" Melarat melekat luka duka.
Pilu ini ku telan sendiri.Merengsek merengek lubangi hati.Merasuk menyatu melebur dalam diri "ー Optimusrain
.
.
.
Bunga hydrangea biru masih segar dalam genggaman. Bahagiaku membuncah tanpa perintah. Tungkaiku terus melangkah melewati setapak di antara rumput hijau segar ini. Cinta, aku kembali.
Begitu senang aku melihatnya. Bersiap begitu banyak dan lama di rumah, menuliskan rincian hal yang akan aku curahkan. Namun saat sampai aku hanya diam. Bisu karena rindu. Hal pertama yang aku lakukan tentu saja memindahkan bunga cantik ini ke pangkuannya. Senyumnya indah dalam pikirku. Jiminku selalu tersenyum manis dengan mata segaris saat aku beri bunga ini dengan pelukan. Satu paket lengkap kebahagiaan, kata Jimin diringi tawa.
"Ume, aku rindu padamu. Bagaimana kabarmu? Apa kau baik? Ada banyak yang ingin aku ceritakan. Aku berhasil masuk kampus impianku. Coba tebak jurusan apa yang aku pilih? Tentu saja seni. Kau bilang ingin aku terus bermusik dan membuat lagu kan? Aku berhasil membuat beberapa lagu. Untukmu dan tarianmu"
Kesayanganku diam mendengar ceritaku. Dia selalu menjadi pendengar yang baik. Mata kucingku terus menatapnya, terputar kenangan dalam kepala bagaimana aku berjumpa dengan dia.
"Hyung! Aku mau cerita! Aku sering melihat Hyung disini, karena Hyung selalu diam dan tidak pernah bicara aku berani berbagi! Jadi tolong diam saja ya saat aku cerita, karena aku pikir kita itu sama!"
Gumpalan mochi dengan pipi merah jambu itu tiba-tiba mendatangiku. Aku hanya menaikkan alis melihat orang asing dengan berani datang dan bersikap sok akrab. Tidakkah dia tau jika aku ini ditakuti.
Aku terkekeh pelan mengingat itu.
Gila juga anak ini. Dia terus mengoceh tanpa peduli aku mendengarkan atau tidak. Earphone masih menempel gamang di telingaku. Terkadang aku fokus pada lagu yang ku dengar dan terkadang pada ceritanya.
Masih jelas dalam ingatakan bagaimana dia berkata jika ada terlalu banyak hal untuk dia hadapi seorang diri.
"Bocah, jangan khawatir. Kau sangat berani datang kesini. Kalau begitu datanglah lagi. Ada aku saat kau merasa pilu"
"Wah! Keren sekali! Yoongi Hyung ternyata bisa bicara"
Tawaku terdengar keras mengudara. Jimin diam membiarkan. Tidak berniat menyela atau menggoda seperti yang sudah-sudah. Entah bagaimana akhirnya aku setuju untuk berteman.
Setiap hari dia menyempatkan untuk bertemu. Bercerita banyak hal tentang dia dan hidupnya yang menyedihkan, teman kelasnya yang bertingkah menyebalkan hingga dia yang menjadi bahan bullyan.
Aku menghela nafas panjang. Menghentikan tawaku yang tidak jelas lalu menatapnya dalam.
Saat itu hujan deras. Aku tengah belajar untuk persiapan ujian kenaikan kelas. Dering ponsel memutus lagu yang aku dengarkan. Jimin menelpon, biar aku tebak, dia pasti mau bercerita bagaimana dia suka hujan dan ingin bermain dengan teman-temannya.
"Ya Jimin-ah?"
"Hyung, aku merasa buruk sekali. Tidak ada yang mau mengerti rasa sakitku"
Aku mengernyit mendengar ucapannya. Derasnya hujan mengaburkan pendengaranku. Samar-samar aku mendengar isakan namun dengan segera aku enyahkan. Aku diam menunggu dia kembali bersuara.
"Orang tuaku tidak pernah mau mendengarkan Hyung. Jimin pikir- Jimin lebih baik mati daripada hidup dan merasakan seperti ini"
Ini bukan pertama kali. Dia menangis di depanku sudah terlalu sering. Terlampau hapal aku dengan kelakuannya yang satu itu. Aku sering memberinya ember dengan niat bercanda saat tiba-tiba dia datang dan menangis. Saat itu tangisnya mereda dan terganti oleh tawa.
