Share

Bab 3

Author: Dyah Ayu Prabandari
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Drrrttt... Drrrttt... 

Ponselku bergetar, kuambil benda pipih yang ada di atas ranjang. Kubuka ternyata pesan dari Indah, sahabat terbaikku semasa kuliah dulu. Kita sudah seperti saudara kandung. Segera kubuka pesan yang Indah kirimkan. 

DEG!

Foto Mas Deni dan seorang wanita duduk dengan tangan mas Deni merangkul pundak wanita itu,terlihat Mas Deni tersenyum bahagia. Wanita itu cantik dan seksi. Pantas saja Mas Deni kecantol. 

Bagai di tusuk seribu belati, rasanya sakit sekali. 

Ya Allah... Inikah alasan mereka tak mengizinkanku ikut ke pesta? Siapa sebenarnya wanita itu?

Kenapa dia tega merebut Mas Deni? 

[Nit, tadi kulihat suamimu pergi ke pesta bersama mertuamu, Rani dan seorang wanita. Deni sangat mesra bersama wanita di foto itu. Maaf ya Nit, bukan maksudku memanas-manasi kamu. Aku hanya tak ingin kamu disakiti Deni. Sabar ya sayang, kamu pasti kuat] 

Kubaca pesan dari Indah. Air mata masih terus menetes, napasku terasa sesak. Rasa marah, kecewa dan benci jadi satu. 

Aku harus bagaimana sekarang? Disisi lain aku masih mencintai Mas Deni. Tapi kalau untuk dimadu atau diduakan,Aku tak sanggup! Lebih baik berpisah dari pada tersiksa. 

[Makasih Ndah, jujur aku bingung harus bagaimana sekarang?] 

Send

Tak butuh lama Indah membalas pesanku. 

[Saranku sih ya, kamu cari tau dulu kebenarannya. Misal benar Deni sekingkuh, lebih baik bercerai,Nit. Sekali seseorang berkhianat seterusnya dia akan berkhianat] 

Ya, Indah benar. Sekali pengkhianat selamanya akan jadi pengkhianat. Buat apa aku mempertahankan seorang pengkhianat? 

Kuseka air mata, lalu kucari tas kerja Mas Deni. 

"Nah ketemu," gumamku. 

Kutarik resletingnya,lalu mengeluarkan semua isinya dari dalam tas. Siapa tahu ada bukti perselingkuhan Mas Deni. 

Astaghfirullah...

Kutemukan sebuah nota pembelian tas branded dengan harga jutaan rupiah. Kulihat tanggal pembeliannya, ternyata tiga hari setelah insiden testpek. 

Tega kamu Mas! Kamu berikan dia barang mewah, sedang untuk aku, sendal putus saja tak kamu perdulikan. Keterlaluan!! 

Ku oto nota itu, siapa taju suatu saat dibutuhkan. 

Setelah selesai, kumasukkan lagi barang-barang tadi. Kemudian kukembalikan lagi di tempat semula, supaya Mas Deni tak curiga. 

****

Tepat pukul 20.00  suara mobil berhenti di depan rumah, kuintip dari balik jendela, Mas Deni pulang sendiri. Mungkin ibu menginap di rumah Rani. 

Bodo amatlah, bersyukurlah nenek lampir tak ada di rumah. 

"Assalamualaikum, " Mas Deni mengucapkan salam. 

"wa'alaikumsalam." Kubuka pintu depan, kucium punggung tangannya, ada rasa jijik saat kulakukan itu.

Mas Deni melangkah mendekatiku, hendak mencium kening. Namun aku mundur satu langkah. 

"Lho dek kenapa kok menghindar?"

"Mas bau asem," kilahku. 

Tak sudi rasanya tubuh ini disentuh lelaki sepertimu mas. Menjijikkan.

****

Aku dan Mas Deni sudah duduk di atas ranjang. 

"Tumben ibu menginap di rumah Rani,Mas?" tanyaku memulai pembicaraan. 

"Em, gak tau juga,dek.Mungkin ibu kangen kalik sama Rani, makannya menginap di sana," jawabnya sambil terus memainkan ponsel. 

Bahkan Mas Deni senyum-senyum sendiri saat membaca pesan. Entah pesan dari siapa, sampai- sampai aku diabaikan. Dia seperti orang yang lagi kasmaran. 

Tunggu-tunggu ... Kasmaran? Apa jangan-jangan Mas Deni chat dengan wanita di foto itu? 

Mencurigakan! Harus diselidiki ini!

Aku pura-pura tidur dengan membelakangi Mas Deni, setengah jam kemudian kulihat Mas Deni sudah tidur terlelap. Ponsel itu berada di atas dada Mas Deni. Mungkin dia ketiduran. 

