Sesampainya dirumah utama, Arjuna dan Reno disambut hangat oleh orangtuanya. Terlihat oleh Arjuna ada pasangan paruh baya yang seumuran dengan orangtuanya beserta anak perempuannya. Kalau dilihat dari penampilannya, mereka dari kalangan berada.
Tak menunggu lama, Bu Prapti langsung memperkenalkan gadis yang bernama Della itu kepada Arjuna. Meskipun Della memiliki penampilan yang menarik dan latar belakang keluarga terpandang, Arjuna nampak tidak tertarik sama sekali. Ia hanya menanggapi perkenalan itu dengan malas. Bu Prapti terus memuji muji Della, menyebut bahwa gadis itu memiliki kepribadian yang baik, pendidikan yang tinggi, serta kecantikan yang menawan. Namun sayangnya, Arjuna terlihat tidak terkesan. Dalam hati, Arjuna enggan untuk dijodohkan lagi. Ia sudah cukup lelah dengan tekanan dari mamanya untuk segera menikah. Kali ini pun, ia merasa bahwa Della bukanlah sosok yang cocok untuknya Melihat sikap Arjuna yang acuh tak acuh, Della pun merasa sedikit canggung. Ia mencoba untuk memulai obrolan. Namun Arjuna hanya menanggapinya seadanya. Suasana menjadi sedikit kaku dan tegang. Bu Prapti nampak kecewa dengan sikap putranya yang tidak bersahabat. Ia berharap Arjuna dapat memberikan kesempatan untuk mengenal Della lebih jauh. Arjuna sendiri menyadari bahwa sikapnya mungkin kurang sopan. Namun ia masih belum bisa menyembunyikan rasa enggannya terhadap perjodohan ini. Mungkin ia harus mencari cara untuk menyampaikan penolakan ini tanpa menyakiti perasaan keluarganya. Dalam pertemuan ini, Arjuna hanya menghabiskan makanannya sedikit sekali. Berada semeja dengan orang-orang yang membuatnya tidak nyaman, membuat nafsu makannya hilang. Sepanjang makan malam, Arjuna hanya mengaduk aduk makanannya tanpa minat. Berkali kali Arjuna mencoba menyuap, namun makanan itu terasa hambar dilidahnya. Della sesekali mencoba mengajak Arjuna berbincang, namun Arjuna hanya menanggapi seadanya. Suasana menjadi canggung dan kaku. Arjuna ingin segera menyelesaikan acara ini dan segera kembali ke rumahnya. *** Pukul sepuluh malam, mobil Arjuna memasuki halaman. Dengan lesu Arjuna melangkah menuju pintu utama. Kakinya seketika terhenti saat melihat Ratih berdiri diambang pintu, menyambutnya dengan senyum ramah. Sejenak Arjuna terpesona melihat Ratih. Hatinya yang tadi terasa panas, seketika mendingin. Ratih dengan mudah bisa mengubah suasana hatinya. Lamunan Arjuna buyar saat Reno menepuk pundaknya pelan. Segera setelah tersadar, Arjuna dengan cepat mengembalikan ekspresi datarnya, berusaha menutupi rasa malunya karena ketahuan tengah memandangi dan melamunkan Ratih. Ratih yang masih berdiri ditempat, kembali menyapa tuannya. "Tuan, hidangan makan malam masih ada dimeja makan. Apakah tuan ingin makan malam sekarang?" tanya Ratih lembut. Arjuna yang merasa perutnya masih lapar, mengangguk sebagai jawaban. Kemudian melangkah menuju ruang makan diikuti oleh Ratih di belakangnya. Mata Arjuna berbinar saat melihat hidangan yang tersaji dimeja makan. Makanan itu tertata rapi dan tampilannya begitu menggugah selera. Aroma yang menguar membuat perutnya keroncongan. Setelah Ratih mengambilkan nasi dan lauk yang di inginkannya, Arjuna segera menyuap makanan itu ke dalam mulutnya. Dugaannya benar, masakan Ratih benar-benar lezat. Tekstur dan rasa yang pas membuat Arjuna ingin terus menyuap. Arjuna makan dengan lahap, suapan demi suapan ia telan dengan nikmat. Tanpa terasa, piring pertamanya telah tandas. Ratih yang melihat itu segera mengambilkan nasi dan lauk tambahan untuk Arjuna. Arjuna kembali menyuap makanan dipiring kedua. Rasa kenyang mulai terasa, namun ia tak kuasa menghentikan suapannya. Potongan daging yang empuk, serta bumbu yang meresap sempurna membuat Arjuna tak bisa berhenti. Akhirnya piring kedua pun tandas. Arjuna menyandarkan punggungnya, menepuk-nepuk perut yang terasa begah. "Ini semua salah Ratih, masak terlalu enak hingga membuatku menghabiskan dua piring." omelnya. Hingga pukul sepuluh malam, Arjuna tidak bisa memejamkan mata meskipun perutnya telah kenyang. Entah mengapa ia sulit untuk tidur. Rasa haus membawanya ke dapur. Ketika