Beranda / Pernikahan / Madu Yang Beracun / Bab 3 | Malam Dingin

Share

Bab 3 | Malam Dingin

Penulis: Dara Kirana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bayangan Embun memergoki Eros dengan Jenar di sebuah food court empat tahun yang lalu berputar-putar di kepala bak sebuah film, padahal waktu itu belum ketuk palu dan Eros sudah ada pengganti dirinya. Embun merasa dikhianati, sakit itu tetap terasa, meski sudah tidak ada lagi cinta untuk Eros. Tidak ingin berbasa-basi, Embun segera melewati tubuh Eros. Namun, langkahnya terhenti ketika Eros mengatakan sesuatu.

"Tidak bisakah kita berteman, Embun? Kamu terus saja membenciku, padahal …," ucapan Eros terjeda dikala mendengar lengkingan suara anak kecil memanggilnya. "Papa!"

"Sayang!" Eros berbalik mendapati putri kecilnya berlari ke arahnya.

"Papa, tante ini siapa?" tanya gadis kecil dengan tubuh gembul dan menggemaskan. Kalau saja anak itu bukan anak Eros rasanya Embun ingin mencubit pipinya yang chubby.

"Tante ini teman Papa dan Mama, kenalan gih sama tantenya."

"Halo tante, nama aku Embun." Dengan pintarnya bocah itu mengulurkan tangan.

Embun terkejut mendengar nama anak itu sama dengan namanya, sebenarnya Embun sangat gemas. Namun, mengingat anak itu adalah anak Eros dan Jenar, Embun jadi tidak suka. Tanpa menjawab apalagi menyambut uluran tangan bocah cantik tersebut, Embun pergi begitu saja.

"Tantenya sombong, Pa," adu anak tersebut terdengar jelas di telinga Embun.

"Tidak apa, sayang. Mungkin tantenya lagi sariawan," hibur Eros pada putri kecilnya.

"Apa Maksudnya memberi nama anaknya sama dengan namaku, aku tidak sudih!" Gerutu Embun sembari melangkah cepat.

Sungguh hari ini dirinya seperti terjebak di lembah derita, ada saja hal-hal yang membuatnya sakit. Embun berjalan ke luar hotel meninggalkan acara pernikahan Eros dan Jasmine, dia ingin segera sampai di rumah, terlalu lama berada di tempat itu sama saja dengan memperlebar luka hatinya.

"Embun tunggu!" Eros berlari kecil menghampiri Embun yang hendak menaiki taksi.

"Kamu belum bisa memaafkan aku?" Ujar Eros sambil memandang lawan bicaranya.

"Aku sudah lama memaafkan, tapi tidak untuk berteman. Sebaiknya kita tidak usah berhubungan lagi, kita bukan siapa-siapa jadi tidak terlalu penting!"

"Tidak bisa, Embun. Kita sudah jadi keluarga sekarang, istri Lintang itu adalah adik istriku. Kita pasti akan bertemu di acara-acara keluarga."

Embun sangat terkejut mendengarnya, bagaimana bisa Eros menjadi kakak iparnya, lelaki yang dulu menyakitinya menjadi keluarga dengan lelaki yang sekarang juga menyakitinya. Sungguh kehidupan seperti apa yang dijalaninya, kenapa orang-orang yang tidak punya hati itu mengelilinginya.

Dulu hampir setiap malam Embun menangis meminta kepada Tuhan agar secepatnya menghapuskan Eros dari hatinya dan Tuhan mengirimkan Lintang sebagai penyembuh luka. Namun, sekarang Lintang juga menoreh luka untuknya. Apakah takdir hidupnya hanya untuk dilukai pikir Embun.

Apa karena dirinya tidak sempurna sehingga tidak berhak bahagia? Tidak berharga dan dipandang sebelah mata, apa dunia sekejam itu untuk orang seperti dirinya?

"Permisi." Embun melangkah masuk ke dalam taksi. Namun, gerakannya terhenti karena cekalan tangan Eros di lengannya. "Tunggu Embun!"

"Mau apa lagi, Ros? Belum puas kamu melihatku terluka? Pergilah, keluarga kecilmu pasti mencarimu." Setelahnya Embun bergegas masuk ke dalam taksi dan menutup pintu.

Eros meremas rambut sambil menatap taksi yang membawa Embun kian menjauh. Rasa bersalah masih menghantuinya, meski Embun sudah memaafkan.

