Malam itu Ara kembali tidak bisa tidur. Ara terus dibayangi oleh bayang-bayang si pemilik sorot mata tajam yang mengerikan. Ara dibuat dilema antara khawatir dan takut jika pertemuan hari itu akan membuat bencana serta boomerang bagi diri Ara.
Pagi harinya semua bekerja seperti biasanya, akan tetapi ada yang berbeda dari Ara. Ara tampak lesu dan kurang semangat. Ara tidak seceria seperti biasanya bahkan sering membuat kesalahan. Saat Ara memasak, masakannya cenderung berasa asin. Sampai Ara kena tegur maid lainnya. Beruntung tidak ada maid senior di dapur pada saat itu. Jika ada salah satu maid senior atau asisten nyonya besar pasti Ara akan kena marah. Bisa jadi Ara akan dipecat. "Ara, untuk hari ini lebih baik kau jangan memasak. Aku takut jika nanti masakannya tidak enak," saran dari Jean dan Ara pun menerima saran dari Jean. Ara memilih untuk bergeser. Ara mengakui jika dirinya tidak cukup fokus pada hari itu. "Ara, tolong ambilkan talenan." "Ini ...." Ara menyodorkannya pada Jean. Jean hanya diam sambil menatap Ara. "Yang kau berikan ini centong sayur, Ara." "Astaga!" Ara baru menyadarinya. Ara meminta maaf pada Jean dan seseorang mengambilkan talenan lalu diberikannya pada Jean agar pekerjaannya tidak terhambat. Kemudian Ara meminta izin untuk ke kamar mandi karena Ara menyadari telah melakukan banyak kesalahan pada hari itu. Ara mencuci mukanya berkali-kali dan menatap pantulan bayangan dirinya di kaca. Ara kembali teringat sosok pria bermata tajam. "Lama-lama aku bisa gila!" Ara menepuk pipinya sendiri beberapa kali. Setelah selesai Ara kembali ke dapur. Saat itu terlihat Georgina masuk ke dalam dapur dan menatap para maid satu persatu. Ara merasa aneh saat melihat Georgina berada di dapur. Biasanya yang sering keluar masuk ke dapur itu adalah Albertina. "Tuan Jacob meminta seluruh maid berkumpul di Aula besar." Semua maid yang mendengarkan pengumuman itu hanya diam dan saling pandang. Dengan adanya pengumuman itu para maid berkumpul di aura besar. Para maid yang berjumlah ratusan berkumpul menjadi satu di aula. Baik itu maid pria dan juga maid wanita. "Jean, kenapa kita semua disuruh berkumpul di aula?" Rasa penasaran Ara yang tinggi membuatnya bertanya pada Jean. "Aku tidak tahu. Biasanya jika para maid disuruh berkumpul itu tandanya ada salah satu maid yang melakukan kesalahan atau bisa jadi untuk mengintrogasi para maid jika ada kasus pencurian," jelasnya. Ara kembali teringat akan kejadian malam itu. Ara menghela napas panjang karena sepertinya Ara paham dengan penjelasan yang dimaksud oleh Jean. Ara paham mungkin saatnya dia harus mendapat hukuman. Aula yang cukup besar terasa tidak bisa menampung ratusan maid. Terlebih lagi Ara yang kepanasan karena rasa takut. Keringat mulai mengucur mengalir melewati pipinya. Tidak lama setelah itu masuklah pria tampan dan gagah yang Ara lihat kemarin malam. Pria itu masuk bersama dengan Georgina. Sesaat setelah dia menghentikan langkahnya dan berdiri dihadapan ribuan maid, pria itu membisikkan sesuatu di telinga Georgina. "Perhatian semuanya. Untuk para maid pria dan para maid senior dimohon untuk meninggalkan aula!" ujar Georgina atas perintah dari Tuan Jacob. Para maid pria dan maid senior meninggalkan aula