Share

Maafkan Aku yang Telah Jatuh Cinta
Maafkan Aku yang Telah Jatuh Cinta
Author: Jane Lestari

Bab 1

Author: Jane Lestari
last update Last Updated: 2022-12-27 11:11:57

Definisi keluarga, selalu saja bergolak, dalam jiwa siapa pun,

yang tidak sempat merasakan kasih yang sempurna.

Keluarga?

Apakah mereka, yang tersenyum bahagia saat melihatmu pertama kali hadir di dunia?

Apakah mereka yang disebut sedarah?

Ataukah, siapa saja bisa disebut Keluarga?

Ya, siapa pun bisa kamu sebut keluarga.

Karena keluarga itu tentang ketulusan.

Tentang kehadiran.

Tentang kasih yang tak terbatas, oleh jarak dan waktu.

***

Suara kendaraan terdengar memenuhi seluruh pendengarannya. Tak kalah, suara wanita-wanita dengan tawa lebar, menyambutnya saat memasuki tempat itu.

Siang ini, dia akan bertemu sahabatnya. Tempat itu, seperti kembali mengajaknya melangkah mundur. Semua bayangan memenuhi ingatannya.

"Apa?!" suara Mey membuat semua mata, tertuju padanya.

"Suara kamu!" Camelia menegur Meylani, untuk merendahkan suara.

"Lia, kamu gila!"

"Mey, bagiku, cinta itu harus diperjuangkan. Aku gak mau seperti kamu. Terus saja berharap Leo, bisa paham isi hati kamu!"

"Lia! Kita ini wanita dewasa, wanita berpendidikan. Aku gak ingin, kamu dinilai rendah, di mata Bilal."

"Bilal itu, memang pantas aku perjuangkan!"

"Walaupun, harus merendahkan dirimu sendiri?"

"Bukan merendahkan diri, tapi memperjuangkan cintaku, Mey!"

Meylani, tampak belum bisa menerima keputusan Camelia. Dia masih syok, mendengar kejujuran sahabatnya itu.

Hening!

Camelia, tampak fokus, menghabiskan setengah gelas, kopi kesukaannya. Sedang Meylani, terus menatap heran pada sahabatnya itu.

"Lia, aku belum bisa percaya, kamu melakukan itu!"

Camelia tersenyum, melihat tingkah Meylani, yang masih bertahan dalam situasi yang sama.

"Malah tersenyum! Dia yang berbuat, kok aku yang jadi pusing, ya?" sesal Meylani.

Camelia tertawa. Dia merasa kelakuan Meylani terlalu berlebihan.

"Lia. Jujur, aku tidak bisa menerima ini. Yang aku tahu, kamu, wanita yang sangat menjaga harga diri. Sangat menjaga batas. Tapi kenapa kamu melakukan ini? Apakah, aku, tidak lagi mengenal sahabatku sendiri?"

"Mey, kok kamu jadi serius gini?" tanya Camelia, mencoba menenangkan sahabatnya.

"Aku butuh penjelasan Lia. Please!"

***

Sepuluh tahun kemudian.

"Hai, kalian berdua apa kabar?" Camelia memeluk Meylani. Rindu itu sangat terasa.

"Sendiri aja, Lia?" tanya Leo.

Camelia hanya tersenyum. Pertanyaan Leo, seperti petir yang membuat langit menjadi gelap.

"Lia, aku rindu banget," tutur Meylani, matanya berkaca-kaca. "Aku pun sama, Mey. Kamu dan Leo, baik-baik saja kan?"

"Alhamdulillah, kami baik dan bahagia Lia," jawab Meylani. "Kalian jadi, pindah ke sini?"

"Iya, Lia. Meylani, katanya ingin dekat sahabatnya lagi. Di negeri orang, dia gak tenang. Dia kesepian," jelas Leo.

"Aku malah pikir, dia sudah bahagia bersama kekasih impiannya," ejek Camelia. Dijawab senyuman datar, Meylani.

Suasana, tiba-tiba hening.

Kalimat Camelia, seperti menciptakan suasana berbeda. Meylani menatap Leo. Seperti ada yang mereka ingin sampaikan.

Camelia memalingkan wajahnya, kembali fokus, pada segelas kopi di hadapannya.

"Lia, masih sibuk di Rumah Bahagia?" tanya Meylani, memecah kebisuan. "Alhamdulillah. Masih, Mey. Akhir-akhir ini, aku dapat banyak banget klien."

"Kamu, masih menangani konflik rumah tangga?" tanya Leo. "Iya. Masih bertahan seperti sepuluh tahun yang lalu."

"Sampai kapan, Lia?" ucap Meylani, menggenggam tangan Camelia. "Inilah duniaku. Selama aku dibutuhkan, aku tetap bertahan."

Kembali, hening.

