Home / Pernikahan / Madu Yang Beracun / Bab 2 | Pernikahan

Share

Bab 2 | Pernikahan

Author: Dara Kirana
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Bel rumah berbunyi, Embun yang sedang bersiap pergi ke toko kuenya segera melesat ke depan melihat siapa yang berkunjung pagi-pagi. Embun membuka pintu dan nampaklah bu Inggrid yang merupakan ibu mertuanya. Embun mempersilakan bu Inggrid masu, lalu membuatkan beliau minuman.

"Bagaimana kabar kamu, Nak?" tanya bu Inggrid setelah Embun meletakkan minuman untuknya.

"Alhamdulillah baik, Ma," jawab Embun sambil mendaratkan bokong di sofa.

Bu Inggrid menyesap teh hangat buatan sang menantu, wanita paruh baya itu memang menyukai teh buatan Embun yang tidak terlalu manis dan pas di lidahnya.

"Apa Lintang sudah bicara sama kamu?" Bu Inggrid meletakkan cangkir teh

"Bicara apa, ya, Ma?" Embun terlihat bingung.

"Masalah pernikahan Lintang yang akan dilaksanakan minggu depan. Apa kamu sudah tau?" tukas bu Inggrid, seketika membuat tulang-tulang Embun serasa remuk, tidak kuat menopang bobot tubuhnya sendiri. Mata Embun berkaca-kaca, semalam Lintang meminta izin untuk menikah lagi, belum juga dirinya menjawab ternyata pernikahan sudah direncanakan. Rasa sakit dan luka yang semalam belum sempat kering. Namun, kembali ditoreh lagi dengan luka yang baru.

"Se-secepat itu, Ma?" Bibir Embun bergetar dan matanya berkaca-kaca.

"Iya. Mama harap kamu mengerti dan mau menerima karena Lintang adalah anak satu-satunya keluarga Svarga. Kami ingin keturunan darinya. Mama dan papa sudah menjodohkan Lintang dengan anak teman papa." Bu Inggrid kembali menyeruput teh buatan Embun dengan menahan perasaannya

Embun bergeming, tenggorokannya tercekat, air matanya lolos begitu saja karena merasa sangat hancur. Bu Inggrid melihat air mata kepedihan itu, beliau mengerti perasaan sang menantu, wanita mana yang rela suaminya menikah lagi. Dia sendiri menyayangi Embun, tapi dia juga menginginkan cucu dari anak semata wayangnya itu.

"Maafkan kami, Embun. Ini pasti menyakitkan untuk kamu, tapi mama berharap kamu bisa menerima dengan lapang dada. Memang tidak mudah, tapi mama yakin kamu bisa, kamu wanita yang kuat."

"Kamu tidak usah khawatir, kami tidak akan membeda-bedakan kamu dan istri Lintang, kalian berdua menantu kami," tambah bu Inggrid. Dalam hati Embun menolak percaya, sedikit banyak pasti ada perbedaan. Bukan tidak mungkin dirinya akan tersisih.

"Mama tidak akan memaksa kamu untuk bertahan dengan Lintang jika kamu tidak sanggup, tapi kembali lagi semua keputusan ada di tangan kalian berdua. Kamu harus tau, Lintang sangat mencintai kamu," lanjut bu Inggrid lagi sambil menatap Embun dengan 

"Aku inginnya pisah saja dari Mas Lintang, tapi dia gak mau menceraikan aku, sungguh ini lebih sakit daripada yang dilakukan Eros dulu," batin Embun sambil menyeka air mata yang tidak ingin berhenti keluar dengan tisu.

Bu Inggrid memeluk Embun yang belum berhenti terisak, merasa kasihan akan nasib sang menantu, tapi keinginannya dan suami jauh lebih besar. Embun tidak lagi merasakan hangat dalam pelukan wanita paruh baya itu, dirinya merasa seperti memeluk pohon berduri.

Seminggu kemudian … Embun membantu Lintang memasangkan jas selaku mempelai pria dari pengantin wanita lain. Dadanya sesak, dengan tangan bergetar Embun mengancingkan jas sang suami.

