Pemandangan yang dilihat oleh Ara saat kembali ke dalam kamarnya. Rupanya Jacob telah melepaskan celananya hingga menyisakan celana boxer pendek berwarna hitam. Jacob berbaring terlentang dengan kedua mata terpejam.
"Apa dia sudah tidur?" Ara mendekati tuannya. Tiba-tiba Jacob mengigau memanggil ibunya beberapa kali. Itu akibat dari panas yang terlalu tinggi. Ara terdiam sesaat ketika melihat wajah tuannya yang sudah mulai tenang. Ara menarik napas lalu Ara mulai mengompres untuk pertama kalinya. Karena air itu terlalu dingin membuat Jacob reflek membuka kedua matanya. "Ma-maaf, tuan. Jika airnya terlalu dingin." "Tidak apa-apa." "Tidurlah, tuan. Aku akan menjagamu," ujar Ara pelan sambil tersenyum. "Tidurlah di sampingku," pinta Jacob. Kembali Ara dibuat terkejut oleh tuannya. "Aahh, tuan, jangan bercanda. Ini tidak mungkin, pasti demam anda semakin naik sehingga anda terus bicaAra sangat panik. Gadis itu mendorong tubuh Jacob, akan tetapi terlalu sulit untuk mengusirnya. Terlihat Jacob pun enggak beranjak dari sana, apalagi melepaskan Ara. "Aku tidak ingin menggoda pria yang sudah beristri," ucap Ara dengan mata yang berkaca-kaca. "Tapi kau menerima ciumanku dan itu bukan hanya sekali," lanjut Jacob. "Tolong, jangan lakukan ini padaku, tuan." Suara Ara terlihat serak dan lirih. Matanya berkaca-kaca berusaha memohon pada tuannya untuk dilepaskan. Jacob yang tidak tega melihatnya, lantas melepaskannya. "Aku tidak akan berhenti sampai di sini," sambung Jacob lirih. Ara hanya diam dan tidak menjawab sepatah pun. Lantas Ara mengambil handuknya untuk segera membersihkan diri. "Tolong segara keluar dari kamar ini, sebelum ada yang mengetahui jika anda berada di kamar ini semalaman." Ara segera masuk ke dalam kamar mandi. Jacob terdiam sesaat, sebelum akhirnya keluar dari kamar Ara karena pagi itu Jacob teringat jika ada pertemuan dengan kolagen. Sekuat
Sementara itu di kediaman Chase. Beberapa maid bekerja untuk membersihkan pecahan gelas dan piring. Walaupun pecahan itu tidak terlalu banyak, tapi maid yang membersihkan berjumlah sepuluh orang. Ya, memang begitulah keluarga Chase. Apapun harus sempurna, apalagi jika yang memantau Mandy atau Merry. Semua harus benar-benar bersih dan sempurna. Sedangkan di kamar Mandy. Mandy terlihat sangat marah, dia membanting semua barang yang ada di kamarnya. Mandy terlihat belum puas melampiaskan kemarahannya. Alhasil, semua benda yang ada di dekatnya menjadi pelampiasan. Bertambah lagi tugas para maid di mansion itu. Nyonya Merry hanya menggelengkan kepalanya. Pasalnya wanita paruh baya itu sudah sering memberi peringatan pada putri satu-satunya itu. "Kenapa kau begitu gegabah pagi ini? Sudah tahu suamimu masih belum berangkat ke kantor. Kenapa kau tidak pernah berpikir dulu sebelum bertindak, hah!" Nyonya Merry terlihat kesal pad
Ara terpaku dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh anak asuhnya. Kenapa dia bisa tiba-tiba bertanya seperti itu pada Ara. Ara melihat dari tatapan mata Albert seperti mengharapkan Ara akan mengabulkan atau mengiyakan. "Ibu? Tuan muda kan sudah punya ibu." Mendadak Albert sudah tidak mood memasang puzzle lagi. Albert segera merangkak dan mendekati Ara lalu bocah itu membaringkan tubuhnya di sisi Ara. Kedua mata Albert menatap awang-awang. Raut wajahnya terlihat murung. Ara bisa menangkap kesedihan dalam hati Albert. "Bibi, kasih sayang seorang ibu itu seperti apa? Aku tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu. Walaupun ayah terus memberiku perhatian yang cukup, tapi tetap saja ayah lebih menomor satukan pekerjaannya. Aku hanya punya waktu sedikit dengan ayah, sedangkan waktu ibuku lebih banyak, tapi ibu sama sekali tidak mempedulikan ku. Justru ibu terlihat sangat membenciku," ungkap A