satu persatu dan tersisa lah maid junior yang berjumlah 50 orang. Namun, Jean yang satu tahun bekerja di rumah itu merasakan ada yang aneh. Biasanya jika untuk urusan maid selalu dipegang oleh Nyonya Mandy. "Ada yang aneh. Kenapa justru Tuan Jacob yang meminta para maid untuk berkumpul?" gumam Jean. Deg! Jantung Ara seperti berhenti saat mendengarkan ucapan Jean. Ara mampu lagi untuk berbicara. Ara hanya bisa menunduk pasrah dan dia merasa akan ada firasat buruk yang akan terjadi pada dirinya. Ara sadar diri atas kesalahan besar yang dia buat semalam. Setelah kepergian maid pria dan maid senior, para maid junior berbaris rapi dan tetap diam di posisi semula. Sorot mata tajam yang dimiliki oleh Tuan Jacob langsung menyapu dan memecahkan pandangannya, akan tetapi Tuan Jacob dibuat bingung. Dia belum menemukan maid yang dia cari. "Tuan, ada lagi yang perlu di umumkan?" "Ssssttttt!" Georgina seketika langsung kicep. Dia mulai bingung dengan Tuan Jacob yang hampir tidak pernah mengurusi para maid dan hari itu adalah kali pertama Tuan Jacob memberi perintah. Padahal sebelumnya Jacob sangat cuek. Tuan Jacob terus menyapukan pandangannya dan melihat maid satu persatu dan hal itu terus diulanginya, dia pun tidak menemukan apa yang dia cari. "Ehem!" Deheman suara Tuan Jacob menggelegar. "Mohon untuk semuanya lihat ke arah saya!" perintah Tuan Jacob. Panas dingin seketika Ara rasakan, degup jantung Ara mulai berdetak kencang. Tubuhnya mulai gemetaran dan Ara memaksakan diri mengangkat kepalanya untuk melihat ke depan. Bertepatan dengan Ara mengangkat kepalanya dan menatap Tuan Jacob. Di waktu itulah kedua mata Tuan Jacob dan Ara kembali bertemu. Akhirnya Tuan Jacob telah menemukan apa yang dia cari. Tuan Jacob pun tersenyum smirk. "Akhirnya aku menemukanmu!" Tanpa ragu Tuan Jacob melangkah maju mendekati Ara. Hal itu membuat gadis cantik itu semakin ketakutan. Pria tampan itu berjalan semakin mendekat. Degup jantung Ara kian tidak menentu. Di waktu yang bersamaan Nyonya Mandy yang sudah bangun dan wanita itu merasa heran melihat Jacob berdiri di antara para maid. "Ada apa ini?" Jacob menghentikan langkahnya di depan Ara. Menatap gadis yang ada di depannya, akan tetapi Ara enggan menatap Jacob. Justru Ara semakin menundukkan kepalanya, dia terbayang-bayang sorot mata tajam itu. Seperti keinginan Jacob, pria itu menarik tangan Ara dan membawanya maju ke depan. Mandy dibuat terkejut dengan tingkah suaminya yang tidak seperti biasanya. Mandy sama sekali tidak pernah melihat Jacob berbuat seperti itu. "Ada apa ini, sayang?" tanya Mandy kembali pada Jacob. "Kurasa dia sangat cocok menjadi pengasuh Albert," kata Jacob dengan tegas. Mandy merasa aneh. Hal itu sangat langka dan tidak pernah dilakukan oleh seorang Jacob. "Apa? Pengasuh Albert? Tapi kita sudah punya beberapa pengasuh." "Pecat semua pengasuh Albert. Yang aku inginkan hanya dia yang jadi pengasuh Albert. Masih ada yang ingin protes?" Nada yakin Jacob membuat Mandy semakin merasa keanehan, akan tetapi Jacob tetaplah tuan besar yang berkuasa di istana itu. Tidak ada yang berani membantah atau menentang perintah dari Tuan besar Jacob. Dengan terjadinya hal itu membuat Ara merasa sangat lega. Dia sempat berpikir jika Tuan