Selamat berbahagia, Mas," ucap Embun dengan suara bergetar menyembunyikan air mata. Tidak pernah menyangka jika dirinya akan membantu mempersiapkan diri sang suami untuk menikah lagi.

"Embun …."

"Pergilah, Mas. Mereka sudah menunggumu," sela Embun langsung berbalik hendak keluar dari ruangan. Setetes air mata berhasil lolos dan Embun segera menghapusnya.

"Embun." Lintang memeluk wanita yang sudah satu tahun menemaninya, kakinya terasa sangat berat untuk keluar dari kamar menuju penghulu yang sudah menunggu. 

"Aku mencintaimu," ungkap Lintang. Namun, Embun bergeming, nyatanya ungkapan itu tidak lagi membuatnya berbunga-bunga, yang dirasa justru semakin sakit.

"Lintang, kamu sudah siap, Nak?" Terdengar suara bu Inggrid. Embun segera melepaskan belitan tangan Lintang dari tubuhnya.

"Ayo, Nak. Semua sudah menunggu," ujar bu Inggrid.

Bu Inggrid dan Embun kemudian mendampingi Lintang berjalan menuju penghulu dan mempelai wanita yang sudah menunggu, di sana terlihat pak Yolan yang merupakan ayah mertua Embun duduk di kursi roda tampak sumringah dengan pernikahan kedua anaknya, berbeda dengan pernikahannya dulu lelaki itu tampak biasa dan tidak menunjukkan ekspresi apapun.

Embun juga melihat mantan suaminya dengan seorang wanita dengan perut buncit, Eros sesekali menyempatkan mengelus perut sang istri, mereka tampak sangat bahagia diselingi dengan canda tawa kecil. Embun semakin tidak berdaya, kekurangannya semakin terasa.

"Apa mereka kenal Mas Eros?" batin Embun sambil berusaha fokus menatap langkah ke depan.

Embun memang tidak tahu banyak tentang pernikahan Lintang dan calon madunya, dia hanya datang saat pernikahan hari ini. Embun rasanya ingin pingsan saja, semakin dekat ke meja penghulu kaki terasa berat untuk melangkah dan keadaan itu semakin menyiksa. "Tuhan, kuatkan aku," bisik Embun dalam hati.

Akhirnya, sampai juga Lintang di meja penghulu. Lintang segera duduk di samping calon istrinya. Wanita itu tersenyum bahagia menatap Lintang, meski tahu dirinya adalah yang kedua, tapi dirinya tidak merasa kalah. Pak penghulu menanyakan kesiapan calon pengantin secara bergantian.

"Bagaimana saudari Jasmine, apa anda siap?"

"Siap!" sahut Jasmine dengan malu-malu.

"Saudara Lintang! Apa, Anda, siap?"

"Si-siap!"

"Bagaimana, saudari Embun, apakah Anda ikhlas dan siap menerima saudari Jasmine sebagai madu, Anda?" Lalu pak penghulu menanyakan keikhlasan istri pertama dari mempelai laki-laki.

Mau tidak mau Embun harus mengangguk dan dengan berat hati berkata, "Saya Ikhlas, Pak." Embun menahan genangan air mata yang ingin segera tumpah. Tidak, dia tidak boleh menangis sekarang, setidaknya hingga ijab kabul selesai.

Embun tidak menyangka setahun yang lalu dirinya duduk disamping Lintang dan lelaki itu melantangkan ijab kabul untuknya di depan para saksi. Sekarang dirinya akan menyaksikan sang suami melantangkan ijab kabul untuk wanita lain, yang sebentar lagi menjadi madunya. Wanita cantik pilihan keluarga Svarga, yang pasti lebih sempurna darinya.

Lintang melirik istri pertamanya, tergambar jelas di wajah Embun jika dia tidak bahagia. Dalam hati Lintang mengucapkan beribu kata maaf untuk wanita itu. Ingin rasanya Lintang memeluk Embun, tetapi itu tidak mungkin dilakukannya sekarang.

"Baiklah, kalau begitu mari kita mulai," ucap Pak penghulu. Embun memejamkan mata sejenak meminimalisir sakit yang menjalar di dada.