Drrrttt  ... Drrrttt .... 

Ponsel Mas Deni bergetar, ada pesan masuk. Sepertinya Mas Deni benar-benar terlelap sampai tak menyadari ada pesan masuk. Aku gerak-gerakan tanganku di atas mata Mas Deni. Tidak ada reaksi, berarti Mas Deni sudah tidur. Aku ambil gawainya pelan-pelan. Dan berhasil. Yes... yes... 

Segera kubuka ponsel milik Mas Deni. Alhamdulillah tidak di password segala. Mungkin Mas Deni kira aku tak akan mengotak-atik ponselnya. Memang dari dulu aku tak pernah membuka ponsel Mas Deni tanpa izin darinya. Bagiku ponsel adalah salah satu privasi. 

Dengan cepat kubuka aplikasi berwarna hijau itu. Ada lima pesan baru dari Mila. 

[Gak sabar buat besok  sayang] 

[Gak sabar juga jadi isteri kamu] 

[Love you] 

[Sayang] 

[Udah bobog ya???] 

DEG!

Apa? Istri? Apa Mas Deni akan menikah lagi tanpa restu dan izin dariku? Air bah tumpah lagi tak bisa kutahan. Tega! Mas Deni melukai hatiku bahkan hingga ke sanubari. Rasanya seperti disayat-sayat, perih. Mungkin ini yang namanya sakit tapi tidak berdarah. 

Kuscreenshot pesan tadi lalu kukirim ke nomorku. Tak lupa kuhapus foto dan pesan dari ponsel Mas Deni,agar dia tak curiga. 

***

Azan subuh berkumandang, kulakukan aktivitas pagi.Sengaja tak kubangunkan Mas Deni. Biar tahu rasanya kalau aku cuek padanya. 

Pukul 06.30 Mas Deni keluar dari kamar dengan pakaian rapi, nampak Mas Deni sudah siap berangkat ke kantor. 

"Tadi kok gak bangunin mas dek?" tanyanya setelah duduk di kursi ruang makan. 

"Maaf Mas aku terlalu asyik bersih-bersih rumah jadi lupa jam berapa," jawabku dengan mimik bersalah. 

Mata ini terasa memanas, sepertinya air mata ingin mengalir. Kualihkan pandangan ke sampingJangan sampai membuat Mas Deni curiga. Kuat, kuat Nit...!

Kusemangat diriku sendiri. Walau tak ku pungkiri, hatiku terluka. 

"Ow,ya,Dek, besok Mas keluar kota,ya. Ada urusan kerjaan tiga sampai empat hari mungkin,kamu gak papa kan  di rumah sendirian? "tanyanya sok perduli. 

Aku tau mas, kamu bohong. Jangan kira aku bodoh,Mas. Ku anggukan kepala, malas menjawab omongan pembohong sepertimu Mas. 

Selesai sarapan,ku antar Mas Deni ke depan. Kucium tangannya, walau biar bagaimanapun dia masih menjadi suamiku. Mas Deni akhirnya pergi meninggalkan rumah.Kini saatnya aku beraksi! 

***

Setelah kepergian Mas Deni, aku memulai menjalankan rencanaku. 

Pertama, aku harus mengamankan aset dan harta bendaku. Tak sudi bila jerih payahku selama ini dinikmati Mas Deni dan selingkuhannya. 

Kubuka almari yang ada di dalam kamar. Kukeluarkan kotak berwarna merah dan ku buka. 

Kuhitung, ada 3 kalung dengan masing-masing liontin berbeda,4 buah cincin, 5 pasang anting, 5 gelang berbagai bentuk dan 10 gelang keroncong dengan motif sama. Berarti perhiasan ku masih aman. Alhamdulillah. 

Selanjutnya kucari BPKB mobilku. Ya, mobil yang biasa dipakai Mas Deni adalah mobil yang kubeli dari harta warisan ayah. Tepatnya dari hasil penjualan rumah yang kutempati dulu sewaktu masih lajang. Rumah itu dijual dan uang hasil penjualannya dibagi menjadi dua. Untuk ibuku dan untuk istri kedua ayahku. 

Dari hasil penjualan rumah itu kubelikan rumah minimalis dengan dua lantai dan mobil. Sengaja sertifikat rumah dan sawah kusimpan di sebuah bank. Karena dulu Alm ibu berpesan untuk merahasiakan rumah dan sawah kepada mas Deni. Bahkan surat-suratnya pun masih atas nama Alm ibu. 

Mungkin ibu trauma setelah pengkhianatan ayahku, sehingga ibu berpesan demikian padaku. Sawah itu sendiri merupakan warisan orang tua ibuku. Aku bahkan baru tau setelah ibu meninggal. Kulanjutkan mencari surat-surat mobil, kukeluarkan semua isi lemari. 