Di dalam taksi Embun menangis tersedu-sedu. Ingatannya melayang ke waktu empat tahun yang lalu, di malam anniversary pernikahan yang kelima tahun, sebuah kenyataan pahit datang menyambar.

"Mas mau kita bercerai, Embun."

"Ma-Mas bercanda, kan?" senyum di wajah Embun langsung pudar. Kalimat itu terdengar menyakitkan.

"Tidak, Embun. Mas serius."

"Tapi kenapa, Mas? Apa salahku?" Mata Embun berkaca-kaca.

"Kamu tidak salah, Embun. Kamu wanita yang baik, terima kasih sudah setia dan sabar menemaniku selama lima tahun ini, tapi aku ingin keturunan, Embun. Maafkan aku," ucap Eros menghujam jantung Embun. Setetes bulir bening lolos begitu saja dari sudut mata Embun.

Kemudian ingatan Embun beralih ke waktu seminggu yang lalu, kenyataan yang tidak kalah pahitnya dengan yang dulu.

"Embun, aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Maafkan aku jika keputusan ini membuatmu terluka, tapi aku terpaksa harus melakukannya."

"Mas kenapa? Memangnya Mas mau melakukan apa?" Embun menyunggingkan senyuman manis, berpikir jika Lintang sedang mengerjainya, mengingat hari itu adalah anniversary pernikahan mereka yang ke satu tahun.

"Sungguh ini bukan keinginanku, tapi orang tuaku menginginkan cucu dariku maka dari itu aku meminta izin untuk menikah lagi. Maafkan aku, Embun. Semoga kamu mengerti." Lintang menggenggam erat kedua tangan Embun sambil menatap ke dalam mata wanita itu.

"A-apa?" Air mata Embun lolos begitu saja.

*****

Embun berdiam diri di kamar, air matanya tak henti-henti mengalir. Dunianya baru saja hancur karena cinta sang suami kini telah berbagi. Tidak ada satu pun orang yang mencarinya atau sekedar menanyakan kabar lewat ponsel. Sepi dan sunyi melengkapi derita Embun, saat ini semua orang sedang berbahagia dan melupakan dirinya.

"Sekarang saja aku sudah tersisih, Mas. Bagaimana nantinya? Harusnya Mas lepaskan saja aku daripada seperti ini sama saja kau menyiksaku. Menahanku untuk tetap di sisimu dengan alasan mencintaiku, nyatanya cintamu menyakitiku, Mas." Embun berbicara sendiri menumpahkan isi hatinya.

Di luar terdengar rintik hujan menyapa bumi menghantarkan hawa dingin menusuk jiwa yang kesepian, malam dingin Embun lalui seorang diri tanpa ada kehangatan. Pikiran Embun melanglang buana, memikirkan jika saat ini sang suami sedang mereguk manisnya madu pernikahan bersama Istri barunya. Hati Embun menjerit membayangkan itu, jauh di lubuk hati dia tidak rela berbagi. Namun, Embun tidak bisa menolak karena sadar akan kondisi dirinya.

"Sungguh ini lebih sadis dari yang dulu, Mas. Kupikir bersamamu akan lebih bahagia. Namun, ternyata lebih menderita. Caramu menyakitiku luar biasa, Mas."

"Apa salahku, Tuhan? Sehingga kau hukum aku seperti ini," ucap Embun tersedu-sedu sambil mengeratkan pelukannya pada bantal guling.

Sementara itu, di sebuah kamar hotel, Lintang duduk di tepi ranjang, menunggu Jasmine yang masih membersihkan diri di dalam kamar mandi. Lelaki itu memikirkan bagaimana keadaan Embun sekarang, pasalnya wanita itu tidak terlihat lagi setelah akad nikah selesai. Lintang tau wanita itu pasti sangat terluka.

Lintang menatap ke arah pintu kamar mandi, apakah dia bisa melakukannya dengan Jasmine, sementara dirinya tidak mencintai wanita itu. Lintang meremas rambut, frustasi. Malam pengantin seharusnya menjadi malam yang bahagia bagi setiap pasangan yang baru saja halal, tetapi tidak dengan Lintang. Malam pengantinnya ini terasa hampa, hanya raga yang ada di tempat itu, tidak dengan hatinya.

"Maafkan aku untuk luka yang sengaja kubuat, Embun. Aku terpaksa," batin Lintang sambil menatap langit-langit kamar.