"Saya nikahkan engkau Lintang Kanigara Svarga bin Yolan Svarga dengan Putri saya Jasmine Wijaya Putri binti Ramon Wijaya dengan mas kawin emas seberat 87 gram, satu set perhiasan dan seperangkat alat sholat dibayar tunai!" ucap Pak Ramon seraya menjabat tangan Lintang.

Embun tercengang, mendengar mas kawin yang diberikan, berbeda dengan dirinya dulu hanya berupa seperangkat alat sholat dan emas yang tidak sampai dua puluh gram, tetapi Embun maklum dan sadar diri, dia menikah dengan Lintang bukan gadis lagi. Embun tersenyum getir.

"Saya terima nikah dan kawinnya Embun Maheswari …." ucap Lintang dengan ragu sambil membayangkan wajah istri pertamanya.

"Lintang! Jasmine, ingat Jasmine," bisik bu Inggrid geram.

Ijab kabul pun diulang lagi, hingga tiga kali barulah Lintang berhasil mengucapkan dengan benar. Terlihat Jasmine jengkel karena Lintang salah menyebut nama.

"Saya terima nikah dan kawinnya Jasmine Wijaya Putri binti Ramon Wijaya dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!" ucap Lintang sambil menatap mata Pak Wijaya dan melawan rasa gugupnya.

"Bagaimana saksi?" tanya pak penghulu.

Kata sah menggema memekakkan telinga Embun. Semua orang mengucapkan syukur, kecuali Embun. Wanita itu bergeming dan setetes air mata lolos begitu saja. Secepat kilat Embun menghapus bulir bening itu kemudian beranjak pergi ke kamar kecil.

"Tuhan, lapangkan dadaku untuk menerima semua ini, ikhlaskan hatiku dan kuatkan aku," ucap Embun lirih disertai deraian air mata. Embun memukul-mukul dada karena rasa sakit semakin menguasai jiwa.

Hari ini adalah hari bahagia bagi semua orang terlebih bagi keluarga Svarga, tetapi tidak dengan Embun. Baginya hari ini adalah hari dimana kepedihan hidupnya dimulai. Akan ada banyak drama menyakitkan kedepannya, belum menapaki jalan itu saja rasanya dia ingin menyerah. Membayangkannya saja dia sudah tidak sanggup.

Cukup lama Embun menangis.Akhirnya, Embun keluar juga dari kamar kecil dan tidak ingin kembali ke ballroom. Hatinya tidak cukup kuat menerima kenyataan ini. Di wastafel, tidak sengaja Embun berpapasan dengan istri Eros. Jenar menatap sinis sambil tertawa kecil mengejek Embun.

"Sayang, kamu kok aktif sekali. Perut Mama sampe sakit kamu tendang-tendang." Jenar mengelus perutnya sambil melirik Embun lewat ekor mata. Embun berusaha mengabaikan rasa iri yang merasuk di hati dengan terus membersihkan wajah.

"Aduh, Kakak mana, sih katanya mau pipis tadi." Jenar pura-pura celingukan mencari putri sulungnya.

"Ya, seperti inilah rasanya punya anak, repot, tapi seru rumah jadi ramai, tidak sepi seperti kuburan, hidup juga jadi lebih berwarna. Nikmati saja Jenar, bersyukur kamu dipercaya Tuhan untuk dititipi anak karena tidak semua wanita bisa seperti kamu sekarang," monolog Jenar sengaja agar di dengar Embun. Dia masih ingat bagai Embun menamparnya di depan umum empat tahun yang lalu.

Telinga Embun panas mendengarnya, tetapi jiwanya lemas untuk meladeni istri mantan suaminya itu. Akhirnya, Embun bergegas keluar dari toilet dengan pikiran yang melalang buana. Celotehan Jenar tadi membuat kekurangannya semakin terasa.

Di depan Toilet, Embun tidak sengaja menabrak seseorang. "Maaf …," ucap Embun menggantung setelah tau siapa yang ditabraknya.

"Embun!"

"Kamu!"

