Seperti janjiiku di pesan kemarin, maka hari ini kuputuskan untuk pergi menemui mantan ibu mertua yang berhati lembut dan bijaksana. Kukendarai motor lalu memarkirkannya di dalam halaman rumah mertua yang cukup luas dan besar.Kulangkahkan kaki menuju pintu utama lalu mengetuknya, ucapkan salam sebelum masuk ketika ibu mertua terdengar menjawab salamku."Aisyah akhirnya kamu datang juga,", ucapnya dengan senyumgembira."Iya, Bu." Kusalami tangannya dan kucium kedua pipi kanan dan kirinya."Ayahmu sedang pergi ke luar bersama Hamid, duduklah ibu akan ambilkan minum," pintanya dengan ramah."Tidak usah ambil minum, Aisyah tidak akan lama lama, cuma mau bicara sebentar saja, Bu.""Baiklah," jawabnya dengan wajah maklum dan dia segera duduk di dekatku."Ira sudah memberi tahu masalah yang kau alami dengan Hamdan, Ibu benar benar menyesal atas hal itu.""Mas Hamdan, terus meneror dan menggangguku, Bu. Aku benar benar tak nyaman dan malu pada suamiku, kadang mas Hamdan datang sembarang wakt
"sebenarnya aku membuat sebuh masalah Mas." Begitu ucapku ketika kami sedang berbaring berdua di peraduan."Jadi itu kah yang membuat dirimu terlihat resah dan lesu?""Uh-humm," gumamku."Apa masalahnya?" Pria itu mendekat lalu merangkul tubuhku."Kamu tahu sendiri kan kalau Hamdan selalu mengirimkan pesan dan menggangguku, dia bilang masih cinta dan ingin kembali ....""Ya, lalu kenapa?""Aku sudah meneruskan pesan itu kepada istri dan keluarganya agar semua orang tahu dan bisa mencegah perbuatan Mas Hamdan, minimal bisa menyadarkannya," desahku."Ya, apa yang kau lakukan itu mungkin tidak terlalu salah," jawab Mas Irsyad."Tapi Hamdan sangat murka dan mengancamku, dia bilang akan menghancurkan rumah tanggaku, sebagaimana aku menghancurkan dirinya.""Tidak akan ada yang menggoyahkan kita selagi kita sendiri sadar bahwa para pengganggu itu hanya ingin kita berpisah. Aku pribadi tidak akan terpengaruh, kecuali kau istriku, kau bisa saja terpengaruh kan?""Tidak, aku tidak akan terpenga
"Pastikan kalian sudah menguji kualitas sayuran dan bumbu yang akan kalian kirimkan ke kota. Semuanya harus kualitas terbaik karena akan digunakan untuk menjamu tamu di restoran," perintahku pada para pekerja yang sedang membungkus sayur dengan plastik."Iya, Bu.""Kirimkan juga pepaya segar, mentimun, melon dan semangka yang terbaik.""Siap.""Terima kasih semuanya."Baru saja kubalikkan badan tiba tiba Mas Hamdan datang dan langsung membeliak padaku."Setelah kau nikmati rumah yang kubangun dengannya, kini kau juga gunakan isi kebun ini untuk mendukung usaha suamimu, kau benar benar lancang.""Lalu apa maumu?!" tanyaku, "sekarang akulah yang bertanggung jawab atas modal dan pengelolaan kebun ini, memangnya kenapa kalau di pasok ke restoran Mas Irsyad bukankah itu juga bisnis?""Rugi atau untungnya tidak akan kau perhitungkan, Bodoh. Pria itu makin untung karena pengeluaran restorannya berkurang, pundi pundi rupiahnya makin bertambah sementara kamu hanya dapat sedikit uang belanja,"
Seminggus setelah insiden mempermalukan diriku di kebun, tidak terdengar kabar apapun tentang Mas Hamdan atau Maura. Katanya dia akan memberiku lima puluh persen dari nilai aset, maka harusnya kata kata itu dia tepati sebelum semua orang mencap Mas Hamdan hanya berani di bibir saja.Tapi ... bukankah Mas Hamdan dalam kesulitan ekonomi, lalu uang dari mana yang akan dia dapatkan untuk mengganti rugi padaku, apa dia akan meminjam bank atau malah menjual kebun dan sawah ke juragan Herman? Ah, hatiku gamang. Tapi seperti yang dikatakan suami, jika dia memang ingin merampas demi memuaskan hati, maka berikan saja apa keinginannya. Percuma menahan karena pada akhirnya sia sia saja. Buang tenaga dan waktu.Kuambil ponsel, kuhubungi Mas Irsyad yang baru sehari kemarin pulang ke rumah lalu pergi lagi demi bisnis-bisnisnya. Kuhubungi suamiku lalu tak lama kemudian dia mengangkatnya."Assalamualaikum aish, apa kabar?""Aku sudah putuskan Mas, demi terbebas dari semua ini aku akan pindah ke kota