Mandy mengeluarkan koper kecil dari dalam lemari dan memilih beberapa style pakaian yang akan dia bawa untuk beberapa minggu ke depan. Sebenarnya kepergian Mandy sempat dihalangi oleh ibundanya karena sang ibunda menganggap kepergian Mandy untuk menjalani serangkai treatment dan juga operasi plastik tidak akan menyelesaikan masalah. Apalagi Jacob tidak mempedulikannya sejak kemarin. Keadaan Mandy dan Jacob sama sekali tidak bertegur sapa. Jacob begitu kesal dan jengkel dengan tabiat Mandy yang tidak pernah berubah atau bahkan tidak menghargai dirinya sebagai suami. Sedangkan Mandy sangat marah dengan sang anak ditambah lagi kehadiran maid baru pengasuh anaknya. Mandy melihat jika pengasuh baru itu sering mencuri perhatian dari suaminya dan sikap sang suami yang tidak biasanya jika dekat dengan pengasuh baru itu. Obsesi Mandy yang ingin terlihat sempurna di mata orang dan tidak ingin ada yang menyainginya membuat Mandy melakukan banyak cara termasuk operasi plastik yang sudah dia l
Obsesi Mandy yang ingin sekali terlihat cantik dan sempurna di mata kaum hawa menjadikan boomerang tersendiri untuknya. "Bagaimana kau bilang tidak bisa? Sedangkan kemarin kau sendiri yang menentukan jadwal operasi untukku?" Mandy merasa tidak terima karena alasan yang tidak pasti. "Aku punya uang banyak, dok. Berapa pun akan ku bayar," lanjut Mandy. Dokter Min Hyuk menghela napas panjang setelah menerima ceramah dari Mandy. "Saya paham jika anda ini adalah orang kaya. Tapi kali ini bukan masalah uang, melainkan masalah nyawa." "Nya-nyawa? A-apa maksud anda?" tanya Mandy. Dokter Min Hyuk menganggukkan kepalanya. "Aku tidak paham maksud anda, dok?" lanjut Mandy. Dokter Min Hyuk menarik napas lagi. "Begini Nyonya, anda kan sudah berkali-kali operasi plastik. Jika kali ini anda ingin melakukan bedah plastik maka———" Dokter Min Hyuk menggantungkan kalimatnya. Hal itu membuat Mandy semakin penasaran. "Maka apa,
Operasi Mandy berjalan lancar, akan tetapi Mandy belum tahu hasilnya. Sebelumnya dokter yang menangani Mandy operasi pernah berpesan jika hasilnya akan 50:50, tapi Mandy mengharapkan jika operasi itu harus berhasil karena itu adalah operasi yang terakhir. Pagi itu Mandy duduk di atas ranjang yang di samping ranjang itu ada sebuah kaca besar. Mandy menatap jauh di sana. Lambaian dedaunan yang gugur di pagi hari membuat Mandy sadar akan suatu hal. "Begitu indahnya alam yang diciptakan oleh sang pemberi hidup." Sadar atau tidak Mandy mengucapkan hal itu. Mandy menyandarkan kepalanya pada bantal yang berdiri menempel di dinding. Entah kenapa Mandy merasa kesepian pada saat itu. Dia baru menjalani operasi tapi tidak ada satu keluarga pun yang menemaninya. Beberapa menit kemudian seorang perawat masuk ke dalam kamar Mandy. "Selamat pagi, Nyonya Mandy. Nanti jam 10 dokter akan membawa anda ke ruangannya untuk melepas perbannya,"