Jacob akan menghukumnya atau bahkan memecat Ara karena kelancangannya semalam, tapi justru Tuan Jacob malah merahasiakannya. Namun, kini Ara justru khawatir dengan pekerjaan barunya sebagai pengasuh, karena Ara tidak punya keahlian dalam mengasuh anak. Apakah dia bisa?Terpilihnya Ara menjadi pengasuh Albert membuat Jean senang, tapi tidak untuk Ara. Ara justru merasa jika posisinya menjadi seorang pengasuh di rumah itu adalah kutukan. Bagaimana tidak? Posisi itu mengharuskan Ara harus pindah dan masuk ke dalam rumah serta menempati kamar khusus. Bagi Jean menjadi pengasuh Albert adalah penghargaan besar karena pasti upah kerja akan lebih besar dari hanya seorang maid yang berkecimpung di dapur saja. Jean terus memberi semangat agar mental Ara kuat dan bahagia jika sudah pindah ke dalam. Banyak maid yang merasa iri pada Ara dan mereka menggosipkan Ara ke sana dan kemari. Banyak yang ingin naik jabatan tapi hal itu jarang terjadi. Beruntungnya Ara terpilih dan yang memilihnya langsung adalah Tuan Besar Jacob. Ara memutuskan untuk mengemasi barang-barangnya dan memasukkan ke dalam tas. "Aku bingung dengan sikapmu itu, Jean. Apa kau senang jika aku tidak satu kamar denganmu lagi. Apa kau terganggu dengan rekan sekamar mu ini yang selalu berisik,"
Kehadiran wanita paruh baya itu membuat Ara langsung berdiri tegap serta memberi hormat dengan membungkukkan badannya. Begitu juga dengan Albert yang langsung bangun dan menundukkan kepalanya. Situasi terlihat aneh dan membuat Ara tidak berani berkata apa-apa saat wanita paruh baya itu mendekatinya. Wanita paruh baya itu berdiri di depan ranjang Albert. Melirik Ara, lalu beralih melirik Albert. Ara semakin menundukkan kepalanya. "Albert, cepat mandi!" "Iya, nek." Albert segera berlari masuk ke dalam kamar mandi dan dia ditemani oleh maid yang lain. Wanita paruh baya itu duduk di ranjang Albert sambil melipat kedua tangannya di dada. Sorot mata tajamnya menatap Ara yang berdiri di depannya dengan kepala tertunduk. "Hari ini aku akan memberitahumu cara merawat Albert. Apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukannya serta hal penting apa yang harus kau lakukan," ucapnya tegas. "Baik, nyonya," sahut Ara dengan posisi masih menundukkan kepalanya. "Panggil aku nyonya besa
Ara sempat terkejut dengan sikap Albert yang menepis loyang tersebut. Ara bisa memahami isi hati Albert, kenapa bocah itu sampai menolak dan menepisnya. Mata Ara berkaca-kaca melihat Albert dan juga obat yang berceceran di lantai. Ara segera memungutnya agar tidak terjadi kesalahpahaman yang menyebabkan amarah atau teguran pada Ara. Lebih untungnya lagi Ara memunggungi CCTV. "Kenapa kau tidak mau minum obat?" "Aku tidak suka. Aku sehat dan aku tidak sakit. Lalu kenapa aku harus minum obat setiap hari. Obat itu sangat tidak enak, rasanya pahit. Aku sudah muak meminumnya," rengek Albert dengan mimik muka cemberut. Ara menghela napas panjang sambil menggerakkan kepalanya. Ara harus memutar otak untuk mencari cara agar Albert mau minum obat. Jika hal itu tidak dia lakukan, maka dia-lah yang akan kena marah. "Tuan muda, ingin makan sesuatu atau tidak?" rayu Ara. "Aku ingin makan permen," sahutnya sambil menatap Ara. Ara menggerakkan alisnya. "Tapi kau harus janji minum obat," k
