Air mata ini meleleh, membaca pesan Mas Hamdan, ditambah dengan suasana hari yang mulai mendung, guruh menggemuruh di langit, lantas hati ini makin tak karuan rasanya.Bagaimana dia bisa berpikir untuk menyerahkan kebun pada murah sementara selama bertahun-tahun kebun itu dibeli dari tabungan bersama dan hanya akulah yang bisa mengurusi segalanya, setelah kepengurusan Mas Hamdan. Sungguh tega pria itu mengatakan hal jahat ke depan wajahku. Sungguh egois dia tidak menimbang betapa sakitnya menusukkan duri di permukaan hati yang telah terluka sejak awal.(Kalau begitu mari berperang di pengadilan dan menangkan harta gono gini, aku tak gentar Mas, lagipula anak anak juga punya hak.)(Anak-anakpun akan kuambil darimu, kau sudah sadar dan puas sekarang!)(Sungguh tak adil jika aku tak bisa dapatkan sesuatu untuk penebus jasa dalam belasan tahun bersamamu.)(Kalau begitu katakan berapa harga dari martabat itu, akan kubeli sekalian dengan kepalamu! Aku sudah jadi suami yang mengalah tapi kau
Selagi aku berteriak dengan kemarahanku, tiba tiba Mobil kantor Mas Hamdan datang, mobil itu berhenti tepat di depan rumah lantas Maura terlihat turun dari sana dengan kacamata hitam dan gamis mewah. .Wanita itu terlihat Borjuis dengan gaya yang sedikit angkuh khas orang kata. Penampilanya berbeda, lain sekali, lebih elegan dibanding ketika dia masih gadis dan jadi pembantu di rumah juragan Bono. Bahkan riasannya nampak bold dan jilbabnya juga mahal."Aku nyariin kamu, Mas," ucapnya sambil melepas kaca mata."Nyariin ngapain?""Kamu yang ngapain Sayang, ngapain di sini?" Ya Allah, pengungkapan kata sayang itu menyebalkan sekali. Maura seakan mengejekku dan ingin menunjukkan bahwa dirinya kini adalah kesayangan Mas Hamdan."Aku lagi ngambil perabotan buat rumah ruko kita, rumah ini punya perabotan berlebihan jadi aku berniat mengambil sebagian agar tidak terlalu sesak," gumamnya pada istrinya yang baru."Terlalu sesak katamu, alangkah lancangnya kau Mas Hamdan! Maura hentikan ia s
Melihat kemarahan yang begitu besar di mataku membuat kedua anakku terkejut dan langsung berlari ke arah Ibunya."Bunda kenapa ...?"Tiba-tiba langkah mereka terhenti menyaksikan senapan yang masih kupegang erat, kedua anakku saling pandang satu sama lain sambil menelan ludahnya.Prak!Kubuang senjata itu, kuedarkan pandanganku pada semua orang yang melihat, tetangga, pekerja yang masih sibuk menyusun barang dan anak-anak yang terlihat tegang.Melihat tatapan nyalang dan dingin di mata ini para tetangga menjadi ngeri, mereka segera bubar tanpa mengatakan apa-apa, pun para pekerja ditatap dengan raut sesangar itu semakin giat dan takutlah mereka."Bunda... kenapa pegang senjata?"Aku tidak menjawab, hanya memandang mereka bergantian lalu menghela napas dan masuk ke dalam tanpa sepatah kata pun.Mereka nampaknya paham aku sedang murka, jadi, tidak banyak yang mereka tanyakan. Kemarahanku sangat jarang, tapi bila kemurkaan itu terpatik, akan sulit meredakan dan membuat hati ini tenang d