Persiapan pesta ulang tahun untuk Albert sudah sempurna semuanya. Pagi itu Ara duduk di depan cermin dan merapikan rambutnya. Hari dipastikan jadwal Ara akan sangat sibuk. Ara sedikit memoles wajahnya agar tidak terlalu pucat dan tidak lupa Ara menyemprotkan wewangian ke tubuhnya. Setelah selesai Ara justru dibuat bingung karena Ara tidak tahu akan memberi hadiah apa pada anak asuhnya. Ara belum sempat untuk keluar dari rumah itu karena memang Ara belum mendapatkan izin. Apalagi Ara juga ada rencana untuk mengirim uang pada ibunya, akan tetapi dia belum ada waktu untuk itu semua. Akhirnya memilih untuk memberikan kado itu susulan. Pastinya Albert akan mendapatkan hadiah dari ayahnya. Telat selangkah dari Ara, rupanya Jacob sudah berada di kamar Albert saat Ara hendak membangunkan Albert. Ara dan Jacob terlihat canggung mengingat kejadian yang telah terjadi beberapa hari terakhir. Jacob duduk di sisi ranjang Albert dan sempat membangunkan
Malam itu Jacob pun tidak datang mengunjungi Ara di kamar. Luka pada punggung belakang Ara pun sudah sembuh. Hal itu sudah membuat Ara bisa berbaring normal seperti biasanya. Kegiatan Ara malam itu menelepon Jean."Halo ... Ara, besok hari libur untuk semua maid dan termasuk kau. Bagaimana jika kita bertemu?" ajak Jean."Besok libur, ya? Kok aku lupa hahaha ...." Ara tertawa sambil menutup mulutnya memakai tangan kirinya agar tidak terlalu terdengar dari luar, lalu Ara diam dan melanjutkan obrolannya. "Padahal aku masih marah padamu karena kau menutup telepon dengan tiba-tiba.""Maaf, Ara. Aku hanya bercanda," rayu Jean. "Sebenarnya aku ingin curhat padamu. Aku sedang patah hati. Pokoknya besok aku akan menceritakan semuanya padaku biar aku lega," ungkap Jean."Jadi memang benar besok libur?" Ara kembali bertanya. "Lalu siapa yang akan menggantikan pekerjaanku besok?""Itu tugas dari maid junior. Mereka yang akan menggantikan mu. Itulah k
Malam itu Jacob pun tidak datang mengunjungi Ara di kamar. Luka pada punggung belakang Ara pun sudah sembuh. Hal itu sudah membuat Ara bisa berbaring normal seperti biasanya. Kegiatan Ara malam itu menelepon Jean."Halo ... Ara, besok hari libur untuk semua maid dan termasuk kau. Bagaimana jika kita bertemu?" ajak Jean."Besok libur, ya? Kok aku lupa hahaha ...." Ara tertawa sambil menutup mulutnya memakai tangan kirinya agar tidak terlalu terdengar dari luar, lalu Ara diam dan melanjutkan obrolannya. "Padahal aku masih marah padamu karena kau menutup telepon dengan tiba-tiba.""Maaf, Ara. Aku hanya bercanda," rayu Jean. "Sebenarnya aku ingin curhat padamu. Aku sedang patah hati. Pokoknya besok aku akan menceritakan semuanya padaku biar aku lega," ungkap Jean."Jadi memang benar besok libur?" Ara kembali bertanya. "Lalu siapa yang akan menggantikan pekerjaanku besok?""Itu tugas dari maid junior. Mereka yang akan menggantikan mu. Itulah k
Persiapan pesta ulang tahun untuk Albert sudah sempurna semuanya. Pagi itu Ara duduk di depan cermin dan merapikan rambutnya. Hari dipastikan jadwal Ara akan sangat sibuk. Ara sedikit memoles wajahnya agar tidak terlalu pucat dan tidak lupa Ara menyemprotkan wewangian ke tubuhnya. Setelah selesai Ara justru dibuat bingung karena Ara tidak tahu akan memberi hadiah apa pada anak asuhnya. Ara belum sempat untuk keluar dari rumah itu karena memang Ara belum mendapatkan izin. Apalagi Ara juga ada rencana untuk mengirim uang pada ibunya, akan tetapi dia belum ada waktu untuk itu semua. Akhirnya memilih untuk memberikan kado itu susulan. Pastinya Albert akan mendapatkan hadiah dari ayahnya. Telat selangkah dari Ara, rupanya Jacob sudah berada di kamar Albert saat Ara hendak membangunkan Albert. Ara dan Jacob terlihat canggung mengingat kejadian yang telah terjadi beberapa hari terakhir. Jacob duduk di sisi ranjang Albert dan sempat membangunkan