Ara membuka matanya saat ponselnya bergetar pada genggaman tangannya. Ara melirik layar ponselnya dan mengeja nama J-E-A-N. Ara memutarkan bola matanya dan menarik napas. "Tinggal satu atap, tapi kenapa harus begini caranya." Ara menggeser ikon hijau pada layar ponselnya dan menempelkan benda pipih itu pada telinganya. "Halo, Ara. Apa kabar?" "Menurutmu?" "Aku yakin kau pasti senang tinggal di dalam sana. Kau sudah menjadi bagian dari maid senior. Enaknya lagi seminggu sekali kau pasti libur. Sungguh enak jadi dirimu di sana," oceh Jean. Ara hanya menarik napas dan mendengus kesal. "Pffff ... mudahnya bibirmu bicara, Jean. Kau tidak tahu jika aku seharian ini stres dan depresi," keluh Ara. "Tidak masalah kau mau stres atau depresi. Yang jelas seminggu sekali kau bisa libur. Kau bisa pergi keluar untuk membuang rasa penat yang kau rasakan selama kerja." "Makin lama aku ingin menj
Jacob meninggalkan kamar Ara meninggalkan bau parfum khas. Aroma itu belum hilang dari tempat Jacob mencium Ara bahkan terbawa ke ranjang Ara. Beberapa kali Ara memejamkan matanya, tapi selalu gagal. Ara dibuat mabuk kepala dengan ketampanan Jacob, walaupun waktu itu hanya beberapa saat. "Aah, kenapa aku kesulitan memejamkan kedua mataku? Aku bisa bangun kesiangan jika begini, tapi kenapa wajah itu selalu menyusahkan ku?" kata Ara sambil memajukan bibirnya. "Eh, kenapa dia bisa masuk ke dalam kamarku? Bukankah pintu aku kunci? Hmm ... kunci ku pun raib entah kemana? Atau jangan-jangan——ah, sudahlah, aku ingin tidur." Ara terlelap dalam tidurnya setelah bergelut dengan bayangan wajah tuannya. Apakah Ara mulai terpikat dengan tuannya? Hanya waktu yang bisa menjawabnya. *** Profesi baru Ara memang tergolong tidak mudah. Dia harus memahami tahap demi tahap apa ya
Seusai sarapan, Jacob langsung pergi ke kantor. Tanpa menunggu perintah dari sang nyonya besar, Ara langsung menghampiri Albert. Gadis itu melakukan tanpa pikir panjang. Sebab jika dia lemot, dia pun yang akan kenyang ceramah pagi dari sang nyonya besar. Belum lagi sang nenek lampir, jika tahu ada keributan di pagi hari pasti dia akan ikutan berkicau. Namun, ada pemandangan janggal saat itu. Belum ada satu menit Jacob pergi, Mandy langsung menghubungi seseorang. Wanita itu terlihat tertawa bahagia dengan lawan bicara di seberang sana. Entah lawan bicaranya pria atau wanita yang jelas sikap Mandy sangat berbeda saat di samping sang suami. Ara menemani dan menyuapi Albert. Bocah tampan itu langsung tersenyum senang melihat pengasuhnya datang dan menyuapinya bahkan sarapan Albert habis tanpa sisa. Ara baru sadar jika Albert begitu manja. Wajar lah anak seusia Albert manja, tapi Albert sama sekali tidak mendapatkan kasih sayang dari sang ibu. Dia anak yang
Usulan dari asisten rumah tangganya diterima dengan baik oleh Mandy. Yang tadinya Mandy akan ikut dengan sang ibu, tiba-tiba pindah haluan. Mandy mengatakan jika dia tidak jadi ikut, itu membuat wanita paruh baya itu sedikit kesal. "Itulah yang ibu tidak suka dari kau, Mandy. Kau tidak bisa memilih dari dua pilihan. Selalu plin-plan jika disuruh mengambil keputusan." "Maaf, bu. Aku mendadak bad mood. Dari pada nanti di sana aku malah uring-uringan." "Baiklah, tapi jaga sikapmu selama ibu pergi. Ibu tidak ingin kau membuat masalah dan membuat Jacob marah besar. Kau tahu kan artinya jika Jacob sampai murka," hardik Nyonya Merry. Mandy hanya menganggukkan kepalanya dan mengiyakan perintah ibunya. Setelah ibunya pergi barulah Mandy mencari cara. "Nyonya———" Mandy sedikit terkejut saat asistennya menepuk bahu Mandy. Wanita itu sempat terjengit kaget. Dia memegang dadanya. Posisi Mandy saat itu sed
