“Maaf, pak. Dari informasi pihak pak David telah memblokir rekening anda.” Ucap teller bank dengan sopan pada Dimas yang saat ini sedang menanyakan masalah ATM-nya yang tak bisa digunakan.Dimas terkejut dan marah mendengar penjelasan dari teller bank. "Pak David? Kenapa dia memblokir rekening saya? Dia tidak punya hak untuk melakukan itu!" ucapnya dengan suara yang mulai meninggi.Teller bank mencoba untuk tetap tenang dan profesional. "Maaf, Pak Dimas. Berdasarkan informasi yang kami terima, Pak David memiliki otoritas untuk melakukan itu. Jika Anda ingin mengetahui lebih lanjut, mungkin sebaiknya Anda langsung menghubungi beliau."Dimas mengepalkan tangannya dengan geram, tapi dia tahu bahwa marah pada teller bank tidak akan menyelesaikan masalah. "Baik, terima kasih," katanya dengan dingin sebelum meninggalkan bank bersama Anggun.Di luar bank, Anggun memegang tangan Dimas dengan cemas. "Mas, kenapa ayah mertua melakukan ini? Apa yang akan kita lakukan sekarang?"Dimas menghela na
“APA?!” Dimas yang mendengar itu sangat shock.David hanya diam dan tersenyum, “Bagaimana? Apakah kamu terkejut, anak yang kamu pilih untuk menceraikan istri pertama mu demi menikahi wanita yang telah menipumu pada akhirnya semua palsu dan fakta tak bisa diubah, kamu mandul Dimas.” Ucap David dengan tenang.“T-tidak.” Dimas menggeleng tidak percaya, lalu ,menatap ke arah Anggun dengan tatapan benci dan jijik secara bersamaan.Anggun yang menangis tersedu-sedu, merasa putus asa. "Mas, aku bisa jelaskan, tolong dengar aku," pintanya dengan suara bergetar.Namun, Dimas tidak mendengarkannya. "Kamu... Kamu menghancurkan hidupku," katanya dengan suara penuh kemarahan. "Selama ini, kamu menipuku. Apa yang kamu lakukan, Anggun? Siapa ayah dari anak yang kamu kandung?"Anggun merasa terpojok, tidak mampu memberikan jawaban yang memuaskan. Air matanya terus mengalir deras. "Mas, aku... aku minta maaf. Aku tidak tahu harus berkata apa," ucapnya dengan putus asa.Hingga Anya yang sejak tadi di d
Kali ini Regina dan Andi bertemu dengan tuan Hadi di sebuah apartemen mewah milik pria tua itu.“Regina, apapun yang terjadi disana semua ada ditanganmu.” Ucap Andi dengan serius sebelum mereka memencet bel pintu apartemen tersebut.Regina mengangguk, menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri sebelum memencet bel. Mereka menunggu beberapa saat sebelum pintu dibuka oleh seorang pria tua dengan penampilan elegan. Tuan Hadi tersenyum lebar melihat kedatangan mereka. "Regina, Andi, silakan masuk," katanya dengan ramah.Mereka berdua masuk ke dalam apartemen mewah itu, merasa sedikit gugup tetapi berusaha untuk tetap tenang. Tuan Hadi mempersilahkan mereka duduk di ruang tamu yang nyaman, lengkap dengan pemandangan indah kota dari jendela besar di belakangnya."Jadi, apa yang bisa saya bantu kali ini?" tanya Tuan Hadi sambil duduk di kursi berhadapan dengan Regina dan Andi.Regina mengambil alih pembicaraan. "Tuan Hadi, saya ingin mempercepat rencana kita.” Ucapnya dengan serius.T
Mobil yang dipakai Andi dan Regina melesat cepat membelah jalan raya jakarta yang cukup santai siang itu.Perasaan Regina yang tak pasti dengan Andi yang juga tampak tegang membuat suasana semakin tak nyaman.Masalah yang di hadapi Regina begitu serius, hingga dia tak tahu harus melakukan apa saat ini.“Aku tak menyangka dia telah tahu sejak awal pernikahan.” Gumam Regina dengan pikiran kalut.“Pantas saja dia tak sudi menyentuhmu, kau juga ternyata pemain handal Regina.” Ucap Andi yang membalas ucapan Regina tersebut.Regina menoleh ke arah Andi, tatapannya penuh dengan kemarahan yang terpendam. "Aku melakukan apa yang harus aku lakukan untuk bertahan hidup. Jika tidak, aku tidak akan bisa bertahan sampai sekarang," ucapnya dengan suara gemetar.Andi mendesah panjang, mencoba meredakan ketegangan yang semakin meningkat di dalam mobil. "Kita harus fokus pada rencana kita selanjutnya, Regina. Kita tidak bisa membiarkan David menang."Regina mengangguk, meskipun pikirannya masih berkeca