Bersambung ….

Related chapters

  • Madu Yang Beracun    Bab 3 | Malam Dingin

    Bayangan Embun memergoki Eros dengan Jenar di sebuah food court empat tahun yang lalu berputar-putar di kepala bak sebuah film, padahal waktu itu belum ketuk palu dan Eros sudah ada pengganti dirinya. Embun merasa dikhianati, sakit itu tetap terasa, meski sudah tidak ada lagi cinta untuk Eros. Tidak ingin berbasa-basi, Embun segera melewati tubuh Eros. Namun, langkahnya terhenti ketika Eros mengatakan sesuatu. "Tidak bisakah kita berteman, Embun? Kamu terus saja membenciku, padahal …," ucapan Eros terjeda dikala mendengar lengkingan suara anak kecil memanggilnya. "Papa!" "Sayang!" Eros berbalik mendapati putri kecilnya berlari ke arahnya. "Papa, tante ini siapa?" tanya gadis kecil dengan tubuh gembul dan menggemaskan. Kalau saja anak itu bukan anak Eros rasanya Embun ingin mencubit pipinya yang chubby. "Tante ini teman Papa dan Mama, kenalan gih sama tantenya." "Halo tante, nama aku Embun." Dengan pintarnya bocah itu mengulurkan tangan. Embun terkejut mendengar nama anak itu sama

  • Madu Yang Beracun    Bab 4 | Satu Atap

    Embun mengerjapkan mata akibat pancaran sinar matahari yang berhasil menyelinap lewat celah jendela, matanya terasa aneh akibat menangis semalaman. Embun melirik ke samping, kosong, tidak ada lagi senyum hangat yang menyambutnya dan mengucapkan selamat 'pagi matahariku'. Embun tersenyum getir, dadanya kembali sesak mengingat semua yang sudah terjadi dalam waktu singkat ini. Embun berharap jika pagi ini dirinya bangun dari mimpi buruk. Namun, sayang yang terjadi adalah nyata. Embun bangkit lalu meregangkan badan yang terasa pegal, rasanya bukan hanya hati yang hancur, tapi raganya juga. Wanita itu segera menuju kamar mandi, dia akan melakukan aktivitas seperti biasa. Sehabis mandi Embun berpakaian rapi dan merias wajahnya yang sembab, meskipun sulit menyembunyikan kondisinya dibalik make-up. Embun mencoba berdamai dengan kenyataan, tidak ada gunanya terus menangis karena keadaan tidak akan berubah. Yang harus dia lakukan sekarang adalah menyiapkan mental untuk menghadapi segala kemu

  • Madu Yang Beracun    Bab 5 | Aku Ikhlas, Mas.

    , Embun melenggang ke dalam toko kue dengan wajah sembab, tidak dipedulikannya jika nanti ada mata yang memperhatikan. Ia mendaratkan bokong di kursi kebanggaannya, tubuhnya lelah. Wanita itu menyandarkan kepala pada sandaran kursi sambil mendongakkan kepala ke atas dengan mata terpejam. Embun mulai memikirkan skenario hidupnya, andai saja dirinya dapat memberikan keturunan untuk keluarga Svarga tentulah sang suami tidak akan menikah lagi. Sungguh malang nasibnya, berharap bahagia di pernikahan keduanya malah terjebak dalam lembah derita yang lebih menyakitkan. Bertahan sakit, pergi sulit itulah yang dirasakannya kini. Embun mengganti posisi, wanita itu menumpukan kedua sikunya di atas meja dengan telapak tangan menutupi wajah, menahan air mata yang hendak lolos karena perih hati tak kunjung reda. Apa dirinya terlalu egois karena tidak ingin berbagi cinta suami? Tapi wanita mana yang rela jika disposisi dirinya. Dirinya tidak sesolehah itu, dengan lapang dada menerima dipoligam