"Mas …." Suara Lembut Jasmine membuyarkan lamunan Lintang. Gadis itu tersenyum kepada suaminya lalu duduk di samping lelaki itu, dia terlihat malu-malu.

"Embun …." Entah mengapa Lintang melihat Jasmine sebagai Embun. Senyum di bibir Jasmine seketika hilang dan berganti dengan wajah masam.

"Mas! Ini aku Jasmine! Berhentilah memikirkannya, dia tidak akan pernah memberikan keturunan untukmu!" Jasmine marah.

"Maaf, Jasmine."

"Ini malam pertama kita, Mas! Harusnya kamu fokus sama kita bukan sama wanita mandul itu!"

"Jasmine, Embun itu istriku juga!"

"Mas bentak aku? Hanya karena wanita mandul itu? Padahal kita baru saja menikah." Mata Jasmine berkaca-kaca.

"Ja-Jasmine, bukan seperti itu maksudku." Lintang berusaha meraih tangan Jasmine. Namun, Jasmine menepis tangan Lintang.

"Aku akan katakan pada Papa agar segera mengurus perceraian kita!" Ancam Jasmine sambil beranjak menuju pintu. Namun, Lintang mencegahnya, dia tidak ingin orang tuanya kecewa. Bagaimana perasaan bu Inggrid dan pak Yolan jika pernikahan yang baru saja dilaksanakan harus segera berakhir.

"Jasmine, Jasmine, maafkan aku. Aku tidak sengaja." Lintang membawa Jasmine ke dalam pelukannya, gadis itu tersenyum karena merasa menang.

Bersambung ….

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Abigail Briel
lintang kok plin plan...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Madu Yang Beracun    Bab 4 | Satu Atap

    Embun mengerjapkan mata akibat pancaran sinar matahari yang berhasil menyelinap lewat celah jendela, matanya terasa aneh akibat menangis semalaman. Embun melirik ke samping, kosong, tidak ada lagi senyum hangat yang menyambutnya dan mengucapkan selamat 'pagi matahariku'. Embun tersenyum getir, dadanya kembali sesak mengingat semua yang sudah terjadi dalam waktu singkat ini. Embun berharap jika pagi ini dirinya bangun dari mimpi buruk. Namun, sayang yang terjadi adalah nyata. Embun bangkit lalu meregangkan badan yang terasa pegal, rasanya bukan hanya hati yang hancur, tapi raganya juga. Wanita itu segera menuju kamar mandi, dia akan melakukan aktivitas seperti biasa. Sehabis mandi Embun berpakaian rapi dan merias wajahnya yang sembab, meskipun sulit menyembunyikan kondisinya dibalik make-up. Embun mencoba berdamai dengan kenyataan, tidak ada gunanya terus menangis karena keadaan tidak akan berubah. Yang harus dia lakukan sekarang adalah menyiapkan mental untuk menghadapi segala kemu

  • Madu Yang Beracun    Bab 5 | Aku Ikhlas, Mas.

    , Embun melenggang ke dalam toko kue dengan wajah sembab, tidak dipedulikannya jika nanti ada mata yang memperhatikan. Ia mendaratkan bokong di kursi kebanggaannya, tubuhnya lelah. Wanita itu menyandarkan kepala pada sandaran kursi sambil mendongakkan kepala ke atas dengan mata terpejam. Embun mulai memikirkan skenario hidupnya, andai saja dirinya dapat memberikan keturunan untuk keluarga Svarga tentulah sang suami tidak akan menikah lagi. Sungguh malang nasibnya, berharap bahagia di pernikahan keduanya malah terjebak dalam lembah derita yang lebih menyakitkan. Bertahan sakit, pergi sulit itulah yang dirasakannya kini. Embun mengganti posisi, wanita itu menumpukan kedua sikunya di atas meja dengan telapak tangan menutupi wajah, menahan air mata yang hendak lolos karena perih hati tak kunjung reda. Apa dirinya terlalu egois karena tidak ingin berbagi cinta suami? Tapi wanita mana yang rela jika disposisi dirinya. Dirinya tidak sesolehah itu, dengan lapang dada menerima dipoligam

