“SIALAN!!! BERENGSEK!! Apa maksudnya dia kirim pesan seperti ini?” maki Fakhri.
Ia sangat kesal dan langsung menonaktifkan ponselnya lagi. Fakhri mendengkus sambil meraup wajahnya. Wajahnya yang putih langsung merah padam usai membaca pesan Damar tadi.
“Jangan-jangan Aina yang cerita. Bukankah mereka ada hubungan kerja sekarang?”
Fakhri geram, tangannya mengepal sambil sesekali memukul pahanya sendiri.
“Dasar tukang selingkuh, pengadu. Mau cari dukungan, kalau yang dia lakukan itu benar dan aku yang salah. Dasar sialan!!!”
“Mas!! Kamu ngapain? Kok ngomel-ngomel gak jelas gitu, sih.” Tiba-tiba Wulan menghampiri Fakhri dengan tatapan penuh tanya.
Fakhri langsung terdiam sambil sibuk mengatur napasnya. Wulan tersenyum kemudian duduk di depan Fakhri.
“Ada apa? Apa urusan kerjaan lagi? Dari tadi aku ngelihat kamu sewot mulu.”
Fakhri tidak menjawab hanya menunduk sambil meli
“Ibu … ,” desis Aina lirih.Ia sangat terkejut saat melihat Bu Rahma, mertuanya tiba-tiba datang ke rumah sakit. Wanita paruh baya yang terlihat masih cantik itu hanya tersenyum datar sembari menatap Aina. Bu Rahma kini mengalihkan pandangannya ke Damar yang berdiri di sebelah Aina.“Kamu di sini juga, Damar? Sejak kapan kamu pulang dari luar negeri?” Alih-alih menjawab sapa Aina, Bu Rahma malah sibuk bertanya ke Damar.“Sudah hampir sebulan. Apa kabar, Tante?”Damar mengulurkan tangan dan menjabat tangan Bu Rahma kemudian mencium punggung tangannya. Bu Rahma hanya tersenyum sekilas sambil menganggukkan kepala kemudian kembali memperhatikan Aina.Damar seakan tahu jika ada yang hendak dibicarakan oleh dua wanita beda generasi ini. Ia bergegas pamit dan bersama Zafran pergi ke kantin. Sementara Aina dan Bu Rahma memilih duduk di taman. Untung saja cuaca hari ini tidak terlalu terik sehingga cukup nyaman dud
“Kamu baik-baik saja?” tanya Damar.Damar dan Zafran sudah menghampiri Aina di taman saat melihat Bu Rahma berlalu pergi tadi. Aina tersenyum menganggukkan kepala sambil mengelus kepala Zafran. Zafran tersenyum meringis memperlihatkan gigi susunya.“Bunda, Om Damar janji akhir pekan ini mau ajak Zafran ke kebun binatang. Boleh ya, Bunda?”Aina hanya diam, menatap Zafran kemudian melihat ke arah Damar. Damar tersenyum manis sambil menganggukkan kepala.“Kebetulan akhir pekan ini aku senggang, Aina. Kalau kamu tidak keberatan boleh gabung juga dengan kami. Iya kan, Zafran?”Zafran mengangguk dan kembali memperlihatkan senyum gigi susunya.“Lalu … aku terus menunda menggarap program untukmu begitu?”Damar tersenyum datar. Ia sudah menduga kalau Aina akan menolaknya.“Ya … apa salahnya menunda satu hari saja.”Aina tersenyum dan menggelengkan kepala.