sampai disana, ia terkejut melihat Ratih tengah membersihkan dapur. Ratih tampak berbeda malam ini, ia mengenakan daster bermotif bunga sakura. Rambut panjangnya yang biasanya dikepang dua itu, kini tergerai indah. Membuat Arjuna tidak bisa mengalihkan pandangannya dari pemandangan yang ada di hadapannya.Arjuna terpaku memandang Ratih. Meski penampilannya sederhana, namun terlihat sangat mempesona. Arjuna seakan terhipnotis. Hal itu membangkitkan sesuatu dalam dirinya. Arjuna dilema, antara mendekat dan merengkuh Ratih dalam pelukannya, atau segera melangkah menjauh dari sana. Tak mau terbawa suasana yang nantinya berujung khilaf dan mungkin akan ia sesali, Arjuna membawa kakinya melangkah menjauh. Sampai dikamar Arjuna langsung merebahkan tubuhnya ke ranjang. Namun bayangan Ratih berseliweran di kepalanya dan membuatnya frustasi. Arggghhhhh "Gadis itu kenapa malam-malam masih ada didapur? Apa tidak capek bekerja seharian?" monolog Arjuna. Hingga tengah malam, Arjuna belum bisa terlelap. Merasakan tubuhnya panas, membuat Arjuna beranjak ke kamar mandi. Ia berharap dengan menyiram tubuhnya dengan air bisa mendinginkan tubuh dan pikirannya. *** Ratih mondar mandir didepan pintu kamar Arjuna. Biasanya jam setengah delapan, tuannya itu sudah turun untuk sarapan. Namun k
Karna Ratih masih bingung untuk sampai ke ruangan Arjuna, Reno dengan sigap menjemput Ratih dilobi. Senyum Reno mengembang saat mobil yang membawa Ratih berhenti. Gegas Reno menghampiri. "Mas Reno, kenapa aku disuruh kesini?" tanya Ratih dengan raut penasaran. kakinya melangkah mengikuti Reno. "Tuan Arjuna ingin kamu yang melayaninya makan. Aku sudah menawarkan diri, namun Tuan Arjuna menolak." lanjut Reno. "Owh begitu, tak kira ada apa."sahut Ratih. Sesampainya didepan ruangan Arjuna, Reno berseru memanggil bosnya. "Tuan, Ratih sudah datang." "Masuk" jawab Arjuna dari dalam. Reno dan Ratih beriringan memasuki ruangan Arjuna. Namun ekspresi Arjuna tampak tidak senang melihat kehadiran Reno. "Kamu kenapa masih disini Reno? bukankah pekerjaanmu banyak? atau mau ku tambah?" ucap Arjuna dengan ketus. "Maaf, tuan. Saya hanya mengantar Ratih. Permisi." jawab Reno sembari melangkah keluar. Dalam hati bingung dengan perubahan sikap Arjuna yang tiba-tiba menjadi ketus padanya.
Dengan segala akal liciknya, Arjuna bisa menahan Ratih tetap dikantor sampai jam pulang. Tepat pukul 5, Arjuna memerintah Ratih untuk membereskan tasnya dan segera pulang. Banyak pasang mata karyawan wanita yang menatap sinis pada Ratih yang berjalan disamping bos tampan mereka yang terkenal sangat dingin dengan wanita. Meskipun dilihat dari penampilannya, Ratih hanya seorang pelayan, namun tetap saja hal itu menimbulkan rasa iri dihati mereka. Selama ini banyak karyawan wanita yang berlomba-lomba menarik perhatian Arjuna , rata-rata mereka berpenampilan sexy menggoda. Namun jangankan merespon, melihat saja Arjuna enggan. "Bagaimana mungkin pelayan itu bisa berjalan bersama Pak Arjuna? sedangkan kita yang selalu tampil cantik, sexy, dan mempesona begini tak sekalipun bisa jalan disampingnya!" sungut Anita kesal. Gadis cantik manager diperusahan itu sudah lama menggilai Arjuna, namun Arjuna sekalipun tak pernah meresponnya. "Iya, untungnya hanya seorang pelayan, dan jelas bukan
Udara sejuk dipagi hari membuat Arjuna ingin segera membuka jendela kamarnya. Angin berhembus masuk saat jendela telah terbuka lebar. Arjuna mengarahkan pandangan ke sekitar. Tanpa sengaja matanya menangkap keberadaan Ratih yang sedang menyapu halaman. Tak jauhnya darinya, nampak Reno tengah mencuci mobil miliknya. Keduanya berbincang dengan sesekali tertawa bersama. Hal itu membuat hati Arjuna panas seketika. Arjuna tak tau mengapa, tetapi ia merasa tidak suka melihat Ratih akrab dengan pria selain dirinya. Mungkinkah itu berarti cemburu? Entahlah, Arjuna tidak paham dengan perasaannya. Arjuna menatap sinis pada Ratih dan Reno yang masih saja berbincang tanpa mengetahui kehadirannya. Arjuna sengaja berdehem keras untuk memberitau mereka bahwa ia ada disana. Hal itu sontak membuat Ratih dan Reno kaget, lalu keduanya menyapa Arjuna secara bersamaan. "Selamat pagi Tuan" sapa Ratih dan Reno serempak sambil menundukkan kepala. "Menyapa saja pakai barengan segala!" batin Arjuna