Malam telah tiba. Sebelumnya Ara dibuat kesal dengan drama dari Albert yang tidak mau mandi. Berbagai cara Ara lakukan untuk merayu tuan mudanya itu. Bahkan sampai ada acara berlarian di kamar Albert sampai main petak umpet. Ara sempat kewalahan saat Albert bersembunyi dan ternyata Albert bersembunyi di kamar Ara. Setelah Albert selesai mandi, saatnya Ara melakukan rutinitas setiap malam yaitu menidurkan tuan muda dan Albert pun telah bersiap untuk tidur. Malam itu Tuan Muda Albert meminta satu permintaan khusus pada Ara. Permintaan yang tidak sulit, tapi membuat Ara bingung. "Bibi, tolong bacakan sebuah dongeng untukku. Aku ingin mendengarkan sebuah cerita untuk teman tidurku," cicit Albert. Ara pun mengangguk dan berdiri mencari buku di sebuah rak yang ada di sisi kanan ranjang. "Bibi, aku sudah membaca semua buku dongeng yang ada di rak buku itu dan aku sudah bosen membacanya berulang kali. Aku ingin dongeng yang lain, bi," rengek Albert memohon dengan mimik wajah yang sangat imut
Jean tertegun melihat siapa yang datang ke rumahnya. Jean tidak mampu berkata apapun saat melihat sosok tampan yang tengah mengobrol dengan sang kakak.Lantas sosok tampan itu berdiri dengan tegap saat melihat Jean datang. Tampak binar bahagia terpancar dari raut wajahnya."Jean, apa kabar?" sapanya tersenyum.Antara harus bahagia atau sedih. Ada gerangan apakah Tobey bisa sampai datang ke rumahnya. Yang jelas pada saat itu memang Jean belum tahu apa yang sedang terjadi pada pernikahan Tobey dan Ara."Hai ... Tobey. Kau lihat aku baik-baik saja. Kau sendiri bagaimana?""Seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja," sahut Tobey tersenyum."Baiklah. Kebetulan kau sudah sampai di rumah, aku akan masuk ke kamarku. Maaf, jika kakak tidak memberitahumu jika Tobey datang ke rumah. Mungkin kalian berdua butuh berbicara empat mata di sini. Mungkin juga ada yang ingin dibicarakan oleh Tobey," ungkap Barnes sambil berdiri.Barnes sendiri juga belum tahu apa yang sebenarnya terjadi antara Jean dan
Suara Jaden begitu lantang saat mengucapkan kalimat tersebut. Tidak terlihat sosok imut atau lucu dari seorang Jaden. Tania yang merupakan wali kelas Jaden berusaha untuk menenangkan Jaden. Wanita cantik itu melangkah mendekati Jaden dan memeluk bocah itu.Setelah sedikit tenang, Tania menyuruh beberapa guru lainnya untuk membawa Jaden menjauh dari tempat tersebut. Lantas Tania mendekati Jacob."Maaf, tuan———""Jacob——namaku Jacob," potong Jacob."Baiklah. Tuan Jacob, senang bertemu dengan anda. Bukan saya ingin ikut campur dalam masalah ini, tapi mengingat Jaden adalah murid pilihan dan dia dalam pengawasan saya. Mau tidak mau, saya ikut campur sedikit. Tuan, entah apa permasalahan kalian, tapi yang jelas hal itu akan berakibat buruk pada mental Jaden. Terlebih lagi, akhir-akhir ini Jaden sering murung, karena baik ibu atau ayahnya tidak pernah berkunjung." Tania menghela napas dan menatap Jacob. "Sekalinya berkunjung pada hari ini, justru membuat Jaden depresi."Jacob tertunduk lesu