Ah sial! BPKBnya tidak ada.Pasti disimpan Mas Deni, tapi biasanya juga disini tak pernah pindah pindah. 

Hufft! 

Atau... Jangan-jangan buat jaminan lagi biar dapat duit. Berfikir-berfikir Anita! Aku harus bagaimana?

Drrrttt... Drrrttt.... 

Ponselku bergetar, kuambil. Ternyata ada pesan dari Mas Deni. 

[ Dek, maaf ya nanti mas gak pulang, ternyata mas harus pergi ke luar kota sekarang juga. Kamu gak papa kan dek?] 

Ke luar kota atau kawin lagi mas? 

Hiks... Hiks... Kok nasibku gini amat ya, kaya di sinetron ku menangis.

Stop Anita, Stop!! Kamu gak boleh nangis lagi

Gumamku.

 

[ iya mas, gpp kok, pakaian ganti kamu Gimana mas? Apa aku antar ke kantor]

Ku balas pesan mas Deni,basa basi tepatnya, 

[Gak usah dek, udah disiapin dari kantor kok] 

Hahahaha ... tertawa aku membaca pesan mas Deni. Sejak kapan pakaian disiapkan dari kantor?  

Aduh mas, o'onnya jangan kelewatan dong. 

Setahuku cuman, transportasi, tempat menginap dan makan yang disediakan oleh perusahaan. 

Mas lupa ya, jika istri mas ini kan sudah sering keluar kota untuk meeting dll. 

Kutata lagi baju-baju yang kukeluarkan dalam almari. Kusimpan kotak perhiasanku di dalam tas, biar besok langsung bisa kusimpan di bank. Duduk didepan cermin, melihat pantulan  diri di sana. 

Apakah aku sudah tak cantik lagi? 

Hingga kamu tega menyakiti ku mas? 

Awas kamu,Mas!Akan kusidang setelah kau pulang. 

Harus kau kembalikan apa yang menjadi milikku!

****

Adzan subuh berkumandang, kubuka mata perlahan. 

"Alhamdullillahil ladzi ahyaanaa ba'da maa amaatanaa wa ilaihin nusyuur. Aamiin. 

Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami setelah mematikan kami, KepadaNya kami akan kembali. "

Bergegas ke kamar mandi, wudhu dan menunaikan ibadah wajib. Kubermunajat kepada Sang Pemilik Hati. Menengadahkan tangan meminta petunjukNya. Hingga tak terasa air mata menetes tak terhenti. 

Hari ini kamu akan sah menjadi suaminya Mas.Maaf Mas, akan kuakhiri hubungan ini segera. Aku tak sanggup hidup bersamamu lagi. Lelah berjuang sendiri, saatnya aku bahagiakan diriku sendiri. 

****

Pukul 06.30 aku sudah siap, kukeluarkan motor metik dari garansi. Kulajukan motor dengan perlahan. Sampai di bank aku mendapat antrian nomor lima. Alhamdulillah jadi tidak terlalu lama menunggu. 

Akhirnya nomor antrianku dipanggil juga.  Kuselesaikan keperluan. Tak perlu berbelit-belit karena aku juga sudah menggunakan safe deposit box untuk menyimpan surat-surat penting lainnya. 

Alhamdulillah selesai.Lega rasanya. 

Kulanjutkan perjalanan, ya, aku akan ke rumahku. Entah berapa bulan aku tak menenggok ke sana, terakhir ke sana saat aku masih aktif bekerja. 

Butuh waktu  tiga puluh menit dari bank ke rumahku. Akhirnya sampai juga,kuparkiraan motordi carport. Daun-daun kering menghiasi halaman rumah. Di dalam  rumah pun debu-debu banyak menempel di meja, kursi dan perabot yang lain. 

Kuletakkan tas di sofa ruang keluarga, lalu melanjutkan bersih-bersih rumah. Rumah ini ada dua lantai.Lantai atas terdiri dari  tiga buah kamar tidur  dengan satu kamar mandi di luar. Dan satu kamar mandi lagi di dalam kamar utama. 

Lantai bawah sendiri ada ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, dapur dan satu kamar mandi. Rumah ini sudah terisi dengan barang - barang, dan sudah tertata rapi. Dulu rumah ini sudah ditempati oleh ibu selama satu bulan, sebelum ibu jatuh sakit dan dibawa ke rumah sakit. 

Ya tanpa sepengetahuan keluarga Mas Deni tentunya.Ibu meninggal di rumah sakit dan dimakamkan di kampung. Jadi mas Deni bener-bener tak tahu tentang rumah ini. 

