“Aku beli seluruh strawberry di supermarket kalian.” Ucap David dengan serius.Ini adalah pertama kalinya Anya mengidam setelah tujuh bulan kehamilan, dia tak ingin melewatkan momen ini dengan sederhana.Pegawai supermarket terkejut mendengar permintaan David yang tak biasa itu. "Seluruh strawberry, Pak?" tanya mereka dengan mata membelalak.David mengangguk dengan tegas. "Ya, semua. Istriku sedang ngidam, dan aku tidak ingin dia kehabisan apa yang dia inginkan," ucapnya, sambil tersenyum penuh kasih.Anya yang berada di sampingnya tertawa kecil, merasa sedikit malu namun juga terharu dengan perhatian David. "Sayang, kita tidak perlu sebanyak itu. Cukup beberapa saja," ucapnya sambil menyentuh lengan David.David memandang Anya dengan lembut, "Ini momen yang spesial, sayang. Kita harus membuatnya istimewa."Setelah beberapa saat, pegawai supermarket mengumpulkan semua strawberry yang tersedia, dan David membayar semuanya tanpa ragu. Anya merasa sangat bahagia dan bersyukur memiliki su
“Biar aku saja yang buka, Anya.” Ucap David dengan serius, karena dia takut jika kotak itu berisi hal yang berbahaya untuk istrinya.Karena mereka tak tahu hal nekat apa yang akan dilakukan Amelia karena tingkahnya di masa lalu.Anya menatap David sejenak, menyadari kekhawatiran yang terlihat jelas di wajah suaminya. "Baiklah, Mas. Buka saja," katanya dengan lembut, menyerahkan kotak itu kepadanya.David dengan hati-hati membuka kain beludru yang menyelimuti benda kecil di dalam kotak tersebut. Di dalamnya, terlihat sebuah liontin perak yang indah, namun anehnya, terlihat begitu familiar.Anya meraih surat kecil yang tadi dia baca sekilas, dan mulai membacanya keras-keras:_"Untuk Anya, kenangan masa lalu tak pernah benar-benar hilang. Liontin ini mungkin bisa mengingatkanmu tentang sebuah hubungan yang tak pernah benar-benar berakhir. A."_Anya terdiam. David mengerutkan alis, menatap liontin itu dengan ekspresi yang berubah menjadi tegang. "Ini dari Amelia, bukan?" tanyanya dengan n
Mendekati hari kelahiran, Anya semakin tidak bisa bergerak. Semua kakinya sangat bengkak bahkan sekarang seluruh tubuhnya rasanya sakit saat di gerakkan.David yang melihat kondisi istrinya tersebut menjadi khawatir.“Wajahmu sangat pucat sayang, bagaimana jika ke dokter?” Tanya David yang berusaha membujuk Anya.Namun Anya menggeleng, hal seperti ini sudah biasa dia rasakan meskipun sekarang agak lebih parah dari beberapa hari lalu.“Aku hanya ingin tidur, kemarin lusa kita sudah ke dokter dan dokter hanya mengatakan jika ini normal jika mengandung bayi kembar.” Ucap Anya dengan senyum tipisnya.David menghela napas panjang, meskipun kata-kata Anya berusaha menenangkannya, dia tetap tidak bisa menghilangkan kekhawatirannya. "Baiklah, tapi kalau kamu merasa lebih buruk, tolong janji kita akan segera ke rumah sakit," ucapnya dengan lembut namun tegas.Anya mengangguk pelan, kemudian mencoba berbaring lebih nyaman di tempat tidur. "Aku janji, Mas. Aku hanya butuh istirahat lebih banyak,
Jantung David berdetak lebih cepat, melihat istrinya pingsan dengan nafas yang sangat lambat.“SIAPKAN MOBIL!” Teriak David karena melihat istrinya dalam bahaya.Dia segera membopong istrinya keluar dari kamar dan menuju ke mobil untuk pergi ke rumah sakit secepat mungkin.“Panggil polisi untuk mengawal kita, aku tidak ingin kita terjebak macet!” Titah David segera.Keringat mengalir di dahinya, napasnya berat, tetapi fokusnya hanya pada keselamatan istrinya. Para pelayan segera menyiapkan mobil, sementara salah satu dari mereka langsung menghubungi polisi untuk mendapatkan pengawalan."Segera! Kita harus bergegas!" David berteriak lagi, nada suaranya memancarkan kecemasan yang dalam.Saat mobil siap, David dengan hati-hati meletakkan Anya di kursi belakang, lalu duduk di sebelahnya, menggenggam tangan Anya dengan erat. "Bertahanlah, sayang. Aku di sini," bisiknya dengan nada lirih, penuh dengan ketakutan namun tetap mencoba menenangkan dirinya sendiri.Di luar, sirene polisi mulai ter