Meylani menatap Leo. Dia seperti menyampaikan sesuatu lewat tatapan matanya.

"Lia, gak apa-apa aku tinggalin kalian berdua dulu? Aku ada keperluan, di gedung sebelah."

"Oke Leo. Jangan khawatir, aku akan menjaga wanita cantikmu, ini," sahut Camelia.          "Aku pergi dulu ya, Sayang," ujar Leo, memeluk Meylani.

Camelia membuang muka. Dia berusaha menghindari tontonan romantis di hadapannya.

Leo berlalu.

Meylani kembali fokus pada Camelia, yang duduk tepat di sampingnya.

"Li, aku turut berduka cita ya."

Camelia tersenyum.

"Aku benar-benar syok, saat mendengar kabar itu. Aku belum sempat nengok Tante, saat beliau di rumah sakit."

"Gak apa-apa Mey. Inilah takdir. Kita tidak bisa menerka dan menjamin apa yang akan terjadi selanjutnya."

"Lia, kamu berubah!"

Camelia tertawa.

"Kamu Camelia yang berbeda. Why Lia? Sepuluh tahun yang lalu, di tempat ini, kita bertemu terakhir kalinya, sebelum aku pindah ke Jepang. Dan hari ini, Cameliaku, seperti taman yang gersang. Bunga dan daunnya berguguran, tanpa keindahannya. Dia seperti lupa, caranya, memberi keindahan kepada kami, yang sangat menyayanginya."

Wajah itu, berubah sendu. Kalimat Meylani, seperti hujan bersama angin yang bertiup dahsyat. Mata Camelia, berkaca-kaca.

Air mata itu, akhirnya tidak mampu dibendung. Meylani mendaratkan pelukannya. Dia seperti turut merasakan, kabut gelap dalam hati sahabatnya.

Camelia merasakan dirinya begitu berbeda sore ini. Dia merasa, sudah terlalu lama, menyimpan air matanya. Ketika tegar, menjadi wajib. Air mata pun, tidak lagi ada artinya. Dan tidak akan menjadi bagian dari dirinya lagi.

Tapi, kini, semua kembali membawa kerinduan, yang akhirnya tumpah, dalam pelukan Meylani. Sahabat yang paling memahami hatinya. Sahabat, yang tidak pernah meninggalkannya.

***

“Hai, udah lama?”

“Kira-kira sepuluh menit.”

Kedua pria itu, lantas berpelukan. Melepas rindu yang sempat mengikat.

“Meylani, gak ikut?”

“Ada di sebelah, ketemu…,” jawab Leo, enggan melanjutkan.

“Ketemu siapa?” Bilal, penasaran.

“Ehm, Camelia.”

Suasana berubah beku.

“Oh ya, jadi kalian, sudah pasti balik ke Indonesia?” Bilal mengubah topik.

“Kalian kompak ya?”

“Maksudnya?”

“Pertanyaan kamu, persis pertanyaan Camelia.”

“Kamu, Leo! Sudahlah. Gak usah mancing-mancing. Bahas yang lain saja!”

“Oke!”

Cerita yang rumit, sungguh rumit. Ketika cinta tak jua bertemu pemiliknya, dunia selalu berbeda. Duka itu, jelas, tak bisa disembunyikan. Walaupun jarak telah tercipta begitu jauh.

“Oh ya. Gimana kabar Linda?”

“Alhamdulillah, baik.”

“Anak-anak, sehat?”

“Alhamdulillah, semua sehat.”

“Syukurlah. Kamu udah lama, pindah ke tempat Alex?” lanjut Leo.

“Sudah empat bulan.”

“Aku seperti mimpi, bisa kembali ke kota ini. Waktu berlalu begitu cepat. Sepuluh tahun.”

“Kenapa kamu mau kembali ke Indonesia? Bukannya, karier kamu, udah bagus di Jepang. Perusahaan impian. Malah kamu tinggalkan.”

“Cinta!”

Bilal tertawa.

“Kamu kenapa tertawa?” tanya Leo, heran.

“Kita ini, bukan remaja lagi, Leo. Aku merasa lucu saja, mendengar kamu, mengucap kata itu.”

Giliran Leo, terkekeh. “Cinta, tak pernah mengenal usia, waktu, zaman, Bilal!” lanjutnya.

“Aku bahkan tidak tahu arti cinta, selama sepuluh tahun ini!”

“Maksud kamu?”

“Gak usah dibahas. Gak penting!” sahut Bilal, menarik diri.

“Gini. Mey, enggak betah di Jepang. Dia selalu merasa kesepian. Dia selalu merindukan Camelia. Aku merasa enggak adil, apabila memaksakan bertahan, sedangkan wanita yang kucintai, tidak bahagia. Apalah arti kesuksesanku?”

Bilal terpaku.

