Arjuna tersenyum puas, bisa menggagalkan acara kencan Reno dengan Ratih. Dirinya tidak rela berdiam dirumah sendirian, sedangkan dua orang itu pergi bersama. Reno berjalan gontai memasuki kamarnya. Acara kencannya ambyar, karna majikannya ikut serta. Alhasil hatinya dongkol karna kesal. "Rencana awal ingin keliling kota menikmati suasana malam, malah berakhir makan dilesehan pinggir jalan bertiga dengan majikannya. "Tenang Reno, gagal hari ini bisa dicoba lagi besok." ucapnya menyemangati diri. Tak mau larut dalam kekecewaan, Reno bangkit mengambil air wudhu lalu menunaikan shalat isya. "Ya Allah, Yang Maha Pengasih. Mudahkanlah jalan hamba untuk bisa meminang Ratih." doa Reno dalam sujudnya. Reno sudah mantap ingin menjadikan Ratih sebagai pendamping hidupnya. Dan saat ini, ia sedang berusaha untuk meluluhkan hati Ratih. Malam mulai beranjak, jam dinakas menunjukkan pukul 11 malam. Rasa kantuk mulai menyerang, perlahan mata Reno pun terpejam. *** Setelah menunaika
Arjuna mengusap wajahnya kasar. "Mama tidak akan memakanmu hanya karna mengatakan, aku sedang tidak enak badan, Ratih!"seru Arjuna. "Saya takut dimarahi nyonya besar, Tuan."ucap Ratih polos. "Tidak akan!" sudah sana, katakan pada mama seperti apa yang aku bilang."ulang Arjuna memberi perintah. Gemas melihat Ratih masih saja berdiam diri, Arjuna mendorong bahu Ratih keluar dari kamar lalu menutup pintu dan kembali merebah. Dengan terpaksa Ratih kembali turun ke lantai bawah. Langkah kakinya terasa amat berat dan tubuhnya seketika berkeringat dingin. "Maaf nyonya, Tuan Arjuna sedang tidak enak badan. Beliau berpesan, agar nyonya datang lagi lain waktu."ucap Ratih dengan hati-hati. Bu Prapti menghela nafas kasar. Tanpa berkata apa-apa, ia bangkit berdiri lalu melangkah menuju ke lantai atas. "Bangun kamu Juna! Mama tau kamu hanya pura-pura tidur saja!" teriak Bu Prapti marah. Mendengar teriakan mamanya, membuat Arjuna dengan terpaksa membuka mata. "Apa sih, ma, Datang
Arjuna tersentak kala mendapati jam diatas nakas menunjukkan pukul 09.00. Ia beranjak bangkit walaupun kepalanya masih terasa berat. Gegas ia melangkah menuju kamar mandi. 15 menit kemudian ia sudah nampak rapi dengan setelan kerjanya. "Ratih!" teriak Arjuna keras. Dengan tergesa kakinya menapaki anak tangga menuju ke lantai bawah. "I-iya Tuan."jawab Ratih tergopoh-gopoh menghampiri majikannya. "Kenapa tidak membangunkan aku? Kau tau sekarang jam berapa? "ucap Arjuna ketus. "Maaf, saya tidak membangunkan Tuan karena ini hari minggu. Bukankah kantor hari minggu tutup, Tuan?" "Apaaa?"tanya Arjuna linglung. "Iya Tuan, ini hari minggu. Saya kira Tuan sengaja bangun siang karna sedang libur."ungkap Ratih menjelaskan. "Ah, aku kira ini hari senin."Tanpa babibu lagi, Arjuna balik kanan. Kakinya dengan cepat manaiki anak tangga kembali ke kamarnya. "Kenapa aku bisa lupa hari? membuatku malu saja!" Tok tok tok "Tuan, apa anda ingin sarapan sekarang?"tanya Ratih dari bal