  • Madu Yang Beracun    Bab 6 | Rumit

    Pukul lima sore Embun pulang ke rumah, dengan malas ia menyeret langkahnya masuk ke dalam yang kini terasa hampa. Di dalam tampak sepi, entah kemana penghuni rumah itu, tetapi Embun tidak mempedulikan. Justru bagus ia tidak harus melihat wajah orang-orang yang hanya akan membuatnya sakit. Embun menghempas tubuhnya di atas ranjang sambil menatap langit-langit kamar, lelah karena seharian ini bermandi air mata. Tadi pagi ia sudah berusaha untuk kuat. Namun, ada saja hal yang membuat air matanya untuk tumpah. Embun melirik ke sampingnya, dimana biasanya sang suami terbaring. Kini ranjang itu tidak lagi sehangat dulu, bahkan semalaman ia hanya berteman dingin." "Aku harus terbiasa sendiri sekarang," gumam Embun dan tersenyum getir. Embun belum ada niat beranjak dari kasur empuk itu, malas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Lama-kelamaan kantuk menyapa dan ia pun tertidur. Entah berapa lama Embun tertidur hingga sebuah usapan lembut di pipinya membangunkannya dari buaian mimpi. Em

  • Madu Yang Beracun    Bab 7 | Tiket Honeymoon

    Embun menenggak segelas air putih meredakan haus dan tenggorokannya yang seperti tercekik. Matanya menerawang jauh memikirkan kesakitan hidupnya. Embun belum ingin beranjak dari dapur karena tidak kuasa ketika melewati kamar Jasmine. Wanita itu menghela napas kasar menghalau sesak yang menghimpit dada. "Berbagi itu indah, tapi berbagi suami itu menyakitkan," gumam Embun lalu kembali menenggak air minum. "Embun." Suara Lintang membuyarkan lamunannya. Embun terperanjat karena tiba-tiba Lintang sudah berada di sampingnya. Mata Embun memperhatikan Lintang dari ujung rambut sampai ujung kaki, terlihat keringat masih mengalir di pelipis lelaki itu. Embun bergidik, ia jijik membayangkan apa yang sudah Lintang dan Jasmine lakukan. Wanita itu menggeser tubuhnya sedikit menjauh dari Lintang. "Mas mau apa di sini?" tanya Embun pada akhirnya. "Aku haus," jawabnya singkat sambil tangannya terulur hendak mengambil gelas di tangan Embun. Embun segera menjauhkan gelas milikya, tidak sudih bibir

  • Madu Yang Beracun    Bab 8 | Sendiri

    Lintang menoleh pada jasmine lalu berkata, "Sebentar Jasmine, aku sedang berpamitan pada Mba-mu, apa kau tidak mau berpamitan juga?" "Ah, iya, aku hampir lupa. Maaf, Mas. Aku terlalu bahagia dan ingin segera tiba di tempat tujuan." Jasmine menghela napas kasar kemudian dengan berat melangkah masuk ke dalam rumah menghampiri Embun dan Lintang. Jasmine tidak mau terlalu menampakkan jika ia tidak suka pada Embun, entah apa alasannya, yang jelas hatinya menolak Embun berada dalam kehidupannya dan sang suami. Padahal, Embun lebih dulu memiliki Lintang ketimbang dirinya yang baru beberapa hari saja. Jasmine tersenyum palsu agar semua berjalan mulus. "Mba, aku sama Mas Lintang pergi dulu, ya. Mba, baik-baik di rumah. Doakan kami, Mba. Semoga pulang dari honeymoon aku segera hamil, biar mertua kita bahagia," ujar Jasmine menggores hati Embun. Lagi-lagi ucapan Jasmine melukainya, semakin menegaskan jika Embun bukanlah wanita sempurna. Embun tersenyum getir, akhir-akhir ini ia berubah menja

  • Madu Yang Beracun    Bab 9 | Curahan hati

    Dering ponsel Embun membangunkannya dari alam mimpi dan mendapati hari sudah pagi, ia belum ingin bangkit dari kasur, tubuhnya terasa remuk.Tangan Embun kemudian meraba ke atas nakas dimana ponselnya masih berdering. Embun melihat siapa yang menelpon, kemudian mengucek mata yang terasa aneh memastikan tidak salah lihat nama si pebelpon. "Mas Lintang," gumamnya dengan suara serak. Embun rasanya tidak ingin menerima panggilan itu. Ia tidak mengerti, saat sang suami jauh ia merasa rindu. Namun, bila melihat wajah lelaki itu ia muak. Setelah menimbang-nimbang akhirnya Embun menerima telpon dari lelaki yang sejak semalam mengganggu pikirannya. "Halo," jawab Embun setelah bangkit dan duduk. "Selamat pagi, matahariku!" ucap Lintang sambil tersenyum. Kata-kata yang tidak Embun dengar selama beberapa hari ini. Wanita tersebut bergeming, kalau dulu kalimat itu terdengar manis dan membuat hatinya berbunga-bunga. Namun, sekarang ia mendengarnya hanya sebatas bualan semata. Bibir Embun terkatup