“Yang aku tahu, Mey, sangat mencintai suaminya. Jadi, aku, wajib, memberikan cinta yang sama padanya.”

“Kamu kenapa?” tanya Leo, mendapati Bilal tampak gelisah.

“Gak tahu. Aku merasa gak betah, di tempat ini. Aku gak nyaman.”

“Gak nyaman dengan tempat ini, atau dengan ceritaku?” tebak Leo.

“Kamu! Aku bahagia mendengar sahabatku bahagia. Aku ikut bahagia Leo. Serius! Tempat ini, membuat aku gak nyaman.”

***

“Kamu dan Leo, sekarang tinggal di mana?” tanya Camelia.

“Untuk sementara, kami tinggal di rumah orang tuaku. Rumah kami, masih direnovasi. InsyaaAllah, selesai akhir bulan ini.”

“Kapan-kapan, aku ke tempat kalian, ya?”

“Harus, dong. Kalau kamu enggak datang, aku yang samperin kamu.”

“Oke insyaaAllah.” Meylani dan Camelia, mengakhiri pertemuan. Mereka berjalan menuju tempat parkir.

“Kamu sudah hubungi Leo?”

“Sudah. Dia sudah otw ke sini. Kamu belum balik?” tanya Meylani. “Aku temani kamu dulu, sampai Leo datang.”

“Panjang umur. Itu, Leo udah menuju ke sini,” ujar Meylani, menunjuk Leo.

Bilal! batin Camelia. “Aku pamit ya, Mey. Leo juga udah dekat.”

“Gak tunggu Leo dulu?”

“Enggak usah Mey. Aku titip salam saja, ya.” Camelia tampak gelisah, dan segera pergi dari tempat itu. Dia seperti terusik.

“Camelia udah balik?” tanya Leo. “Iya, baru aja. Eh, Bilal, apa kabar?” sapa Meylani.

“Alhamdulillah baik, Mey.”

“Bi, kami pamit ya,” lanjut Leo. “Kalian hati-hati,” sambung Bilal.

“Assalamu’alaykum,” ucap Mey dan Leo, serentak. “Wa’alaykumussalam.”

Bilal, masih berdiri di tempatnya. Dia tampak serius, mengamati kedua sahabatnya, yang berjalan, bergandengan menuju mobil mereka.

“Tadi, Camelia melihat kami?” tanya Leo, dalam mobil. “Iya. Makanya dia langsung buru-buru pergi.”

Leo tidak menimpali. Dia terdiam, dan matanya fokus menatap ke depan.

“Sepuluh tahun, mengapa tidak ada yang berubah dalam hubungan ini? Aku bingung, Mas. Haruskah persahabatan kita, berakhir, hanya seperti ini?” lanjut Meylani.

“Aku juga bingung, Sayang. Semua sudah berbeda sekarang, tapi hubungan Bilal dan Camelia, masih seperti sepuluh tahun yang lalu. Dingin, menjaga jarak. Cerita mereka, seperti enggan berakhir.”

“Tadi, aku sempat menyinggung kesendirian Camelia. Tapi, dia seperti biasa, Mas. Hanya menjawab tentang takdir. Bahwa, sendiri, adalah takdir yang nyata, harus bersamanya saat ini.”

“Camelia masih tinggal dengan Melati?”

“Melati, kan, udah nikah tiga tahun lalu, Mas.”

“Jadi?”

“Iya, Melati tinggal di rumah suaminya. Camelia, tinggal sendiri, sejak Tante Mona, meninggal dunia.”

Leo, kembali diam. Meylani pun, sama.

***

“Bagiku, menyatakan perasaan itu, penting, Mey. Apapun hasilnya, aku merasa punya tanggung-jawab menyelesaikannya.”

“Lia, tapi, sebagai wanita, itu bukan budaya kita?”

“Tidak ada aturan baku, tentang hati. Dia bisa datang pada siapa saja, kapan saja, di mana saja,” sanggah Camelia.

“Aku belum bisa menerima kenyataan ini, Lia. Kenapa kamu, enggak cerita dari awal?”

Camelia tersenyum, dan melanjutkan. “Yang ada, kamu akan menghalangiku, jika tahu dari awal.”

“Jadi, gimana?”

“Aku tidak pernah menunggu jawaban, saat aku telah menuntaskan keinginan hatiku. Dia menerima dan tidak, aku merasa, itu tidak penting lagi.”

Meylani, menarik napas panjang, dan mengembuskannya. Tampak, dia sulit, mencerna, keberanian sahabatnya itu.

“Kamu yakin, surat itu, sudah sampai di tangan Bilal?”

“Yakin!”

“Kok bisa, kamu yakin banget?”

“Aku lihat, dia membacanya.”