Krucuk... Krucuk ...Krucuk...

Suara cacing dalam perut, nampaknya mereka sudah protes. Asyik bersih-bersih sampai aku lupa baru makan roti tadi pagi. 

Aku ambil ponsel di dalam tas, merebahkan badan di sofa sambil memesan makanan lewat aplikasi online. Sembari menunggu pesanan datang, kunyalakan televisi. 

Kriiiinggg .... 

Ku angkat telepon dari Indah. 

"Assalamualaikum,Ndah."

"Wa'alaikumsalam, lagi dimana kamu,Nit? aku di rumah kamu nih tapi kok sepi banget. Dari tadi ketok-ketok pintu gak ada yang menyahut," ucapnya dari seberang sana. 

"Hahahahaaa, aku di rumahku sendiri,Ndah. Aku share location deh kalau kamu mau ke sini."

"Ok." Sambungan telepon kumatikan. 

Ku kirim lokasi menggunakan aplikasi warna hijau. 

Iseng lihat story di aplikasi hijauku, banyak story dari teman-temanku. Kubuka satu persatu. Story Rani muncul pertama kali. Sebuah foto akad nikah yang diambil dari belakang, dengan tulisan. 

[Akhirnya, selamat ya Mas, ini nih ipar yang sempurna gak kaya yang di sana] 

Ya itu foto akad Mas Deni dan Mila, walaupun di ambil dari belakang.  Namin aku hafal betul itu Mas Deni. 

Ya Allah...Kenapa sesakit ini rasanya.Walaupun aku bilang kuat. Tapi ternyata hatiku masih begitu rapuh. 

Related chapters

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 4

    Rumah tangga itu ibarat sebuah rumah,Nit. Dalam sebuah rumah harus ada tiang untuk menopang agar rumah itu tetap kuat dan kokoh. Kalau tiangnya saja keropos, mana mungkin rumah itu akan berdiri kokoh. Begitu pula dalam sebuah rumah tangga.Kejujuran,kepercayaan dan kesetiaan adalah tiang penyangga dalam sebuah rumah tangga. Kalau tiangnya saja rapuh atau tidak ada. Hanya menunggu waktu saja, rumah tangga itu akan hancur dengan sendirinya. Pesan ibu masih terngiang- ngiang jelas di telingaku. Ya, ini menggambarkan keadaan rumah tanggaku saat ini. Bukan hanya tiangnya saja yang rapuh. Tapi... Keluarga Mas Deni pun sudah tak menghargai dan mengganggapku sebagai menantu. Terbukti ibu dan Rani mengizinkan dan mendukung Mas Deni untuk menikah lagi. Sama seperti ibuku dulu, hanya bedanya ibu bertahan karena ada aku di dalam hidupnya. Beliau tak ingin aku terpuruk akibat menjadi anak broken home. Lha aku, anak saja belum punya, jadi tak ada alasan untukku bertahan dipernikahan yang menyiks

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 5

    Pov DeniAda meeting di kantor, tapi aku belum juga sampai. Jalan ibu kota hari senin begini, MasyaAllah macetnya. Sampai di kantor, aku bergegas berlari ke ruangan meeting. BRUUGG"Aw ...," teriak seorang wanita kesakitan saat tak sengaja aku menabraknya."Maaf mbak...." Kubereskan berkas-berkasnya yang berantakan. Ku berikan berkas itu. "Deni ya? Deni Permana," ucap wanita itu,kuinggat-inggat siapa gerangan wanita cantik nan seksi ini?Mataku sampai tak berkedip melihat body nya yang, aduhai. Bikin hasratku naik saja. Hahahahaa... "Iya siapa ya?" Mataku tak bisa lepas darinya. Dag dig dug, jantungku malah semakin berdetak. "Lupa ya? aku Kamila, teman sekelas kamu waktu SMA dulu," Jelasnya.Ku ingat-ingat, bukannya Kamila dulu yang suka mengejarku, si gendut tapi sekarang duh bodynya...Hemmm. Aku sampai menahan air liur menatapnya. "O,ya aku ingat," ku berikan kartu namaku,"aku buru-buru, lain waktu kita ngobrol lagi." Kutinggalkan dia, bergegas melangkah ke ruang meeting. ***