  • Madu Yang Beracun    Bab 10 | Acara Ulang Tahun

    "Saya mau kamu buatkan kue ulang tahun unicorn yang cantik, mewah dan berbeda dari yang lain. Saya ingin memberikan yang terbaik untuk putri saya, sebagai ibu saya ingin membuat dia bahagia," lanjut Jenar. "Sayang, jangan seperti itu, kita bisa cari di toko yang lain," bisik Eros pada Jenar. Namun, terdengar jelas di telinga Embun. "Tidak mau! Aku maunya di sini!" rajuk Jenar seperti anak kecil, membuang wajah ke arah lain sambil tangannya bersilang dada. Perut buncitnya semakin jelas. "Iya, sayang. Jangan marah, dong. Kan, Mas cuma memberi saran saja," bujuk Eros sambil mengelus perut Jenar. Mata Embun perih melihat itu, bukan karena ia masih mencintai Eros, tapi merasa semakin tidak berdaya karena kekurangannya. Jujur dia iri pada Jenar. "Embun, apa bisa buatkan kue permintaan istri saya?" tanya Eros. Sebenarnya lelaki itu tidak enak hati meminta seperti yang Jenar inginkan, meskipun ia tahu toko Embun pasti menerima request pelanggan. Sebagai lelaki yang pernah menorehkan luk

  • Madu Yang Beracun    Bab 11 | Our Time

    Embun sudah rapi bersiap pergi ke toko kue, ia meraih tas dan beranjak meninggalkan kamar. Saat tangannya hampir menyentuh gagang pintu, pintu terbuka karena didorong dari luar. "Mas Lintang." Embun terkejut karena tiba-tiba Lintang muncul, lelaki yang sudah seminggu tidak ada kabar itu kini berada di depan mata. Embun melirik ke belakang sang suami mencari keberadaan Jasmine. Namun, perempuan itu tidak terlihat. "Aku merindukanmu." Lintang langsung memeluk Embun sambil menghirup aroma tubuh sang istri. Embun bergeming, matanya memanas mendengar kalimat tersebut, kalau memang sang suami merindukannya mengapa tidak menghubunginya. Mengapa setiap ungkapan yang keluar dari mulut lelaki itu terasa menyakitkan. Embun tidak membalas pelukan itu, tangannya hanya menggantung di samping badan. Lintang melepaskan pelukan, kedua tangan lelaki itu berpindah menangkup wajah Embun, mata mereka bertemu menyiratkan rindu yang menggebu. "Kau tidak merindukan aku?" kata itu meluncur dari mulu

Bab terbaru

  • Madu Yang Beracun    Bab 51 | Tak Sama Lagi

    Makan malam tiba, Bu Inggrid mendorong kursi roda suaminya mendekati meja makan. Mereka melihat Jasmine menunggu sendirian di sana.“Lho, Jasmine, Lintang mana? tanya Bu Inggrid sambil mengatur duduk suaminya.“Mas Lintang di rumah Mba Embun,” sahut Jasmine santai.“Ck! Anak itu, dasar keras kepala!” gerutu Bu Inggrid yang dapat terdengar jelas oleh Jasmine. Wanita hamil itu tersenyum tipis tanpa sepengetahuan mertuanya.“Telepon saja, Ma, suruh pulang anak itu biar dia tau tanggung jawabnya,” usul Pak Yolan. Beliau geram dengan tingkah Lintang yang meninggalkan istri yang sedang hamil.“Sebentar, Pa.” Bu Inggrid segera pergi dari ruang makan. Jasmine semakin senang, sedapat mungkin dia menahan bibir agar senyum jahatnya tidak lolos. Dia hanya memasang wajah polos.“Apa Lintang sering seperti ini?” tanya Pak Yolan pada menantu kesayangannya.“Ehm ….” Jasmine terlihat ragu-ragu untuk menjawab, padahal itu hanyalah sandiwara.“Katakan saja, tidak perlu merasa sungkan. Kamu sudah Papa an