“Ya Allah. Camelia, itu gila! Aku merasa, itu di luar jangkauanku. Kamu yakin, Bilal memahami cara pandang kamu, tentang ini?”

“Aku yakin, dia bisa paham.”

Meylani, menggeleng. Dia benar-benar tidak percaya, sosok dihadapannya, akan melakukan tindakan seperti ini. Sikap, yang sama sekali tidak pantas dilakukannya.

“Dalam keluarga kami, wanita, disebut tidak pantas, mendahului pria, Lia. Dan aku pun, berat sekali menerima, kamu lakukan itu.”

“Meylani. Ini bukan masalah. Setiap dari kita, memiliki cara pandang sendiri tentang kehidupan. Saat orang lain memutuskan kata tidak, tidak berarti semua orang dilarang memilih kata ya. Begitu kan?”

“Intinya, aku tetap tidak setuju! Kamu menyatakan cinta pada Bilal? Tidak bisa kupercaya. Apalagi seorang Camelia? Oh no!”

Camelia, lagi, hanya tersenyum.

Lia, aku tidak pernah menyangka itu adalah senyuman terakhirmu. Entah apa yang terjadi sejak itu, batin Meylani.

Mobil Leo terus melaju, menembus kemacetan jalan Jakarta sore ini.

Related chapters

  • Maafkan Aku yang Telah Jatuh Cinta   Bab 3

    Camelia, sejak tiga tahun ini, tinggal di Apartemen Jakarta Residence. Sebuah hunian, hadiah dari adiknya, Melati, tak lama, setelah dia menikah. Akhir pekan, Camelia selalu menghabiskan waktu, membaca di balkon apartemennya. Suasana santai, seraya menatap kesibukan sekitar apartemen, menjadi hiburan-nya. Bel apartemen berbunyi. Camelia sontak berdiri menuju pintu. Senyumannya terurai saat membuka pintu. Menyaksikan sosok yang memang sangat dirindukannya. “Tante cantik.” Panggilan Yumna, anak dari Melati. Camelia langsung memeluk gadis kecil itu. “Tante rindu banget, sama Yumna cerewet.” Melati dan Hanan, suaminya, tersenyum, melihat keakraban Yumna dan Camelia. Mereka lantas masuk ke dalam Apartemen Camelia. “Kak, pasti belum makan, kan? Ini kami bawakan, makanan kesukaan Kak Lia.” Melati meletakkan makanan, di atas meja. Camelia tampak serius bermain bersama Yumna, dia tidak menggubris ucapan Melati. “Yumna, udah makan siang?” “Udah dong, Tante Cantik.” “Kalau begitu, Tante

    Last Updated : 2022-12-27
  • Maafkan Aku yang Telah Jatuh Cinta   Bab 2

    Pukul sepuluh pagi, Rumah Bahagia, penuh kesibukan. Tampak beberapa orang wanita, sedang menunggu antrian. Menunggu giliran, untuk bertemu dengan konsultan-nya masing-masing. Rumah Bahagia, sebuah kantor konsultan pernikahan. Diberi nama Rumah Bahagia, karena tujuan mereka, hanya ingin menciptakan kebahagiaan. Sejak berdiri selama sepuluh tahun yang lalu, Rumah Bahagia, telah memecahkan rekor tersendiri. Telah menyelesaikan ribuan kasus rumah tangga, tanpa perceraian. Dan itu menjadi motto mereka, Menciptakan Bahagia, dan Tetap Bersama. “Selamat Pagi, Camelia Zenia.” Camelia terkesiap. Dia tanpa sadar, berdiri dan menutup jalan. “Selamat Pagi, Mas Will,” jawab Camelia, kaget. “Bagaimana kabarnya Lia?” “Alhamdulillah hari ini, luar biasa, Mas.” Camelia memberi senyuman hangat. “Aku masuk dulu, ya.” “Silahkan, Mas.” Camelia tampak ramah, dan memberikan jalan, untuk Willy, menuju ruangannya. “Mbak Lia, kenapa?” Kembali, tersentak. “Kikan? Aku kaget!” “Mbak kenapa? Kok dari tadi,

    Last Updated : 2022-12-27
  • Maafkan Aku yang Telah Jatuh Cinta   Bab 4

    Leo dan Meylani, masih terpaku, menatap langkah Bilal menuju pintu. Keduanya terlihat cemas. Meylani, tampak menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Dia seperti, sangat takut, dengan kedatangan, sosok yang ada di balik pintu itu. Ruang keluarga, berada di samping kamar Leo dan Meylani. Dari posisi mereka berdiri, pintu masuk dihalangi oleh ruang tamu yang cukup besar, sehingga mereka tidak bisa melihat tamu yang datang. Tak lama setelah Bilal menuju pintu, langkah kaki yang cukup meriah saling bersahutan. Langkah itu, menuju tempat Leo dan Meylani, yang masih saling menatap satu sama lain. “Mas, kok, kayak ramai ya? Lia datang bersama siapa?” Meylani begitu yakin, akan kedatangan sahabatnya itu. “Kamu tenang dulu, ya. Kita tunggu saja.” Meylani lantas duduk, menenangkan diri. Dia seperti, membawa jejak masa lalu dalam jiwanya. Dia terusik, sehingga kekhawatiran menguasai dirinya. “Sayang.” Tangan Leo memegang pundak istrinya, menunjuk ke arah sosok yang berdiri di hadapannya.