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 6

    Tok... Tok... "Nita buka pintunya!"Kudengar suara orang memanggil, seperti ibu. Kulihat dari balik jendela.Ow,ternyata ibu tapi dengan seorang wanita. Siapa gerangan?Kubuka pintu, lalu meberikan seulas senyum.Senyum palsu tepatnya. Namun tak dihiraukan ibu, wanita itu masuk begitu saja."Nita, itu tas Mila bawakan masuk!" ucapnya seraya menunjuk dua tas besar di teras. "Mila ayo masuk!"DEG! Tunggu, Mila? Bukannya itu nama maduku? Kutoleh wanita itu, benar saja itu Mila, sama persis di foto yang Indah kirim padaku tempo hari. Astaghfirullahalazim... Kuelus dada, mencoba menahan emosi yang semakin memuncak. Bisa-bisanya Mas Deni mengizinkan pelakor itu tinggal di rumah ini. Memang benar ini rumah orang tua Mas Deni, tapi setidaknya hargai aku sebagai istrinya.Ya Allah, kuatkan Aku! Kubawa masuk tas-tas itu ke dalam kamar tamu.Ah, malang benar nasibku, seperti jadi babu simpanan suamiku.Sabar-sabar Nita, demi mobil kembali ke tangan.Kusugesti diriku sendiri.Aku tak boleh men

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 7

    Aku siapkan sarapan pagi di meja, teh hangat pun sudah tersedia. Mas Deni sudah duduk di kursi biasanya. Mila keluar dari kamarnya, ditariknya kursi di dekat Mas Deni.Tunggu dulu, tak akan ku lbiarkan itu terjadi. Dengan cepat kilat kududuki kursi itu. "Lho mbak, aku kan mau duduk di sini!" protesnya sambil menyilangkan kedua tangan di dada."Oh, kukira kamu mempersilahkan aku duduk. Inikan tempat biasanya aku duduk," jawabku santai. "Hemm, istri kamu tu mas nyebelin!" adunya."Udah, kamu duduk dekat ibu saja sana,lagian ini juga tempat duduk Nita." Mas Deni membelaku.Semakin di tekuk muka Mila, tambah sinis dia melihatku.Kupindahkan nasi dan ayam goreng ke piring Mas Deni, tak lupa sambal pete dan lalapan. Mas Deni paling suka ayam goreng dengan sambel pete.Sarapan kali ini, dengan suasana hening tanpa suara.Seperti biasa, selesai makan kuantar Mas Deni ke depan. Lho, lho, kok Mila ikut-ikutan ke depan sih?"Mas berangkat dulu ya,Dek, Mila ayo!" hendak ku cium tangan Mas Deni,

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 8

    Suara mobil memasuki halaman rumah, Mas Bayu baru saja pulang dari kantor. Kuintip dia dari balik jendela.Ih ... menjijikkan! Mas Deni dan Mila saling berhadapan,tangan Mila melingkar di leher Mas Deni. Aku tahu apa yang mereka lakukan di dalam mobil. Walau tak begitu jelas,aku yakin mereka melakukan hal terlarang. Setelah mereka cukup puas, keluarlah dua insan tak memiliki urat malu dari mobil. Tangan Mila bergelayut manja di tangan Mas Deni. "Assalamuallaikum,Dek.""Wa'alaikumsalam," jawabku jutek,tak kucium tangan mas Deni. Kutinggalkan lelaki itu begitu saja mereka."Mbak, buatin minum dong! Haus nih!" perintah Mila."Kamu punya kaki dan tangan kan? Sana buat sendiri! Aku bukan babumu!" jawabku ketus, kutinggalkan mereka berdua."Tu mas, istri kamu gak tau apa, aku lagi hamil.""Huss, jangan keras-keras, nanti Nita dengar."Walau sudah di dalam kamar, aku masih bisa mendengar percakapan mereka. Mila hamil? Ya Allah Ya Robb. Drama macam apa ini?Bulir bening jatuh membasahi pipi

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 9

    "It--itu mobil mobil Nita,Buk," jawabnya tergagap. "Tetap mobil itu tak akan kuberikan padamu, anggap saja itu bayaran kami tinggal di sini." Ibu tak mau kalah. "Sekarang kamu tinggalkan rumah ini, aku tak sudi punya mantu macam kamu...!""Jangan usir Nita Bu, Deni mohon.""Buat apa sih mas kamu pertahanin wanita mandul kayak Nita. Lagian sudah ada aku yang jelas-jelas sedang hamil anak kamu!" Mila tersenyum mengejak ke arah ku. Ku seka air mata yang jatuh, berlari ke kamar. Akan ku beresi barang-barangku dan pergi dari sini.DEERKubanting pintu kamar, kubuka koper, kutata baju-baju agar muat di dalam koper besar. Ternyata satu koper besar tak muat menampung pakaianku. Belum lagi hijab dan yang lain. Kumasukkan lagi baju-baju dan beragam hijab ke dalam ransel besar. Tinggal sepatu, tas, alat kosmetik. Tapi bagaimana aku membawa semua ini?Aku ingat masih punya tiga tas karung yang biasanya untuk laundry. Kucari di dalam almari.Alhamdulillah ketemu, kumasukan bermacam model tas, d

