“Kamu yakin, Aina?” tanya Fakhri.
Ia kini menatap tajam Aina dan berharap wanita cantik di depannya ini memberi jawaban yang memuaskan. Aina terdiam sesaat dan membuat matanya beradu dengan netra coklat Fakhri. Tanpa diminta ada yang tiba-tiba berdesir dengan hebat di sana. Aina buru-buru memalingkan wajah sambil mengangguk.
“Iya. Aku yakin. Memangnya kamu punya teman di daerah sana?”
Aina malah balik bertanya dan langsung dijawab dengan gelengan kepala Fakhri. Fakhri tidak mau mengambil kesimpulan dulu. Ia harus mencari bukti jika memang kejadian hari ini ada keterlibatan Wulan di dalamnya.
“Ya sudah. Itu saja dulu. Aku mau pulang.”
Belum sempat Fakhri menjawab, Aina sudah berdiri dan membalikkan badan berjalan meninggalkannya. Fakhri bergeming di tempatnya sambil menatap bayang Aina yang sudah menghilang di balik pintu. Rasanya Aina pasti akan menolak jika ia menawarkan diri mengantarnya pulang.
Sepuluh
“Eng … saya minta tolong Aina untuk membereskan program di kantor. Kebetulan terkena virus tadi,” jawab Fakhri.Bu Tika tampak tersenyum sambil menganggukkan kepala. Sementara Aina hanya diam dan lagi-lagi merasa serba salah. Kenapa juga seharian ini alam seakan tidak berpihak padanya? Mulai dari mobil yang tidak bisa menyala, taxi online yang menolaknya dan kini harus bertemu Bu Tika saat dia satu mobil dengan Fakhri.“Ya sudah kalau begitu kamu mampir dulu saja. Kita makan malam bareng, ya!! Damar juga sudah menunggu,” ujar Bu Tika.“Maaf, Tante. Saya harus pulang cepat. Takutnya Wulan sudah nunggu.” Kali ini Fakhri terpaksa berkata bohong. Tentu saja ucapannya membuat Aina bereaksi. Tanpa sadar wanita cantik di sebelah Fakhri sedang meliriknya dengan tajam.“Alah … cuman bentar, Fakhri. Nanti biar Tante yang menelepon Wulan.”Mata Fakhri sontak membola saat mendengar ucapan Bu Tika. B
“Bagaimana kabar ibumu, Fakhri? Tante dengar baru saja terkena serangan jantung,” ujar Bu Tika.Wanita paruh baya itu sudah mengalihkan topik pembicaraan dan membuat Fakhri yang sedari tadi terdiam terpaksa membuka suara.“Eng … sudah lebih baik, Tante.”Bu Tika tersenyum sambil menganggukkan kepala. “Syukurlah, Tante senang mendengarnya. Sampaikan salam Tante, ya!! Maaf, tempo hari Tante belum sempat menjenguk.”Sebuah senyuman tersungging di raut tampan Fakhri. Kemudian ia menunduk lagi pura-pura menikmati makan malamnya.“Oh ya, Mama lupa, Damar. Tadi Mama baru saja ke toko perhiasan. Mama rasa ada cincin yang cantik untuk Aina.”Lagi-lagi wanita paruh baya di depan Fakhri ini sibuk membicarakan pernikahan Aina dan Damar. Aina hanya diam. Dia belum memutuskan mengiyakan tanggal yang ditentukan keluarga Damar, tapi mengapa juga mereka tak henti membahas pernikahan.Damar memperh
“Eng … iya, Om. Saya mau pamitan,” ucap Fakhri.Pak Aldi tersenyum sambil menganggukkan kepala. Sementara Damar gegas bangkit dan berjalan menghampiri Fakhri. Hal yang sama juga dilakukan Aina. Kali ini Aina sudah mengekor Damar.“Aku pamit pulang, Damar. Terima kasih makan malamnya.” Fakhri kembali bersuara saat Damar sudah berdiri di depannya.Damar tersenyum sambil menjabat tangan Fakhri. Kemudian Fakhri melirik Aina yang berdiri di belakang Damar. Mantan istrinya itu tampak menunduk dan tak mau melihat ke arahnya. Jakun Fakhri naik turun menelan saliva sambil memperhatikan Aina. Padahal Fakhri berharap wanita cantik itu melihat ke arahnya. Sekedar untuk menghilangkan keresahan di hatinya.“Aina … aku pulang, ya!!”Akhirnya dengan canggung Fakhri memberanikan diri bersuara. Aina mendongak, tersenyum sekilas sambil menganggukkan kepala. Sesudahnya Fakhri sudah berlalu pergi meninggalkan rumah Dama
