Jantung Ara berdetak dua kali lipat saat mata itu terus menatapnya tanpa berkedip. Degup jantung Ara tidak menentukan seperti orang punya hajatan. Jacob menatap Ara tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun atau mungkin karena pria tersebut enggan berkata karena tidak ingin membangunkan Albert yang sedang tidur.Ara semakin menundukkan kepalanya karena takut, tetapi Ara dengan pelan kembali bangkit dari posisi semula. Namun, bersamaan dengan itu Jacob menyentuh rambut Ara dan membelainya dengan lembut. Belaian tangan Jacob turun ke bawah dan mengusap lembut pipi Ara.Ara terkejut dengan perlakuan tuannya itu. Tentunya aksi itu kembali membuat jantung Ara berdetak tidak karuan dan hampir membuat Ara salah tingkah, akan tetapi Ara mampu mengendalikan dirinya. Ara membalas tatapan Jacob yang terlihat kaku, tetapi kemudian tatapan itu berubah menjadi tatapan hangat disertai dengan senyuman manis dari bibir Jacob. "Jadi anak perempuan cengeng itu adalah kau?"Baga
Suara ketukan pintu kembali terdengar dan membuat Ara menurunkan kedua kakinya dan memakai sandal bulunya."Malam-malam begini siapa yang mengetuk pintu?" gumam Ara sembari melirik jam analog yang menyala hijau. "Jam 10 malam."Ara melangkah perlahan menuju pintu kamar. Saat akan membuka pintu kamar itu, secara mengejutkan pintu kamar itu terbuka. Ara tercengang dan tidak percaya."Ba-bagaimana bisa pintu ini terbuka dari depan?" Ara langsung menatap orang yang masuk ke dalam kamarnya. "Tu-tuan Jacob?"Jacob menutup pintu kamar Ara dan berjalan terhuyung-huyung dengan tatapan mata sayup. Fokus mata Ara tertuju pada punggung tangan Jacob yang berdarah."A-anda kenapa, tuan?" tanya Ara terkejut saat melihat punggung tangannya luka. Jacob tidak mempedulikan pertanyaan Ara. Pria itu terus melangkah mendekati Ara. Setelah kurang selangkah lagi, pria itu merobohkan tubuhnya mengarah ke Ara. "Aauww ... berat, tuan." Ara mengeluh saat tubuh itu a
Pemandangan yang dilihat oleh Ara saat kembali ke dalam kamarnya. Rupanya Jacob telah melepaskan celananya hingga menyisakan celana boxer pendek berwarna hitam. Jacob berbaring terlentang dengan kedua mata terpejam. "Apa dia sudah tidur?" Ara mendekati tuannya. Tiba-tiba Jacob mengigau memanggil ibunya beberapa kali. Itu akibat dari panas yang terlalu tinggi. Ara terdiam sesaat ketika melihat wajah tuannya yang sudah mulai tenang. Ara menarik napas lalu Ara mulai mengompres untuk pertama kalinya. Karena air itu terlalu dingin membuat Jacob reflek membuka kedua matanya. "Ma-maaf, tuan. Jika airnya terlalu dingin." "Tidak apa-apa." "Tidurlah, tuan. Aku akan menjagamu," ujar Ara pelan sambil tersenyum. "Tidurlah di sampingku," pinta Jacob. Kembali Ara dibuat terkejut oleh tuannya. "Aahh, tuan, jangan bercanda. Ini tidak mungkin, pasti demam anda semakin naik sehingga anda terus bica