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 10

    Pov AnitaAku bangun saat azan subuh berkumandang, mandi pagi dan kulanjutkan aktivitas pagi dengan beres-beres rumah. Barang bawaan, kubiarkan begitu saja, tak kusentuh. Biar nanti saja kutatasetelah sarapan pagi. Kubuka kulkas,zonk. Tak ada apapun, hanya ada air putih saja. Ya Allah... Kok aku bisa sampai lupa, kalau di rumah tak ada bahan makanan. Beras apalagi. Kuambil hijab di dalam almari, tak lupa kaos kaki. Kusambar tas dan ponsel yang ada di atas ranjang. Kemudian aku keluarkan motor. Tak lupa kukunci rumah terlebih dahulu. Aku nyalakan motor, lalu melajukan perlahan menuju pasar tradisional. Sengaja aku memilih berbelanja di pasar tradisional, bukan tanpa alasan selain harga yang lebih miring, sayur dan buah pun lebih segar.Dua puluh menit, akhirnya aku pun sampai di pasar tradisional. Aku mulai membeli beras 10 kg, telur 1kg, ayam 1 kg,dan bumbu dapur dari kecap, garam, gula merica dan lain sebagainya. Kini tinggal membeli sayur dan buah,kuputar arah,kembali ke parki

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 11

    Pov MilaPertemuan tanpa sengaja dengan cinta pertamaku. Deni Permana, ya, dialah cinta pertamaku, sungguh aku tak pernah bisa melupakannya.Setelah pertemuan itu, aku dan Deni semakin sering bertemu. Dari caranya memandangku, aku tau dia menyukaiku.Pucuk di cinta ulam pun tiba. Hingga terpikir ide gila untuk memilikinya. Saat masuk kerja aku pura-pura pusing dan meminta Deni untuk mengantarku pulang. Untung saja dia juga mau.Sesampainya di rumah, kuberikan secangkir teh hangat yang telah kucampur dengan obat perangsang. Pasti sebentar lagi akan bereaksi.Kutinggalkan Deni untuk ganti baju. Sengaja aku hanya memakai tank top dan Hot pants agar Deni semakin menginginkanku.Aku pura-pura menjerit minta tolong karena ada tikus. Padahal tak ada apapun.Setelah Deni datang, kutarik dia ke dalam kamar. Ternyata tak sia-sia aku memancingnya, dia begitu menikmati setiap sentuhanku. Hingga yang kuinginkan pun terjadi, tak hanya sekali. Kami melakukannya hingga tiga kali.Semenjak kejadian itu

Latest chapter

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 100

    "Ayo naik, ada yang ingin saya bicarakan." Aldi segera masuk ke mobil. Dengan berat hati Indah pun masuk ke mobil Aldi. "Dasar manusia kutub egois!" umpat Indah dalam hati. Kendaraan roda empat milik Aldi berjalan meninggalkan kantor. Hening, tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut kedua orang itu. "Kamu sudah sholat?" tanya Aldi memecah keheningan. "Baru tanggal merah, Pak." Aldi tersenyum mendengar jawaban Indah. Bukan, bukan karena tanggal merah. Namun rencananya akan berjalan lancar tanpa kendala. Mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Aldi ingin segera sampai tempat tujuan. Karena jarak kantor dan pantai yang ia tujuh hampir dua jam. "Pak, ini bukan jalan menuju rumah saya!" protes Indah karena arah jalan menuju pinggiran kota. Bukan menuju tempat tinggal gadis berambut panjang itu. "Jangan protes!" jawab Aldi dengan mata fokus melihat depat. Tak ia hiraukan wajah Indah yang menjadi masam. "Nanti orang tua saya khawatir, Pak. Putar balik, Pak. Saya ingin pulang!""

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 99

    Kini usia kandungan Intan sudah memasuki lima bulan. Selama itu pula Romi dan Intan tidur terpisah. Intan tidur di kamar tamu sedang Romi berada di lantai atas. Mereka berdua hanya bertegur sapa menggunakan ponsel. Pernah suatu ketika Romi sangat merindukan Intan. Ingin mencium istri dan bayi kembar yang ada di dalam kandungan. Namun saat bertemu Intan bukan kemesraan ya ia terima. Melainkan istrinya yang lemas karena muntah. Hampir lima bulan Intan dan Romi bagai orang asing. Romi selalu menyingkir saat bertemu Intan, begitu pula sebaliknya. [Sayang, Mas kangen. Pengen peluk.]Satu pesan masuk dari Romi, Intan tersenyum kala membaca pesan sang suami. Namun kemudian ia meneteskan air mata. Intan merasa belum bisa menjadi istri yang baik. Belum bisa melayani suami. Dalam hati wanita berhijab menjuntai itu sangat merindukan pelukan Romi. Namun lagi-lagi terhalang dengan rasa mual yang mendera. Hingga sebuah ide muncul dalam kepala Intan. Ia berharap ide ini berhasil. Dan menepis jar

