Setelah shalat isya, Bu Rahmi dan Ratih menata makanan yang telah di masaknya ke atas meja. Masakan sederhana dari bahan dasar sayuran yang dipanen dari kebun belakang. Ratih memanggil bapaknya yang tengah berbincang dengan Arjuna diruang depan untuk segera ke meja makan, karna makan malam telah siap. Setelah semua berkumpul di meja makan, Pak Tomo mengawali dengan doa, lalu mempersilakan semua untuk segera mengambil nasi dan lauk ke piring masing-masing. Bu Rahmi mengambilkan nasi dan lauk untuk suaminya. Lalu menyuruh Ratih untuk mengambilkan untuk Arjuna selaku calon suaminya. Mereka makan dengan lahap walau lauk yang terhidang hanya sayur lodeh dengan ikan asin saja. Arjuna merasa nyaman berada ditengah-tengah mereka. Walau keadaan mereka begitu sederhana namun sambutan mereka pada Arjuna begitu hangat. "Tambah lagi nasinya, Nak. Itu sayurnya juga masih banyak."ucap Pak Tomo ramah. "Trima kasih, Pak. Saya sudah kenyang."balas Arjuna sopan. Selesai makan, Pak To
Pak Tomo dan Arjuna berpapasan dengan Zaffran dan Damar, kedua adik Ratih diujung jalan saat hampir sampai dirumah. Dua anak lelaki itu segera mencium punggung tangan Pak Tomo dan Arjuna lalu berpamitan untuk pergi ke sekolah. "Pak, kami pamit mau ke sekolah."ucap Zaffran mewakili adiknya. "Ya sudah, hati-hati dijalan."balas Pak Tomo kemudian. "Tunggu, biar mas antar ke sekolah."potong Arjuna cepat. Dirinya tak tega melihat 2 remaja itu ke sekolah dengan berjalan kaki. "Eh, Tidak usah repot-repot mas. Kami terbiasa jalan kaki kok."sahut Damar. "Tidak apa-apa, tunggu sebentar mas ambil mobil dulu."ucap Arjuna berjalan cepat ke rumah untuk mengambil mobil. 5 menit kemudian, mobil Arjuna sudah menghampiri 2 remaja itu. Setelah berpamitan dengan Pak Tomo, juga kedua adik Ratih sudah duduk nyaman dikursi penumpang, Arjuna segera melajukan mobilnya. Zaffran dan Damar nampak sumringah sembari melihat pemandangan dari jendela. Baru kali ini 2 remaja itu merasakan naik mobil mewa
Setelah sampai dipasar, Arjuna memarkirkan mobilnya lalu berjalan mengikuti Ratih. Seumur hidup baru kali ini, Arjuna menginjakkan kaki dipasar. Meski sedikit risih dengan tatapan orang-orang, namun ia tetap mengikuti Ratih dari belakang. "Kalau Tuan capek, sebaiknya menunggu dimobil saja. Apalagi disini tempatnya kotor. Saya lihat Tuan tidak nyaman."ucap Ratih sopan. "Kenapa orang-orang itu menatapku aneh?"tanya Arjuna heran sekaligus risih. "Karna rupa dan penampilan Tuan begitu menawan. Mereka seperti melihat artis masuk pasar."ucap Ratih terkekeh. "Ada-ada saja."gumam Arjuna acuh. Setelah membeli bumbu-bumbu dapur pesanan ibunya, Ratih menghampiri penjual sayur. Tangannya dengan cekatan memilih berbagai sayuran. Setelah membayar, ia segera beranjak untuk pulang. Arjuna tak sampai hati membiarkan Ratih membawa belanjaannya sendiri. Tangannya kini mengambil alih 2 kresek besar itu. Orang-orang dipasar masih saja menatap kagum pada Arjuna. Bahkan sampai ada yang memotret
Setelah berpamitan dengan temannya juga ibunya Reno, Ratih bergegas pulang. Ia melangkah cepat, dengan sedikit berlari. Hatinya kebat kebit takut akan kemarahan Arjuna. "Maaf Tuan, tadi saya mengobrol dengan teman saya sampai lupa waktu."ucap Ratih setelah sampai dihadapan Arjuna. Arjuna mendengkus kesal tanpa berkata. Gegas ia menemui orangtua Ratih untuk berpamitan. Tak lupa ia menyelipkan amplop cokelat sebagai ucapan terima kasih karna bersedia menerima dirinya dengan hangat layaknya keluarga sendiri. Setelah Ratih duduk dengan benar dikursi yang ada disampingnya, Arjuna segera melajukan mobilnya. Sepanjang perjalanan diisi dengan kebisuan. Ratih sendiri sungkan untuk memulai pembicaraan. Ia lebih memilih melihat ke arah jendela, melihat pemandangan yang dilaluinya. *** Menjelang adzan isya mereka baru tiba dirumah megah Arjuna. Reno dan Bu Siti menyambut kedatangan mereka. Karna sudah sangat lelah, Arjuna memilih segera membersihkan diri. Sedangkan Ratih, mengambil alih
Seperti pesan Arjuna, Ratih telah bersiap sebelum Arjuna pulang. Tak ingin membuat malu, kali ini Ratih memakai pakaian terbaiknya. Begitu suara deru mobil milik Arjuna, berhenti dihalaman, Ratih segera beranjak menuju pintu utama. "Selamat sore, Tuan. Saya telah bersiap seperti yang anda perintahkan."ucap Ratih sesaat setelah membuka pintu. Arjuna mengamati penampilan Ratih dari atas hingga bawah, lalu berdecak. Sudah pasti dirinya akan ditertawakan oleh mamanya, kalau sampai membawa Ratih ke rumah utama dengan penampilan Ratih yang seperti saat ini. "Tak berlama-lama, Arjuna segera memanggil Reno, tangannya merogoh dompet lalu mengeluarkan uang tunai yang ada." "Reno, ambil uang ini. Bawa Ratih ke butik, pilihankan gaun yang elegan. Setelah itu antar Ratih ke salon, ubah penampilan Ratih menjadi wanita berkelas."perintah Arjuna sembari mengulurkan uang pada Reno. Reno mengangguk patuh lalu mengajak Ratih untuk segera berangkat. Begitu mobil berlalu, Arjuna beranjak masuk.