“Tidak!! Tidak mungkin!!” geram Fakhri.Ia sudah meletakkan ponsel Wulan kembali ke tempatnya dan memilih berjalan menuju balkon. Fakhri duduk diam sambil mengamati lalu lalang orang di luar sana. Sementara benaknya sibuk melayang ke mana-mana.“Apa yang dilakukan Aina dan Damar? Apa benar mereka sedang terlibat hubungan kerja? Atau jangan-jangan Damar tahu tentang pernikahan poligamiku lalu mencoba mencari kesempatan mendekati Aina? Tidak, tidak. Damar tidak akan seperti itu.” Fakhri sibuk bermonolog dalam hati.Wulan yang baru saja keluar dari kamar mandi tampak terkejut melihat Fakhri sedang melamun di balkon.“Mas ... jadi perginya?” tanya Wulan.Fakhri menoleh, mendengkus sambil menganggukkan kepala.“Iya, kamu sudah siap?”Wulan mengangguk, tersenyum lebar sambil memutar tubuhnya di depan Fakhri. Fakhri hanya diam mengamati penampilan istrinya. Kali ini Wulan mengenakan dress hitam
“Apa maksud Ibu?” tanya Aina.Ia benar-benar terkejut saat Bu Wati tiba-tiba bertanya tidak sopan seperti itu. Bu Wati hanya tersenyum menyeringai menatap Aina dengan sinis. Sementara Aina balas menatapnya tak kalah sengit. Selama ini tidak ada tetangganya yang mau tahu urusan rumah tangganya, hanya satu orang ini saja yang selalu sibuk mencari tahu.“Alah … pakai menyangkal segala. Udah ngaku aja, Mbak kalau itu ayahnya Zafran.”Dengan seenaknya Bu Wati kembali berkomentar. Aina berdecak menggelengkan kepala sambil menatap penuh amarah ke wanita paruh baya di depannya ini.“Dengar ya, Bu!! Jangan asal bicara!! Saya bisa menuntut Ibu balik dan melaporkan sebagai pencemaran nama baik.”Seketika terlihat kepanikan di wajah Bu Wati. Ia tidak menduga Aina yang dikenal lemah lembut dan penuh sopan santun akan bicara seperti itu.“Apa maksudnya? Saya … saya kan cuman ngomong aja. Kenapa harus
“Iya, ada apa, Mas?” sapa Aina.Ia tersenyum saat menyapa lebih dulu di ponsel. Meski perlakuan Fakhri sebelumnya membuat Aina sakit hati, tapi dia tidak mau menunjukkan kebenciannya di depan Zafran.“Mas … .” Suara Aina kembali memanggil karena tidak ada sahutan di seberang sana.Zafran yang duduk di sampingnya mendongak dengan mata penuh selidik. Aina tersenyum, mengurai pelukannya kemudian bangkit berdiri. Bisa jadi sinyal ponselnya kurang baik sehingga membuat komunikasinya tersendat, ditambah saat ini suaminya sedang berada di belahan bumi yang jauh.Aina memilih keluar dari kamar Zafran dan kembali ke kamarnya. Siapa tahu dengan begitu, sinyal di ponselnya lebih baik.“Mas … .” Sekali lagi Aina memanggil dan berharap ada balasan suara Fakhri di seberang sana.Namun, alih-alih suara Fakhri malah terdengar suara cempreng wanita yang sangat dikenal Aina.“Hmm … jadi kam
“Beneran kamu sudah menyelesaikan semuanya, Aina?” tanya Damar.Hampir tiga minggu berselang dan senin pagi ini, Aina sengaja datang ke kantor Damar. Ia sudah menyelesaikan tugas yang diminta Damar.Aina tersenyum sambil menganggukkan kepala. Wajahnya tampak berseri dengan mata berbinar penuh percaya diri.“Iya, bukannya aku sudah bilang kalau tidak sampai satu bulan akan menyelesaikannya.”Damar langsung tersenyum lebar mendengarnya. Kepalanya terus mengangguk dengan mata yang tak lepas dari Aina.“Syukurlah, aku memang sedang membutuhkannya saat ini. Jadi kamu akan menginstal langsung hari ini?”Aina mengangguk.“Iya, aku akan mencobanya. Siapa tahu ada miss-nya.”Damar tersenyum sambil menggelengkan kepala. “Aku yakin itu tidak akan ada. Aku percaya padamu, Aina.”Aina tersenyum sambil menundukkan kepala. “Namun, tetap saja aku harus mengujinya. Kamu ti
“Mas Fakhri … ,” lirih Aina.Sudah tiga minggu lebih dia tidak bertemu pria ini dan kini tiba-tiba dia dipertemukan lagi di sini. Fakhri tampak terkejut saat melihat ada Aina dan juga Zafran. Saat di depan tadi, dia memang tidak melihat mobil Aina yang terparkir tersembunyi di balik tanaman. Jadi reaksinya tampak sangat kaget.“Ada apa, Bu? Kenapa Ibu memanggil Aina juga?” sergah Fakhri.Bu Rahma menghela napas panjang bangkit dari duduknya kemudian menghampiri Fakhri.“Memangnya kenapa? Ibu hanya ingin mengundang mereka makan siang.”Fakhri hanya diam. Ia tidak bersuara, tapi matanya sudah melirik sinis ke arah Aina. Aina hanya diam menundukkan kepala. Sementara Zafran tampak girang begitu melihat kehadiran Fakhri. Namun, berbanding terbalik dengan sikap acuh Fakhri.Aina langsung membimbing Zafran agar mendekat ke arahnya dan tidak mengusik Fakhri. Ia tidak mau membuat suasana menjadi runyam.
