Arjuna uring-uringan karna dasi yang ia cari belum juga ia temukan. Waktu sudah sangat mepet dan ia harus segera berangkat ke kantor. Tiga puluh menit lagi ada rapat yang harus ia hadiri.
Salahnya sendiri hingga diusianya yang hampir menginjak kepala empat belum juga menikah. Seandainya sudah menikah tentu segala keperluannya sudah diurus oleh istrinya, dan ia tidak perlu pusing lagi mencari barang yang ia butuhkan. Semua orang pasti memiliki impian untuk menikah, begitu pun dengan Arjuna. Namun sayangnya, hingga saat ini Arjuna belum menemukan seseorang yang benar-benar cocok untuknya. Arjuna turun ke lantai bawah dengan langkah tergesa gesa. Satu tangannya menjinjing tas kerja, dan satunya lagi memegang ponsel yang sedari tadi berdering. Ratih dan Bu Siti menunduk hormat saat Arjuna melintas didepan mereka. "Selamat pagi tuan, sarapan anda telah sudah siap dimeja makan." ucap Bu Siti sopan. "Aku harus berangkat ke kantor sekarang, sebentar lagi ada rapat penting yang harus aku hadiri. Kirimkan saja sarapannya ke kantor." sahut Arjuna menghentikan langkahnya untuk berbicara dengan pelayannya. "Baik tuan." jawab Bu Siti dan Ratih serempak. Saat Arjuna melangkah keluar, Reno sudah menunggunya didalam mobil. Setelah Arjuna duduk dikursi penumpang, Reno bergegas melajukan mobil membelah jalanan menuju kantor. Sudah sejak tadi Arjuna menahan lapar, setelah rapat selesai ia bergegas kembali ke ruangannya. Rasanya sudah tidak tahan untuk segera mengisi perutnya yang semakin melilit. "Semoga saja sarapannya sudah dikirim dari rumah" gumam Arjuna mempercepat langkah kakinya. *** Saat Arjuna membuka pintu, pemandangan pertama yang ia lihat adalah, Ratih yang duduk disofa dengan beberapa rantang makanan diatas meja. Sedang Ratih sendiri yang melihat tuannya datang segera bangkit dari duduknya lalu mengucap salam dengan membungkukkan badan. "Selamat siang tuan, saya datang ke sini mengantarkan sarapan untuk tuan." ucap Ratih dengan sopan. "Hmm," jawab Arjuna singkat. "Apa tuan ingin sarapan sekarang?" lanjut Ratih. "Baiklah." balas Arjuna seraya duduk disofa yang berhadapan dengan Ratih. Ratih mulai membuka rantang, menyusun beberapa lauk ke atas meja, lalu mengambilkan nasi untuk Arjuna. "Silakan tuan" ucap Ratih kemudian. Arjuna mengangguk pelan lalu mulai menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Suapan pertama membuat kening Arjuna mengkerut. Ratih yang sejak tadi memperhatikan menjadi was-was, takut makanan yang ia bawa tidak sesuai dengan selera tuannya. Selesai menelan Arjuna berkata, "Siapa yang memasak makanan ini?" ia menatap Ratih. Membuat Ratih menjadi gugup. "Sa-saya tuan." jawab Ratih terbata-bata dengan keringat dingin. Arjuna terdiam sejenak, lalu kembali menyendok makanan itu. Ia mengunyah perlahan, membuat Ratih semakin cemas. Setelah beberapa suapan, Arjuna berkata, "Rasanya lezat." Ratih terlihat lega mendengar pujian Arjuna. Wajahnya yang tadi sedikit pucat kini berubah semringah. "Trima kasih, tuan. Saya senang jika tuan menyukainya." ucap Ratih tulus. "Ratih, mulai sekarang kamu yang bertugas memasak. Masaklah beberapa menu yang berbeda. Seperti masakan ini contohnya." ucap Arjuna memberi perintah. "Baik tuan, saya akan menjalankan perintah tuan dengan sebaik baiknya." "Apa nama masakan yang saya makan ini Ratih?" tanya Arjuna penasaran. "Itu gulai daun singkong tuan, didesa saya itu termasuk makanan mewah. Maklum kami orang desa, terbiasa makan hanya dengan ikan asin dan sambal." ucap Ratih dengan rendah hati. Arjuna mengangguk lalu berkata, "Kalau begitu mulai besok masaklah masakan desa lainnya." Ratih mengangguk antusias, "Baik tuan, saya akan menyajikan berbagai masakan khas desa untuk anda." Setelah menyelesaikan acara makannya, Ratih segera membereskannya lalu berpamitan untuk pulang. Namun Arjuna mencegahnya pergi, meminta Ratih untuk menunggu sejenak. Arjuna mengambil ponselnya untuk menghubungi sopir kantor, memintanya untuk mengantar Ratih pulang. Tak tega rasanya membiarkan Ratih pulang sendirian, apalagi Ratih baru sehari tinggal dikota, yang sudah tentu belum hafal jalan. Ratih beranjak dari ruangan Arjuna saat sopir telah siap menunggu dibawah. Arjuna memperhatikan punggung Ratih yang perlahan menjauh dengan perasaan aneh. Ada getaran-getaran yang muncul dalam dirinya.Arjuna terdiam, memandangi pintu dengan tatapan menerawang. Perasaan asing itu masih memenuhi dadanya, membuat jantungnya berdebar tak karuan. Biasanya Arjuna selalu menjaga jarak dengan wanita, karna tidak nyaman dengan cara mereka mendekatinya. Namun berbeda dengan kali ini, entah apa yang ada pada diri gadis itu, mampu membuat Arjuna nyaman dalam sekali pandang. Mungkin karena sikapnya yang lembut dan tulus, atau mungkin karena cara bicaranya yang menenangkan. Entahlah, Arjuna tidak tau pasti. Namun satu hal yang ia tau, Ia ingin lebih mengenal gadis itu. Wajah polos Ratih dan senyum ceria gadis itu terus membayangi Arjuna. Membuatnya sulit berkonsentrasi dalam bekerja. "Diantara jutaan wanita didunia, kenapa malah wajah Ratih yang selalu terbayang? Apa mungkin aku tertarik dengannya?" batin Arjuna resah. "Aku ini tampan dan kaya raya, tidak mungkin tertarik dengan gadis desa yang masih ingusan!" gumam Arjuna menyangkal. *** Tubuh Arjuna terasa segar setelah mand
