Reno memutuskan untuk segera menyusul Arjuna ke kantor. Karna mobil sudah dikemudikan sendiri oleh Arjuna, terpaksa Reno memesan taxi online.
Begitu sampai dikantor, Reno bergegas menemui Arjuna di ruangannya. "Tuan Arjuna, bolehkah saya berbicara sebentar?" tanya Reno sopan. "Bicaralah" jawab Arjuna tanpa mengalihkan pandangan dari laptop didepannya. "Maaf tuan, apakah saya ada salah pada tuan?" lanjut Reno lagi. "Tidak" sahut Arjuna singkat. "Maaf jika saya lancang, apa tuan sedang ada masalah?" tanya reno hati-hati. "Masalahku adalah aku tidak suka melihatmu dekat-dekat dengan Ratih." batin Arjuna. Namun bibirnya berkata sebaliknya. "Tidak ada." *** Reno kembali ke ruangannya dengan menyisakan tanya. Seperti masih ada yang mengganjal dalam hatinya. Arjuna menikmati makan siang yang ia pesan dari restoran mahal. Namun makanan yang biasanya terasa lezat dilidahnya itu kini terasa biasa saja. Entah kenapa, Arjuna merasa bahwa masakan Ratih jauh lebih lezat dan memanjakan lidahnya di bandingkan dengan makanan mewah yang sedang ia nikmati saat ini. "Arrggghhhh, lagi-lagi aku teringat Ratih." teriak Arjuna kesal. Ia tak mengerti kenapa gadis itu selalu muncul dalam pikirannya. Seolah olah menjadi semacam magnet yang mampu menarik perhatiannya. Arjuna kembali fokus pada makanannya, namun pikirannya malah membayangkan betapa nikmatnya masakan Ratih. Ia bahkan mulai membandingkan rasa masakan Ratih dengan hidangan yang ada dihadapannya saat ini. Bagi Arjuna, masakan Ratih lebih juara. *** Sepanjang hari ini Arjuna terlihat lebih banyak diam, kadang juga terlihat sedang melamun. Reno yang dari pagi memperhatikan tuannya, menjadi prihatin. Dalam hati, Reno bertanya tanya apa gerangan yang sedang mengganggu pikiran tuannya. Ia yakin pasti ada masalah besar yang sedang dihadapi oleh tuannya itu. "Bagaimana caraku membantu, jika tuan saja tidak mau menceritakan masalahnya padaku." batin Reno resah. Karna rasa pedulinya yang besar pada Arjuna, Reno memberanikan diri untuk kembali bertanya, "Tuan, apakah anda baik-baik saja? saya perhatikan anda terlihat lebih banyak diam hari ini." Arjuna melirik sekilas pada Reno, dengan muka datarnya kemudian ia menjawab, "Aku baik-baik saja." Sejak tadi ponsel Arjuna terus berbunyi nyaring. Namun ia hanya melirik sekilas, tak berminat untuk mengangkat panggilan tersebut. Sayangnya si pemanggil tidal menyerah, dan ponsel itu kembali berbunyi nyaring. Tidak tahan dengan suara berisik itu, dengan terpaksa akhirnya Arjuna mengangkat telepon itu. "Ya, Ma." ucap Arjuna dengan malas. "Kemana saja kamu Juna? mama telepon dari tadi , tapi tidak diangkat angkat!" omel Bu Prapti, mama Arjuna. "Maaf, Ma, Juna sibuk. Jika tidak ada yang penting teleponnya Juna matikan sekarang." lanjut Arjuna. "Nanti malam, datanglah ke rumah. Ada yang ingin mama kenalkan padamu" ujar Bu Prapti tegas. "kalau sampai tidak datang, mama coret kamu dari daftar ahli waris! ingat itu baik-baik Juna." Tut. sebelum Arjuna sempat menjawab, Bu Prapti sudah memutus sambungan telepon. Arjuna menghela nafas panjang, merasa sedikit kesal dengan sikap mamanya yang selalu memaksakan kehendak. Namun disisi lain, ia tidak bisa mengabaikan ancaman mamanya yang akan mencoret namanya dari daftar ahli waris. Ah, mamanya membuat kepalanya pening seketika. "Reno, bersiaplah. Nanti malam kita ke rumah utama. Mama menyuruhku datang ke sana." ucap Arjuna setelah turun dari mobil. "Baik tuan." jawab Reno dengan mengangguk. Arjuna melangkah masuk ke dalam rumah. Rasa haus membuat kakinya berbelok ke arah dapur untuk mengambil minuman. Membuka kulkas lalu mengambil air mineral. Meneguk