“Aku sudah menyelesaikannya dengan caraku sendiri,” seru Fakhri.Ia kini mengangkat kepala dan menatap tajam Aina yang duduk di depannya. Aina hanya diam. Ia tidak memalingkan wajah juga tidak membalas tatapan Fakhri, hanya diam melihat kosong.Bu Rahma berdecak sambil menggelengkan kepala. Wanita paruh baya itu melihat ulah Fakhri dan Aina kemudian memperhatikan Zafran yang sudah selesai makan. Bocah pria itu tampak bingung dengan situasai saat ini. Mungkin ini kali pertama Zafran melihat kedua orang tuanya bersitegang.“Ibu jangan ikut campur urusanku. Aku sudah dewasa dan aku tahu yang kulakukan.”Fakhri kembali bersuara dan menoleh ke arah Bu Rahma. Bu Rahma tidak bisa menjawab, ia hanya diam sambil sesekali melirik Aina. Aina tahu wanita paruh baya itu sedang membantunya menyelesaikan masalah, tapi sepertinya suaminya sendiri tidak mau mendengar. Hati dan telinga Fakhri sudah tertutup rapat. Sebegitu sakitnya Aina melukai hing
“Saudari Wulan Ariani terbukti bersalah telah melakukan penggelapan uang perusahaan … .” Hari ini adalah hari pembacaan keputusan sidang untuk Wulan. Semua bukti yang terkumpul untuk kejahatan yang dilakukan Wulan sama sekali tidak disangkal dan Wulan mengakuinya. Bahkan dia juga mengaku telah menukar bayi Fakhri dan Aina serta menjebak Aina dengan memberi minuman obat perangsang. Fakhri yang ikut hadir di sana hanya diam mendengarkan. Sesekali ia melirik Wulan yang duduk di kursi pesakitan. Wulan sudah jauh berbeda. Wajahnya tidak secantik dulu, rambut indahnya juga tampak ditata dengan asal apalagi kini tubuhnya semakin kurus tidak seksi seperti dulu. Kalau boleh jujur, Fakhri kasihan melihatnya. Aina yang duduk di samping Fakhri hanya diam. Ia sadar siapa yang sedang diperhatikan suaminya saat ini. Aina tidak berkomentar dan terus memperhatikan Fakhri. “Kamu mau menemuinya?” Tiba-tiba Aina bertanya usai pembacaan keputusan berakhir. Fakhri menghela napas dan melihat Aina.