    Last Updated : 2022-12-27
  • Maafkan Aku yang Telah Jatuh Cinta   Bab 5

    Bilal berlalu. Suasana masih dingin. Semua kembali ke ruang keluarga. Kebersamaan yang tadi penuh kebahagiaan, berubah. Malam semakin larut, Melati dan Hanan pamit pulang. “Astagfirullah.” Tiada hentinya Meylani, mengucap zikir. Kondisi tadi, benar-benar memorak-porandakan, kebersamaan yang hangat, yang seharusnya tercipta malam ini. Meylani dan Leo, kembali duduk di kursi yang sama, saat sore tadi. Tampak, kelelahan di wajah mereka berdua. “Mas, ada apa dengan Bilal? Tidakkah Mas lihat, dia dalam kondisi sangat buruk?” Leo mendekat pada istrinya, duduk di sampingnya. Meylani mendaratkan kepalanya, lagi, di pundak Leo. “Dia kelihatan hancur, sangat hancur, Mas! Beberapa tahun, kita tidak pernah mendengar kabarnya. Hanya kabar tentang pernikahannya, anak-anaknya. Dia tidak pernah lagi bercerita tentang dirinya, kebahagiaannya. Seperti Bilal, yang penuh obsesi dan banyak mimpi, di masa lalu.” “Mas, sudah bertanya berulang kali, Sayang. Tapi, Bilal hanya menjawab, semua baik-baik sa

    Last Updated : 2022-12-27
  • Maafkan Aku yang Telah Jatuh Cinta   Bab 6

    Leo beranjak. Dia meninggalkan kedua sahabat, yang sedang melepaskan rindunya. “Li, boleh gak, aku bicara serius?” Meylani menatap Camelia. “Ada apa?” Camelia tetaplah Camelia. Sosok yang kadang sangat dingin, super cuek. “Tapi janji, gak pake emosi dan marah ya?” Camelia tertawa. “Ya Allah, Mey. Sejak kapan, aku menjadi pemarah?” “Ya, siapa tahu saja.” Camelia menggelengkan kepalanya. Kalimat Meylani, sangat aneh untuknya. “Semalam, Bilal, datang.” Wajah itu berubah. Senyuman tiba-tiba terhapus, berganti wajah datar. “Bersama istrinya?” “Sendiri.” “Terus, hubungannya dengan aku, apa?” “Aku gak tahu, apa yang terjadi pada Bilal. Dia seperti pria yang hancur, penuh masalah. Aku khawatir, dia tak bahagia dengan hidupnya.” “Mey, kita ini sudah dewasa. Kita fokus saja, dengan kehidupan masing-masing. Sudahlah. Kita ini, bukan lagi remaja, seperti sepuluh tahun yang lalu.” “Hatimu masih bergeming di tempat yang sama?” Camelia terseny

    Last Updated : 2022-12-30
  • Maafkan Aku yang Telah Jatuh Cinta   Bab 7

    Willy tampak gelisah. Dia terus mondar-mandir di ruangannya. Dari kejauhan Viona menuju ke arahnya. “Ada apa?” Mata Viona menelisik, mencari-cari sebab kegundahan rekannya itu. Willy akhirnya bisa duduk tenang. Pun, Viona mendaratkan tubuhnya di kursi depan Willy. “Mbak, bisa lihat ke sana?” Willy mengarahkan telunjuknya ke arah ruangan Camelia. “Lia?” Viona memastikan. “Sebelahnya, Mbak!” Nada suara Willy, menegaskan sesuatu yang tidak dia sukai. “Oskar?” “Iya, Mbak! Ada urusan apa anak baru itu, selalu di ruangan Camelia beberapa hari ini?! Viona tertawa. Willy membuang buka. “Willy, Willy. Kamu cemburu?” Willy semakin menjauh, menyembunyikan wajahnya. Willy masih membisu. Viona menatap Willy lebih dalam. Dia akhirnya paham, apa yang sedang bergemuruh dalam hati pria itu. “Will, sekarang Oskar menangani kasus ibu Mayang. Dari hasil rapat sebelumnya, Lia akan mendampingi Oskar.” Viona menjelaskan, masih menahan tawa. “Kenapa harus Lia, Mbak? Masih ada yang lain!” Viona kembal