Cerita ini juga bukan yang pertama. Aku sudah cukup puas mendengarnya. Aku melangkah mendekati jendela meninggalkan buku Sains-ku yang terbuka dengan pena biru di sampingnya. Menatap hujan di luar sana, mencoba menerawang bagaimana keadaan Jimin sekarang.
"Hey, jangan menangis. Juga jangan mati Jimin-ah. Dua tahun okay? Tersisa dua tahun lagi bagimu untuk lulus dan melanjutkan kuliah denganku. Itu memang lama jadi tolong sabarlah"
Aku tidak mendengar jawaban apa-apa selain isakan dan suara napas yang tidak begitu jelas. Tanganku terulur membuka jendela. Membiarkan wajahku terciprat air dan dihembus angin dingin.
"Lagipula Jiminku ini tidak pernah buruk. Kau selalu cantik dengan senyum cerahmu. Orang tuamu memang tidak pernah mendengarkan tapi aku jamin jika mereka ingin mencoba. Mereka pasti tau jika kau stress dan depresi. Aku tebak, rambutmu sekarang pasti berantakan"
Dia terkekeh di sebrang sana. Aku membalas dengan kekehan yang sama. Mataku terpejam membiarkan air menciprat lebih banyak karena hujan semakin deras.
"Kau juga lucu saat marah dan merajuk. Sudah jangan sedih, berhentilah menangis. Aku disini untukmu dan akan selalu begitu. Aku bosan saat kau terus menangis dan bercerita tentang sekolah juga orang tuamu. Aku tau teman-teman di kelasmu begitu menjengkelkan. Sudah ya? Jangan menangis"
Dia diam. Tidak ada lagi isakan yang aku dengarkan. Berhasil, aku membuatnya berhenti bersedih.
"Yoongi Hyung? Berjanji padaku ya? Hyung akan belajar dengan rajin dan masuk universitas yang Hyung inginkan. Aku tidak sabar belajar menari dengan lagu yang Hyung tulis sendiri. Sebentar lagi ujian, Hyung harus kurangi main bersama Namjoon Hyung dan Hoseok Hyung. Berhenti merokok juga. Jangan terlalu banyak dan sering minum kopi dan cola. Hyung juga harus suka makan sayur. Berjanjilah jika Yoongi Hyung akan menjadi orang yang hebat dan berhasil di masa depan. Aku juga ingin sekali datang ke pernikahan Yoongi Hyung nanti dan ak-"
Bicara apa dia ini. Sudah terlalu jauh dan melantur. Aku memotong ucapannya dengan segera. Menggagalkan dia bicara lebih banyak lagi. Seolah dia tidak akan bicara lagi padaku setelah ini, dasar.
"Okay okay cukup Bocah. Aku akan ingat pesanmu. Sekarang tidurlah Jim. Aku juga akan tidur"
"Iya Hyung. Ume akan tidur sekarang, tidur dengan nyenyak dan mimpi indah. Bermimpi jika nanti Ume yang akan menikah dengan Yoongi Hyung. Selamat malam dan sampai jumpa Hyung. Ume menyayangimu juga mencintaimu. Sangat sangat Hyung, sangat..."
Menggemaskan sekali saat dia menyebut dirinya sendiri Ume. Dia sangat senang saat aku memberinya nama panggilan itu. Dia melompat kesana kemari sembari tersenyum lebar sekali.
"Iya iya Ume. Selamat tidur. Aku juga menyayangimu. Kau adalah teman terbaik yang ku miliki"
Telpon berakhir. Aku pergi tidur dengan senyuman bahagia tanpa tau jika itu adalah terakhir kali aku mendengarnya berbicara.
Aku jatuh berlutut di samping Jimin. Meremat pahaku dengan kuat, sebisa mungkin menahan tangisan. Aku pembohong besar. Harusnya aku dengan jujur bilang jika aku tidak bosan mendengar ceritanya. Aku hanya tidak suka dia bersedih dan terus menangis. Itu menyakiti aku dan hatiku. Terlalu gengsi mengungkapkan seluruh rasaku. Bahkan saat dia dengan lantang mengatakan sayang melebihi teman, aku masih berpura-pura biasa dengan menyebutnya teman terbaik.