“Mereka sangat menggemaskan.” Gumam Misella dengan takjub saat melihat adik-adiknya di belakang kaca pembatas dimana para bayi yang baru lahir di letakkan.Aditya tersenyum, “Iya, dia sangat lucu.” Ucapnya pada sepupu kecilnya.Kevin juga mengangguk, “Aku punya keponakan dua langsung. Posisimu sebagai pewaris Baskara telah bergeser, Adit.” Ucap Kevin pada anaknya.Aditya terkekeh, “Aku juga tidak berminat memegang bisnis Baskara sebesar itu.”Kevin menepuk pundak Aditya sambil tersenyum. "Nah, tidak semua orang mau memegang tanggung jawab sebesar itu, dan itu tidak masalah. Yang penting, keluarga kita tetap solid."Aditya mengangguk. "Benar, Pah. Lagipula, aku lebih tertarik pada jalanku sendiri daripada mengikuti jejak keluarga."“Kalian sedang apa?” Tiba-tiba saura David yang dingin membuat mereka berbalik menatapnya.“Bagaimana Anya? Apakah sudah membaik?” Tanya Kevin, karena mereka tidak boleh diizinkan masuk untuk melihat Anya dan memilih melihat bayinya saja.David menatap merek
Tubuh Anya terasa sangat kaku sekarang, tubuhnya seolah dicabik-cabik bahkan untuk menggerakkan tubuhnya saja dia seperti merasakesakitan.Perlahan dia mulai membuka matanya, melihat sekeliling jika dia berada di rumah sakit. Terakhir dia ingat masih di kamar, tapi tiba-tiba dia sudah berada di rumah sakit tanpa dia sadari.Pikirannya langsung menuju keperutnya, namun perut itu rata yang membuatnya panik dan takut jika dia gagal menjadi ibu lagi kali ini.Dia langsung melihat kesamping, dimana melihat suaminya tengah tidur di sofa.“Mas…” Panggilnya dengan lemah smabil menangis, dia takut jika bayinya telah meninggal didalam perutnya.David yang tertidur di sofa langsung terbangun mendengar suara lemah Anya. Begitu melihat istrinya sudah sadar dan menangis, dia segera bergegas ke sisinya. “Sayang, aku di sini. Jangan menangis,” ucap David dengan suara lembut namun penuh kecemasan, sambil meraih tangan Anya dan mengecupnya.Anya menangis lebih keras, tangannya gemetar ketika dia meraba
“Kau ingin memberikan nama putra-putra kita siapa sayang? Bukankah waktu itu kau bilang sudah memiliki nama dan masih merahasiakannya padaku?” Tanya David dengan lembut sambil duduk menggendong putranya dan Anya menggendong putranya yang lain.Anya tersenyum lembut sambil menatap kedua putranya yang sedang berada di pelukan mereka. "Iya, Mas. Aku memang sudah memikirkan nama untuk mereka sejak lama, tapi aku ingin memastikan dulu sebelum memberitahumu," jawabnya sambil memandang bayi di gendongannya.David menatap Anya dengan penuh rasa ingin tahu. "Aku penasaran, sayang. Apa nama yang sudah kau pilih untuk kedua pangeran kecil kita?"Anya menghela napas pelan, merasakan kehangatan yang mengalir di hatinya. "Aku ingin menamai mereka Aksara dan Arjuna."David tersenyum, mendengar nama itu. "Aksara dan Arjuna... Keduanya terdengar kuat dan bermakna. Apa alasanmu memilih nama itu?""Aksara," Anya mulai menjelaskan, "melambangkan fondasi kehidupan, seperti huruf-huruf yang membentuk kata.
Setelah beberapa hari Anya pulang, dia belum bisa membawa putra-putranya kembali karena masih berada di bawah pengawasan dokter.Tapi saat dia pulang, dia terkejut dengan suasana mansion yang berbeda kali ini.Anya berdiri di pintu mansion dengan mata berbinar, melihat ke dalam dengan penuh keharuan. Seluruh staf rumah tangga berkumpul, menyambutnya dengan senyum hangat dan tepuk tangan. Balon-balon berwarna pastel tergantung di sudut-sudut ruangan, dan ada sebuah spanduk yang bertuliskan **"Selamat Datang, Ibu Anya dan Para tuan muda"** tergantung di dinding."Kalian semua..." Anya menutup mulutnya, matanya berkaca-kaca. "Ini sangat luar biasa. Terima kasih!"Salah satu pelayan senior, yang dekat dengan Anya, melangkah maju sambil tersenyum. "Kami semua sangat senang Anda kembali, Nyonya Anya. Kami tahu ini adalah momen penting bagi keluarga, jadi kami ingin membuat sesuatu yang spesial."David, yang berdiri di samping Anya, ikut tersenyum bangga. "Aku hanya bilang mereka harus menyi