Arjuna sedang memimpin rapat, saat ponselnya berdering nyaring. Tanpa melihat nama si pemanggil, Arjuna langsung mematikannya dan memasukkannya ke dalam saku jasnya. 20 menit kemudian rapat selesai. Arjuna merogoh ponsel dari sakunya. Melihat nama yang tadi menghubunginya membuatnya berdecak kesal. "Selalu saja mengancam!" Siapa lagi yang berani mengancamnya, kalau bukan sang mama yang selalu merecokinya. Setelah telponnya dimatikan oleh sang putra, mamanya lalu mengirim pesan yang isinya, mengingatkan soal waktu yang ia berikan pada Arjuna yang hanya tinggal 1 minggu. Jika dalam waktu 1 minggu Arjuna tidak juga membawa calon istri, maka harus mau menerima perjodohan yang diatur olehnya. "Tersisa 1 minggu lagi! gumam Arjuna kalut!" *** "Menikahlah denganku, Ratih." ucap Arjuna, saat Ratih tengah menyiram tanaman dihalaman. Ratih diam mematung, syok dengan ucapan Tuannya. "Ma-maksud, Tuan?" "Menikahlah denganku, dan jadilah istriku."ulang Arjuna lebih jelas. "Bagaimana
Pagi-pagi sekali, Ratih telah sibuk berbenah. Tas kecil berisi beberapa baju telah siap ia bawa. Arjuna pun demikian, koper kecil berisi baju ganti ia bawa turun ke lantai bawah. Rencananya, setelah sarapan nanti, ia dan Ratih akan langsung berangkat. Reno, menatap Arjuna dan Ratih yang berjalan beriringan dengan hati yang patah. Tatapannya nanar, berkali-kali ia menarik nafas panjang untuk menghilangkan rasa sesak yang tiba-tiba menghimpit dadanya. "Reno, semua urusan kantor aku serahkan kepadamu. Jika ada masalah, segera hubungi aku."ucap Arjuna sembari menepuk bahu Reno. "Baik, Tuan."jawab Reno mencoba terlihat baik-baik saja. Setelahnya, Arjuna beranjak memasuki mobil. Ia duduk dibalik kemudi. Kali ini ia sendiri yang akan menyetir. Sedangkan Ratih, menatap Reno dengan tatapan yang sulit diartikan. "Mas Reno, aku pamit."ucap Ratih dengan suara bergetar. "Iya, jaga dirimu baik-baik. Sampaikan salamku untuk ibu dan adikku jika nanti kamu bertemu dengan mereka."balas Re
Mobil Arjuna sampai dikampung halaman Ratih, saat adzan ashar berkumandang. Orang tua dan kedua adik Ratih, nampak melangkah keluar kala mendengar deru mobil berhenti dihalaman rumah mereka. Begitu pintu terbuka, Arjuna keluar disusul Ratih yang membawa 3 kresek besar berisi makanan dan buah-buahan yang tadi dibeli Arjuna. Ratih yang sebelumnya tidak memberitaukan kedatangannya, membuat keluarganya terkejut. Arjuna mengucap salam lalu mencium punggung tangan ayah dan ibunya Ratih. Disusul oleh kedua adik Ratih yang mencium punggung tangan Arjuna, mereka menghormati Arjuna yang lebih tua. Pak Tomo, ayah Ratih kemudian mempersilakan mereka untuk masuk ke dalam. "Maaf nak Arjuna, rumah kami sangat sederhana sekali. Hanya gubuk reot."ucap Pak Tomo sungkan. "Tidak apa-apa pak. Biar sederhana yang penting nyaman."sambung Arjuna ramah. Setelah berbasa-basi, Arjuna kemudian mengutarakan niatnya untuk melamar Ratih. Pak Tomo dan Bu Rahmi, ibunya Ratih saling berpandangan. Mereka
Setelah shalat isya, Bu Rahmi dan Ratih menata makanan yang telah di masaknya ke atas meja. Masakan sederhana dari bahan dasar sayuran yang dipanen dari kebun belakang. Ratih memanggil bapaknya yang tengah berbincang dengan Arjuna diruang depan untuk segera ke meja makan, karna makan malam telah siap. Setelah semua berkumpul di meja makan, Pak Tomo mengawali dengan doa, lalu mempersilakan semua untuk segera mengambil nasi dan lauk ke piring masing-masing. Bu Rahmi mengambilkan nasi dan lauk untuk suaminya. Lalu menyuruh Ratih untuk mengambilkan untuk Arjuna selaku calon suaminya. Mereka makan dengan lahap walau lauk yang terhidang hanya sayur lodeh dengan ikan asin saja. Arjuna merasa nyaman berada ditengah-tengah mereka. Walau keadaan mereka begitu sederhana namun sambutan mereka pada Arjuna begitu hangat. "Tambah lagi nasinya, Nak. Itu sayurnya juga masih banyak."ucap Pak Tomo ramah. "Trima kasih, Pak. Saya sudah kenyang."balas Arjuna sopan. Selesai makan, Pak To