satu botol air mineral membuat rasa hausnya hilang. Namun pening dikepalanya masih saja terasa. Jika seperti ini, maka merebahkan diri diranjang adalah pilihannya. *** Reno telah rapi dengan pakaiannya, ia tengah menunggu Arjuna turun untuk berangkat ke rumah utama. Tak berselang lama, tampak tuannya turun dengan wajah lesu. Sebenarnya Arjuna enggan datang ke rumah orangtuanya. Selain malas direcoki oleh ibunya yang selalu menyuruhnya untuk segera menikah, ia juga malas dijodohkan dengan anak dari rekan bisnis mereka. Itulah alasan mengapa Arjuna memilih tinggal dirumah yang berbeda. Ia malas jika setiap hari harus mendengarkan ceramah dari mamanya.Sesampainya dirumah utama, Arjuna dan Reno disambut hangat oleh orangtuanya. Terlihat oleh Arjuna ada pasangan paruh baya yang seumuran dengan orangtuanya beserta anak perempuannya. Kalau dilihat dari penampilannya, mereka dari kalangan berada. Tak menunggu lama, Bu Prapti langsung memperkenalkan gadis yang bernama Della itu kepada Arjuna. Meskipun Della memiliki penampilan yang menarik dan latar belakang keluarga terpandang, Arjuna nampak tidak tertarik sama sekali. Ia hanya menanggapi perkenalan itu dengan malas. Bu Prapti terus memuji muji Della, menyebut bahwa gadis itu memiliki kepribadian yang baik, pendidikan yang tinggi, serta kecantikan yang menawan. Namun sayangnya, Arjuna terlihat tidak terkesan. Dalam hati, Arjuna enggan untuk dijodohkan lagi. Ia sudah cukup lelah dengan tekanan dari mamanya untuk segera menikah. Kali ini pun, ia merasa bahwa Della bukanlah sosok yang cocok untuknya Melihat sikap Arjuna yang acuh tak acuh, Della pun merasa sedikit canggung. Ia men
Arjuna terpaku memandang Ratih. Meski penampilannya sederhana, namun terlihat sangat mempesona. Arjuna seakan terhipnotis. Hal itu membangkitkan sesuatu dalam dirinya. Arjuna dilema, antara mendekat dan merengkuh Ratih dalam pelukannya, atau segera melangkah menjauh dari sana. Tak mau terbawa suasana yang nantinya berujung khilaf dan mungkin akan ia sesali, Arjuna membawa kakinya melangkah menjauh. Sampai dikamar Arjuna langsung merebahkan tubuhnya ke ranjang. Namun bayangan Ratih berseliweran di kepalanya dan membuatnya frustasi. Arggghhhhh "Gadis itu kenapa malam-malam masih ada didapur? Apa tidak capek bekerja seharian?" monolog Arjuna. Hingga tengah malam, Arjuna belum bisa terlelap. Merasakan tubuhnya panas, membuat Arjuna beranjak ke kamar mandi. Ia berharap dengan menyiram tubuhnya dengan air bisa mendinginkan tubuh dan pikirannya. *** Ratih mondar mandir didepan pintu kamar Arjuna. Biasanya jam setengah delapan, tuannya itu sudah turun untuk sarapan. Namun k
Karna Ratih masih bingung untuk sampai ke ruangan Arjuna, Reno dengan sigap menjemput Ratih dilobi. Senyum Reno mengembang saat mobil yang membawa Ratih berhenti. Gegas Reno menghampiri. "Mas Reno, kenapa aku disuruh kesini?" tanya Ratih dengan raut penasaran. kakinya melangkah mengikuti Reno. "Tuan Arjuna ingin kamu yang melayaninya makan. Aku sudah menawarkan diri, namun Tuan Arjuna menolak." lanjut Reno. "Owh begitu, tak kira ada apa."sahut Ratih. Sesampainya didepan ruangan Arjuna, Reno berseru memanggil bosnya. "Tuan, Ratih sudah datang." "Masuk" jawab Arjuna dari dalam. Reno dan Ratih beriringan memasuki ruangan Arjuna. Namun ekspresi Arjuna tampak tidak senang melihat kehadiran Reno. "Kamu kenapa masih disini Reno? bukankah pekerjaanmu banyak? atau mau ku tambah?" ucap Arjuna dengan ketus. "Maaf, tuan. Saya hanya mengantar Ratih. Permisi." jawab Reno sembari melangkah keluar. Dalam hati bingung dengan perubahan sikap Arjuna yang tiba-tiba menjadi ketus padanya.