Reno memutuskan untuk segera menyusul Arjuna ke kantor. Karna mobil sudah dikemudikan sendiri oleh Arjuna, terpaksa Reno memesan taxi online. Begitu sampai dikantor, Reno bergegas menemui Arjuna di ruangannya. "Tuan Arjuna, bolehkah saya berbicara sebentar?" tanya Reno sopan. "Bicaralah" jawab Arjuna tanpa mengalihkan pandangan dari laptop didepannya. "Maaf tuan, apakah saya ada salah pada tuan?" lanjut Reno lagi. "Tidak" sahut Arjuna singkat. "Maaf jika saya lancang, apa tuan sedang ada masalah?" tanya reno hati-hati. "Masalahku adalah aku tidak suka melihatmu dekat-dekat dengan Ratih." batin Arjuna. Namun bibirnya berkata sebaliknya. "Tidak ada." *** Reno kembali ke ruangannya dengan menyisakan tanya. Seperti masih ada yang mengganjal dalam hatinya. Arjuna menikmati makan siang yang ia pesan dari restoran mahal. Namun makanan yang biasanya terasa lezat dilidahnya itu kini terasa biasa saja. Entah kenapa, Arjuna merasa bahwa masakan Ratih jauh lebih lezat dan me
Sesampainya dirumah utama, Arjuna dan Reno disambut hangat oleh orangtuanya. Terlihat oleh Arjuna ada pasangan paruh baya yang seumuran dengan orangtuanya beserta anak perempuannya. Kalau dilihat dari penampilannya, mereka dari kalangan berada. Tak menunggu lama, Bu Prapti langsung memperkenalkan gadis yang bernama Della itu kepada Arjuna. Meskipun Della memiliki penampilan yang menarik dan latar belakang keluarga terpandang, Arjuna nampak tidak tertarik sama sekali. Ia hanya menanggapi perkenalan itu dengan malas. Bu Prapti terus memuji muji Della, menyebut bahwa gadis itu memiliki kepribadian yang baik, pendidikan yang tinggi, serta kecantikan yang menawan. Namun sayangnya, Arjuna terlihat tidak terkesan. Dalam hati, Arjuna enggan untuk dijodohkan lagi. Ia sudah cukup lelah dengan tekanan dari mamanya untuk segera menikah. Kali ini pun, ia merasa bahwa Della bukanlah sosok yang cocok untuknya Melihat sikap Arjuna yang acuh tak acuh, Della pun merasa sedikit canggung. Ia men
Arjuna terpaku memandang Ratih. Meski penampilannya sederhana, namun terlihat sangat mempesona. Arjuna seakan terhipnotis. Hal itu membangkitkan sesuatu dalam dirinya. Arjuna dilema, antara mendekat dan merengkuh Ratih dalam pelukannya, atau segera melangkah menjauh dari sana. Tak mau terbawa suasana yang nantinya berujung khilaf dan mungkin akan ia sesali, Arjuna membawa kakinya melangkah menjauh. Sampai dikamar Arjuna langsung merebahkan tubuhnya ke ranjang. Namun bayangan Ratih berseliweran di kepalanya dan membuatnya frustasi. Arggghhhhh "Gadis itu kenapa malam-malam masih ada didapur? Apa tidak capek bekerja seharian?" monolog Arjuna. Hingga tengah malam, Arjuna belum bisa terlelap. Merasakan tubuhnya panas, membuat Arjuna beranjak ke kamar mandi. Ia berharap dengan menyiram tubuhnya dengan air bisa mendinginkan tubuh dan pikirannya. *** Ratih mondar mandir didepan pintu kamar Arjuna. Biasanya jam setengah delapan, tuannya itu sudah turun untuk sarapan. Namun k
Karna Ratih masih bingung untuk sampai ke ruangan Arjuna, Reno dengan sigap menjemput Ratih dilobi. Senyum Reno mengembang saat mobil yang membawa Ratih berhenti. Gegas Reno menghampiri. "Mas Reno, kenapa aku disuruh kesini?" tanya Ratih dengan raut penasaran. kakinya melangkah mengikuti Reno. "Tuan Arjuna ingin kamu yang melayaninya makan. Aku sudah menawarkan diri, namun Tuan Arjuna menolak." lanjut Reno. "Owh begitu, tak kira ada apa."sahut Ratih. Sesampainya didepan ruangan Arjuna, Reno berseru memanggil bosnya. "Tuan, Ratih sudah datang." "Masuk" jawab Arjuna dari dalam. Reno dan Ratih beriringan memasuki ruangan Arjuna. Namun ekspresi Arjuna tampak tidak senang melihat kehadiran Reno. "Kamu kenapa masih disini Reno? bukankah pekerjaanmu banyak? atau mau ku tambah?" ucap Arjuna dengan ketus. "Maaf, tuan. Saya hanya mengantar Ratih. Permisi." jawab Reno sembari melangkah keluar. Dalam hati bingung dengan perubahan sikap Arjuna yang tiba-tiba menjadi ketus padanya.