"Hei, tidak ada sertifikat apapun yang akan kuberikan padanya sekali pun dia menyiksaku dengan siksaan pedih. Aku tak akan menyerahkan apa yang jadi hak kami!" teriakku kesal."Tapi itu pesan Mas Hamdan ....""Kamu pergi dari sini sebelum aku mencekik lehermu dan membenamkan kepalamu ke dalam kolam ikan sampai kau kehabisan napas!" desisku sambil menunjuk arah pintu."Jangan bikin masalah jadi alot dong, Mbak, kasih aja sih apa yang jadi keinginan Mas Hamdan, itu kan gak beliau juga.""Itu hak anak anak!""Biar Mas Hamdan yang membagikan jatah pada semua orang. Lagipula, jika saya juga punya anak, aku juga ingin anakku terjamin dan hidup mapan.""Ouh, jadi kau pengaruhi juga Hamdan tentang masalah itu!?""Tidak ....""Menjauh dari sini! sudah kuberikan apa yang kalian inginkan, jadi sekarang, biar harta gono gini jadi putusan pengadilan!""Tidak boleh begitu Mbak ....""Hentikan Maura, kau sudah datang berkali kali kemari dan aku menahan diri sampai hari untuk tidak memukulmu denga
"Makasih ayah ...." Raihan bangkit sambil menyeka darah dari sudut bibirnya. Anakku tetap bersikap tenang meski nampak sangat geram pada sikap ayahnya yang mengecewakan."Jangan ikut kurang ajar kamu ya ...." Mas Hamdan mendesis sambil melotot."Aku gak kurang ajar Ayah, aku cuma datang dan menyaksikan sendiri kelakuan Ayah, aku cuma mau tahu apa alasan Bunda minta cerai, dan sekarang aku tahu alasannya ...." Anakku menjawab, tatapan ayah anak itu beradu dengan sengit memantik emosi Mas Hamdan makin memuncak."Apa alasannya, heh?" Mas Hamdan mendekat dan melayangkan lagi tamparan ke wajah Raihan. "Katakan alasannya?!"Plak!"Mas ... stop!" Kali ini Maura pergi melerai dan menahan lengan Mas Hamdan dia menggeleng dengan isyarat tidak mengizinkan pria itu memukul anak tirinya."Hentikan, Mbak Aisyah akan semakin marah jika tahu ini semua Mas," ucap Maura."Memangnya kenapa kalo dia tahu? Memangnya kenapa? kenapa hah, dia juga anakku kan?!""Iya tapi ....""Kamu yang jangan ikut campu
Pagi-pagi sekali aku sudah datang ke pengadilan agama diantar oleh Karman, aku daftarkan gugatan dan menemui petugas Pa di mana kita melaporkan pengaduan."Kenapa Ibu ingin bercerai?""Karena sudah tidak ada lagi kecocokan Pak.""Boleh diberi tahu secara detil Kenapa tidak ada lagi kecocokan?""Kenapa suami saya sudah menikah lagi dan sudah mengabaikan saya.""Tepatnya sudah berapa bulan?""Sekitar 3 bulan.""Sebaiknya jangan 3 bulan bu agar persidangan bisa menerima alasan ibu." Pria yang terlihat ramah itu memberiku saran sambil tersenyum."Kalau begitu secara teknis dia sudah mencintai wanita itu selama hampir 1 tahun. Bapak bisa menuliskannya 6 bulan.""Oke lalu ada permasalahan lain? Apa ibu juga akan menggugat hak asuh anak dan harta gono gini?""Mungkin iya, tapi itu nanti saja. Saya hanya sudah tidak tahan dengan percekcokan yang terjadi ini, semua itu menekan mental saya," jawabku pelan."Baiklah tapi apakah suami anda melakukan KDRT?""Tidak pada saya tapi dia melakukannya p
"inikah balasan yang kau lakukan padaku selama 14 tahun berumah tangga!" Tiba-tiba pria itu datang ke rumah mendapatiku sedang sarapan dan langsung menghempaskan surat panggilan persidangan ke atas piring makanku. Di amplop coklat itu tertulis kop pengadilan agama dan nama tergugat Hamdan Bin Suryono Aji.Kuletakkan sendok di meja, melipat tangan lalu menatapnya dengan seksama."Lalu, aku harus bagaimana, Mas?""Hah, aku gak nyangka ya ... kamu memutus ikatan pernikahan kita dengan cara seperti ini...."Pria itu mendesis dengan tawa tak percaya."Kamu terdengar seperti wanita yang merengek pada suaminya," ujarku dingin. "Setelah mengajukan gugatan cerai beraninya dengan santai kau menatapku seperti itu!" Brak!Pria itu menggebrak meja, mengungkapkan cetusan emosi dari tatapan mata, memaksaku untuk beradu sorot dengannya. Daripada mata ini akan berkaca kaca, sebaiknya kulanjutkan makan dan kegiatanku."Aku harus sarapan dan minum obat, lakunpergi ke rumah sakit," ucapku dengan eks