“Udah, Mas. Mau sampai berapa kali kamu melakukannya?” dumel Aina.Ia berkata sambil menyingkirkan wajah Fakhri yang menempel di dadanya. Fakhri terkekeh sambil terus mendaratkan beberapa kecupan di sana. Ia sama sekali tidak mau melepas pelukannya ke Aina.“Memangnya kamu lupa, kalau Ibu bersama Zafran dan Ryan minta oleh-oleh adik. Makanya aku berusaha mewujudkannya.”Aina berdecak, sambil menyelipkan rambut ke belakang telinga. Fakhri sudah mengangkat kepalanya dan kini duduk bersandar di samping Aina.“Iya, aku tahu. Namun, ini sudah sore, Mas. Kita bahkan melewatkan makan pagi dan makan siang. Aku laper.”Fakhri mengulum senyum saat melihat ekspresi Aina. Kalau mau jujur dia juga sudah merasa lapar. Namun, rasanya Fakhri tidak mau kehilangan satu momen pun dengan Aina.“Ya sudah, aku pesan makanan dulu.”Fakhri membalikkan tubuhnya dan bersiap meraih telepon yang ada di nakas. Namun
BRAK!!!Pintu kamar tertutup dan Fakhri hanya diam melongo berdiri di depannya. Matanya mengerjap berulang saat menyadari jika dirinya sudah berada di luar kamar.“Fakhri!! Kamu ngapain di sini?” seru Bu Rahma.Wanita paruh baya itu terkejut saat melihat putranya berdiri di depan pintu kamar dengan ekspresi wajah bingung. Fakhri menoleh sambil menghela napas panjang.“Istriku baru saja disabotase Zafran dan Ryan, Bu.”Sontak Bu Rahma terkekeh mendengar aduannya.“Sudah, biarin saja. Toh, kamu tadi siang sudah melakukannya. Lagian besok kalian sudah berangkat untuk honeymoon. Jadi biarkan anak-anak bersama bundanya malam ini.”Fakhri menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala. Untung saja, tadi siang dia sudah melakukan pemanasan tiga ronde dengan Aina, kalau tidak pasti sangat kesal malam ini.“Apa mau ditemani Ibu tidur, Fakhri?” Tiba-tiba Bu Rahma bersuara dengan menggod
“Fakhri!! Kamu ke mana aja? Dari tadi Ibu telepon gak diangkat!” Suara Bu Rahma langsung terdengar di telinga Fakhri.Fakhri menguap lebar sambil mengucek matanya. Usai ijab kabul di KUA, harusnya Fakhri bersama Aina merayakan resepsi dan tasyakuran di rumah Bu Rahma. Namun, Fakhri malah sengaja mengajak Aina pulang ke rumah baru mereka dan menikmati malam pernikahan lebih awal.“Aku ngantuk, Bu,” jawab Fakhri sambil menguap.“Ngantuk? Memangnya kamu di mana? Kenapa juga Pak Udin gak balik ke rumah?”Pak Udin adalah sopir Fakhri yang baru dan kebetulan tadi Fakhri menyuruhnya untuk istirahat. Sepertinya Pak Udin menurut perintahnya.“Banyak tamu mencari kamu dan Aina. Mereka pengen ketemu, Fakhri.”Fakhri menghela napas panjang. Dari awal, Fakhri dan Aina memang tidak mau melakukan perayaan. Toh, ini bukan pernikahan pertama mereka. Hanya Bu Rahma saja yang telah mengundang para tamu hingga mer
Rabu pagi, satu minggu kemudian tampak kesibukan di rumah Bu Rahma. Wanita paruh baya itu tampak berjalan mondar mandir dari ruang tamu ke kamar Fakhri. Wajahnya terlihat gelisah saat melihat pintu kamar Fakhri masih tertutup rapat.“Ryan, Zafran, coba periksa ayahmu!! Kenapa dari tadi belum keluar? Nenek takut kita datang terlambat ke KUA,” ujar Bu Rahma.Hari ini memang hari pernikahan Fakhri. Sesuai permintaan Aina, mereka akan melakukan jiab kabul di kantor KUA. Setelahnya akan mengadakan tasyakuran dan resepsi sederhana di rumah Bu Rahma.Sebenarnya Bu Rahma ingin merayakan pernikahan kedua putranya ini dengan meriah, tapi Aina dan Fakhri menolaknya. Mereka tidak mau lelah, bahkan sehari setelahnya akan melakukan perjalanan keluar negeri untuk honeymoon.“Iya, Nek!!” Ryan dan Zafran menjawab berbarengan.Mereka berjalan beriringan menuju kamar Fakhri. Baru saja Ryan hendak mengentuk pintu kamar Fakhri, tiba-tiba handel