Setelah drama dilematik di dalam keluarga Ara dan hal itu membuat pernikahan Ara diujung tanduk atau bahkan tidak bisa diselamatkan lagi.Ara sendiri juga tidak bisa menahan Tobey, karena pria itu sudah bersikeras memilih untuk bercerai dengannya. Ara pun tidak bisa berbuat apa-apa pada pernikahannya. Memohon meminta diberi kesempatan pun Tobey tidak menolak."Begitu berat cobaan ini dan aku harus menjalaninya sendirian." Ara mengelus perutnya beberapa kali.Sementara itu Jaden sendiri akhirnya bertemu dengan sosok seorang Jacob Chase.Siang itu Jacob diantar oleh Ara ke asrama tempat Jaden menjalani pelatihan selama ini. Jaden yang begitu bahagia karena rasa rindu terhadap ibunya pun segera berlari bergegas dengan wajah ceria menuju ruang jenguk. Namun, ekspresinya berubah saat melihat ibunya datang bersama pria lain yang terlihat sangat mirip dengannya."Jaden, perkenalkan dia adalah Tuan Jacob?" kata seorang guru yang memperkenalkan Jaden pada sosok yang sangat mirip dengannya. Pri
Di dalam kamarnya Ara terus menangis. Dia menyesali semua perbuatan dan juga kesalahannya. Dia benar-benar telah salah mengartikan cinta Dan menyia-nyiakan permata berharga dalam hidupnya. Ara tidak bisa menahan perasaan dan pikirannya yang tidak sejalan. Ara masih teramat mencintai Jacob, tetapi dia juga tidak tega atas kebaikan Tobey selama ini.Cinta yang didasari rasa belas kasih dan budi adalah penyebab dirinya tersiksa dalam pernikahannya selama ini.Andai waktu bisa diputar, Ara benar-benar tidak ingin menyakiti hati Tobey sejauh ini. Harusnya dia tidak boleh egois atas perasaan yang tidak bisa diubah oleh waktu. Ara benar-benar merasa gagal dalam menjalani kewajibannya sebagai seorang istri.Dia tergoda oleh cinta yang tidak semestinya."Mengapa cinta selalu datang di waktu yang tidak tepat?"Hari-hari dilalui Ara sendirian dan sosok seorang Jacob yang selalu membayangi hidupnya."Pergi!""Ara ...,""Pergi dari hidupku!""Maafkan, aku ...," ucap Jacob lirih."Semua sudah terla
Ara tidak pernah menyangka jika Tobey akan datang hari itu. Dia pun merasa kecolongan, kenapa Tobey tidak memberi kabar terlebih dahulu pada dirinya dan sekarang Ara pun tidak bisa mengelak, bersembunyi, ataupun berbohong lagi pada Tobey. Begitu sungguh ironis, Tobey yang datang jauh-jauh dari kota Daeson hanya untuk menemui istri tercinta dan juga Putra kesayangannya Justru malah melihat kejadian yang mungkin Jika dia tidak datang ke kota tersebut, hal itu akan terus berlanjut entah sampai kapan. Namun, pada akhirnya yang namanya kebohongan pasti akan terbongkar juga. Mungkin jika tidak terbongkar pada hari itu, Tobey akan terus merasa dibodohi oleh Ara. Pria berhidung mancung dan memiliki suara deep voice itu telah memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada sang istri, tapi justru arah telah menghianati kepercayaan yang telah diberikan Tobey olehnya. Adapun langsung menunduk dan bersimpuh di kaki Tobey. Dia menangis kencang, meskipun Tobey terus menjauh dan menolak itu darinya.