"Ume, maaf ya? Hyung hanya terlalu bodoh. Harusnya Hyung sadar jika semua perkataan Hyung tidak menenangkanmu. Itu hanya menambah sakitmu. Hyung menyesal. Maaf Hyung menyakiti dan mengecewakanmu. Maafkan Hyung. Hyung juga sangat menyayangi Ume. Mencintai Ume. Tolong kembali dan bicara padaku lagi. Hyung akan mendengarkan dengan benar, tanpa earphone di telinga atau handphone di tangan. Kembali Ume, Hyung minum kopi banyak sekali. Merokok setiap hari dan sekarang berani minum beer. Marahi Hyung, tolong hiduplah sekali lagi, tolong Jimin-"
Pada akhirnya aku kalah juga. Tidak pernah sekalipun dalam dua tahun ini aku kemari tanpa tangisan lirih. Seandainya aku berani mengutarakan dan bicara dengan benar, Jiminku pasti masih disini. Menemaniku di hari kelulusan, mengantarku sampai gerbang universitas, dan menikah denganku suatu hari nanti.
Pupus sudah. Dia telah pergi. Benar-benar tidur dengan nyenyak tanpa perlu bersedih atau berderai air mata lagi. Jika aku tau malam itu adalah terakhir kali dia bercerita, aku tak akan pernah memotong ucapannya.
Tangisku belum mereda, bahkan hingga hujan dengan deras membasahi rumput pemakaman aku belum juga berhenti. Merindu seorang diri. Menyesal setengah mati. Langit menggelap menandakan aku harus beranjak.
Aku memeluk nisannya. Tersenyum menatap pusara kesayanganku untuk terakhir kali hari ini, karena esok dan seterusnya aku akan kembali. Bercerita pada Jiminku kemudian menangis mengenang hari bahagiaku bersama dia, cintaku yang kini telah tiada. Terus ku lakukan itu hingga nanti aku pergi, menyusul dia disana.
.
..[ F I N ]
" Bernapaslah Hirup udara sesaki rongga dada Telan jerit hati Anda Sesap lagi kopi kedua Ranum rona surai jelanga Selang seling suara renjana Menutup harsa senja Dengan satu lagi cerita "ーOptimusrain....' Senyuman itu hanyalah menunda luka yang tak pernah kuduga 'Kepulan asap Macchiato dalam genggaman nampak begitu menenangkan. Sehangat peluknya dan senyaman dekapannya. Pemuda itu hanya menunduk memandangi kopi hangatnya. Bingung hendak merespon apa atas senyuman yang lebih tua di hadapannya."Jimin-ah?"Mendengar namanya disebut setelah beberapa saat saling tutup mulut ia lantas mendongak. Mematri senyuman kecil di bibir tebalnya. Hanya gumaman pelan terdengar sebagai balasan. Yoongi menyeruput sedikit Americano dalam paper cup-nya sebelum kembali berbicara."Aku yakin kau sudah mendengarnya dari Namjoon. Jadi aku rasa kita harus berhenti disini"Kelu. Lidahnya sedang kehilangan fungsi. Begitu juga dengan suara indahnya. Ia hanya membuka mulut tanpa
"Jangan datang lagi cintaBagaimana aku bisa lupaPadahal kau tahu keadaannyaKau bukanlah untukkuJangan lagi rindu cintaKu tak mau ada yang terlukaBahagiakan dia aku tak apaBiar aku yang pura pura lupa"ーPetrus Mahen....Hutan ini masih sama segarnya. Masih sama rimbun dan hijaunya. Aroma kayu tua dengan tanah basah yang merengsek masuk memaksa memenuhi rongga dada. Bukan tidak suka, ini menenangkan, aku begitu menyukainya.Setelah tiga tahun akhirnya aku memberanikan diri kembali ke tempat ini. Tempat rahasia ini hanya aku yang tau, juga dia. Mengingatnya rongga dadaku seketika terhimpit. Menyempit dan udara di dalamnya teramat mencekik. Seingatku aroma hutan dan danau indah ini menenangkan, kenapa kini menyakitkan?Aku mendudukkan tubuh kecilku diujung dermaga ini. Seakan dihantam sesuatu kepalaku tiba-tiba ngilu, pun dengan hatiku. Air danau yang tenang ini punya banyak cerita, banyak kisah, dan kenangan indah lainnya.Aku berdiri, hendak melompat ke dalam air sebelum suara