Ara sangat panik. Gadis itu mendorong tubuh Jacob, akan tetapi terlalu sulit untuk mengusirnya. Terlihat Jacob pun enggak beranjak dari sana, apalagi melepaskan Ara. "Aku tidak ingin menggoda pria yang sudah beristri," ucap Ara dengan mata yang berkaca-kaca. "Tapi kau menerima ciumanku dan itu bukan hanya sekali," lanjut Jacob. "Tolong, jangan lakukan ini padaku, tuan." Suara Ara terlihat serak dan lirih. Matanya berkaca-kaca berusaha memohon pada tuannya untuk dilepaskan. Jacob yang tidak tega melihatnya, lantas melepaskannya. "Aku tidak akan berhenti sampai di sini," sambung Jacob lirih. Ara hanya diam dan tidak menjawab sepatah pun. Lantas Ara mengambil handuknya untuk segera membersihkan diri. "Tolong segara keluar dari kamar ini, sebelum ada yang mengetahui jika anda berada di kamar ini semalaman." Ara segera masuk ke dalam kamar mandi. Jacob terdiam sesaat, sebelum akhirnya keluar dari kamar Ara karena pagi itu Jacob teringat jika ada pertemuan dengan kolagen. Sekuat
Sementara itu di kediaman Chase. Beberapa maid bekerja untuk membersihkan pecahan gelas dan piring. Walaupun pecahan itu tidak terlalu banyak, tapi maid yang membersihkan berjumlah sepuluh orang. Ya, memang begitulah keluarga Chase. Apapun harus sempurna, apalagi jika yang memantau Mandy atau Merry. Semua harus benar-benar bersih dan sempurna. Sedangkan di kamar Mandy. Mandy terlihat sangat marah, dia membanting semua barang yang ada di kamarnya. Mandy terlihat belum puas melampiaskan kemarahannya. Alhasil, semua benda yang ada di dekatnya menjadi pelampiasan. Bertambah lagi tugas para maid di mansion itu. Nyonya Merry hanya menggelengkan kepalanya. Pasalnya wanita paruh baya itu sudah sering memberi peringatan pada putri satu-satunya itu. "Kenapa kau begitu gegabah pagi ini? Sudah tahu suamimu masih belum berangkat ke kantor. Kenapa kau tidak pernah berpikir dulu sebelum bertindak, hah!" Nyonya Merry terlihat kesal pad
Ara terpaku dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh anak asuhnya. Kenapa dia bisa tiba-tiba bertanya seperti itu pada Ara. Ara melihat dari tatapan mata Albert seperti mengharapkan Ara akan mengabulkan atau mengiyakan. "Ibu? Tuan muda kan sudah punya ibu." Mendadak Albert sudah tidak mood memasang puzzle lagi. Albert segera merangkak dan mendekati Ara lalu bocah itu membaringkan tubuhnya di sisi Ara. Kedua mata Albert menatap awang-awang. Raut wajahnya terlihat murung. Ara bisa menangkap kesedihan dalam hati Albert. "Bibi, kasih sayang seorang ibu itu seperti apa? Aku tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu. Walaupun ayah terus memberiku perhatian yang cukup, tapi tetap saja ayah lebih menomor satukan pekerjaannya. Aku hanya punya waktu sedikit dengan ayah, sedangkan waktu ibuku lebih banyak, tapi ibu sama sekali tidak mempedulikan ku. Justru ibu terlihat sangat membenciku," ungkap A
Mandy mengeluarkan koper kecil dari dalam lemari dan memilih beberapa style pakaian yang akan dia bawa untuk beberapa minggu ke depan. Sebenarnya kepergian Mandy sempat dihalangi oleh ibundanya karena sang ibunda menganggap kepergian Mandy untuk menjalani serangkai treatment dan juga operasi plastik tidak akan menyelesaikan masalah. Apalagi Jacob tidak mempedulikannya sejak kemarin. Keadaan Mandy dan Jacob sama sekali tidak bertegur sapa. Jacob begitu kesal dan jengkel dengan tabiat Mandy yang tidak pernah berubah atau bahkan tidak menghargai dirinya sebagai suami. Sedangkan Mandy sangat marah dengan sang anak ditambah lagi kehadiran maid baru pengasuh anaknya. Mandy melihat jika pengasuh baru itu sering mencuri perhatian dari suaminya dan sikap sang suami yang tidak biasanya jika dekat dengan pengasuh baru itu. Obsesi Mandy yang ingin terlihat sempurna di mata orang dan tidak ingin ada yang menyainginya membuat Mandy melakukan banyak cara termasuk operasi plastik yang sudah dia l