    Last Updated : 2023-01-15
  • Maafkan Aku yang Telah Jatuh Cinta   Bab 8

    Perubahan sikap Willy, akhirnya menjadi bahan gosip, Kikan, Via bersama rekan-rekannya. Tahun lalu, gosip itu sempat mencuat, namun akhirnya berlalu begitu saja. Namun, kini situasinya berbeda. Di kantin, saat jam makan siang, para wanita muda itu berkumpul di satu meja. Dan pastinya, topik hangat yang sedang mengudara, adalah Willy Samudera. Pria tampan, namun menyebalkan. “Kalian sudah tahu kan, gosip kemarin?” Via memulai siaran langsungnya. “Pastinya!” sahut Mia. “Oh iya. Aku kan belum lama di Rumah Bahagia. Aku penasaran saja, apa Mbak Camelia, juga ada hati pada Mas Willy? Atau hanya cinta bertepuk sebelah tangan?” ujar wanita yang paling muda, Yuni. Wanita lainnya tiba-tiba terdiam. Mereka saling menatap satu sama lain. “Iya, ya. Aku baru sadar, selama ini Mbak Lia, kelihatan tidak menanggapi sikap manis Mas Willy,” jelas Kikan. “Kalau aku sih, sebenarnya, gak setuju Mbak Lia dengan Mas Willy.” Via berubah serius. “Emang kenapa Mbak?” t

    Last Updated : 2023-01-21
  • Maafkan Aku yang Telah Jatuh Cinta   Bab 9

    Kesibukan di Rumah Bahagia terus berlangsung tanpa henti. Tampak, seluruh senior consultant tengah rapat di ruangan Willy. Willy Samudera, adalah Direktur Rumah Bahagia saat ini. Rumah Bahagia sebenarnya bernama Relationship and Marriage Councelor. Namun, klien banyak menyebutnya Rumah Bahagia. Suasana rapat kelihatan sangat serius. Tapi, mendadak, seluruh perhatian tertuju pada bunyi ponsel Lia. “Maaf.” Camelia memberi isyarat, untuk mengangkat telepon di luar ruang rapat. “Iya Pak, ada apa?” Camelia baru menyadari, panggilan tersebut berasal dari Security apartemen-nya. “Siapa Pak?” Ekspresi Lia tiba-tiba berubah, panik. Dia seketika mematikan ponselnya, dan kembali ke ruang rapat. Dia mendekat dan berbisik pada Viona, dan kembali meninggalkan ruangan itu. Dia seperti memburu sesuatu. Dia lantas mengambil dompet dan kunci mobil, segera meninggalkan kantornya. Dipacunya mobil dengan kecepata

    Last Updated : 2023-01-22

Latest chapter

  • Maafkan Aku yang Telah Jatuh Cinta   Bab 28

    Suasana hening kembali tercipta. Di tempat itu, Lia dan Meylani sudah duduk berhadapan dengan Bilal. Pertemuan yang kembali menyiratkan kesedihan dari tatapan Lia, pun dengan Bilal. Sendu yang terus bergema menuruti perjalanan waktu tanpa suara. “Bi,” ucap Lia memulai disertai senyum. Lia memegang dadanya, dan berucap, “Di sini, adanya cinta. Adanya ketulusan. Bagaimanapun dia tersampaikan, dia akan tetap akan sampai ke tempat yang sama. Aku melihat kesempurnaan cinta ada di mata Mbak Linda. Sosok asisten dosen, yang lebih dulu kamu cintai. Aku benar kan, Bi?” Bilal menghela napas. Dia tidak menjawab pertanyaan Lia. “Jika aku bisa menyimpulkan, sebenarnya cintamu yang sebenarnya itu, untuk Mbak Linda, bukan aku!” “Li—“ “Mbak Linda sangat mencintaimu Bi. Aku tidak mungkin merenggut itu hanya karena alasan masa lalu. Dia mendampingimu selama dua belas tahun ini. Itu sudah cukup membuktikan bahwa dia adalah takdirmu. Tolong, jangan sakiti

  • Maafkan Aku yang Telah Jatuh Cinta   Bab 27

    Di meja saat makan malam. Hanan mencoba mencari waktu terbaik untuk memulai berbicara dengan Lia. Setelah makan malam, Hanan akhirnya memberanikan diri. “Kak, boleh Hanan bicara?” “Iya silakan.” “Kak, ini tentang Mas Willy.” “Iya Nan? Apa yang kamu ingin jelaskan? Aku sudah dengar semuanya!” “Apakah Kak Lia, merasa, semua kebaikan Mas Willy selama ini adalah kepalsuan?” Lia membisu. Dia seperti terpengaruh ucapan Hanan. Dia merenung. “Apakah pantas, kita menilai seseorang dari masa lalunya Kak? Apakah itu adil?” sambung Hanan. Lia masih diam. “Iya memang Kak, Mas Willy punya masa lalu kelam. Saya pun sama, Kak. Kami sama-sama tumbuh dari keluarga yang jauh dari agama. Tapi semakin dewasa, kami belajar banyak hal. Seperti saya banyak belajar dari Melati saat kuliah. Itupun terjadi pada Mas Willy selama mengenal Kak Lia di Rumah Bahagia. Saya menjadi saksi bagaimana Mas Willy belajar salat, belajar ngaji Kak. Saya