  • Madu Yang Beracun    Bab 6 | Rumit

    Pukul lima sore Embun pulang ke rumah, dengan malas ia menyeret langkahnya masuk ke dalam yang kini terasa hampa. Di dalam tampak sepi, entah kemana penghuni rumah itu, tetapi Embun tidak mempedulikan. Justru bagus ia tidak harus melihat wajah orang-orang yang hanya akan membuatnya sakit. Embun menghempas tubuhnya di atas ranjang sambil menatap langit-langit kamar, lelah karena seharian ini bermandi air mata. Tadi pagi ia sudah berusaha untuk kuat. Namun, ada saja hal yang membuat air matanya untuk tumpah. Embun melirik ke sampingnya, dimana biasanya sang suami terbaring. Kini ranjang itu tidak lagi sehangat dulu, bahkan semalaman ia hanya berteman dingin." "Aku harus terbiasa sendiri sekarang," gumam Embun dan tersenyum getir. Embun belum ada niat beranjak dari kasur empuk itu, malas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Lama-kelamaan kantuk menyapa dan ia pun tertidur. Entah berapa lama Embun tertidur hingga sebuah usapan lembut di pipinya membangunkannya dari buaian mimpi. Em

  • Madu Yang Beracun    Bab 7 | Tiket Honeymoon

    Embun menenggak segelas air putih meredakan haus dan tenggorokannya yang seperti tercekik. Matanya menerawang jauh memikirkan kesakitan hidupnya. Embun belum ingin beranjak dari dapur karena tidak kuasa ketika melewati kamar Jasmine. Wanita itu menghela napas kasar menghalau sesak yang menghimpit dada. "Berbagi itu indah, tapi berbagi suami itu menyakitkan," gumam Embun lalu kembali menenggak air minum. "Embun." Suara Lintang membuyarkan lamunannya. Embun terperanjat karena tiba-tiba Lintang sudah berada di sampingnya. Mata Embun memperhatikan Lintang dari ujung rambut sampai ujung kaki, terlihat keringat masih mengalir di pelipis lelaki itu. Embun bergidik, ia jijik membayangkan apa yang sudah Lintang dan Jasmine lakukan. Wanita itu menggeser tubuhnya sedikit menjauh dari Lintang. "Mas mau apa di sini?" tanya Embun pada akhirnya. "Aku haus," jawabnya singkat sambil tangannya terulur hendak mengambil gelas di tangan Embun. Embun segera menjauhkan gelas milikya, tidak sudih bibir

  • Madu Yang Beracun    Bab 8 | Sendiri

    Lintang menoleh pada jasmine lalu berkata, "Sebentar Jasmine, aku sedang berpamitan pada Mba-mu, apa kau tidak mau berpamitan juga?" "Ah, iya, aku hampir lupa. Maaf, Mas. Aku terlalu bahagia dan ingin segera tiba di tempat tujuan." Jasmine menghela napas kasar kemudian dengan berat melangkah masuk ke dalam rumah menghampiri Embun dan Lintang. Jasmine tidak mau terlalu menampakkan jika ia tidak suka pada Embun, entah apa alasannya, yang jelas hatinya menolak Embun berada dalam kehidupannya dan sang suami. Padahal, Embun lebih dulu memiliki Lintang ketimbang dirinya yang baru beberapa hari saja. Jasmine tersenyum palsu agar semua berjalan mulus. "Mba, aku sama Mas Lintang pergi dulu, ya. Mba, baik-baik di rumah. Doakan kami, Mba. Semoga pulang dari honeymoon aku segera hamil, biar mertua kita bahagia," ujar Jasmine menggores hati Embun. Lagi-lagi ucapan Jasmine melukainya, semakin menegaskan jika Embun bukanlah wanita sempurna. Embun tersenyum getir, akhir-akhir ini ia berubah menja

