat selesai. Arjuna merogoh ponsel dari sakunya. Melihat nama yang tadi menghubunginya membuatnya berdecak kesal. "Selalu saja mengancam!" Siapa lagi yang berani mengancamnya, kalau bukan sang mama yang selalu merecokinya. Setelah telponnya dimatikan oleh sang putra, mamanya lalu mengirim pesan yang isinya, mengingatkan soal waktu yang ia berikan pada Arjuna yang hanya tinggal 1 minggu. Jika dalam waktu 1 minggu Arjuna tidak juga membawa calon istri, maka harus mau menerima perjodohan yang diatur olehnya. "Tersisa 1 minggu lagi! gumam Arjuna kalut!" *** "Menikahlah denganku, Ratih." ucap Arjuna, saat Ratih tengah menyiram tanaman dihalaman. Ratih diam mematung, syok dengan ucapan Tuannya. "Ma-maksud, Tuan?" "Menikahlah denganku, dan jadilah istriku."ulang Arjuna lebih jelas. "Bagaimana
Pagi-pagi sekali, Ratih telah sibuk berbenah. Tas kecil berisi beberapa baju telah siap ia bawa. Arjuna pun demikian, koper kecil berisi baju ganti ia bawa turun ke lantai bawah. Rencananya, setelah sarapan nanti, ia dan Ratih akan langsung berangkat. Reno, menatap Arjuna dan Ratih yang berjalan beriringan dengan hati yang patah. Tatapannya nanar, berkali-kali ia menarik nafas panjang untuk menghilangkan rasa sesak yang tiba-tiba menghimpit dadanya. "Reno, semua urusan kantor aku serahkan kepadamu. Jika ada masalah, segera hubungi aku."ucap Arjuna sembari menepuk bahu Reno. "Baik, Tuan."jawab Reno mencoba terlihat baik-baik saja. Setelahnya, Arjuna beranjak memasuki mobil. Ia duduk dibalik kemudi. Kali ini ia sendiri yang akan menyetir. Sedangkan Ratih, menatap Reno dengan tatapan yang sulit diartikan. "Mas Reno, aku pamit."ucap Ratih dengan suara bergetar. "Iya, jaga dirimu baik-baik. Sampaikan salamku untuk ibu dan adikku jika nanti kamu bertemu dengan mereka."balas Re
Mobil Arjuna sampai dikampung halaman Ratih, saat adzan ashar berkumandang. Orang tua dan kedua adik Ratih, nampak melangkah keluar kala mendengar deru mobil berhenti dihalaman rumah mereka. Begitu pintu terbuka, Arjuna keluar disusul Ratih yang membawa 3 kresek besar berisi makanan dan buah-buahan yang tadi dibeli Arjuna. Ratih yang sebelumnya tidak memberitaukan kedatangannya, membuat keluarganya terkejut. Arjuna mengucap salam lalu mencium punggung tangan ayah dan ibunya Ratih. Disusul oleh kedua adik Ratih yang mencium punggung tangan Arjuna, mereka menghormati Arjuna yang lebih tua. Pak Tomo, ayah Ratih kemudian mempersilakan mereka untuk masuk ke dalam. "Maaf nak Arjuna, rumah kami sangat sederhana sekali. Hanya gubuk reot."ucap Pak Tomo sungkan. "Tidak apa-apa pak. Biar sederhana yang penting nyaman."sambung Arjuna ramah. Setelah berbasa-basi, Arjuna kemudian mengutarakan niatnya untuk melamar Ratih. Pak Tomo dan Bu Rahmi, ibunya Ratih saling berpandangan. Mereka
Setelah shalat isya, Bu Rahmi dan Ratih menata makanan yang telah di masaknya ke atas meja. Masakan sederhana dari bahan dasar sayuran yang dipanen dari kebun belakang. Ratih memanggil bapaknya yang tengah berbincang dengan Arjuna diruang depan untuk segera ke meja makan, karna makan malam telah siap. Setelah semua berkumpul di meja makan, Pak Tomo mengawali dengan doa, lalu mempersilakan semua untuk segera mengambil nasi dan lauk ke piring masing-masing. Bu Rahmi mengambilkan nasi dan lauk untuk suaminya. Lalu menyuruh Ratih untuk mengambilkan untuk Arjuna selaku calon suaminya. Mereka makan dengan lahap walau lauk yang terhidang hanya sayur lodeh dengan ikan asin saja. Arjuna merasa nyaman berada ditengah-tengah mereka. Walau keadaan mereka begitu sederhana namun sambutan mereka pada Arjuna begitu hangat. "Tambah lagi nasinya, Nak. Itu sayurnya juga masih banyak."ucap Pak Tomo ramah. "Trima kasih, Pak. Saya sudah kenyang."balas Arjuna sopan. Selesai makan, Pak To
Pak Tomo dan Arjuna berpapasan dengan Zaffran dan Damar, kedua adik Ratih diujung jalan saat hampir sampai dirumah. Dua anak lelaki itu segera mencium punggung tangan Pak Tomo dan Arjuna lalu berpamitan untuk pergi ke sekolah. "Pak, kami pamit mau ke sekolah."ucap Zaffran mewakili adiknya. "Ya sudah, hati-hati dijalan."balas Pak Tomo kemudian. "Tunggu, biar mas antar ke sekolah."potong Arjuna cepat. Dirinya tak tega melihat 2 remaja itu ke sekolah dengan berjalan kaki. "Eh, Tidak usah repot-repot mas. Kami terbiasa jalan kaki kok."sahut Damar. "Tidak apa-apa, tunggu sebentar mas ambil mobil dulu."ucap Arjuna berjalan cepat ke rumah untuk mengambil mobil. 5 menit kemudian, mobil Arjuna sudah menghampiri 2 remaja itu. Setelah berpamitan dengan Pak Tomo, juga kedua adik Ratih sudah duduk nyaman dikursi penumpang, Arjuna segera melajukan mobilnya. Zaffran dan Damar nampak sumringah sembari melihat pemandangan dari jendela. Baru kali ini 2 remaja itu merasakan naik mobil mewa
Setelah sampai dipasar, Arjuna memarkirkan mobilnya lalu berjalan mengikuti Ratih. Seumur hidup baru kali ini, Arjuna menginjakkan kaki dipasar. Meski sedikit risih dengan tatapan orang-orang, namun ia tetap mengikuti Ratih dari belakang. "Kalau Tuan capek, sebaiknya menunggu dimobil saja. Apalagi disini tempatnya kotor. Saya lihat Tuan tidak nyaman."ucap Ratih sopan. "Kenapa orang-orang itu menatapku aneh?"tanya Arjuna heran sekaligus risih. "Karna rupa dan penampilan Tuan begitu menawan. Mereka seperti melihat artis masuk pasar."ucap Ratih terkekeh. "Ada-ada saja."gumam Arjuna acuh. Setelah membeli bumbu-bumbu dapur pesanan ibunya, Ratih menghampiri penjual sayur. Tangannya dengan cekatan memilih berbagai sayuran. Setelah membayar, ia segera beranjak untuk pulang. Arjuna tak sampai hati membiarkan Ratih membawa belanjaannya sendiri. Tangannya kini mengambil alih 2 kresek besar itu. Orang-orang dipasar masih saja menatap kagum pada Arjuna. Bahkan sampai ada yang memotret