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 98

    Bijaklah dalam membaca, yang dibawah umur di skip saja. Pov RomiAku berjalan menuju kamar. Jantung rasanya ingin lepas dari sarangnya, dag ... dig... dug,berdetak lebih kencang. Seperti inikah malam pertama dengan wanita yang ku cinta? Rumah sudah sepi. Mama dan papa sudah tidur di kamar. Ibu Halimah sendiri memilih pulang diantar Pak Yadi. Dan Nadia merengek minta diantar ke rumah sakit. Ku buka pintu perlahan. Intan tak ada di ranjang, pasti sedang di kamar mandi. Ku jatuhkan bobot di atas kasur. Mencoba menetralisir degup jantung ini yang tak menentu. Kreeek... Pintu kamar mandi di buka dari dalam. Mataku melotot melihat seorang wanita yang keluar. Intan memakai setelan celana dan baju lengan panjang. Rambut hitam panjangnya dibiarkan terurai begitu saja. Ia berjalan ke arahku sambil menundukkan kepala. Membuatku semakin gemas melihatnya. Perlahan Intan menjatuhkan bobot di kasur sebelahku. Wajahnya masih menunduk. Apakah ia malu dan deg-degan, seperti yang ku rasakan saat i

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 97

    Pov Romi"Ngelamun saja Rom!" Satu tepukan dipundak meyentakku dari lamunan. "Gangguin orang sedang berkhayal saja bro!" Yusuf hanya tersenyum melihat ekspresi kesal yang nampak di wajahku. "Sabar, besok juga sudah halal. Aku salut dengan kejujuranmu." Ku naikkan ujung alis ke atas. Tak mengerti dengan ucapan Yusuf barusan. Kejujuran, kejujuran apa maksudnnya?"Maksudnya apaan?""Ya, kejujuran tentang perasaan kamu sama bini aku tempo hari. Gak nyangka ternyata selama ini kamu memendam rasa pada Anita. Tunggu, apa jangan-jangan bunga waktu itu bukan untuk hadiah kehamilan melainkan untuk istriku." Kutelan saliva dengan susah payah. Ya Tuhan, kenapa Romi bisa tahu. Padahal waktu itu dia tak ada di rumah. Apa jangan-jangan Anita cerita pada Yusuf. Tapi kok rasanya tak mungkin. Anita bukan wanita yang suka mengadu atau membuka aib orang lain. "Bingung kan kenapa aku tahu semuanya padahal aku tak di rumah?" Yusuf seperti bisa membaca isi pikiranku. Apa yang harus ku jawab. Hanya satu

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 96

    Pov Intan"Intan, disaksikan kedua sahabatmu." Mas Romi menghembuskan nafas perlahan "maukah kamu menjadi ibu dari anak-anakku?"Mataku melotot mendengar perkataan Mas Romi. Mas Romi sadar kan? Dia sedang tidak membayangkan Mbak Anita kan?Aku masih diam, mulutku enggan menjawab perkataan Mas Romi. Entah mengapa aku belum percaya yang ia ucapkan. Semudah itukah dia melupakan pesona Mbak Anita? Walau tak bisa ku pungkiri, ada rasa bahagia mendengar setiap kata yang keluar dari mulutnya. "Bagaimana Intan? Maukah kamu menjadi istriku?"Jantungku dipacu lebih cepat. Dag dig dug. Jawaban apa yang harus ku katakan? "Bilang iya, Tan! Tak usah kamu merasa tak enak padaku. Aku sadar perkara hati tak bisa dipaksakan. Aku ikhlas jika kamu bersama Romi. Aku yakin suatu saat Allah akan mengirimkan seorang imam padaku." Senyum tergambar di wajah Mbak Indah. Bulir bening nan hangat mengalir tanpa dikomando. Mendengar ucapan Mbak Indah membuat suasana terasa semakin haru. Bukan hanya aku saja yang