Obsesi Mandy yang ingin sekali terlihat cantik dan sempurna di mata kaum hawa menjadikan boomerang tersendiri untuknya. "Bagaimana kau bilang tidak bisa? Sedangkan kemarin kau sendiri yang menentukan jadwal operasi untukku?" Mandy merasa tidak terima karena alasan yang tidak pasti. "Aku punya uang banyak, dok. Berapa pun akan ku bayar," lanjut Mandy. Dokter Min Hyuk menghela napas panjang setelah menerima ceramah dari Mandy. "Saya paham jika anda ini adalah orang kaya. Tapi kali ini bukan masalah uang, melainkan masalah nyawa." "Nya-nyawa? A-apa maksud anda?" tanya Mandy. Dokter Min Hyuk menganggukkan kepalanya. "Aku tidak paham maksud anda, dok?" lanjut Mandy. Dokter Min Hyuk menarik napas lagi. "Begini Nyonya, anda kan sudah berkali-kali operasi plastik. Jika kali ini anda ingin melakukan bedah plastik maka———" Dokter Min Hyuk menggantungkan kalimatnya. Hal itu membuat Mandy semakin penasaran. "Maka apa,
Malam sudah menyapa dan terlihat menyuruh orang-orang untuk segera pergi tidur. Malam itu seperti biasanya, ada bantal pembatas yang selalu menjadi pemisah antara Ara dan Tobey. Sedangkan Jaden sudah tidur di kamarnya sendiri sejak umur 4 tahun.Akibat pemintaan Jaden yang tabu tadi, hal itu berimbas pada canggungnya hubungan antara Ara dan Tobey pada malam itu. Tobey berpura-pura sibuk dengan laptopnya dan Ara yang berpura-pura sibuk merapikan pakaian Tobey lalu memasukkan ke dalam lemari. Suasana menjadi sangat canggung ditambah udara yang begitu panas karena hujan."Kau belum tidur?" tanya Tobey basa-basi mengawali pembicaraan."I-iya. Ini baru akan pergi tidur," sahut Ara sedikit agak gugup.""Baiklah. Ayo, kita tidur," pinta Tobey.Ara langsung menghentikan aktivitasnya dan berbaring di tempatnya. Mereka berdua dalam posisi saling membelakangi dan kedua mata mereka berdua masih terjaga. Ternyata cuaca malam itu tidak bersahabat dengan keduanya. Udara sangat panas hingga membuat T
Bulan berganti dengan tahun dan enam tahun sudah berlalu. Ara dan Tobey berhasil membesarkan putra mereka yang diberi nama Jaden Smith. Seorang anak yang cerdas, penyayang, aktif, dan tampan. Namun, wajah Jaden sama persis seperti Jacob Chase——sang ayahnya. Dari sorot mata, hidung, dan bibirnya serta sifatnya begitu mirip dengan Jacob. Pepatah pun mengatakan buah jatuh tidak jauh dari induknya. Mungkin itulah istilah dari Jaden dan Jacob. Jaden adalah anak laki-laki multitalent, tidak heran jika dia menjadi anak kesayangan Tobey Smith, walaupun dia bukan anak kandungnya. Tobey adalah tipe suami dan ayah yang baik. Meskipun Ara selalu melarang Tobey untuk memanjakan Jaden karena Ara takut Jaden akan tergantung dan tidak bisa menjadi anak yang mandiri.Sebenarnya keluarga yang sedang dibangun oleh Tobey adalah keluarga yang bahagia mengingat Jaden adalah anak yang sangat penurut begitu juga Ara yang tidak pernah neko-neko dan Tobey pun adalah tipikal pria yang setia serta cukup hanya d