“TUNGGU!!! STOP!!! Jangan bilang kamu mau mencabut gugatanmu ke Wulan!!” sahut Robby.Rini yang mendengar ucapan Robby tampak terkejut. Hal yang sama juga ditunjukkan Fakhri, sayangnya Robby tidak bisa melihat reaksinya kali ini.“HEH??? Mencabut gugatan ke Wulan? Siapa juga yang mau mencabut gugatan?” ucap Fakhri.Sontak helaan napas panjang keluar dengan kasar dari bibir Robby, bahkan pria bermata sipit itu sudah mengurut dadanya.“Lalu kamu mau minta tolong apa tadi?”Fakhri mendengkus sambil melirik interaksi Aina bersama Zafran dan Ryan di ruangannya.“Aku mau minta tolong kamu percepat pernikahanku.”Kini berganti Robby yang terkejut, mata sipitnya melebar usai mendengar permintaan Fakhri.“Bukannya tinggal dua minggu lagi. Kenapa mau dipercepat lagi?”Fakhri tersenyum sambil menyembunyikan wajahnya. Ia berdiri dan menjauh dari Aina serta kedua putranya. F
“Sayang … kok kamu ngomong gitu?” tanya Fakhri.Aina tidak menjawab, malah kini yang berganti menundukkan kepala. Dia paham hanya wanita kedua yang datang ke hati Fakhri. Meski pada akhirnya Fakhri lebih memilihnya, tapi setidaknya ada kenangan indah antara Fakhri dan Wulan.“Aku sama sekali gak bermaksud akan membahas ke arah sana. Aku sudah tidak mencintainya. Aku hanya sekedar memberitahumu mengenai keadaan Wulan.” Fakhri menambahkan kalimatnya dan terkesan sedang membuat pembelaan.Aina menghela napas panjang sambil mengangkat kepalanya. Matanya bertemu dengan netra coklat Fakhri dan terdiam untuk beberapa saat.“Aku juga sama sekali gak masalah jika kamu mengenang momen dengannya. Dia cinta pertamamu, bagaimanapun ada kenangan indah antara kamu dan dia. Bisa jadi itu yang membuatmu melankolis seperti ini.”Suara Aina terdengar datar, tidak tertangkap dia sedang sedih apalagi cemburu. Hanya saja Fakhri
“Sialan!! Bangsat!! Jadi kamu yang menyebabkan kecelakaanku?” sergah Wulan.Damar tersenyum sambil berdiri menjauh dari sisi brankar. Wajah Wulan sudah merah padam dengan bunyi gigi yang saling beradu belum lagi tangannya yang sudah mengepal seakan hendak melayangkan sebuah pukulan ke Damar.“Kalau iya, kenapa? Kamu ingin membalasku, Wulan?”Tidak ada jawaban dari Wulan. Ia duduk bersandar ke bantal dengan dada kembang kempis mengolah amarah dan wajah yang semakin merah.“Bukankah kamu juga yang telah menabrakku tempo hari hingga membuatku tak berdaya.”Wulan membisu dan buru-buru memalingkan wajah.“Aku rasa kita sudah impas, Wulan. Aku akan mencabut gugatanku dan melupakan semua. Sayangnya, kamu tidak bisa melakukan hal yang sama seperti aku.”Wulan belum menjawab, tapi wajahnya sudah meredup bahkan tatapan matanya tampak sayu. Dengan sendu Wulan menatap kaki kanannya yang kini dibabat
“APA!!! Mama mau bunuh diri?” seru Devi.Amar yang duduk di sebelah Devi tampak terkejut. Tanpa banyak bertanya, ia langsung menjalankan mobilnya meninggalkan rumah Fakhri lebih dulu. Fakhri yang berada di dalam mobil mengabaikannya. Bisa jadi Amar dan Devi punya kepentingan lain yang harus dilakukan.Selang beberapa saat Devi dan Amar sudah tiba di rumah sakit tempat Bu Vita dirawat. Wanita paruh baya itu tampak tergolek lemah di atas brankar dengan kedua pergelangan tangannya di babat perban.Devi baru saja dijelaskan oleh perawat yang bertugas jika Bu Vita berusaha mengakhiri hidupnya dengan menyayat pergelangan tangan menggunakan pecahan cermin di kamarnya. Bu Vita shock saat tahu kenyataan tentang Wulan.“Memangnya siapa yang memberitahu keadaan Kak Wulan ke Mama? Bukannya hanya kita yang diberitahu dokter,” gumam Devi.Ia seolah sedang berbicara pada dirinya sendiri. Amar yang berdiri di sebelahnya hanya diam sambil menatap Bu Vita dengan iba.“Sebenarnya beberapa saat yang lalu,