  • Madu Yang Beracun    Bab 9 | Curahan hati

    Dering ponsel Embun membangunkannya dari alam mimpi dan mendapati hari sudah pagi, ia belum ingin bangkit dari kasur, tubuhnya terasa remuk.Tangan Embun kemudian meraba ke atas nakas dimana ponselnya masih berdering. Embun melihat siapa yang menelpon, kemudian mengucek mata yang terasa aneh memastikan tidak salah lihat nama si pebelpon. "Mas Lintang," gumamnya dengan suara serak. Embun rasanya tidak ingin menerima panggilan itu. Ia tidak mengerti, saat sang suami jauh ia merasa rindu. Namun, bila melihat wajah lelaki itu ia muak. Setelah menimbang-nimbang akhirnya Embun menerima telpon dari lelaki yang sejak semalam mengganggu pikirannya. "Halo," jawab Embun setelah bangkit dan duduk. "Selamat pagi, matahariku!" ucap Lintang sambil tersenyum. Kata-kata yang tidak Embun dengar selama beberapa hari ini. Wanita tersebut bergeming, kalau dulu kalimat itu terdengar manis dan membuat hatinya berbunga-bunga. Namun, sekarang ia mendengarnya hanya sebatas bualan semata. Bibir Embun terkatup

  • Madu Yang Beracun    Bab 10 | Acara Ulang Tahun

    "Saya mau kamu buatkan kue ulang tahun unicorn yang cantik, mewah dan berbeda dari yang lain. Saya ingin memberikan yang terbaik untuk putri saya, sebagai ibu saya ingin membuat dia bahagia," lanjut Jenar. "Sayang, jangan seperti itu, kita bisa cari di toko yang lain," bisik Eros pada Jenar. Namun, terdengar jelas di telinga Embun. "Tidak mau! Aku maunya di sini!" rajuk Jenar seperti anak kecil, membuang wajah ke arah lain sambil tangannya bersilang dada. Perut buncitnya semakin jelas. "Iya, sayang. Jangan marah, dong. Kan, Mas cuma memberi saran saja," bujuk Eros sambil mengelus perut Jenar. Mata Embun perih melihat itu, bukan karena ia masih mencintai Eros, tapi merasa semakin tidak berdaya karena kekurangannya. Jujur dia iri pada Jenar. "Embun, apa bisa buatkan kue permintaan istri saya?" tanya Eros. Sebenarnya lelaki itu tidak enak hati meminta seperti yang Jenar inginkan, meskipun ia tahu toko Embun pasti menerima request pelanggan. Sebagai lelaki yang pernah menorehkan luk

Latest chapter

  • Madu Yang Beracun    Bab 51 | Tak Sama Lagi

    Makan malam tiba, Bu Inggrid mendorong kursi roda suaminya mendekati meja makan. Mereka melihat Jasmine menunggu sendirian di sana.“Lho, Jasmine, Lintang mana? tanya Bu Inggrid sambil mengatur duduk suaminya.“Mas Lintang di rumah Mba Embun,” sahut Jasmine santai.“Ck! Anak itu, dasar keras kepala!” gerutu Bu Inggrid yang dapat terdengar jelas oleh Jasmine. Wanita hamil itu tersenyum tipis tanpa sepengetahuan mertuanya.“Telepon saja, Ma, suruh pulang anak itu biar dia tau tanggung jawabnya,” usul Pak Yolan. Beliau geram dengan tingkah Lintang yang meninggalkan istri yang sedang hamil.“Sebentar, Pa.” Bu Inggrid segera pergi dari ruang makan. Jasmine semakin senang, sedapat mungkin dia menahan bibir agar senyum jahatnya tidak lolos. Dia hanya memasang wajah polos.“Apa Lintang sering seperti ini?” tanya Pak Yolan pada menantu kesayangannya.“Ehm ….” Jasmine terlihat ragu-ragu untuk menjawab, padahal itu hanyalah sandiwara.“Katakan saja, tidak perlu merasa sungkan. Kamu sudah Papa an