Tessa membuka matanya saat ponselnya bergetar kencang. Dengan kepala masih berat, wanita muda itu berusaha bangun. Tessa meraih ponselnya dan melihat layar ponselnya. Tessa menghela napas, dia tidak ingin mengangkat telepon dari sang ayah. Sang ayah pasti khawatir sebab dia tidak pulang semalaman. Tessa tidak ingin membuat sang ayah sedih. Tessa akhirnya memilih untuk menunda setelah dia sadar sepenuhnya. Tessa baru tersadar saat merasa asing dengan ruangan tersebut. Dia buru-buru bangun. Namun, Tessa merasakan nyeri di bagian organ intimnya. "Ah, apa yang terjadi padaku?" ucapnya lirih saat mendapatkan ada bercak darah di sprei, "Apakah semalam aku dan dia---" Tessa justru tersenyum saat menyadarinya. Sehingga dia tidak perlu susah-susah mencari pria yang mempunyai sp*rm* dengan kualitas baik. Tessa bangkit dan mendapatkan secarik kertas yang berada di atas nakas. Tessa meraih kertas tersebut dan membacanya. _Terima kasih untuk semuanya. Malam yang begitu indah dan penuh warna. A
Setelah menyepakati kontrak perjanjian. Senyum Tessa selalu mengembang. Tessa sudah berangan-angan untuk membeli ini dan itu. Tak lupa Tessa juga membiayai pengobatan ayahnya dan memberi modal pada ibunya."Tes, dari mana kau dapatkan uang ini?" tanya ayahnya."Ada orang baik yang membantuku. Ayah tidak perlu khawatir. Yang terpenting sekarang ayah bisa rutin berobat," kata Tessa."Tessa, kau sedang tidak berbohong pada kami, kan?" tanya sang ibu sembari menyiapkan makan malam untuk sang suami.Deg!Tessa mematung. Memang perjanjian itu baik kedua orang tua Tessa tidak tahu. Semua dilakukan Tessa demi kedua orang tuanya, walaupun Tessa sendiri harus berkorban. Jika tidak kepepet pun Tessa tidak akan mengambil keputusan tersebut dan menanda tangani kontrak perjanjian."Ti-tidak, bu. Pokoknya ini untuk ayah dan ibu. Sebentar lagi Tessa lulus, Tessa ingin kerja ke luar kota. Semoga ayah dan ibu merestuinya. Tessa masuk ke kamar dulu ya." Tessa segera berlalu dari sana. Wanita muda itu te
Kabar itu telah sampai di telinga Nyonya Merry dan wanita tua itu bergegas pergi. Nyonya Merry mengharapkan hal yang terbaik untuk ke depannya. Satu-satunya alasan yang membuat Nyonya Merry masih terus bersandiwara. Dia melahirkan seorang bayi laki-laki dan janji Nyonya Merry pun di penuhi. Dia membayar lunas pada gadis itu. Nyonya Merry begitu tampak sumringah mendapatkan bayi laki-laki yang berkulit putih dan dia begitu tampan. Wanita itu berharap jika kelak bayi itu membawa keberuntungan untuk dirinya dan juga Mandy, walaupun entah sekarang Mandy berada dimana. *** Flashback 10 bulan yang lalu. Wajah Tessa tampak pucat saat mendengar vonis penyakit yang diderita oleh ayahnya dan itu membutuhkan dana yang tidak sedikit. Tessa benar-benar merasa frustrasi dengan kejadian yang tengah menimpa dirinya. Tessa tidak bisa berbuat banyak karena posisinya juga masih sekolah. Sedangkan sang ibu juga tidak bisa berbuat banyak. Tessa terisak duduk di depan ruangan dokter. Tessa tidak sada
Setelah kepergian Yosep, Mandy menahan rasa sakit yang cukup luar biasa. Beruntung Mandy masih mempunyai obat pereda rasa nyeri yang dulu dia minta dari Dokter Payne. Mandy hanya meminum obat tersebut saat rasa sakit itu menyerangnya. Tubuh Mandy benar-benar bergetar hebat, dia merasakan gemetaran diseluruh tubuhnya."Apa penyakitku semakin parah?" Tentunya Mandy sudah paham betul konsekuensinya saat dia mengambil keputusan menolak untuk dioperasi. Padahal Mandy bisa saja dioperasi pada saat itu dan dia tidak akan merasakan kesakitan yang sangat luar biasa.Mandy mellangkah gemetaran menuju dapur untuk mengambil air minum. Setelah meminum obatnya Mandy duduk dan terdiam sesaat untuk menunggu obat tersebut bekerja. Barulah setelah rasa sakit itu sirna sedikit demi sedikit, Mandy beranjak untuk mengambil sandwich yang dimaksud oleh Yosep tadi.Mandy menggigit sedikit demi sedikit untuk mengganjal perutnya yang sudah mulai lapar. Dia berniat setelah makan ingin segera beristirahat.Saat