Pak Tomo dan Arjuna berpapasan dengan Zaffran dan Damar, kedua adik Ratih diujung jalan saat hampir sampai dirumah. Dua anak lelaki itu segera mencium punggung tangan Pak Tomo dan Arjuna lalu berpamitan untuk pergi ke sekolah. "Pak, kami pamit mau ke sekolah."ucap Zaffran mewakili adiknya. "Ya sudah, hati-hati dijalan."balas Pak Tomo kemudian. "Tunggu, biar mas antar ke sekolah."potong Arjuna cepat. Dirinya tak tega melihat 2 remaja itu ke sekolah dengan berjalan kaki. "Eh, Tidak usah repot-repot mas. Kami terbiasa jalan kaki kok."sahut Damar. "Tidak apa-apa, tunggu sebentar mas ambil mobil dulu."ucap Arjuna berjalan cepat ke rumah untuk mengambil mobil. 5 menit kemudian, mobil Arjuna sudah menghampiri 2 remaja itu. Setelah berpamitan dengan Pak Tomo, juga kedua adik Ratih sudah duduk nyaman dikursi penumpang, Arjuna segera melajukan mobilnya. Zaffran dan Damar nampak sumringah sembari melihat pemandangan dari jendela. Baru kali ini 2 remaja itu merasakan naik mobil mewa
Reno mencari Ratih yang ternyata sudah berlari keluar dari area kantor. Tatapan Reno memindai jalanan sekitar, ia berharap masih bisa menemukan Ratih. Hatinya lega kala matanya menangkap keberadaan Ratih di sudut jalan. Di sampingnya, ada Pak Damian dan Bu Prapti yang terlihat tengah menenangkannya. "Maafkan aku Ratih, sudah membujukmu untuk kembali ke sini. Aku tidak menyangka kalau Tuan Arjuna sebrengsek itu."batin Reno penuh penyesalan. Kakinya melangkah mendekat. "Kali ini, biarkan aku kembali ke desa, Ma. Hatiku sakit, aku ingin kembali ke pelukan keluargaku. Aku janji akan membuka pintu lebar, jika nanti mama dan papa berkunjung ke sana. Apapun yang terjadi, Althaf tetap cucu mama dan papa."ucap Ratih lirih dengan berurai air mata. Pak Damian dan Bu Prapti turut merasa bersalah atas kelakuan anaknya. Mereka tak mau egois dengan menahan Ratih tetap disini. "Baiklah nak, maafkan kami yang tidak bisa mendidik Arjuna. Apapun keputusanmu, kami akan mendukungmu. Semua keka
Dihari ketiga, Reno kembali datang berkunjung ke rumah Ratih. Reno menyampaikan kabar bahwa Bu Prapti sedang dirawat dirumah sakit karna terlalu merindukan Althaf, cucunya. Tentu saja hal itu membuat Ratih dirundung rasa bersalah, dan akhirnya memutuskan untuk kembali ke rumah keluarga Nayendra. Tanpa menunggu lama, Reno segera menyampaikan kabar baik itu pada Pak Damian dan juga Bu Prapti. Bu Prapti yang saat itu tengah dirawat dirumah sakit karna kondisinya yang masih lemah, langsung meminta pulang agar bisa menyambut kedatangan menantu dan cucunya. Raut wajahnya yang beberapa hari ini terlihat pucat, kini berubah berbinar cerah. Ah, sebesar itu Althaf menguasai hatinya. Cucunya itu ibarat mood booster baginya. *** Sementara itu, Arjuna yang tinggal Ratih tiga hari didesa, terlihat begitu kacau dan uring-uringan. Karyawannya yang tidak becus dalam mengerjakan tugas, menjadi pelampiasan amarahnya. Tak terlihat lagi Arjuna Nayendra yang biasanya rapi. Penampilannya kini begit