  • Maafkan Aku yang Telah Jatuh Cinta   Bab 26

    Dua hari berlalu, Lia sudah kembali ke apartemen. Namun, belum sejam, sebuah kabar buruk tiba-tiba menciptakan duka yang begitu dalam. Kabar kematian Baba, membuat Lia langsung mengganti pakaian dan bersama Leo dan Meylani menuju pemakaman. Tidak ada kalimat yang tercipta. Hanya tatapan kesedihan yang mengantarkan ketiganya ke lokasi pemakaman. Suasana pemakaman Baba menyiratkan duka yang begitu besar. Dia sosok yang sangat dikenal oleh seluruh mahasiswa. Terlihat banyak hati yang patah dengan kematian pria yang ramah dan baik hati itu. Di antara keramaian para pelayat, tampak Bilal dan Camelia yang berdiri sedikit berjarak, di antara Leo dan Meylani. Ke empat sahabat ini, tidak bisa melupakan kehadiran Baba dalam perjalanan mereka, saat masih di kampus. Pria tua itu, sudah seperti orang tua bagi mereka. Sesaat setelah pemakaman selesai, Mey dan Leo pamit pulang lebih awal. Tinggallah Lia dan Bilal yang masih berdiri di samping pusara Baba. Mereka ber

  • Maafkan Aku yang Telah Jatuh Cinta   Bab 25

    Pagi menjemput. Melati tampak lelah. Dia kelihatan tidak tidur dengan baik semalam. Tepat pukul tujuh pagi, Meylani sudah ada di apartemen. Keduanya jelas panik, akan reaksi Lia atas apa yang mereka sembunyikan. “Silahkan kalian ceritakan, apa yang seharusnya sejak dulu aku dengarkan!” Melati dan Meylani saling bertatapan. Mereka bingung memulai segalanya. Kemarahan Lia, sudah jelas hadir di matanya. “Kok malah diam?! Apa bagian kalian, aku tidak lagi penting?!” “Tidak begitu Li—“ “Silahkan Mey!” sambung Lia, sinis. Meylani menarik napas panjang. Dia memberi isyarat pada Melati, bahwa dia yang akan menceritakan segalanya. “Sebulan lalu saat aku dan Mas Leo ke Bandung, aku singgah di rumah Melati. etelah beberapa jam di sana, kami kedatangan tamu, istri Bilal.” Meylani terdiam. Lidahnya seperti terikat, begitu berat melanjutkan kalimatnya. Lia mengangkat wajahnya, menatap tajam. Meylani sadar tatapan itu. Dia ber

  • Maafkan Aku yang Telah Jatuh Cinta   Bab 24

    “Mbak Linda!!!” Lia terpaku. Jantungnya seperti berhenti bekerja. Dia seperti tidak percaya, wanita yang bersama Bilal, adalah wanita yang sangat dikenalnya. Wanita yang sebulan ini terus saja menganggu pikirannya dengan cerita hidupnya. Bilal? Apakah dia? Ya Allah… Lia terus bergumam. Linda menyambut Lia dengan senyuman. Sambutan yang tampak biasa. Padahal mereka terlibat dalam sebuah cerita yang sangat rumit. “Oh ya. Kita kenalan dulu dong,” ujar Meylani. “Lia, udah kenal dengan istri Bilal?” Lagi, Lia seperti tersambar petir. Dia merasakan badannya bergetar tak biasa. Detak jantungnya tak biasa. Linda menjulurkan tangan. “Linda Agustina Permana, Mbak Camelia,” ucapnya. Lia pun menyambut tangan itu, dengan ragu. “Wah, udah kenal ya?” tanya Meylani. “Siapa yang tidak kenal, psikolog terkenal, Mbak Camelia Zenia dari Rumah Bahagia!” Linda tersenyum, diikuti Mey. Lia justru semakin gelisah. Dia bingung mau bersikap baga