Tidak ada yang bisa melawan takdir yang sudah digariskan oleh sang pemberi hidup. Kematian yang tidak bisa dicegah dan hal itu harus bisa diterima dengan lapang dada serta ikhlas melepaskannya. Itulah yang sedang dirasakan oleh Jacob. Mansion yang besar nan megah sekarang jadi terasa sangat sepi seperti halnya hati Jacob. Berbeda dengan Nyonya Merry yang begitu terlihat bahagia atas kematian Albert."Satu benalu lagi telah pergi. Tuhan benar-benar baik hati. Dia berpihak pada ku, jadi aku tidak perlu bersusah payah mengotori tanganku untuk menyingkirkan anak itu."Niat jahat memang selalu mulus di awal. Mungkin saat itu Nyonya Merry masih bisa tersenyum bahagia, tapi tidak untuk nanti.Sehari setelah kepergian Albert, Jacob sudah kembali disibukkan dengan rutinitasnya seperti biasa. Selama itu juga Jacob tidak pernah menanyakan keberadaan Mandy. Jacob terlihat acuh, ada atau tidak ada Mandy semua sama saja.Jacob merapikan dasi yang dia kenakan dan memakai jas, lalu meraih tas kerjan
Jacob menemukan Albert dalam keadaan sudah meninggal. Semua orang terlihat panik dan Jacob langsung membawa Albert ke Villa. Pagi itu juga Jacob dan dokter membawa Albert terbang ke Blackfort. Dua puluh menit setelah kepergian Albert, Ara sampai di villa milik Jacob dan bejalan tertatih-tatih menuju tempat favorit Albert. Namun, sayangnya Ara terlambat. Ara hanya menemukan setangkai mawar merah yang sudah sedikit layu serta beberapa bercak darah yang sudah mengering."Albert ...," ucap Ara lirih. Ara didampingi oleh Tobey."Tuan Muda Albert baru saja dibawa ke Blackfort, tapi dia sudah dalam keadaan meninggal," tutur seorang pegawai yang sedang berjaga di villa itu. "Aku terlambat. Aku telah jahat pada anak itu, Tobey ...." Ara menangis tersedu-sedu memeluk Tobey dengan erat. Rasa penyesalan menghantui Ara. Rasa itu begitu dalam tanpa bisa Ara bendung. Tangisan Ara pecah dan membuat semua orang yang ada di sana ikut larut dalam kesedihan atas kepergian Albert."Tuan, tadi aku menemuk
Mansion tempat tinggal Jacob kembali ricuh karena tiba-tiba Albert kejang-kejang dan mimisan. Beruntung acara pesta ulang tahun Albert sudah berakhir.Jacob segera melarikan Albert ke rumah sakit dan Albert langsung mendapatkan penanganan langsung dari dokter yang sudah ahli. Di tengah kondisi Albert yang semakin memburuk, bocah itu selalu mengucapkan satu kata pada sang ayah, Jacob, "Ayah, aku ingin pergi ke Pulau Brillin untuk bertemu dengan ibu."Antara bingung ingin mengabulkannya atau tidak, tapi hal itu sangat tidak memungkinkan dan pihak dokter pun melarang keras agar Albert tidak pergi dari rumah sakit karena keadaannya yang sudah sangat parah serta bisa mengakibatkan hal yang tidak diinginkan.Sementara itu di kota Daeson, Ara sudah selesai menulis sebuah surat dan bermaksud memberikan hadiah pada Albert beserta sepasang sepatu kecil untuk memberitahukan kabar bahagia. Ara begitu bahagia dan bersemangat. Ini adalah pertama kalinya setelah menikah Tobey melihat istrinya bisa