Anya duduk di kursi ruang tamu yang nyaman, matanya menatap kosong ke arah televisi yang menyala tanpa suara. Enam bulan pernikahan yang seharusnya menjadi momen-momen bahagia, kini terasa seperti beban tersendiri yang membuat dadanya sesak. Ia menghela napas panjang, mencoba melepaskan beban yang menghantuinya.Di sudut ruangan, , Dimas suaminya, tampak sibuk dengan ponselnya. Dulu, Dimas selalu menyempatkan waktu untuk mengobrol dan bercanda dengannya setiap malam. Tapi sekarang, perhatian Dimas lebih sering tertuju pada layar ponselnya daripada padanya. Anya merasakan ada sesuatu yang berubah, namun ia berusaha mengabaikan perasaannya itu.“Mas Dimas.” Anya akhirnya memecah kesunyian, suaranya bergetar sedikit. “Kamu ada waktu sebentar? Aku ingin bicara.”Dimas mengangkat pandangannya dari ponsel, sedikit terganggu. “Apa, Anya? Aku sedang sibuk, banyak kerjaan yang harus diselesaikan.”“Aku tahu, tapi ini penting. Kita perlu bicara tentang... tentang kita.”Dimas menghela napas ber
Di dalam mobil, Anya masih memikirkan ucapan Felisha atas kemungkinan jika Dimas mandul. Hingga saat sampai di depan rumah dan memakirkan mobilnya, Anya disambut dengan omelan ibu mertuanya."Dasar menantu tak tau diuntung! Bukannya ngurusin suami di rumah, ini malah kelayapan aja!"Anya terkejut karena suaminya tak mengatakan apapun tentang kedatangan wanita itu di rumahnya."Ibu, kamu disini?" Sapa Anya selembut mungkin dan ingin menyaimi tangan wanita itu. Namun tangannya segera di tepis.Lalu masuk sambil mengoceh atas ketidakhadiran Anya saat ibu mertuanya datang.“Bu, ada apa?” Tanya Dimas yang baru keluar dari kamarnya.“Lihat istrimu, bukannya mengurus rumah dan suami malah keluyuran saja. Pantas kalian tak segera mendapatkan momongan” Ucap Regina, ibu mertua Anya dengan tajam.Dimas hanya melirik ke arah Anya tanpa ingin membela istrinya, “Dia memang seperti itu, selalu seenaknya, bu. Ya sudah, ibu duduk dulu biar Anya membuatkan minum untuk ibu.” Ucap Dimas yang membimbing i
“Anya, kamu dipanggil pak Farhan.”Lamunan Anya tentang pesan semalam buyar saat teman sekantornya, Dina, mengejutkan dengan informasi itu. “Pak Farhan?” Beo Anya, tak biasanya bos mereka memanggilnya ke ruangan secara pribadi.Dina mengangguk dan pergi meninggalkan Anya yang masih dalam kebingungan.“Bapak memanggil saya?” Ucap Anya begitu dia sampai di ruangan pak Farhan, ketua cabang perusahaan tempat Anya bekerja.“Iya, Anya. Duduklah.” Pak Farhan tampak begitu ramah pada Anya saat ini, hal itu membuat jantung Anya semakin berdetak dengan cepat.“Ada apa ya, pak?”“Begini, perusahaan pusat mempromosikanmu menjadi manajer pemasaran karena kinerjamu cukup bagus.” Ucap pak Farhan yang membuat senyum Anya langsung merekah.“Tapi kamu pindah tugas di jakarta.” Lanjut pak Farhan, dan seketika senyum Anya langsung menghilang.Jakarta sangat jauh dari kalimantan, dan tak mungkin dia meninggalkan suaminya untuk bekerja.“Pak, tapi saya sudah menikah.” Pak Farhan mengangguk mengerti, “Aku
Anya terdiam di kamar, sambil melihat jam yang sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Setelah tadi dia memergoki Dimas tengah berteleponan dengan seseorang, pria itu pergi entah kemana. Sudah sampai selarut ini Dimas pergi tanpa ada kabar, hingga Anya tertidur dan berharap ketika dia bangun, Dimas sudah berada di sampingnya. Tapi, siapa sangka jika sampai pagi menjelang Dimas bahkan tak kembali. Tak ada jejak juga pria itu tertidur di sampingnya. “Kemana, Mas Dimas?” Gumam Anya. Gedoran pintu diluar kamar mengejutkannya, disana dia juga mendengar teriakan ibu mertuanya yang cukup keras. “Sudah siang begini masih tidur, pantas saja anakku malas bersamamu.” Pagi-pagi dia sudah mendengar omelan ibu mertuanya begitu ia membuka pintu kamar. Anya hanya diam, dan kemudian menguncir rambutnya yang panjang lalu pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan. Jam masih menunjukkan lima pagi, tapi ibu mertuanya selalu saja mencari kesalahannya disini. Dengan cekatan Anya memotong sayur untuk