Operasi Mandy berjalan lancar, akan tetapi Mandy belum tahu hasilnya. Sebelumnya dokter yang menangani Mandy operasi pernah berpesan jika hasilnya akan 50:50, tapi Mandy mengharapkan jika operasi itu harus berhasil karena itu adalah operasi yang terakhir. Pagi itu Mandy duduk di atas ranjang yang di samping ranjang itu ada sebuah kaca besar. Mandy menatap jauh di sana. Lambaian dedaunan yang gugur di pagi hari membuat Mandy sadar akan suatu hal. "Begitu indahnya alam yang diciptakan oleh sang pemberi hidup." Sadar atau tidak Mandy mengucapkan hal itu. Mandy menyandarkan kepalanya pada bantal yang berdiri menempel di dinding. Entah kenapa Mandy merasa kesepian pada saat itu. Dia baru menjalani operasi tapi tidak ada satu keluarga pun yang menemaninya. Beberapa menit kemudian seorang perawat masuk ke dalam kamar Mandy. "Selamat pagi, Nyonya Mandy. Nanti jam 10 dokter akan membawa anda ke ruangannya untuk melepas perbannya,"
Obsesi Mandy yang ingin sekali terlihat cantik dan sempurna di mata kaum hawa menjadikan boomerang tersendiri untuknya. "Bagaimana kau bilang tidak bisa? Sedangkan kemarin kau sendiri yang menentukan jadwal operasi untukku?" Mandy merasa tidak terima karena alasan yang tidak pasti. "Aku punya uang banyak, dok. Berapa pun akan ku bayar," lanjut Mandy. Dokter Min Hyuk menghela napas panjang setelah menerima ceramah dari Mandy. "Saya paham jika anda ini adalah orang kaya. Tapi kali ini bukan masalah uang, melainkan masalah nyawa." "Nya-nyawa? A-apa maksud anda?" tanya Mandy. Dokter Min Hyuk menganggukkan kepalanya. "Aku tidak paham maksud anda, dok?" lanjut Mandy. Dokter Min Hyuk menarik napas lagi. "Begini Nyonya, anda kan sudah berkali-kali operasi plastik. Jika kali ini anda ingin melakukan bedah plastik maka———" Dokter Min Hyuk menggantungkan kalimatnya. Hal itu membuat Mandy semakin penasaran. "Maka apa,
Mandy mengeluarkan koper kecil dari dalam lemari dan memilih beberapa style pakaian yang akan dia bawa untuk beberapa minggu ke depan. Sebenarnya kepergian Mandy sempat dihalangi oleh ibundanya karena sang ibunda menganggap kepergian Mandy untuk menjalani serangkai treatment dan juga operasi plastik tidak akan menyelesaikan masalah. Apalagi Jacob tidak mempedulikannya sejak kemarin. Keadaan Mandy dan Jacob sama sekali tidak bertegur sapa. Jacob begitu kesal dan jengkel dengan tabiat Mandy yang tidak pernah berubah atau bahkan tidak menghargai dirinya sebagai suami. Sedangkan Mandy sangat marah dengan sang anak ditambah lagi kehadiran maid baru pengasuh anaknya. Mandy melihat jika pengasuh baru itu sering mencuri perhatian dari suaminya dan sikap sang suami yang tidak biasanya jika dekat dengan pengasuh baru itu. Obsesi Mandy yang ingin terlihat sempurna di mata orang dan tidak ingin ada yang menyainginya membuat Mandy melakukan banyak cara termasuk operasi plastik yang sudah dia l