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 95

    Aku melangkah ke rumah Yusuf dengan perasaan tak menentu. Mobil Indah dan sepeda Intan sudah terparkir rapi di carport. Apakah aku bisa menyelesaikan masalah ini dengan baik? Setelah semua jelas, akankah Intan mau menerima perjodohan kami? Bagaimana jika akhirnya kedua wanita itu justru membenciku? Berbagai prasangaka memenuhi pikiranku. Ya Allah bantu aku. Ting ... Tong .... Suara bel setelah ku tekan. Aku berdiri di depan pintu sambil meremas kedua tangan. Rasa gugup dan takut bercampur menjadi satu. Pintu di buka dari dalam. Jantung di pacu lebih cepat saat menanti siapakah orang yang membuka pintu. Semoga saja bukan Intan atau Indah. Seorang wanita paruh baya tersenyum kala menyambutku. Berjalan berjajar lalu masuk ke rumah bernuansa modern ini. "Apakah ada masalah, Rom?" tanya tante Ningrum. "Sedikit tan, hanya kesalahan pahaman saja. Ini mau diselesaikan."Ternyata masalah ini sudah sampai ke telinga tante Ningrum. Aku menjadi tak enak hati karena ketidak tegasanku yan

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 94

    Pov Romi"Jangan asal bicara, nanti akan menimbulkan fitnah," ucap papa. "Itu kenyataan, dan Romilah penyebab kematian Febi!"Ya Tuhan, ada apa lagi ini? Bisa-bisanya Om Damar memutar balikkan fakta. Orang tak tahu pasti akan percaya. Terlebih dia memiliki kekuasaan. "Ayo, Rom, ma, kita pulang saja," ucap papa melanjutkan langkah. Tak ia perdulikan tatapan penuh kemenangan di wajah Om Damar. "Dasar pengecut!"Kami tak membalas ucapan lelaki tua itu. Percuma meladeni orang seperti itu. Hanya akan menimbulkan rasa lelah saja. Biarpun kami tak bisa membalas cukup adukan pada Sang Pencipta. Aku yakin Allah akan menegurnya dengan cara-Nya sendiri. Kami melangkah meninggalkan kerumunan para pelayat.Tatapan sinis tergambar dari raut mereka. Sesuatu yang viral tempo hati seakan hilang dalam sekajap. Uang dan kuasa mampu membungkam hal seperti itu. "Mama sudah bilang, papa sih tidak percaya!" omel mama setelah kami masuk ke mobil. "Tidak apa-apa ma, yang penting kita sudah berusaha untuk

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 93

    Duduk termenung di balkon. Menatap langit yang masih tertutup mendung meski air tak lagi berjatuhan. Namun bintang dan bulan masih enggan nampak.Semilir dinginnya angin malam tak mampu mengusik diriku dari sini. "Intan atau Indah yang kamu cintai?" Perkataan Anita tadi kembali mengusik pikiranku. Benarkah kedua wanita itu menyukaiku? Apakah Indah adalah alasan Intan menolak perjodohan kami? Cinta itu sebuah perjuangan. Tapi kenapa Intan memilih mengalah dibandingkan berjuang. Apa karena aku terlalu dingin dan terkesan mengabaikannya? Entahlah, aku sendiri bingung memikirkan itu. Intan dan Indah adalah dua pribadi yang berbeda. Intan dengan penampilan tertutupnya dan Indah wanita fashionable. Keduanya memang memiliki pribadi yang baik. Namun jika aku harus memilih, tentu Intan lah yang ingin ku jadikan pendamping hidup. Bukan, bukan hanya karena Intan sholehah tapi juga karena mama sudah cocok dengan wanita berhijab menjuntai itu. Bukankah hubungan menantu dan mertua sangat berpen

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 92

    "Tan," panggilku sedikit keras. "I-iya Mas," jawabnya gugup. Aku yakin dia gugup mau menjawab apa. "Bagaimana jawaban kamu?" Intan menyatukan dua alis. Pandangan tajam ke arahku. Apa aku salah bicara? "Maaf Mas, Intan belum bisa."Hancur sudah harapanku. Harusnya aku tidak bilang saja. Sekarang hanya malu yang ku rasa. "Maaf ya Mas, Intan belum bisa mencicil biaya rumah sakit ibu. Intan belum punya uang." Aku bengong mendengar jawabannya. "Bukan yang itu, Tan. Yang tadi," ucapku berusaha mengingatkan Intan. "Dari tadi Mas Romi bilang tentang uang berobat kan?"Ya Allah, Ya Robb... Susah payah menenangkan hati agar bisa bicara pada Intan. Namun dia justru tak mendengar. Percuma menahan detak jantung. Anak ini memang keterlaluan. Harusnya aku diam saja tadi. "Lupakan saja, Tan. Untuk uang pengobatan tak usah dikembalikan. Aku ikhlas kok.""Tapi, Mas!""Kamu kan sudah jagain mama aku selama tiga hari. Anggap saja kita impas""Tidak bisa gitu dong, Mas. Saya ikhlas kok.""Sudah ah

DMCA.com Protection Status