Kereta yang ditumpangi oleh Ratih dan Reno sampai didesa pukul 11 malam. Reno yang diberi amanat untuk menjaga Ratih dan juga Althaf dengan siaga membawakan tas milik Ratih, lalu mengajak Ratih untuk mencari taxi online. Satu jam kemudian, Ratih telah sampai dirumah orangtuanya. Meski awalnya kaget, karna sebelumnya tidak memberi kabar. Namun akhirnya, orangtua Ratih menyambut hangat kedatangan anak dan cucunya. Karna capek, Ratih segera merebahkan diri ke atas ranjang disebelah anaknya. Tak butuh waktu lama, ia terlelap dengan memeluk Althaf. Setelah mengantar Ratih terlebih dahulu ke rumahnya. Reno berpamitan menuju rumah ibunya. Rumah Reno yang hanya berbeda gang dengan rumah orangtua Ratih, bisa ditempuh dengan berjalan kaki. *** Adzan subuh berkumandang merdu. Ratih yang baru tidur selama dua jam, masih terlelap dibalik selimut hangatnya. Namun ketukan dipintu membuatnya mau tak mau terpaksa bangun.Tok tok tok "Ratih, bangun nak! Shalat subuh dulu, keburu waktunya ha
Arjuna tergesa-gesa memasuki rumah, lalu berteriak kencang memanggil Ratih. Kakinya melangkah lebar-lebar menuju lantai atas, dimana kamarnya dan Ratih berada. "Ratih Ratihh Ratihhh." Mendapati kamarnya kosong, ia beranjak keluar dengan masih berteriak kencang seperti orang kesurupan. "Ratih Ratihh Ratihhh, dimana kamu." Bu Prapti yang mendengar teriakan Arjuna, tergopoh-gopoh menghampiri. Heran sekali dengan kelakuan anaknya yang bar-bar itu. "Ada apa, Juna? kenapa teriak-teriak?"tanya Bu Prapti sedikit kesal. "Dimana Ratih, Ma?" "Loh, memangnya tidak pamit sama kamu? Ratih barusan ke stasian diantar sama sopir. Althaf ikut bersamanya."tutur Bu Prapti menjelaskan. "Memangnya Ratih membawa Althaf kemana, Ma?"tanya Arjuna gusar. "Tadi Ratih pamit sama Mama mau pulang ke desa. Orangtuanya sudah rindu katanya." "Oh shit! Ratih pergi karna salah paham padaku, Ma. Itu semua gara-gara Angela!" "Apa maksudmu, Juna? Jelaskan pada Mama!"titah Bu Prapti tegas. "Angela d
Baru beberapa jam berpisah dengan istri dan anaknya, Arjuna sudah dilanda rindu yang besar. Tak sabar menunggu sampai jam pulang, Arjuna menghubungi istrinya dan memintanya untuk membawakan makan siang ke kantor. Dengan cekatan, Ratih memasak makanan kesukaan suaminya. Satu jam kemudian, beberapa menu telah matang dan siap untuk dibawa ke kantor Arjuna. Selesai berganti pakaian dan berdandan ala kadarnya, Ratih meminta sopir untuk mengantarnya ke kantor Arjuna. Namun sebelumnya, Althaf telah ia titipkan pada ibu mertuanya. *** Sementara itu, Arjuna berulangkali melihat jam diponselnya. Merasa kesal karna waktu seolah bergerak lambat, padahal ia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan istri cantiknya. Ketukan dipintu mengalihkan perhatian Arjuna. Setelah menyimpan ponselnya disaku jasnya, ia beranjak untuk membuka pintu. Dan begitu pintu terbuka, Arjuna terpaku menatap tamu yang ada dihadapannya. "Arjuna, aku sangat merindukanmu."ucap wanita cantik, tinggi semampai yang
Arjuna menatap kesal pada anaknya yang belum juga mau tidur. Mata bocah gembul itu malah terbuka lebar dan bersinar terang seperti lampu 100 watt. Bayi tampan itu sepertinya ingin mengerjai daddy nya. Bibir mungilnya dengan semangat masih saja menghisap ASI dari dada ibunya meski sudah kenyang. "Sayang, Mas sudah tidak tahan."ucap Arjuna memelas. Ia kesulitan menelan salivanya sendiri saat matanya menatap aset kembar milik istrinya yang terpampang di depannya karna sedang menyusui putranya. "Tunggu anak kita tidur dulu, Mas."sahut Ratih sembari menepuk-nepuk pantat anaknya supaya cepat tidur. Bahu Arjuna merosot mendengar jawaban istrinya. Dengan gelisah ia menggerakkan badannya ke kiri dan ke kanan untuk meredam hasratnya yang kian memuncak. *** Lega rasanya setelah bisa menyalurkan hasratnya. Istrinya yang kelelahan dan juga sudah sangat mengantuk tertidur lelap di sampingnya. Melongok ke box bayi, putra gembulnya tidur pulas. Arjuna membetulkan selimut yang bergeser