Tak mau lebih lama lagi mendengar basa basi yang Devan lontarkan, Arjuna menarik tangan Ratih lalu menutup gerbang dengan keras. Devan mengelus dada melihat sikap Arogan tetangganya itu. "Pantas saja jadi bujang lapuk. Sikapnya saja seperti macan ngamuk begitu!" tukas Devan kesal lalu masuk ke mobilnya. Sementara itu, Arjuna melangkah cepat memasuki rumah, hatinya dipenuhi kemarahan. "Berapa kali ku bilang untuk tidak keluar rumah tanpa izin dariku, Ratih?" tanya Arjuna geram. "Ma-maaf Tuan. Tadi saya pergi ke warung depan untuk membeli sabun yang habis. Tapi ketika saya hampir sampai gerbang, Tuan Devan menahan saya dan mengajak saya berbicara." ucap Ratih menjelaskan. "Lain kali apapun yang habis cukup beritau Reno. Tidak perlu keluar rumah untuk membelinya sendiri. Kamu paham Ratih?" Ratih mengangguk. "Iya Tuan, saya paham." Arjuna melangkahkan kakinya menuju dapur. Tangannya membuka kulkas lalu mengambil botol minuman. Setelahnya ia menuang ke dalam gelas dan meminu
Pov Ratih Pagi ini sama seperti biasanya, setelah selesai memasak menu utama, aku meminta Bu Siti untuk melanjutkan membuat hidangan penutup. Gegas aku mengambil sapu dan melangkah menuju halaman. Rumah Tuan Arjuna halamannya sangat luas, ditumbuhi pepohonan dan tanaman bunga. Terlihat sangat asri sekali. Butuh waktu sekitar satu jam untuk membersihkan halaman dan menyiram tanaman. Lumayan lelah namun aku menikmatinya. udara dipagi hari sangat sejuk, membuatku betah berlama-lama diluar rumah. Saat aku mulai akan menyapu, aku melihat Mas Reno sedang mencuci mobil milik Tuan Arjuna. Ah, tetanggaku yang juga kakak dari sahabatku itu rajin sekali. Sebenarnya sudah sejak lama aku mengagumi Mas Reno, sejak ia masih tinggal didesa. Dulu aku sering curi-curi pandang padanya saat main ke rumah Riri temanku yang merupakan adik dari Mas Reno. Waktu itu aku masih SMP sedangkan Mas Reno sudah lulus SMA dan akan melanjutkan kuliah dikota. Aku tak punya keberanian untuk mengungkapkan pe
Pagi-pagi sekali didepan rumah Arjuna sudah gaduh oleh suara gedoran. Arjuna yang saat itu sedang menikmati sarapannya, dengan terpaksa bangkit dan menghampiri si biang kerok pembuat keributan. Arjuna menggulung lengan kemejanya sampai siku, lalu melangkah lebar-lebar menuju gerbang. "Ckck, berisik sekali! Awas saja kalau tidak penting, akan ku lempar ke benua Antartika!" omel Arjuna kesal. Mata Arjuna melotot sempurna sesaat setelah tangannya berhasil membuka pintu gerbang. Si biang kerok pembuat keributan itu ternyata tetangga sebelah yang kemarin membuatnya naik darah. "Ada urusan apa kesini?" ketus Arjuna menatap tajam Devan. Raut wajahnya terlihat sangat tidak bersahabat. "Santai, Bro. Anggap aja silaturahmi antar tetangga." jawab Devan sekenanya. "Sejak kapan playboy tengik sepertimu kenal dengan yang namanya silaturahmi?" tanya Arjuna dengan berkacak pinggang. "Sejak kenal gadis manis pelayan dirumah ini." ujar Devan tersenyum cerah. Ucapan dan ekspresi Devan me
"Tuan, ini teh yang anda minta." ucap Ratih meletakkan segelas teh hangat dimeja Arjuna. Arjuna mengangguk lalu menyesap tehnya. Teh buatan Ratih memang selalu nikmat. Entah mengapa, apapun hasil buatan tangan Ratih selalu enak dan pas di lidahnya. Kening Arjuna mengkerut kala menatap Ratih dan Reno belum beranjak, masih saja berdiri dihadapannya. "Kenapa kalian masih berdiri disitu?" "Maaf Tuan. Kami kawatir dengan keadaan Tuan. Kami perhatikan Tuan sedang tidak baik-baik saja. Apa Tuan sakit?" tanya Reno sopan. Sedangkan Ratih mengangguk, membenarkan ucapan Reno. "Iya, dan kalian berdualah penyebabnya." batin Arjuna kesal. "Tidak, aku hanya sedikit pusing saja. Kembalilah ke ruanganmu, dan selesaikan pekerjaanmu." ucap Arjuna datar. "Baik Tuan. Saya permisi." sambung Reno melangkah keluar. Setelah kepergian Reno, Ratih memberanikan diri untuk bertanya. "Tuan, disini apa yang harus saya kerjakan?" Ucapan Ratih refleks membuat Arjuna mendongak. Ia sendiri bingung har