  • Madu Yang Beracun    Bab 50 | Meminta Bantuan Helena

    “Tidak! Tidak sama sekali!” tukas Jenar berpura-pura. “Kaulah yang melakukan itu!” lanjutnya.“Kau yang memintanya!”“Aku memberimu uang!” sahut Jenar dengan ketus. “Kau saja yang bodoh, andai waktu itu ….” lanjutnya dan terhenti tatkala Jafar menyelanya.“Jika aku tidak pernah melakukan itu, tentu sampai saat ini kau tidak akan pernah memiliki Eros! Kau harusnya berterima kasih, permainamu yang bagus itu takluput dari peranku! Sekarang aku minta sedikit bagian dari apa yang kau capai dalam hidupmu itu dan kau menolak! Dasar tidak tahu diri!” sarkas Jafar.Air mata Embun meluncur begitu saja seiring luka lama yang kembali terbuka saat mengetahui fakta itu. Bibirnya bergetar menahan tangis, sedapat mungkin agar tidak menimbulkan suara.Embun beristighfar berkali-kali di dalam hati menahan sakit yang semakin menghunjam. rasanya pertahannya hampir runtuh. Segera dia menyudahi rekaman dan segera pergi dari cafe itu.Embun menepikan mobil di pinggir jalan karena pandangannya dipenuhi oleh

  • Madu Yang Beracun    Bab 49 | Mengetahui Sebuah Rahasia

    Embun tetap bergeming sambil menahan rasa yang ditimbulkan akibat sentuhan lembut itu. Tidak bisa dipungkiri tubuhnya sangat mendamba sentuhan itu, tetapi hatinya tidak siap."Sampai kapan kau akan terus berpura-pura tidur, padahal tubuhmu sangat menginginkan aku," ujar Lintang lalu perlahan menyingkirkan selimut yang membalut tubuh sang istri"Aku lelah, Mas. Mau tidur," sahut Embun menarik dan merapatkan selimutnya."Ayolah sayang …." Ucapan Lintang terhenti tatkala ponsel Embun di atas nakas memekik keras. Sang pemilik pun bangkit dan meraih benda pipih tersebut."Ganggu saja!" Gerutu Lintang dengan kesal. Lelaki itu mengusap wajah dengan frustasi karena dirinya sudah benar-benar diselimuti kabut napsu."Ada apa mama menelpon malam-malam seperti ini," batin Embun sambil menatap layar yang belum berhenti berdering itu."Siapa?" tanya Lintang dengan curiga, lantas Embun menunjukkan ponselnya pada sang suami dan berkata, "Mamamu!" Setelah itu Embun menjawab panggilan yang sudah tiga

  • Madu Yang Beracun    Bab 48 | Egois

    Embun melayangkan tamparan keras pada pipi Lintang. "Aku tidak serendah itu, Mas!" sarkasnya dengan dada naik turun karena emosi.Lintang bergeming sambil menahan panas yang menjalar di pipi. Dia tidak menyangka sang istri berani melakukan itu padanya. Matanya menatap tajam."Lalu, untuk apa kau menemui laki-laki lain di luar sana selain suamimu kalau bukan untuk selingkuh!" Lintang masih terbawa emosi, terbayang Embun berbincang dengan seorang pria di tepi jalan.Embun terdiam sejenak, rupanya lelaki itu melihatnya dan Eros tadi. "Tidak seperti itu, Mas! Kamu salah paham!" ujar Embun, "lelaki yang kau lihat itu adalah adik iparmu, Mas! Dia membantuku mengganti ban mobil yang kempes," lanjutnya.Amarah Lintang perlahan mereda setelah mendengar penjelasan sang istri. Ia bernapas lega, meski masih tersisa sedikit kecemburuan di hatinya mengingat Eros adalah mantan suami Embun."Memangnya kau dari mana malam-malam sendiri?" Pertanyaan konyo

  • Madu Yang Beracun    Bab 47 | Cemburu buta

    "Eros?""Ada yang bisa dibantu?" ujar mantan suami Embun tersebut. Embun terdiam sesaat dan nampak berpikir.""Embun." Suara Eros kembali mengejutkan wanita tersebut."Ban mobilku kempes dan aku tidak bisa menggantinya," ucap embun pada akhirnya. Setelah dipikir-pikir tidak ada salahnya jika dia meminta bantuan lelaki itu, toh di antara mereka sudah tidak ada perasaan apa-apa lagi. Lagi pula status mereka saat ini mereka adalah keluarga."Baiklah aku akan membantumu.""Terima kasih.""Tidak usah sungkan seperti itu, sudah seperti sama siapa saja," ujar Eros sambil mengikuti langkah Embun ke belakang mobil guna mengambil ban cadangan. Wanita itu hanya tersenyum canggung.Setelah itu tidak ada lagi pembicaraan antara mereka, mata Embun menatap ke jalan melihat kendaraan yang berlalu lalang, sementara Eros sibuk mengganti ban."Habis dari luar?" tanya Eros memecah kebisuan."Iya," jawab Embun singkat tanpa menoleh ke arah lawan bicara."Sendiri saja? Lintang mana?"Embun berdecak dalam

  • Madu Yang Beracun    Bab 46 | Kenapa harus berbohong?