“Wulan?? Kamu … ngantor?” ucap Fakhri terbata.Ia sangat terkejut saat melihat Wulan sedang berdiri di depannya. Padahal Fakhri pikir istrinya tidak masuk kantor lagi hari ini. Namun, dugaannya ternyata salah.Tentu saja Wulan terkejut melihat reaksi Fakhri, apalagi suaminya berbicara dengan terbata tadi.“Iya, memangnya aku sudah gak boleh ngantor di sini?”Tidak salah jika Wulan mengajukan pertanyaan ini, pasalnya Fakhri seperti melihat hantu saja saat bertemu dengan Wulan hari ini.“Gak. Aku pikir kamu masih ada janji dengan klien di luar.”Fakhri berusaha bersikap biasa agar Wulan tidak curiga padanya. Wulan tersenyum kemudian menganggukkan kepala. Tak lama ia sudah bersiap hendak masuk ke dalam lift bahkan jemari Wulan sudah menekan lantai tempat divisi IT berada.Sontak Fakhri tercengang kaget. Bukankah di lantai tersebut ada Aina. Bagaimana jika Wulan bertemu Aina? Fakhri tidak takut j
“APA!!??” seru Wulan. Mata wanita cantik itu membola usai mendengar ucapan Fakhri. Namun, Fakhri tidak mempedulikannya. Ia sudah membalikkan badan dan berlalu pergi meninggalkan kamar tanpa sepatah kata lagi. “Sialan!! Berengsek!! Jadi kamu masih belum memaafkanku, Mas,” gerutu Wulan. Sesaat tadi, dia sangat bahagia dengan perubahan sikap Fakhri. Namun, ternyata Wulan terlalu cepat menafsirkan sikap Fakhri. Padahal yang Fakhri lakukan seharian ini agar Wulan tidak bertemu Aina dan mengganggu pekerjaan Aina. Fakhri sudah berada di kamar tidur tamu. Ia langsung menghempaskan tubuhnya ke kasur sambil melamun menatap langit-langit di kamarnya. Benaknya kembali sibuk dengan beberapa rencana di sana. “Mungkin sebaiknya aku pasang CCTV di kamar Wulan agar tahu apa saja yang ia lakukan selama ini,” gumam Fakhri. Sebuah senyuman terkembang di wajah Fakhri. Sebuah rancangan skenario untuk pemasangan CCTV di kamar Wulan sudah terputar di benaknya dan Fakhri yakin tidak akan gagal. Baru saj
“Mati aku!!” gumam Fakhri pelanSpontan Fakhri menghentikan langkahnya dan duduk jongkok bersembunyi di balik rimbunnya tanaman. Untung saja penerangan di tempatnya berada cukup temaram jadi bisa menyembunyikan bayangannya di sana.Wulan tampak melongokkan kepala, melihat ke arah taman. Matanya mengerjap beberapa kali seraya beredar memastikan tidak ada orang di bawah. Setelah beberapa saat akhirnya Wulan membalikkan tubuh dan berjalan masuk ke dalam kamar.“Gawat. Aku harus cepat balik kamar. Jangan-jangan dia akan memeriksa di sana.”Fakhri sontak bangkit dan berjalan setengah berlari menuju kamar tamu tempatnya terlelap malam ini. Ia tidak mau Wulan menggagalkan rencananya. Kali ini dia harus berhasil menghentikan kegilaan istrinya dan lepas dari jeratannya.Napas Fakhri tersenggal usai masuk ke dalam kamar. Ia berdiri diam di balik pintu sambil mengurut dadanya.“Sial!! Hampir saja.”Belum seles