Kuikuti wanita berhijab panjang itu pergi ke rumah anaknya. Kuikuti dengan mobil Dari belakang, dan ketika baru saja tiba, wanita itu langsung meluncur masuk ke loby kantor anaknya."Mana anak saya?" tanya ibu mertua yang punya garis wajah seperti wanita timur tengah itu."Ada di ruangannya Bu, tapi sedang sibuk ...."Ungkapan wanita itu tidak digubris ibu mertua, beliau langsung melengos masuk menuju ruang pimpinan."Hamdan!"Mas Hamdan yang dipanggil seperti itu tersentak dan kaget."I-ibu?""Iya, ada apa ibu kemari?""Ibu mau bicara, ke atas sekarang juga!""Tapi, saya masih ada kerjaan, Bu ....""Ke atas sekarang juga, Hamdan!" Ibu mertua berjalan mendahului anaknya lalu naik ke tangga lantai dua.Mas Hamdan yang tidak punya pilihan lain terpaksa bangun, bangkit menuruti ibundanya. Selagi berjalan, kami bersitatap, matanya memicing, dia kesal, lalu kemudian bersikap acuh tak acuh saja dengan kehadiranku."Duduk di sini!" perintah Ibu pada Mas Hamdan."Ada apa Bu?" tanya pria itu s
Mungkinkah sikap arogan Mas Irsyad ditengarai oleh kecemburuannya yang begitu besar kepada Hamdan atau mungkinkah karena dendamnya padaku karena sudah menyakiti Elsa, entahlah, aku tak tahu, yang jelas aku merasa sangat sakit dan tersinggung. Air mataku berurai pedih dan menyesal. "Andai aku tidak termakan kata kata manis dan bujukan sejak awal, mungkin aku tidak akan pernah menikahi pria busuk seperti Irsyad. Dia hanya baik di awal dan kejam di akhir, dia benar benar membalikkan persepsiku tentang perilaku dan sifatnya."Pagi menjelang, matahari menyapa, tapi aku enggan menatapnya. Diri ini masih terbaring di ranjang meski waktu sudah menunjukkan pukul tujuh."Kamu tidak bangun untuk menyiapkan sarapanku dan anak-anak?""Aku sedang tidak enak badan dan kalian bisa beli makanan di drive thru, anak anak akan senang," jawabku dari balik selimut."Aneh sekali sikapmu hari ini Aisyah," gumamnya."Memangnya aku tidak boleh sakit memangnya sesekali aku tidak boleh libur dari rutinitas rum
"Berani sekali istrimu memukulku, aku kesakitan Mas, aku kesakitan ...." Wanita itu meraung dan menjerit kesakitan sambil berusaha melindungi dirinya di belakang Mas Irsyad.Saat itu yang aku rasakan tidak ada lagi kewarasan, hanya sakit, panas hati dan amarah yang menggelegak. Saking tak tahannya aku dengan kekesalan, rasa-rasanya ubun-ubun ini ingin meleleh."Beraninya kau mengusik suamiku, menghapus ketentraman rumah tangga dan membuat hidupku tidak nyaman!" Aku melesat ke belakang Mas Irsyad, tanpa bisa dicegah aku langsung mencekik leher wanita itu sampai dia terdorong dan terdesak tepat di depan tangga rumah."To-tolong... Akh ... akkk ...." Wanita itu meronta "Aisyah, stop, ya Allah, Aish, please, lepasin Elsa." Mas Irsyad berusaha menengani tapi sia sia saja.Nafas wanita itu mulai sesak dan megap-megap, dia ingin mengatakan sesuatu tapi tidak bisa. Aku yang seakan dirasuki sebuah kekuatan besar terus menekan lehernya hingga nyaris saja wanita itu meregang nyawa dengan bola