Ara terpaku dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh anak asuhnya. Kenapa dia bisa tiba-tiba bertanya seperti itu pada Ara. Ara melihat dari tatapan mata Albert seperti mengharapkan Ara akan mengabulkan atau mengiyakan. "Ibu? Tuan muda kan sudah punya ibu." Mendadak Albert sudah tidak mood memasang puzzle lagi. Albert segera merangkak dan mendekati Ara lalu bocah itu membaringkan tubuhnya di sisi Ara. Kedua mata Albert menatap awang-awang. Raut wajahnya terlihat murung. Ara bisa menangkap kesedihan dalam hati Albert. "Bibi, kasih sayang seorang ibu itu seperti apa? Aku tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu. Walaupun ayah terus memberiku perhatian yang cukup, tapi tetap saja ayah lebih menomor satukan pekerjaannya. Aku hanya punya waktu sedikit dengan ayah, sedangkan waktu ibuku lebih banyak, tapi ibu sama sekali tidak mempedulikan ku. Justru ibu terlihat sangat membenciku," ungkap A
Sementara itu di kediaman Chase. Beberapa maid bekerja untuk membersihkan pecahan gelas dan piring. Walaupun pecahan itu tidak terlalu banyak, tapi maid yang membersihkan berjumlah sepuluh orang. Ya, memang begitulah keluarga Chase. Apapun harus sempurna, apalagi jika yang memantau Mandy atau Merry. Semua harus benar-benar bersih dan sempurna. Sedangkan di kamar Mandy. Mandy terlihat sangat marah, dia membanting semua barang yang ada di kamarnya. Mandy terlihat belum puas melampiaskan kemarahannya. Alhasil, semua benda yang ada di dekatnya menjadi pelampiasan. Bertambah lagi tugas para maid di mansion itu. Nyonya Merry hanya menggelengkan kepalanya. Pasalnya wanita paruh baya itu sudah sering memberi peringatan pada putri satu-satunya itu. "Kenapa kau begitu gegabah pagi ini? Sudah tahu suamimu masih belum berangkat ke kantor. Kenapa kau tidak pernah berpikir dulu sebelum bertindak, hah!" Nyonya Merry terlihat kesal pad
Ara sangat panik. Gadis itu mendorong tubuh Jacob, akan tetapi terlalu sulit untuk mengusirnya. Terlihat Jacob pun enggak beranjak dari sana, apalagi melepaskan Ara. "Aku tidak ingin menggoda pria yang sudah beristri," ucap Ara dengan mata yang berkaca-kaca. "Tapi kau menerima ciumanku dan itu bukan hanya sekali," lanjut Jacob. "Tolong, jangan lakukan ini padaku, tuan." Suara Ara terlihat serak dan lirih. Matanya berkaca-kaca berusaha memohon pada tuannya untuk dilepaskan. Jacob yang tidak tega melihatnya, lantas melepaskannya. "Aku tidak akan berhenti sampai di sini," sambung Jacob lirih. Ara hanya diam dan tidak menjawab sepatah pun. Lantas Ara mengambil handuknya untuk segera membersihkan diri. "Tolong segara keluar dari kamar ini, sebelum ada yang mengetahui jika anda berada di kamar ini semalaman." Ara segera masuk ke dalam kamar mandi. Jacob terdiam sesaat, sebelum akhirnya keluar dari kamar Ara karena pagi itu Jacob teringat jika ada pertemuan dengan kolagen. Sekuat
Pemandangan yang dilihat oleh Ara saat kembali ke dalam kamarnya. Rupanya Jacob telah melepaskan celananya hingga menyisakan celana boxer pendek berwarna hitam. Jacob berbaring terlentang dengan kedua mata terpejam. "Apa dia sudah tidur?" Ara mendekati tuannya. Tiba-tiba Jacob mengigau memanggil ibunya beberapa kali. Itu akibat dari panas yang terlalu tinggi. Ara terdiam sesaat ketika melihat wajah tuannya yang sudah mulai tenang. Ara menarik napas lalu Ara mulai mengompres untuk pertama kalinya. Karena air itu terlalu dingin membuat Jacob reflek membuka kedua matanya. "Ma-maaf, tuan. Jika airnya terlalu dingin." "Tidak apa-apa." "Tidurlah, tuan. Aku akan menjagamu," ujar Ara pelan sambil tersenyum. "Tidurlah di sampingku," pinta Jacob. Kembali Ara dibuat terkejut oleh tuannya. "Aahh, tuan, jangan bercanda. Ini tidak mungkin, pasti demam anda semakin naik sehingga anda terus bica