Arjuna terbangun dengan memegangi kepalanya yang masih terasa berat. Perlahan ia mulai mengumpulkan kesadaran. Dirinya sontak bangkit duduk saat melihat keadaan tubuhnya yang hanya memakai daleman nyaris telanjang. Padahal seingatnya, ia tidak melepas pakaiannya. "Ada yang berniat buruk sama Tuan. Tapi Tuan tenang saja, semua sudah diurus oleh Tuan Damian."ucap Reno menjelaskan saat melihat Arjuna yang kebingungan. "Katakan dengan jelas, Reno!"ujar Arjuna tidak paham. "Nona Devana yang ada dibalik semua ini Tuan. Tuan menyantap hidangan yang telah dicampur dengan obat tidur. Setelah memastikan anda tertidur pulas, nona Devana masuk ke dalam kamar ini menggunakan kunci cadangan dari pelayan hotel yang telah ia suap. Selanjutnya anda pasti tau, Nona Devana melucuti pakaian yang anda kenakan dan melucuti dirinya sendiri. Namun sebelum niat buruknya terealisasi, saya sudah lebih dulu sampai disini."ucap Reno menjelaskan dari awal. "Astaga aku bodoh sekali, memakan hidangan dari
Arjuna menatap makanan yang ada diatas meja, semua terlihat lezat dan menggiurkan, membuat perutnya yang lapar semakin meronta. "Lebih baik aku mengisi perut dulu baru kemudian menelpon Ratih."gumam Arjuna mulai menyuap makanan ke dalam mulutnya. Setelah kenyang, ia meneguk minuman dingin yang sepaket dengan makanan yang ada diatas meja. Baru saja tangannya memegang ponsel ingin menghubungi istrinya, tiba-tiba rasa kantuk datang menyerang dan membuatnya tertidur pulas. *** Devana melangkah menuju kamar yang ada di sebelahnya dengan kunci cadangan yang ia dapat dari pelayan hotel yang telah ia bayar mahal. Kakinya melangkah anggun memasuki kamar yang ditempati Arjuna. Senyum licik tersungging dari bibirnya, tatkala melihat Arjuna tertidur pulas karna efek obat tidur yang ia campurkan dalam makanan Arjuna. "Malam ini kau milikku seutuhnya, Arjuna Nayendra."ucap Devana culas. *** Ratih mondar-mandir di kamarnya. Perasaannya tidak enak karna ponsel Arjuna sejak tadi tidak bi
Pagi ini Arjuna ogah-ogahan bangun. Rasanya mau tidur terus sembari memeluk anak dan istrinya. Namun semua keinginannya itu harus buyar saat teriakan mamanya menggema didepan pintu kamarnya. "Junaaaa, keluar kamu! Menantu sama cucu mama jangan kamu kurung terus didalam kamar!" Brak brak brakk! tak mempan dengan teriakan, Bu Prapti dengan semangat menggedor-gedor pintu. Membuat Arjuna mau tak mau melepaskan pelukan pada istrinya. Dalam hitungan detik, istrinya itu sudah berdiri membuka pintu dengan menggendong Arjuna junior. Begitu pintu terbuka, Bu Prapti segera mengambil alih Althaf yang ada dalam gendongan Ratih. "Biar mama yang urus anak tampan ini. Kamu urus bayi besar yang nakal itu!"ucap Bu Prapti melirik sinis pada Arjuna. "Baik, Ma."jawab Ratih sopan. Ratih kembali menghampiri suaminya yang kembali tidur itu. Benar-benar payah bapak satu anak itu. Anaknya yang masih bayi saja sudah bangun dan sudah mandi, eh bapaknya malah masih tidur nyenyak. "Mas, bangun! Sudah