Dengan segala akal liciknya, Arjuna bisa menahan Ratih tetap dikantor sampai jam pulang. Tepat pukul 5, Arjuna memerintah Ratih untuk membereskan tasnya dan segera pulang. Banyak pasang mata karyawan wanita yang menatap sinis pada Ratih yang berjalan disamping bos tampan mereka yang terkenal sangat dingin dengan wanita. Meskipun dilihat dari penampilannya, Ratih hanya seorang pelayan, namun tetap saja hal itu menimbulkan rasa iri dihati mereka. Selama ini banyak karyawan wanita yang berlomba-lomba menarik perhatian Arjuna , rata-rata mereka berpenampilan sexy menggoda. Namun jangankan merespon, melihat saja Arjuna enggan. "Bagaimana mungkin pelayan itu bisa berjalan bersama Pak Arjuna? sedangkan kita yang selalu tampil cantik, sexy, dan mempesona begini tak sekalipun bisa jalan disampingnya!" sungut Anita kesal. Gadis cantik manager diperusahan itu sudah lama menggilai Arjuna, namun Arjuna sekalipun tak pernah meresponnya. "Iya, untungnya hanya seorang pelayan, dan jelas bukan
Udara sejuk dipagi hari membuat Arjuna ingin segera membuka jendela kamarnya. Angin berhembus masuk saat jendela telah terbuka lebar. Arjuna mengarahkan pandangan ke sekitar. Tanpa sengaja matanya menangkap keberadaan Ratih yang sedang menyapu halaman. Tak jauhnya darinya, nampak Reno tengah mencuci mobil miliknya. Keduanya berbincang dengan sesekali tertawa bersama. Hal itu membuat hati Arjuna panas seketika. Arjuna tak tau mengapa, tetapi ia merasa tidak suka melihat Ratih akrab dengan pria selain dirinya. Mungkinkah itu berarti cemburu? Entahlah, Arjuna tidak paham dengan perasaannya. Arjuna menatap sinis pada Ratih dan Reno yang masih saja berbincang tanpa mengetahui kehadirannya. Arjuna sengaja berdehem keras untuk memberitau mereka bahwa ia ada disana. Hal itu sontak membuat Ratih dan Reno kaget, lalu keduanya menyapa Arjuna secara bersamaan. "Selamat pagi Tuan" sapa Ratih dan Reno serempak sambil menundukkan kepala. "Menyapa saja pakai barengan segala!" batin Arjuna
Tak mau lebih lama lagi mendengar basa basi yang Devan lontarkan, Arjuna menarik tangan Ratih lalu menutup gerbang dengan keras. Devan mengelus dada melihat sikap Arogan tetangganya itu. "Pantas saja jadi bujang lapuk. Sikapnya saja seperti macan ngamuk begitu!" tukas Devan kesal lalu masuk ke mobilnya. Sementara itu, Arjuna melangkah cepat memasuki rumah, hatinya dipenuhi kemarahan. "Berapa kali ku bilang untuk tidak keluar rumah tanpa izin dariku, Ratih?" tanya Arjuna geram. "Ma-maaf Tuan. Tadi saya pergi ke warung depan untuk membeli sabun yang habis. Tapi ketika saya hampir sampai gerbang, Tuan Devan menahan saya dan mengajak saya berbicara." ucap Ratih menjelaskan. "Lain kali apapun yang habis cukup beritau Reno. Tidak perlu keluar rumah untuk membelinya sendiri. Kamu paham Ratih?" Ratih mengangguk. "Iya Tuan, saya paham." Arjuna melangkahkan kakinya menuju dapur. Tangannya membuka kulkas lalu mengambil botol minuman. Setelahnya ia menuang ke dalam gelas dan meminu
Pov Ratih Pagi ini sama seperti biasanya, setelah selesai memasak menu utama, aku meminta Bu Siti untuk melanjutkan membuat hidangan penutup. Gegas aku mengambil sapu dan melangkah menuju halaman. Rumah Tuan Arjuna halamannya sangat luas, ditumbuhi pepohonan dan tanaman bunga. Terlihat sangat asri sekali. Butuh waktu sekitar satu jam untuk membersihkan halaman dan menyiram tanaman. Lumayan lelah namun aku menikmatinya. udara dipagi hari sangat sejuk, membuatku betah berlama-lama diluar rumah. Saat aku mulai akan menyapu, aku melihat Mas Reno sedang mencuci mobil milik Tuan Arjuna. Ah, tetanggaku yang juga kakak dari sahabatku itu rajin sekali. Sebenarnya sudah sejak lama aku mengagumi Mas Reno, sejak ia masih tinggal didesa. Dulu aku sering curi-curi pandang padanya saat main ke rumah Riri temanku yang merupakan adik dari Mas Reno. Waktu itu aku masih SMP sedangkan Mas Reno sudah lulus SMA dan akan melanjutkan kuliah dikota. Aku tak punya keberanian untuk mengungkapkan pe
Pagi-pagi sekali didepan rumah Arjuna sudah gaduh oleh suara gedoran. Arjuna yang saat itu sedang menikmati sarapannya, dengan terpaksa bangkit dan menghampiri si biang kerok pembuat keributan. Arjuna menggulung lengan kemejanya sampai siku, lalu melangkah lebar-lebar menuju gerbang. "Ckck, berisik sekali! Awas saja kalau tidak penting, akan ku lempar ke benua Antartika!" omel Arjuna kesal. Mata Arjuna melotot sempurna sesaat setelah tangannya berhasil membuka pintu gerbang. Si biang kerok pembuat keributan itu ternyata tetangga sebelah yang kemarin membuatnya naik darah. "Ada urusan apa kesini?" ketus Arjuna menatap tajam Devan. Raut wajahnya terlihat sangat tidak bersahabat. "Santai, Bro. Anggap aja silaturahmi antar tetangga." jawab Devan sekenanya. "Sejak kapan playboy tengik sepertimu kenal dengan yang namanya silaturahmi?" tanya Arjuna dengan berkacak pinggang. "Sejak kenal gadis manis pelayan dirumah ini." ujar Devan tersenyum cerah. Ucapan dan ekspresi Devan me