“Damar!! Sejak kapan kamu di sini?” tanya Fakhri.Sosok yang ternyata Damar itu tersenyum kemudian langsung duduk di depan Fakhri bersebelahan dengan Robby.“Baru beberapa menit. Kebetulan aku ada janji dengan seseorang di sini,” jawab Damar.Fakhri dan Robby hanya menganggukkan kepala, kemudian tampak menawari Damar untuk memesan makanan atau minuman.“Siapa yang mau bercerai? Apa kamu, Fakhri?” Ternyata Damar masih penasaran dengan pertanyaan yang belum dijawab Fakhri tadi.Fakhri tersenyum sembari menggelengkan kepala.“Bukan. Kami membahas salah satu teman kami dan kebetulan Robby yang membantu proses perceraiannya. Benar kan, Rob?”Fakhri berkata seraya melihat Robby dengan tatapan penuh isyarat. Seakan tahu bahasa tubuh Fakhri, Robby langsung mengangguk dan tersenyum.“Hmm … syukurlah. Aku pikir kamu yang akan bercerai, Fakhri.”Fakhri tersenyum ham
“Apa maksudmu, Fakhri?” sergah Damar.Fakhri tidak menjawab hanya mengendikkan bahu sambil sibuk menyesap kopinya. Gara-gara jengkel dengan ucapan dan sikap Damar hari ini, tanpa sadar Fakhri berkata seperti itu.“Itu sama artinya kamu sedang menuduh Aina berselingkuh dengan pria selain aku, Fakhri.” Damar menambahkan kalimatnya.Fakhri meletakkan cangkir kopinya kemudian menyeka bibirnya dan menatap Damar.“Rasanya itu tidak masalah bagiku dan bagi Aina. Toh, kami sudah tidak ada ikatan apa-apa. Namun, akan menjadi masalah buatmu jika suatu hari terbukti kalau Zafran bukan anakmu.”Mata Damar membola menatap Fakhri penuh tanya. Fakhri tersenyum kemudian berganti menepuk bahu Damar seakan sedang mencoba menenangkannya.“Saranku lakukan test DNA untuk membuktikan jika Zafran benar putramu!!” tambah Fakhri.Damar kembali terperangah kaget mendengar ucapan Fakhri.“Aku tidak ak
“Sudah saatnya dia tahu, Aina,” lirih Fakhri.Pria tampan itu berkata sambil menundukkan kepala. Entah apa yang sedang disembunyikan Fakhri. Perasaannya atau raut wajah yang tiba-tiba berubah muram dengan buliran bening di sudut matanya.Tidak ada jawaban dari bibir Aina. Ia masih bergeming di posisinya sambil menatap Fakhri dengan trenyuh. Untung saja posisi rumah Aina berada di bagian paling ujung gang dengan area depannya merupakan tanah kosong sehingga tidak akan ada tetangga yang memperhatikan interaksi mereka sepagi ini.“Aku juga ingin melihat kalian bahagia menjadi satu keluarga. Kamu, Damar dan Zafran.”Fakhri kembali menambahkan kalimatnya dan entah mengapa banyak penekanan intonasi di setiap katanya. Suara Fakhri bahkan seperti tercekat menahan isak.“Bahkan aku bersedia pergi dari hidup Zafran agar anak itu hanya mau melihat Damar sebagai ayahnya.”Sontak Aina tercengang kaget mendengar kalimat
“Kok Zafran ngomong gitu? Bukannya Om Damar juga baik,” ujar Fakhri.Ia tidak mau memprovokasi Zafran. Bagaimanapun Zafran harus tahu siapa sebenarnya Damar. Mereka juga harusnya bersatu sebagai satu keluarga, meskipun awalnya kehadiran Zafran karena sebuah kesalahan. Namun, Fakhri sudah mengikhlaskan semuanya.Tidak ada suara yang keluar dari bibir bocah laki-laki itu. Ia hanya menunduk dengan bahu yang naik turun. Fakhri terdiam memperhatikan. Bisa jadi bocah ini sedang menangis.Perlahan Fakhri mengulurkan tangan menarik dagu Zafran dan tepat dugaannya jika bocah laki-laki itu sedang menangis.“Kenapa nangis? Apa Ayah menyakiti Zafran?”Zafran menggeleng, menyeka air matanya kemudian berhambur memeluk Fakhri. Fakhri hanya diam menangkap rangkulan Zafran dan membalasnya dengan erat.“Zafran hanya mau sama Ayah, bukan Om Damar.”Lagi-lagi kalimat itu terlontar dari bibir Zafran. Fakhri tidak bisa m