  • Madu Yang Beracun    Bab 50 | Meminta Bantuan Helena

    “Tidak! Tidak sama sekali!” tukas Jenar berpura-pura. “Kaulah yang melakukan itu!” lanjutnya.“Kau yang memintanya!”“Aku memberimu uang!” sahut Jenar dengan ketus. “Kau saja yang bodoh, andai waktu itu ….” lanjutnya dan terhenti tatkala Jafar menyelanya.“Jika aku tidak pernah melakukan itu, tentu sampai saat ini kau tidak akan pernah memiliki Eros! Kau harusnya berterima kasih, permainamu yang bagus itu takluput dari peranku! Sekarang aku minta sedikit bagian dari apa yang kau capai dalam hidupmu itu dan kau menolak! Dasar tidak tahu diri!” sarkas Jafar.Air mata Embun meluncur begitu saja seiring luka lama yang kembali terbuka saat mengetahui fakta itu. Bibirnya bergetar menahan tangis, sedapat mungkin agar tidak menimbulkan suara.Embun beristighfar berkali-kali di dalam hati menahan sakit yang semakin menghunjam. rasanya pertahannya hampir runtuh. Segera dia menyudahi rekaman dan segera pergi dari cafe itu.Embun menepikan mobil di pinggir jalan karena pandangannya dipenuhi oleh

  • Madu Yang Beracun    Bab 49 | Mengetahui Sebuah Rahasia

    Embun tetap bergeming sambil menahan rasa yang ditimbulkan akibat sentuhan lembut itu. Tidak bisa dipungkiri tubuhnya sangat mendamba sentuhan itu, tetapi hatinya tidak siap."Sampai kapan kau akan terus berpura-pura tidur, padahal tubuhmu sangat menginginkan aku," ujar Lintang lalu perlahan menyingkirkan selimut yang membalut tubuh sang istri"Aku lelah, Mas. Mau tidur," sahut Embun menarik dan merapatkan selimutnya."Ayolah sayang …." Ucapan Lintang terhenti tatkala ponsel Embun di atas nakas memekik keras. Sang pemilik pun bangkit dan meraih benda pipih tersebut."Ganggu saja!" Gerutu Lintang dengan kesal. Lelaki itu mengusap wajah dengan frustasi karena dirinya sudah benar-benar diselimuti kabut napsu."Ada apa mama menelpon malam-malam seperti ini," batin Embun sambil menatap layar yang belum berhenti berdering itu."Siapa?" tanya Lintang dengan curiga, lantas Embun menunjukkan ponselnya pada sang suami dan berkata, "Mamamu!" Setelah itu Embun menjawab panggilan yang sudah tiga

  • Madu Yang Beracun    Bab 48 | Egois

    Embun melayangkan tamparan keras pada pipi Lintang. "Aku tidak serendah itu, Mas!" sarkasnya dengan dada naik turun karena emosi.Lintang bergeming sambil menahan panas yang menjalar di pipi. Dia tidak menyangka sang istri berani melakukan itu padanya. Matanya menatap tajam."Lalu, untuk apa kau menemui laki-laki lain di luar sana selain suamimu kalau bukan untuk selingkuh!" Lintang masih terbawa emosi, terbayang Embun berbincang dengan seorang pria di tepi jalan.Embun terdiam sejenak, rupanya lelaki itu melihatnya dan Eros tadi. "Tidak seperti itu, Mas! Kamu salah paham!" ujar Embun, "lelaki yang kau lihat itu adalah adik iparmu, Mas! Dia membantuku mengganti ban mobil yang kempes," lanjutnya.Amarah Lintang perlahan mereda setelah mendengar penjelasan sang istri. Ia bernapas lega, meski masih tersisa sedikit kecemburuan di hatinya mengingat Eros adalah mantan suami Embun."Memangnya kau dari mana malam-malam sendiri?" Pertanyaan konyo