Seminggu kami jalani hidup tanpa tegur sapa dan saling menjauhi. Lebih tepatnya aku yang menjaga jarak dan menjauhi Mas irsyad. Begitu dia mendekati, terlebih ketika di kamar, anak aku langsung bangun dan memasang jarak. Bukannya dia tak mencoba membujuk hanya saja aku yang menolak bujukannya.Seperti ketika suatu malam dia mendekat, mencoba memeluk dan menciumku dengan paksa seperti yang selama ini dia lakukan kala aku merajuk kecil. Sontak, aku berontak dan mendorongnya. Aku menghardik dengan kesal agar dia jangan memaksakan dirinya padaku."Aku bukan pelacur atau wanita yang bisa kau perkosa kapan pun. Enyahlah dari hadapanku.""Mengapa kau marah sekali, aish. Ini sudah hampir seminggu, gak takutkah kamu akan dosa menolak hasrat suami.""Kenapa tidak kau bagi saja hasrat itu kepada wanita yang masih kau cintai!" Tentu saja Mas Irsyad terkejut dan wajahnya langsung pucat. Pria itu mengigit bibir lalu bersurut mundur."Apa? Kenapa diam, Kenapa tidak kau temui mantan istrimu lalu ung
Seminggu kami jalani hidup tanpa tegur sapa dan saling menjauhi. Lebih tepatnya aku yang menjaga jarak dan menjauhi Mas irsyad. Begitu dia mendekati, terlebih ketika di kamar, anak aku langsung bangun dan memasang jarak. Bukannya dia tak mencoba membujuk hanya saja aku yang menolak bujukannya.Seperti ketika suatu malam dia mendekat, mencoba memeluk dan menciumku dengan paksa seperti yang selama ini dia lakukan kala aku merajuk kecil. Sontak, aku berontak dan mendorongnya. Aku menghardik dengan kesal agar dia jangan memaksakan dirinya padaku."Aku bukan pelacur atau wanita yang bisa kau perkosa kapan pun. Enyahlah dari hadapanku.""Mengapa kau marah sekali, aish. Ini sudah hampir seminggu, gak takutkah kamu akan dosa menolak hasrat suami.""Kenapa tidak kau bagi saja hasrat itu kepada wanita yang masih kau cintai!" Tentu saja Mas Irsyad terkejut dan wajahnya langsung pucat. Pria itu mengigit bibir lalu bersurut mundur."Apa? Kenapa diam, Kenapa tidak kau temui mantan istrimu lalu ung
Tak mau terus menyiksa batinku sendiri dengan terus menguping pembicaraan Mas Irsyad dan mantan istrinya akhirnya kuputuskan untuk turun saja mengambil air minum dan kembali ke kamar.Namun sebelum aku melanjutkan langkah, kembali perasaan marahku meronta-ronta. Haruskah aku melabrak dan meneriakinya, lalu mencecarnya dengan banyak pertanyaan mengapa dia berani sekali menelepon wanita lain di tengah malam dan memberinya kata-kata yang indah. Oh Tuhan, hatiku dilema.Ingin kutahan diri tapi rasa haus seakan menusuk tenggorokan sehingga aku tidak punya pilihan.Dengan gaun tidur yang masih menjuntai ke lantai, aku berjalan ke dapur. Melihatku tiba-tiba datang pria itu terkesiap dan kaget. Dengan salah tingkah dia segera mematikan ponsel dan menyembunyikan benda itu di bawah dudukannya. Tapi sayang, aku melihatnya.Aku yang pura-pura tidak tahu apa-apa hanya berjalan dengan cuek lalu mengambil gelas dan memencet dispenser lantas kuteguk air sambil berusaha menahan diriku."Kok belum tid
Hal yang baru saja dia katakan memantik sebuah keheranan di hatiku. Di satu sisi dia ingin aku membiarkannya untuk berhubungan baik dengan Elsa namun sebaliknya ketika aku dan Mas Hamdan berkomunikasi dan hendak menjalin hubungan baik lagi, dia seakan sangat keberatan dan benci."Mungkinkah suamiku adalah penganut pernikahan terbuka di mana dia bebas melakukan apa saja dengan dunia dan teman wanita, sementara aku akan terjerat dan harus mematuhi semua aturan yang dibuat. Bukankah itu tidak adil?!"Alangkah arogan dirinya ketika mengatakan bahwa aku tidak boleh turut serta dalam acara aqiqah yang diselenggarakan Mas Hamdan sementara dia terus malah padaku agar bisa menemui mantan istrinya dengan berbagai alasan kurasa jika aku sudah jengah sendiri dan bosan, dia akan kutinggalkan.Kadang timbul kesesakan tersendiri di dalam hatiku, keheranan entah mengapa aku selalu gagal menjalin tali pernikahan. Apakah aku memang harus ditakdirkan punya suami ajaib yang tidak pernah sesuai dengan