“Tante Tika??” seru Aina tertahan.Wanita cantik itu terkejut setengah mati dengan kehadiran Bu Tika apalagi ditambah dengan pertanyaan yang baru saja ia lontarkan. Fakhri melihat kepanikan Aina. Perlahan ia menurunkan Zafran dan memintanya masuk ke dalam rumah lebih dulu. Kemudian Fakhri berjalan menghampiri Bu Tika.“Selamat malam, Tante,” sapa Fakhri dengan sopannya.Bu Tika tidak menjawab, hanya menganggukkan kepala sambil menatap sinis ke arah Fakhri. Fakhri menyadari kenapa Bu Tika bersikap seperti itu padanya. Pasti wanita paruh baya itu sudah sibuk berpikir banyak hal di benaknya.“Kalian tidak ada yang mau menjawab pertanyaan Tante?”Kembali Bu Tika bersuara dan tentu saja sorot matanya semakin tajam menginterogasi Aina serta Fakhri.“Pertanyaan apa, Tante? Tentang sebutan ‘ayah’ untukku tadi?”Fakhri yang menjawab dan dengan nada ringan, sama sekali dia tidak menunj
“Apa Damar melarang aku bertemu dengan Zafran juga?” tanya Fakhri.Sontak Aina mengangkat kepala dan tak ayal mata mereka bertemu lagi. Hembusan napas kasar keluar dari bibir Aina dibarengi gelengan kepalanya.“Enggak. Aku rasa kamu tahu jika Damar malah yang mengantar Zafran menemuimu tempo hari,” jawab Aina.Fakhri tersenyum menautkan kedua tangannya sambil menatap Aina dengan teduh.“Jadi boleh aku mengantarmu pulang, eh maksudku bertemu dengan Zafran?”Kembali Aina diam sesaat. Ia sedikit ragu, tapi dia sudah bertekad untuk mengubah sikapnya pada Fakhri. Bukankah berteman lebih baik dari pada terus menyulut kebencian.“Iya, baiklah.” Aina berkata sambil menganggukkan kepala. Seketika senyum manis terkembang di bibir Fakhri.Tak lama mereka sudah berada di dalam mobil. Aina duduk di sebelah Fakhri dan tampak sedang melamun memperhatikan kemacetan lalu lintas petang ini. Sesekali Fakhr
“Apa Anda sudah siap?” tanya Dokter tersebut.Damar terdiam sejenak, menatap dirinya kemudian mengangguk dengan mantap. Dokter tampan yang tak lain Rendy, teman sekaligus dokter yang pernah diminta tolong Fakhri itu tersenyum membalas gestur tubuh Damar.“Namun, harus Anda ketahui. Kalau kita akan melakukan operasi beberapa kali. Mungkin dua sampai tiga kali.”Damar mengangguk dengan mantap dan tidak terlihat sama sekali keraguan di wajahnya. Rendy hanya tersenyum sambil mengangguk. Damar tidak akan mundur lagi. Ia harus meneruskan operasi ini.Apalagi setahun ke depan, dia akan menikah dengan Aina. Damar tidak mau membuat Aina curiga dengan keadaannya. Aina pasti sangat shock jika tahu apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Damar tidak mau kehilangan Aina lagi. Banyak yang telah ia korbankan untuk mendapatkan hati Aina dan kali ini dia tidak mau gagal.“Kalau begitu, silakan Anda bersiap. Kita akan operasi besok pa