    Embun melangkah masuk ke dalam cafe, pemandangan pertama yang dilihatnya cukup membuatnya terkejut. Lintang dan Jasmine juga berada di sana, mereka terlihat bahagia diselingi canda tawa.Jantungnya berdenyut perih, kakinya terpaku di lantai, ia merasa dibohongi karena Lintang tadi mengatakan baru saja kembali dari rumah sakit. Seharusnya wanita hamil tersebut istirahat di rumah jika memang yang dikatakan sang suami benar. Embun meremas gaunnya karena api kebencian berkobar di dada."Permisi, Mba," ucap seorang pengunjung yang hendak masuk. Embun tersadar ternyata dirinya menghalangi di pintu masuk."Maaf," ucap Embun setelahnya mencari meia untuk duduk. Ia duduk tidak jauh dari mria suami dan madunya."Kenapa kau ha

  • Madu Yang Beracun    Bab 45 | Apa kau pikir pahit itu obat?

    Jenar menutup pintu setelah mobil Eros menghilang di balik pagar. Bibirnya tersenyum bahagia karena kehidupan pernikahannya yang sempurna, sesuai dengan apa yang pernah diimpikan. Memiliki suami yang tampan dan penyayang, anak-anak yang lucu dan ekonomi yang berkecukupan.Jenar merasa menjadi wanita paling beruntung karena menikah dengan Eros, meskipun telah merebut lelaki itu dari wanita lain. Dia justru merasa bangga atas dosanya dan tidak merasa bersalah sama sekali.Ponsel di genggaman Jenar berdering, tanpa melihat nama si penelpon dia langsung menjawab panggilan itu sambil mendaratkan bokong di sofa. Dia mengira itu adalah Eros."Halo, Mas ...," ucap Jenar dengan lembut."Jenar …." Suara di seberang tel

  • Madu Yang Beracun    Bab 44 | Kau sangat berbahaya!

    Lintang berjalan gontai menuruni anak tangga, kepalanya terasa berat memikirkan permasalahan rumah tangga. Dia melihat Embun di ujung tangga yang entah dari mana hendak naik ke lantai atas."Embun!" Lintang mempercepat langkah mendekati Embun, sementara yang dipanggil menghentikan langkah seraya kepalanya mendongak ke arah suara."Aku mau bicara," tukas Lintang dan langsung menarik tangan Embun menuju ke taman belakang."Bukankah kita tadi sudah bicara," ujar Embun sambil mengikuti langkah suaminya. Namun, Lintang tidak menjawab perkataan sang istri. Lelaki itu menghempas tangan Embun kasar setelah sampai di taman."Kau sangat keras kepala!" ketus Lintang. Embun mengernyitkan kening, bingung.

  • Madu Yang Beracun    Bab 43 | Kau yang membuat jarak.

    "Aku mau hakku! Kita sudah lama tidak melakukan ini, kan?" ujar Lintang, "kau pasti juga merindukan sentuhanku," lanjutnya."Tidak, aku tidak mau!""Kenapa? Aku suamimu, aku berhak melakukan apapun terhadap tubuhmu," tegas Lintang."Kau minta saja pada Jasmine!""Kau juga istriku! Aku tidak ingin kau merasa seperti tidak memiliki suami. Ini, kan, yang kau mau?""Ini bukan hanya soal melakukan hubungan saja!" pekik Embun dalam hati, Lintang sudah salah mengartikan ucapannya."Tapi, aku sedang datang bulan!"Perlahan cengkraman tangan

DMCA.com Protection Status