Nasi memang sudah menjadi bubur dan semuanya tidak bisa dikembalikan atau diulang kembali. Semua sudah berlalu dan hanya ada rasa penyesalan yang bergelut di dalam hati Ara.Ara merasa dosanya semakin bertambah banyak. Hal itu sudah terjadi dan tidak mungkin bisa dicegah. Lambat laun pun akan cepat terlihat karena seiring bertambahnya bulan, perut Ara akan semakin membesar.Bagi Ara mungkin tidak masalah, tapi bagaimana cara dia akan menjelaskan pada suaminya dan lagi apakah Tobey akan menerimanya. Tangisan Ara tidak berhenti pada saat itu."Kenapa hidupku serumit ini? Hiks ... Kenapa setiap aku dekat denganmu, aku selalu siap," rintih Ara. Jacob mendekat Ara dengan kuat."Aku janji, aku akan selalu menjaga dan melindungimu," kata Ara."Haruskah aku menggugurkan kandungan ini?"Jacob merenggangkan pelukannya dan menatap tajam wanita yang ada di depannya. Ekspresi pria itu yang terlihat tidak begitu suka dengan kalimat yang baru terlontar dari bibir Ara."Tidak!" seru Jacob pada Ara. "
Dada Ara terasa sesak saat mendengarkan kalimat Jacob. Terasa sakit seperti tersayat pisau berkali-kali, tapi tidak berdarah.Ingin menyangkal, tapi Ara tertampar oleh kenyataan bahwa Jacob adalah ayah biologis Jaden. Hal itu tidak bisa dibantah lagi karena jikalau diproses secara DNA pun hasil akan akurat."Dia sungguh putraku!?" Ara hanya diam seribu bahasa. Dia merasa sudah sangat lelah untuk beradu mulut dengan Jacob yang nyatanya memang semuanya sesuai dengan fakta yang ada."Pulanglah. Aku sudah sangat lelah!" usir Ara secara halus pada Jacob. Namun, pria itu kekeh ingin tetap tinggal untuk menemani Ara.Justru Jacob khawatir jika nanti dirinya pergi, Ara akan berbuat nekat. Tentunya Jacob tidak ingin terjadi apa-apa pada Ara, terlebih calon bayi yang ada dalam kandungan Ara."Aku akan tetap ada di sini. Jangan pernah menyuruhku untuk pergi jika keadaanmu seperti ini," tegas Jacob.Ara kembali diam. Dia tidak ingin berdebat, akan sangat sulit jika pria itu sudah mengucapkan kat
"Surat dari Mandy. Dia hanya berpesan padaku untuk menyampaikan langsung pada orangnya."Setelah menerima surat tersebut, Ara langsung berbalik arah sambil membuka surat itu. Namun, dia urungkan. Ada rasa ragu pada surat yang tengah dia pegang sekarang. Ara justru berpikir jika isi surat itu akan membuatnya semakin tergoncang hebat. Si pria yang mengantarkan surat tersebut juga tidak banyak bicara. Dia hanya bicara seperlunya saja dan setelah mengantar surat itu dia pun langsung pergi.Ara kembali teringat akan kata-kata Jacob waktu itu.'Statusku sudah berubah. Sekarang aku sudah duda karena Mandy sudah meninggal.'"Benarkah itu? Ah, sepertinya mustahil." Ara merenung untuk sesaat. "Atau pria itu berbohong padaku? Mungkin———jangan-jangan surat ini yang menulis nenek lampir itu?" Ara teringat pada sosok wanita paruh baya yang begitu sangat menakutkan. "Tapi, jika tidak aku baca, aku pun tidak tahu apa isi surat ini."Wanita itu memberanikan diri kembali membuka surat tersebut. Ara ber
Jacob berdiri di depan sebuah nisan bertuliskan Mandy Feehily, beberapa kali pria itu menghela napas panjang tanpa sedikit pun untuk berkata pada orang yang sedang tertidur pulas di dalam sana. Sejujurnya pria itu masih sedikit kesal dengan mendiang sang istri yang terlalu bodoh dan dengan mudahnya diperalat oleh ibunya sendiri. Hal yang juga membuat Yosep heran adalah dia datang, tapi tidak membawa bunga sama sekali sekedar untuk menghiasi makamnya."Setelah istrimu meninggal pun kau sama sekali tidak romantis padanya ish ... ish ...," ejek Yosep."Lain kali aku akan datang ke sini lagi. Untuk sekarang aku hanya ingin tahu di mana makam mendiang istriku. Terima kasih sebelumnya kau sudah merawatnya dan membuat dia berubah, jadi dia meninggal tidak sia-sia. Dia meninggal sudah dalam keadaan menjadi orang baik," ungkap Jacob membalikkan badannya dan menatap Yosep."Uh, aku tidak berbuat banyak padanya, bahkan aku sering berkata kasar mengusirnya," balas Yosep."Baiklah. Aku pamit dul