  • Madu Yang Beracun    Bab 47 | Cemburu buta

    "Eros?""Ada yang bisa dibantu?" ujar mantan suami Embun tersebut. Embun terdiam sesaat dan nampak berpikir.""Embun." Suara Eros kembali mengejutkan wanita tersebut."Ban mobilku kempes dan aku tidak bisa menggantinya," ucap embun pada akhirnya. Setelah dipikir-pikir tidak ada salahnya jika dia meminta bantuan lelaki itu, toh di antara mereka sudah tidak ada perasaan apa-apa lagi. Lagi pula status mereka saat ini mereka adalah keluarga."Baiklah aku akan membantumu.""Terima kasih.""Tidak usah sungkan seperti itu, sudah seperti sama siapa saja," ujar Eros sambil mengikuti langkah Embun ke belakang mobil guna mengambil ban cadangan. Wanita itu hanya tersenyum canggung.Setelah itu tidak ada lagi pembicaraan antara mereka, mata Embun menatap ke jalan melihat kendaraan yang berlalu lalang, sementara Eros sibuk mengganti ban."Habis dari luar?" tanya Eros memecah kebisuan."Iya," jawab Embun singkat tanpa menoleh ke arah lawan bicara."Sendiri saja? Lintang mana?"Embun berdecak dalam

  • Madu Yang Beracun    Bab 46 | Kenapa harus berbohong?

    Embun melangkah masuk ke dalam cafe, pemandangan pertama yang dilihatnya cukup membuatnya terkejut. Lintang dan Jasmine juga berada di sana, mereka terlihat bahagia diselingi canda tawa.Jantungnya berdenyut perih, kakinya terpaku di lantai, ia merasa dibohongi karena Lintang tadi mengatakan baru saja kembali dari rumah sakit. Seharusnya wanita hamil tersebut istirahat di rumah jika memang yang dikatakan sang suami benar. Embun meremas gaunnya karena api kebencian berkobar di dada."Permisi, Mba," ucap seorang pengunjung yang hendak masuk. Embun tersadar ternyata dirinya menghalangi di pintu masuk."Maaf," ucap Embun setelahnya mencari meia untuk duduk. Ia duduk tidak jauh dari mria suami dan madunya."Kenapa kau ha

  • Madu Yang Beracun    Bab 45 | Apa kau pikir pahit itu obat?

    Jenar menutup pintu setelah mobil Eros menghilang di balik pagar. Bibirnya tersenyum bahagia karena kehidupan pernikahannya yang sempurna, sesuai dengan apa yang pernah diimpikan. Memiliki suami yang tampan dan penyayang, anak-anak yang lucu dan ekonomi yang berkecukupan.Jenar merasa menjadi wanita paling beruntung karena menikah dengan Eros, meskipun telah merebut lelaki itu dari wanita lain. Dia justru merasa bangga atas dosanya dan tidak merasa bersalah sama sekali.Ponsel di genggaman Jenar berdering, tanpa melihat nama si penelpon dia langsung menjawab panggilan itu sambil mendaratkan bokong di sofa. Dia mengira itu adalah Eros."Halo, Mas ...," ucap Jenar dengan lembut."Jenar …." Suara di seberang tel

  • Madu Yang Beracun    Bab 44 | Kau sangat berbahaya!

    Lintang berjalan gontai menuruni anak tangga, kepalanya terasa berat memikirkan permasalahan rumah tangga. Dia melihat Embun di ujung tangga yang entah dari mana hendak naik ke lantai atas."Embun!" Lintang mempercepat langkah mendekati Embun, sementara yang dipanggil menghentikan langkah seraya kepalanya mendongak ke arah suara."Aku mau bicara," tukas Lintang dan langsung menarik tangan Embun menuju ke taman belakang."Bukankah kita tadi sudah bicara," ujar Embun sambil mengikuti langkah suaminya. Namun, Lintang tidak menjawab perkataan sang istri. Lelaki itu menghempas tangan Embun kasar setelah sampai di taman."Kau sangat keras kepala!" ketus Lintang. Embun mengernyitkan kening, bingung.

  • Madu Yang Beracun    Bab 43 | Kau yang membuat jarak.

    "Aku mau hakku! Kita sudah lama tidak melakukan ini, kan?" ujar Lintang, "kau pasti juga merindukan sentuhanku," lanjutnya."Tidak, aku tidak mau!""Kenapa? Aku suamimu, aku berhak melakukan apapun terhadap tubuhmu," tegas Lintang."Kau minta saja pada Jasmine!""Kau juga istriku! Aku tidak ingin kau merasa seperti tidak memiliki suami. Ini, kan, yang kau mau?""Ini bukan hanya soal melakukan hubungan saja!" pekik Embun dalam hati, Lintang sudah salah mengartikan ucapannya."Tapi, aku sedang datang bulan!"Perlahan cengkraman tangan

DMCA.com Protection Status