Mungkin aktivitas romantis yang kami lakukan semalam yang membuat moodku membaik di pagi hari. Aku bangun, menyibak tirai jendela membiarkan matahari menghangatkan setiap sisi ruangan rumah. Aku beranjak ke dapur untuk menjerang air dan membuat sarapan keluarga. Selagi menunggu air mendidih luperiksa ponsel yang Alhamdulillah tidak ada notifikasi apa apa. Ya, bagiku kehadiran notifikasi selalu membuat diri ini berdebar dan cemas. Selalu, setiap kali ada yang menghubungi pasti ada masalah atau apa saja yang berkemungkinan merepotkan diri ini."Ah, andai setiap hari hidup kita seperti ini, pasti akan menyenangkan sekali," gumamku sambil menakar bubuk kopi dan gula ke dalam cangkir suami."Bunda ...." Anak anak turun lebih pagi, mereka terlihat sudah rapi degan seragam dan sunggingan senyum yang ceria. "Bagaimana malam tadi, apa kalian tidur dengan nyenyak?""Tentu, kami tidur dengan nyaman dan pulas sekali, Icha tidur bersamaku dan kami sempat membaca buku cerita dan dongeng. Oh ya
"Tidak perlu harus sedramatis itu, Aish, wanita itu sudah demikian tersakiti," ujar Mas Irsyad sambil menutup pintu mobilnya."Jadi kau membelanya?""Bukan begitu?""Mas ... Kalau kamu memang merasa kasihan dan sayang pada wanita itu maka tinggalkan aku dan pilihlah dia, aku tidak akan keberatan sama sekali.""Aisyah, kamu hanya salah paham.""Cukup, jangan mengulur pembicaraan dan mengulang situasi yang sama. Situasi yang pernah aku rasakan bersama Mas Hamdan, aku sudah bosan, demi tuhan, aku ingin menghindarinya," jawabku sambil beranjak masuk ke dalam rumah."Bisa kita pura pura baik baik saja setidaknya di depan Icha, kasihan anakku, dia pasti bingung ....""Aku juga tidak mau membuat anakmu bingung tapi dia pun harus diberi pengertian dan harus tahu seperti ini kondisi orang tuanya sekarang, anak itu harus menyadarinya, Mas.""Jangan terkesan memaksa " Mas Irsyad memburuku di tangga."Lebih cepat tahu lebih baik. Anak anak harus diajari dari sekarang contoh bahwa kita tidak boleh
Akhirnya aku dan anak tiriku berkendara satu mobil menuju rumah ibunya. Aku sebenarnya punya rencana sendiri untuk membongkar apa yang sebenarnya terjadi. Besar keyakinanku bahwa wanita itu hanya pura pura amnesia untuk meraih perhatian semua orang.Sepuluh menit kemudian kami sampai di rumah bercat cream dengan taman kecil dan pohon palem di depannya. Elsa terlihat menunggu di depan teras, senyumannya terkembang saat melihat Fortuner milik Mas Irsyad. Meski tertatih namun semangat dan visual ceria terlihat sekali di wajahnya. Melihat ibunya mendekat, Aisyah membuka pintu dan menyambut, mereka berpelukan dan hendak masuk. Alangkah terkejut Elsa saat mendapati diri ini duduk di kursi depan di dekat mantan suaminya. Raut wajahnya berubah syok dan tidak nyaman."Hai, Elsa," sapaku sambil melambai kecil, bahagia sekali melihat wanita kesal."Siapa dia Mas?"Mas Irsyad nampak ragu, tapi aku yang tidak suka mengulur waktu segera memberi tahu bahwa aku istrinya. Biasanya reaksi orang yang