" My heart is running on the time- alone on the Snowpiercer. Wanna get to the other side of the earth holding your hand. Wanna put an end to this winter "ー BTS ( Spring Day )...+;' 29 Desember 2016Hembusin angin dingin disertai buliran salju mengudara di langit kelabu hari itu. Kim Taehyung berdiri disana. Di samping lintasan kereta dengan baju rajut biru dari neneknya. Ia melangkah hati-hati menuju rel berselimut putih menanti ketibaan kereta dari Seoul menuju kota kelahirannya.Dari binaran matanya ia melihat kereta itu tiba. Suara khas yang memekakkan telinga disertai goncangan kecil yang turut ia rasakan ketika ia tempelkan sebelah telinganya pada besi dingin tempat kereta itu akan berlalu.Dengan terburu-buru Taehyung bangkit, kembali pada posisi awalnya. Ia melihat gerbong kereta yang melesat cepat dengan seksama. Pada gerbong terakhir Taehyung melihatnya. Beanie Hat dengan pom-pom hijau diujungnya, Si rambut merah jambu yang tertidur sembari menekuk kaki, bagaimana lelaki
" Now it's hard to even see each other's faces. It's only winter here. Even in August, winter is here "ー BTS ( Spring Day )...+;' 19 Desember 2016Mata indah dengan senyum secerah sinar surya terpejam menikmati senja. Ia duduk di atas gerbong kereta tempat pamannya bekerja. Sedikit bebal memang. Namun hal ini dapat mengobati luka hatinya. Hoseok membuka mata perlahan-lahan. Menerima semburat jingga angkasa memenuhi netranya.Mengabaikan angin kencang yang menggoyangkan helaian rambutnya. Ia memeluk kedua lututnya sembari menatap langit sore di atasnya. Butuh perjuangan untuk bisa sampai di atas sini. Melompati pagar pembatas, lalu menyelinap dan menghindari pengawasan pamannya. Berbahaya, sangat berbahaya. Namun ia rela melakukannya.Hoseok mengeluarkan kertas lusuh dan sebuah pena merah muda dari sakunya. Ia mendapatkan itu dari Seokjin Hyung-nya. Hoseok geli melihat pena dengan tinta tersendat-sendat itu. Namun kini ia tau. Benda itu amat sangat berarti. Hoseok duduk bersila di
" Pass your dreams. Camber through the bush and go to the place that becomes clearer. Take my hands now. You are the cause of my euphoria "ー Jungkook ( BTS )...Mata kecilku dengan semangat mematai setiap pergerakannya. Mulutku tak hentinya tersenyum melihat bagaimana dengan lincah ia berlari sembari membawa bola. Kakiku pun tak bisa berhenti bergerak sejak tadi. Ingin rasanya aku melompat turun dan berlari ke tengah lapangan untuk mendukung dan menyeka peluh di kening serta lehernya.Hari ini dia bertanding basket bersama tim kebanggaan. Basket adalah favoritnya. Salah satu hal yang paling ia suka selain tidur, musik, dan aku. Bukan bermaksud sombong atau terlalu percaya diri. Tapi, begitulah adanya.Aku berdiri dan dengan lantang meneriakkan namanya. Lihat keringat itu, nafas yang tersengal, dan lutut yang berkali-kali dipijat pelan. Sejenak aku tenggelam dalam pikiran penuh kekhawatiran. Apa dia baik saja disana?“ Hyung!! Semangaaaat!! “Aku memasang senyum lebar terbaik yang k
" What if we rewrite the stars?Say you were made to be mineNothing could keep us apartYou'd be the one I was meant to find "ー Zendaya ft. Zac Efron...Ketukan sepatu dengan lantai keramik memenuhi seisi koridor kampus yang lengang itu. Kaki kecil seorang pria mungil terus dipaksa untuk melangkah. Berjalan mengikuti pria pucat berkacamata yang berjalan tepat di hadapannya. Min Yoongi bukan tidak mengerti jika Park Jimin sejak tadi membuntuti tapi dia tidak memiliki keinginan untuk berhenti.Jimin berdecak keras, ia pantang menyerah dan terus melangkah. Sesekali tangan kanannya berusaha meraih bagian belakang kemeja Yoongi meski pada akhirnya gagal juga. Manusia pucat itu berjalan begitu cepat."Hyung, sebentar Hyung- tunggu-"Dengusan malas dikeluarkan Yoongi. Mau apalagi bocah ini. Apa dia tidak lelah terus mengejarnya? Yoongi berusaha menutup telinga. Biarlah ia berpura-pura tuli untuk sementara. JIka dengan itu ia bisa bebas dari si mungil kenapa tidak?"Yoongi Hyung tunggu-"