Dengan segala akal liciknya, Arjuna bisa menahan Ratih tetap dikantor sampai jam pulang. Tepat pukul 5, Arjuna memerintah Ratih untuk membereskan tasnya dan segera pulang. Banyak pasang mata karyawan wanita yang menatap sinis pada Ratih yang berjalan disamping bos tampan mereka yang terkenal sangat dingin dengan wanita. Meskipun dilihat dari penampilannya, Ratih hanya seorang pelayan, namun tetap saja hal itu menimbulkan rasa iri dihati mereka. Selama ini banyak karyawan wanita yang berlomba-lomba menarik perhatian Arjuna , rata-rata mereka berpenampilan sexy menggoda. Namun jangankan merespon, melihat saja Arjuna enggan. "Bagaimana mungkin pelayan itu bisa berjalan bersama Pak Arjuna? sedangkan kita yang selalu tampil cantik, sexy, dan mempesona begini tak sekalipun bisa jalan disampingnya!" sungut Anita kesal. Gadis cantik manager diperusahan itu sudah lama menggilai Arjuna, namun Arjuna sekalipun tak pernah meresponnya. "Iya, untungnya hanya seorang pelayan, dan jelas bukan
Udara sejuk dipagi hari membuat Arjuna ingin segera membuka jendela kamarnya. Angin berhembus masuk saat jendela telah terbuka lebar. Arjuna mengarahkan pandangan ke sekitar. Tanpa sengaja matanya menangkap keberadaan Ratih yang sedang menyapu halaman. Tak jauhnya darinya, nampak Reno tengah mencuci mobil miliknya. Keduanya berbincang dengan sesekali tertawa bersama. Hal itu membuat hati Arjuna panas seketika. Arjuna tak tau mengapa, tetapi ia merasa tidak suka melihat Ratih akrab dengan pria selain dirinya. Mungkinkah itu berarti cemburu? Entahlah, Arjuna tidak paham dengan perasaannya. Arjuna menatap sinis pada Ratih dan Reno yang masih saja berbincang tanpa mengetahui kehadirannya. Arjuna sengaja berdehem keras untuk memberitau mereka bahwa ia ada disana. Hal itu sontak membuat Ratih dan Reno kaget, lalu keduanya menyapa Arjuna secara bersamaan. "Selamat pagi Tuan" sapa Ratih dan Reno serempak sambil menundukkan kepala. "Menyapa saja pakai barengan segala!" batin Arjuna
Tak mau lebih lama lagi mendengar basa basi yang Devan lontarkan, Arjuna menarik tangan Ratih lalu menutup gerbang dengan keras. Devan mengelus dada melihat sikap Arogan tetangganya itu. "Pantas saja jadi bujang lapuk. Sikapnya saja seperti macan ngamuk begitu!" tukas Devan kesal lalu masuk ke mobilnya. Sementara itu, Arjuna melangkah cepat memasuki rumah, hatinya dipenuhi kemarahan. "Berapa kali ku bilang untuk tidak keluar rumah tanpa izin dariku, Ratih?" tanya Arjuna geram. "Ma-maaf Tuan. Tadi saya pergi ke warung depan untuk membeli sabun yang habis. Tapi ketika saya hampir sampai gerbang, Tuan Devan menahan saya dan mengajak saya berbicara." ucap Ratih menjelaskan. "Lain kali apapun yang habis cukup beritau Reno. Tidak perlu keluar rumah untuk membelinya sendiri. Kamu paham Ratih?" Ratih mengangguk. "Iya Tuan, saya paham." Arjuna melangkahkan kakinya menuju dapur. Tangannya membuka kulkas lalu mengambil botol minuman. Setelahnya ia menuang ke dalam gelas dan meminu