Seminggus setelah insiden mempermalukan diriku di kebun, tidak terdengar kabar apapun tentang Mas Hamdan atau Maura. Katanya dia akan memberiku lima puluh persen dari nilai aset, maka harusnya kata kata itu dia tepati sebelum semua orang mencap Mas Hamdan hanya berani di bibir saja.Tapi ... bukankah Mas Hamdan dalam kesulitan ekonomi, lalu uang dari mana yang akan dia dapatkan untuk mengganti rugi padaku, apa dia akan meminjam bank atau malah menjual kebun dan sawah ke juragan Herman? Ah, hatiku gamang. Tapi seperti yang dikatakan suami, jika dia memang ingin merampas demi memuaskan hati, maka berikan saja apa keinginannya. Percuma menahan karena pada akhirnya sia sia saja. Buang tenaga dan waktu.Kuambil ponsel, kuhubungi Mas Irsyad yang baru sehari kemarin pulang ke rumah lalu pergi lagi demi bisnis-bisnisnya. Kuhubungi suamiku lalu tak lama kemudian dia mengangkatnya."Assalamualaikum aish, apa kabar?""Aku sudah putuskan Mas, demi terbebas dari semua ini aku akan pindah ke kota
Sejak punya suami, aku selalu membicarakan segala sesuatu kepadanya, termasuk apa saja kegiatan yang kulakukan dan kemanapun aku hendak pergi, aku selalu minta pendapatnya. Kodratnya memang harus demikian ya?Pun dengan apa yang terjadi hari ini, setelah renteten panggilan tak terjawab dari Maura, pikiranku terus sibuk berkutat pada wanita muda yang diperistri Mas Hamdan ketika umurnya belum genap dua puluh tahun itu. Kepanikan yang digambarkan padaku lewat telepon tadi terus terngiang-ngiang di kepala.Bisakah dia merawat Mas Hamdan? bisakah dia menangangi admistrasi di rumah sakit? sudahlah dia memberi orang yang pernah jadi suamiku makan, dan sudahkah dia memberi tahu keluarga apa yang terjadi?Rasa rasanya semakin kucoba mengalihkan perhatian semakin pusing diri ini. Kalau aku tidak memberikan arahan, mungkinkah hamdan mati?Iya, kalau masalah akan hilang dengan matinya biang kerok itu. Tapi, bagaimana dengan anak anak yang sejak awal amat bergantung hati mereka pada ayahnya. Ba
Di sinilah aku sekarang duduk berdua dengan wanita yang terus menangisi dirinya. Kami bersandar pada kursi panjang di lorong rumah sakit, menatap dinding tanpa bicara dan hanya sibuk dengan perasaan masing masing. Kulirik wanita di sisiku, dia masih mengusap netra dan kembali memilin jemarinya dengan sedih."Apa yang masih kamu tangisi?""Aku masih syok dengan keadaan Mas Hamdan, juga bingung dengan apa yang akan kulakukan besok," jawabnya lirih."Tidak perlu terlalu memusingkan hari esok jika kau punya keyakinan dan bersandar pada Tuhan," jawabku sambil menghela nafas dan menatap dirinya, kuucapkan kata kata itu dengan nada bicara yang datar."Aku pikir aku bisa mengatasi segala sesuatu dalam hidup ini ternyata semua itu tidak mudah. Aku yang menciptakan jarak diantara kalian dan karena perbuatan diri sendiri juga yang membuat keluarga Mas Hamdan menjauh.""Kesalahan bisa luntur dengan permintaan maaf dan pengampunan. Masalah akan hilang jika dihadapi dan dicarikan solusi bukannya di
* "Bagaimana keadaan Hamdan setelah kau jenguk?" tanya suamiku yang menelponku malam ini."Detailnya aku kurang tahu karena aku tidak menjumpainya langsung. Aku hanya lihat lewat jendela kaca dan dia tertidur.""Apa semua urusan administrasi sudah selesai?""Sudah, aku juga sudah memanggil keluarganya datang.""Oh, syukurlah, aku salut padamu, Sayang.""Kenapa?""Kau tetap punya kepedulian dan rasa belas kasih di dalam hatimu.""Bukannya kamu yang menasehati saya agar saya membantu?""Ya betul, dan aku senang kau percaya arahanku."Aku tergelak mendengar jawaban Mas Irsyad, dari seberang sana dia juga ikut tertawa kecil dan menggoda."Aku merasa khawatir tadi siang takut bahwa pertemuanmu dengan Hamdan akan membuat pria itu semakin jatuh cinta karena kau yang cantik dan juga perhatian.""Hahahah, itu tidak akan terjadi, kalau pun iya, aku tidak akan menanggapi karena sekarang aku milikmu," jawabku."Sungguhkah?""Aku serius dengan itu, Mas.""Kau menjamin?""Tentu saja.""Baiklah, a