  • Maafkan Aku yang Telah Jatuh Cinta   Bab 23

    Lia tersentak. Cerita tentang kehilangan, selalu juga menghadirkan kepiluan yang sama besarnya. Dia berhenti menulis. Dia fokus menatap Linda, yang terlihat mulai larut dalam kesedihan. Ya Allah, aku tidak menyangka wanita ini menyimpan cerita duka yang amat dalam. “Musibah yang seketika menghancurkan semua impian keluarga kecil kami, Mbak.” Air mata Lia, mulai perlahan menunjukkan dirinya. Dia tidak bisa menahan kesedihan. “Saat itu, saya benar-benar hancur Mbak, hati ini kehilangan harapan. Saya sangat terpukul, dan nyaris kehilangan bayi saya.” “Saya menyaksikan duka yang sama dalam keluarga Mas Taufiq. Ibu mertua, sangat kehilangan suaminya. Rumah yang penuh kebahagiaan, seketika berubah jadi tanpa kehidupan.” Lia mulai menghapus bulir-bulir, yang membasahi pipinya. “Kehidupan kami kehilangan tujuan. Sampai akhirnya, orang tua saya datang menemui ibu mertua. Meminta kejelasan saya, yang sebentar lagi akan melahirkan. Orang

  • Maafkan Aku yang Telah Jatuh Cinta   Bab 22

    Belum jauh, mobil itu memasuki sebuah pom bensin. “Li, aku isi bensin dulu ya?” “Iya, Mas.” Mobil Willy akhirnya masuk ke dalam antrian yang cukup panjang sore itu. Tiga mobil di depan, sebuah mobil menarik perhatian Lia. Bukannya itu Bilal? Kok mobilnya seperti mobil Linda tempo hari? Lia membatin. “Lia, mau singgah di mini market?” Lia kaget. “Iya Mas, boleh!” Ingatan akan cerita Linda, kembali membawanya dalam lamunan. Dia mengetahui bahwa suaminya menyukai wanita lain. Dia menikah karena takdir? Ya Allah, mengapa cerita wanita itu seperti membawaku ke masa lalu? batin Lia. “Hei, kamu ke mana saja?” “Kamu rindu ya?” Pria muda itu malah tertawa lebar. “Kok malah tertawa gitu? Tinggal jawab saja, ya kan?” “Ehm, ya bisa dibilang begitu. Memangnya sepekan ini kamu ke mana?” “Ibu kurang sehat, jadi aku jagaian di rumah sakit.” “Kok gak ngabarin?” “Gak mau ganggu ujian kam

  • Maafkan Aku yang Telah Jatuh Cinta   Bab 21

    Hari baru. Pukul sembilan pagi, seorang wanita muda sudah menunggu di ruangan Camelia. Kikan menuju pantry dan mendapati Lia sedang menyeduh segelas kopi. “Mbak, pagi banget tamunya datang?” “Tamu?” “Iya, itu di ruangan Mbak.” “Oh iya? Mbak belum lihat.” “Wanita itu cantik banget Mbak. Kok datang ke Rumah Bahagia ya? Apakah dia juga tidak bahagia dengan pernikahannya?” Lia tidak menjawab. Dia hanya tersenyum, sambil mengaduk kopi hitam yang terus mengeluarkan kepulan asap. “Benar-benar ya Mbak. Tidak pernah ada yang bisa memastikan kebahagiaan. Wanita yang sempurna seperti wanita itu, pun, masih menemui masalah dalam pernikahan.” “Itulah kehidupan. Kita sudah diciptakan dengan perjalanan masing-masing. Jadi, mudah atau sulitnya hidup, tidak ditentukan oleh cantik tidaknya seseorang. Tapi karena Tuhan menganggap, bahwa itulah yang terbaik untuk menjadikan kita lebih baik.” Kikan tersenyum lebar. “Memang

  • Maafkan Aku yang Telah Jatuh Cinta   Bab 20

    Dalam perjalanan menuju apartemen, Lia tampak hanya terpaku, menatap kosong ke arah spion. Willy sesekali menoleh ke arah wanita itu. “Lia?” Suara Willy membuat Lia terjaga. “Iya Mas Will?” “Aku mau ngajak makan malam, bisa?” Lia melihat jam di tangannya. “Ini sudah jam lima sore, Mas. Kita akan dapat magrib di jalan.” “Aku punya tempat yang bersih dan punya musala yang nyaman. Sekalian makan malam di sana.” Lia menarik napas. “Oke, Mas Will.” Willy kembali tersenyum mendengar persetujuan Lia. Lalu lintas tampak sibuk sore menjelang magrib. Membuat perjalanan Lia dan Willy sedikit terhambat. Azan magrib berkumandang, membuat Willy mengubah rute, mencari masjid terdekat. “Li kita salat di sini saja ya, sebelum lanjut ke restoran.” “Oke.” Lia langsung turun dari mobil, menuju area tempat wudhu wanita. Beberapa saat berlalu, dia berjalan menapaki teras masjid yang sangat lapang, menuju titik pusat tempat salat. “Mb

DMCA.com Protection Status