Bu Prapti mengamati gadis muda yang dibawa putranya ke rumah. Gadis itu begitu cantik juga santun. Bu Prapti merasa pernah melihat gadis itu sebelumnya, namun lupa dimana. "Dimana kalian saling mengenal?"tanya Bu Prapti sesaat setelah menghidangkan minuman ke atas meja. Tak mau menutupi, Arjuna menjawab apa adanya. "Ratih ini tetangga Reno dari desa yang bekerja dirumahku, ma. Aku menyukainya dan akan segera menikahinya."ucap Arjuna tanpa beban. "Kamu serius dengan keputusanmu itu, Arjuna?"hardik Bu Prapti emosi, membuat Ratih yang duduk disebelah Arjuna menunduk takut. "Sudahlah, Ma. Tak perlu dipermasalahkan! Yang penting aku menikah dan mama punya menantu."ujar Arjuna enteng. "Tapi tidak dengan pelayan juga, Arjuna Nayendra!"pekik Bu Prapti frustasi. Bagaimana mungkin keluarga Nayendra yang kaya raya dan terhormat bermenantukan seorang pelayan. Mau ditaruh dimana mukanya, kalau sampai rekan bisnisnya tau. "Lebih baik menikah dengan Della saja. Della cantik, pintar, dan
Bu Prapti mengamati gadis muda yang dibawa putranya ke rumah. Gadis itu begitu cantik juga santun. Bu Prapti merasa pernah melihat gadis itu sebelumnya, namun lupa dimana. "Dimana kalian saling mengenal?"tanya Bu Prapti sesaat setelah menghidangkan minuman ke atas meja. Tak mau menutupi, Arjuna menjawab apa adanya. "Ratih ini tetangga Reno dari desa yang bekerja dirumahku, ma. Aku menyukainya dan akan segera menikahinya."ucap Arjuna tanpa beban. "Kamu serius dengan keputusanmu itu, Arjuna?"hardik Bu Prapti emosi, membuat Ratih yang duduk disebelah Arjuna menunduk takut. "Sudahlah, Ma. Tak perlu dipermasalahkan! Yang penting aku menikah dan mama punya menantu."ujar Arjuna enteng. "Tapi tidak dengan pelayan juga, Arjuna Nayendra!"pekik Bu Prapti frustasi. Bagaimana mungkin keluarga Nayendra yang kaya raya dan terhormat bermenantukan seorang pelayan. Mau ditaruh dimana mukanya, kalau sampai rekan bisnisnya tau. "Lebih baik menikah dengan Della saja. Della cantik, pintar, dan
Arjuna beranjak, meski masih sangat kesal dengan mamanya. Dengan malas ia masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Selesai berpakaian dan merapikan rambutnya, ia segera turun ke lantai bawah untuk menemui mamanya. "Ada apa mama kemari?"tanya Arjuna tanpa basa basi. "Mama ingin membahas tentang masalah yang semalam." "Kalau tujuan mama ke sini untuk menjodohkanku dengan gadis pilihan mama, lupakan saja! karna keputusanku sudah bulat."sahut Arjuna cepat. "Mama sangat tau, kalau kamu itu keras kepala. Oke mama akan merestui, tapi dengan syarat!"tukas Bu Prapti tegas. "Maksud mama apa?" "Mama merestuimu menikahi pelayan itu. Tapi dengan syarat menyembunyikan asal usulnya! Kamu harusnya juga memahami posisi keluarga kita Arjuna. Setidaknya kamu bisa menjaga nama baik keluarga kita."ucap Bu Prapti menjelaskan. "Karna itu ma, aku ingin segera memperbaiki rumah yang ditinggali keluarga Ratih, juga memperbaiki perekonomian keluarga Ratih. Agar tidak dipandang remeh or