Cafe Greenland, sesuai dengan namanya cafe tersebut mengusung tema alam hijau yang asri di tengah jakarta yang panas ini.Anya yang melihat itu tampak tak terkesan sama sekali, dia lebih fokus ke pertemuannya dengan Dimas kali ini.Tampilannya cukup tertutup karena namanya sekarang masih menjadi perbincangan masyarakat akibat berita tentang keluarganya yang masih belum reda, terlebih dia harus bertemu dengan mantan suaminya itu yang menjadi sumber masalah ini.Di ujung ruangan, Anya bisa melihat siluet Dimas yang duduk tenang di depan jendela dengan menyesap kopi yang sudah dia pesan. Dengan Segera Anya menghampiri pria itu.“Kita selesaikan ini dengan cepat.” Ucapnya dengan serius ketika dia berhasil duduk di depan pria itu saat ini.Dimas mengangkat wajahnya dan menatap Anya dengan tatapan tajam. "Aku tidak bermaksud membuat masalah sebesar ini, Anya. Tapi aku tak punya pilihan lain."Anya mendesah, mencoba menahan emosinya. "Dimas, kamu tahu bahwa tindakanmu hanya memperburuk keada
Anya tampak tersenyum melihat laporan jika Dimas benar-benar diperiksa dan akan menjalani proses persidangan.“Akhirnya semua selesai, Mas.” Ucap Anya dengan lembut pada suaminya sambil menikmati waktu sore hari mereka di taman rumah kaca dengan menikmati teh hijau yang hangat.David yang mendengar itu tersenyum, “Aku tak ingin lama-lama, aku ingin segera membangun rumah tangga yang damai bersamamu.” Anya tersenyum, “Aku juga, Mas. Aku harap kamu tak akan berubah di masa depan dan terus mencintaiku seperti ini.”David menatap Anya dengan penuh kasih sayang, menggenggam tangannya dengan lembut. "Aku berjanji, sayang. Kita akan selalu bersama dan menghadapi segala rintangan bersama-sama. Cintaku sudah habis padamu."Anya merasakan kehangatan dan ketulusan dari suaminya, membuatnya semakin yakin bahwa mereka akan melalui semua ini dengan baik. "Terima kasih, Mas. Aku juga berjanji akan selalu mendukungmu dan mencintaimu apapun yang terjadi."Mereka berdua menikmati momen damai tersebut,
Di atas bangunan yang terbengkalai, Tyo merenung sambil melihat lampu kota dan angin malam yang berembus melewatinya. Rokok di tangannya sudah hampir habis, namun tak ada niatan dari pria itu untuk membuangnya.“Apa yang harus kita lakukan, bos? Regina sudah mengakuinya jika dimas adalah anakmu.” Tanya Amar yang berdiri di belakang pria itu.Helaan nafas berat dari Tyo mulai terdengar.Tyo menghembuskan asap rokoknya dengan perlahan, matanya tetap memandang ke arah lampu-lampu kota yang berkilauan di kejauhan. "Kita harus melindungi Dimas. Dia tidak tahu kebenaran ini dan pasti akan terkejut. Aku tidak ingin darah dagingku menderita."Amar mengangguk pelan, merasakan beban yang ditanggung oleh Tyo. "Kita perlu mengatur langkah kita dengan hati-hati. Jika Dimas mengetahui kebenaran ini terlalu tiba-tiba, itu bisa membuatnya tertekan terlebih status ayahnya yang menjadi pemimpin gangster."Tyo mematikan rokoknya di lantai beton, menginjak puntungnya dengan sepatu boot yang kokoh. "Aku a
Ruangan besar dengan beberapa orang penting dalam proyek yang akan dijalankan tahun depan tampak terlihat serius.Mereka sedang mendiskusikan siapa yang akan menjalankan proyek pemerintahan yang akan menghabiskan dana ratusan milyar tersebut untuk pembangunan infrastruktur yang akan memajukan infrastuktur negara.“Setelah melihat beberapa isu dan berita kali ini, kami sudah memutuskan jika tuan Davis Baskara yang akan menghandle proyek besar ini.” Ucap salah satu perwakilan pemerintah dengan suara tegasnya.Ruangan besar tersebut langsung dipenuhi oleh tepuk tangan dan ucapan selamat dari para hadirin. David Baskara yang telah banyak dikenal karena integritas dan kemampuan manajemennya, merasa bangga dan bersyukur atas kepercayaan yang diberikan oleh pemerintah.David berdiri dan mengangguk dengan rasa hormat. "Terima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepada saya dan tim saya. Kami berkomitmen untuk menjalankan proyek ini dengan penuh dedikasi dan profesionalisme, memastikan bahwa