“Jadi kamu berpikir Damar selingkuh dengan Wulan, begitu?” tanya Robby.Usai mandi dan mengakhiri pembicaraannya dengan Wulan. Fakhri keluar dari rumah dan mendatangi apartemen Robby. Robby tampak terkejut, tapi sudah memintanya masuk hingga akhirnya mereka duduk berdua di ruang tamu sibuk dengan percakapan ini.Fakhri tidak menjawab hanya menganggukkan kepala.“Aku melihat di rekaman CCTV kamar Wulan yang baru aku pasang, Rob. Sepertinya aku harus lebih sabar kali ini.”Robby menghela napas panjang sambil mengangguk.“Iya. Jangan sampai Wulan tahu kalau kamu sudah memasang CCTV dan mempersiapkan jebakan untuknya. Lagipula bukan Damar, pria yang sering diajak Wulan ke rumah.”Fakhri tidak menjawab hanya menunduk sambil sibuk mengaduk kopinya.“Lalu soal dugaan penggelapan yang dilakukan Wulan, kamu sudah mendapat buktinya?”Fakhri mendongak dan menatap Robby. Ia seakan baru ingat
“Apa yang dilakukan Damar di kamar Wulan? Apa dia pria yang selama ini datang ke rumah?” gumam Fakhri.Fakhri tampak masih shock usai melihat rekaman CCTV kamar Wulan di ponselnya. Ia ingin memastikan apa lagi yang dikerjakan Damar di sana. Namun, tiba-tiba rekaman itu terhenti dan tak lama ponsel Fakhri mati.Fakhri tercengang kaget dan baru sadar jika dia lupa untuk mengisi daya ponselnya.“Sial!! Kenapa juga di saat penting seperti ini?” gerutu Fakhri.Ia bangkit dari kasur dan tampak sibuk mencari charger ponselnya. Fakhri tergesa berjalan keluar kabin apartemen menuju parkiran mobilnya. Siapa tahu charger-nya tertinggal di sana.“Akh … sial. Kok gak ada. Jangan-jangan ketinggalan di rumah.”Fakhri terdiam sesaat dan mencoba mengingat. Sepertinya charger-nya memang tertinggal di kamar tempat dia tidur semalam. Gara-gara ulah Wulan tadi siang kemudian kedatangan dua petugas pemasang CCTV, membuat
“Eng … bukan siapa-siapa, hanya salah orang,” jawab Fakhri.Dia sangat terkejut saat Wulan tiba-tiba berjalan mendekat menghampirinya. Sementara dua orang di depan Fakhri ini tampak bingung. Wulan berhenti dan urung mendekat ke Fakhri. Malah ia sudah membalikkan badan dan menganggukkan kepala berjalan masuk ke dalam rumah.Fakhri memastikan Wulan sudah menjauh kemudian menatap dua pria di depannya.“Kalian terlambat datang. Lebih baik besok saja ke sini lagi atau tunggu aku menghubungi.”Fakhri bersuara dengan lirih seakan takut pembicaraannya terdengar. Dua pria itu mengangguk sambil tersenyum.“Iya, baik, Pak. Kami akan menunggu telepon Bapak saja,” putus salah satu pria itu.Fakhri tersenyum menganggukkan kepala, kemudian tak lama dua pria itu sudah berlalu pergi. Fakhri menghela napas lega sambil mengurut dadanya. Untung saja dua pria itu datang setelah Aina dan Damar pulang. Kalau tidak, Fakhri
“Tante Tika sudah menghubungiku tempo hari dan ternyata kalian langsung ke sini,” ucap Wulan.Terdengar tawa renyah wanita cantik itu bergema di ruang tamu. Damar tersenyum menanggapinya sementara Aina hanya diam. Sepertinya hanya Aina yang tidak suka suasana di ruangan ini.Hari ini Damar memang sengaja mengajak Aina bertemu untuk melihat beberapa keperluan menikah mereka. Memang pada akhirnya Damar menyetujui keinginan Aina menunda pernikahannya hingga setahun ke depan. Namun, sebagai balasannya Aina terpaksa menuruti keinginan keluarga Damar, termasuk harus bertemu Wulan hari ini.“Iya, Mama sudah melihat gaun pernikahanmu dengan Fakhri dan sepertinya beliau juga ingin Aina memakainya,” kata Damar.Wulan tersenyum sambil melirik sinis ke arah Aina. Aina terdiam dan pura-pura tidak memperhatikannya. Kalau tahu harus bertemu Wulan hari ini, tentunya Aina tidak akan memenuhi permintaan Damar.“Ya tentu saja. Gaunku dibuat oleh desainer ternama di n