Detak jantung Tyo berdetak lebih cepat dari biasanya, ini adalah pertama kalinya dia akan bertemu dengan putranya setelah selama ini dia tak mengetahui jika dia telah memiliki putra sebelumnya.“Bos, aku tunggu diluar.” Ucap Amar Tyo mengangguk pada Amar sebelum dia mengambil tempat duduk di depan kaca pembatas. Ruangan itu sunyi, hanya ada suara langkah-langkah yang mendekat dari arah pintu di dalam penjara.Beberapa saat kemudian, Dimas muncul dengan seragam tahanan, wajahnya tampak lelah dan penuh kebencian. Ketika dia melihat Tyo di sisi lain dari kaca, matanya menyipit penuh kecurigaan.Dimas mengambil telepon yang tersedia dan menatap Tyo dengan tajam. "Siapa kamu. Dan Apa yang kamu mau?" tanyanya dengan nada sinis.Tyo menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. "Aku hanya ingin bicara denganmu, Dimas. Ada banyak hal yang perlu kamu ketahui."Dimas mengerutkan kening. "Hal apa? Aku tidak punya waktu untuk omong kosong."Tyo menatap Dimas dengan serius. "Ini bukan om
Bandara internasional soekarno-hatta.Pria muda tampan berusia dua puluh tiga tahun dengan paras fisik orang Amerika yang sangat khas turun dari pesawatnya setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang.“Selamat datang, tuan muda Matthew.” Salah seorang pria dengan jas hitam menyambut kedatangan pria muda itu.Matthew hanya mengangguk, dia tak pernah bersikap ramah pada siapapun kecuali bersama dengan ibunya.“where is my mother?” Tanya Matthew dengan dingin.“Nyonya Amelia sedang rapat bisnis pagi ini, siang beliau akan menemui anda di mansion. Apakah ada yang anda butuhkan?”“Nothing.” Jawabnya dengan dingin.Pengawal yang menjemput Matthew segera mengarahkan tuan muda tersebut ke sebuah mobil mewah, mereka melajukan mobilnya membelah hiruk pikuk kota jakarta menuju ke sebuah mansion mewah.Matthew cukup menikmati pemandangan kota jakarta meskipun banyak polusi diluar sana, hingga matanya menangkap ke arah sebuah billboard. Dia cukup lama memandangi gambar seorang wanita disana, wa
“Ouhhh, my baby. Kau akhirnya datang.” Amelia yang baru tiba di mansion langsung menghampiri putranya yang tengah duduk bersantai di sofa.Matthew yang melihat ibunya langsung tersenyum lalu berdiri menyambut pelukan hangat sang ibu.“Ibu terlihat lelah.” Ucap Matthew dengan lembut.Amelia tersenyum lalu mengajak putra semata wayangnya itu untuk duduk kembali di sofa. “Demi masa depanmu, ibu akan melakukan apapun untukmu. Jadi bagaimana, apakah kuliahmu bisa selesai tahun ini?” Tanya Amelia dengan wajah yang tampak bersemangat.Matthew tersenyum, “Ya, tapi aku ingin menyelesaikannya disini.” Ucap Matthew yang membuat Amelia terkejut.“Are you kidding, boy?”Matthew menggeleng pelan. "Tidak, Bu. Aku serius. Aku merasa lebih dekat dengan rumah, dan aku pikir bisa lebih fokus menyelesaikan kuliahku di sini."Amelia menatap putranya dengan bingung. "Tapi mengapa tiba-tiba, sayang? Bukankah kamu sudah nyaman di luar negeri?"Matthew menghela napas. "Aku merasa ada banyak hal yang aku lewat
Seluruh ballroom hotel telah penuh dengan tamu undangan yang merupakan relasi milik Nersa saat ini.Nersa dan Anya berjalan menuju red karpet yang sudah dipersiapkan, Nersa tampak sangat bahagia disana melihat banyak dukungan bahkan karangan bunga untuk mengucapkan selamat atas perilisan produknya minggu ini.Anya yang berjalan di samping Nersa pun ikut bangga, hingga saat mereka sampai di depan podium, Anya melepaskan tangan Nersa yang menaut ke tangannya untuk memberikan ruang bagi wanita itu untuk menyampaikan sepatah dua patah kata sebagai sambutan dan dibukanya pesta pada malam hari ini.Nersa melangkah ke podium dengan anggun, sorot lampu mengikuti setiap langkahnya. Suara gemuruh tepuk tangan memenuhi ballroom, memberikan semangat lebih pada Nersa. Anya, yang berdiri sedikit di belakang, tersenyum bangga melihat sahabatnya bersinar di malam ini.Nersa mengangkat mikrofon, tersenyum lebar kepada tamu-tamu yang hadir. "Selamat malam, semuanya. Terima kasih atas kehadiran dan duku