Share

Bab 4

Author: Dyah Ayu Prabandari
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Rumah tangga itu ibarat sebuah rumah,Nit. Dalam sebuah rumah harus ada tiang untuk menopang  agar rumah itu tetap kuat dan kokoh. Kalau tiangnya saja keropos, mana mungkin rumah itu akan berdiri kokoh. Begitu pula dalam sebuah rumah tangga.Kejujuran,kepercayaan dan kesetiaan adalah tiang penyangga dalam sebuah rumah tangga. Kalau tiangnya saja rapuh atau tidak ada. Hanya menunggu waktu saja, rumah tangga itu akan hancur dengan sendirinya. 

Pesan ibu masih terngiang- ngiang jelas di telingaku. Ya, ini menggambarkan keadaan rumah tanggaku saat ini. Bukan hanya tiangnya saja yang rapuh. 

Tapi... Keluarga Mas Deni pun sudah tak menghargai dan mengganggapku sebagai menantu. Terbukti ibu dan Rani mengizinkan dan mendukung Mas Deni untuk menikah lagi. 

Sama seperti ibuku dulu, hanya bedanya ibu bertahan karena ada aku di dalam hidupnya. Beliau tak ingin aku terpuruk akibat menjadi anak broken home. Lha aku, anak saja belum punya, jadi tak ada alasan untukku bertahan dipernikahan yang menyiksa ini. 

Tok... Tok... Tok... 

"Assalamualaikum, paket mbak!"

"Wa'alaikumsalam, sebentar Pak." Bergegas keluar membuka pintu,seorang ojek online menghantar pesanan makananku. 

"Berapa pak?" tanyaku sambil menerima kantung plastik berisi makanan. 

"Sambilan puluh lima ribu,Mbak." Kusodorkan uang seratus lima puluh ribu rupiah. 

"Ini kebanyakan lho mbak," ucap bapak itu sambil berusaha mengembalikan uang sisanya. 

"Tidak usah pak, ini rejeki bapak."

"Terima kasih,Neng, semoga rezekinya berlimpah."

"Aamiin."

Setelah bapak ojek online tapi pergi, kulangkahkan kaki ke dalam. Belum sampai ruang tamu terdengar mobil berhenti. Kubalikkan badan, kulihat keluar. Ternyata mobil Indah berhenti di depan. 

"Masukin di carport aja Ndah!" teriakku. 

"Masuk Ndah." Ajakku setelah Indah sampai di teras. Indah mengekor di belakangku.

"Wah,rumah kamu bagus Nik, minimalis tapi modern." Matanya melihat-lihat setiap sudut ruangan. 

"Bisa aja kamu, O ya, temenin nginep sini ya. Ada yang aku mau omongin. Tapi tar aja tunggu kelar bersih bersih. Syukur-syukur kalau kamu bantu, hehehee." 

"Hahahaha... bilang aja mau nyuruh aku bantuin kan," ledeknya. Hahahahaa aku tertawa lepas. 

***

Lelah setelah seharian beberes rumah. Ternyata lebih nyaman ditinggal di rumah sendiri. 

Setelah selesai shalat isya kurebahkan badan ini di atas kasur yang empuk. 

"Tadi mau ngomong apa,Nit?" tanyanya sambil merebahkan badan di samping ku. 

Kutarik napas dalam-dalam. 

"Aku mau cerai Ndah, sudah tidak ada lagi yang bisa dipertahankan."

"Alhamdullillah Ya Allah." Indah mengusapkan kedua tangan di muka. 

"Seneng banget lihat aku menderita ya." Kumonyongkan bibir 5 cm, merajuk. 

"Bukan gitu Nit, aku justru bahagia karena kamu bakalan lepas dari lelaki macam Deni. Kamu gak bakalan disakiti dia lagi." 

Kupeluk Indah erat, tak terasa air mata sudah menganak sungai. Di lepas nya pelukanku, di usap air mataku. 

"Kamu kuat,Nit."  Indah menepuk pundakku menguatkan. Ku anggukan kepala. 

"Btw, soal aset kamu gimana?"

"Nah itu dia, BPKB mobil aku gak ada, aku curigannya BPKB itu digadai Mas Deni, nah uangnya buat nikahin selingkuhannya hari ini."

"A-apa dia nikah hari ini, dan kamu diem aja,Nit!" Indah tampak geram sampai bantal habis  diremas-remasnya. 

"Aku gak tau harus gimana,Ndah. Aku bingung."

"Aku ada rencana, kita buat dia menyesal mempermainkan kamu!" Indah tersenyum menyeringai. 

Aku jadi bingung sendiri, apa rencana Indah. 

Yang pasti aku harus siapkan mental yang kuat untuk itu.

***

Pagi-pagi Indah sudah berpamitan, dia juga harus bekerja. Bisa dipecat kalau hari ini dia bolos padahal kemarin dia sudah cuti. 

Kuambil gawaiku, kutelepon Mas Deni. Sejak kemarin saja dia tak memberiku kabar, mentang-mentang sudah punya isteri lagi, aku tak dipedulikan. 

"Assalamualaikum,Dek," ucapnya di seberang sana. 

"Wa'alaikumsalam, O ya mas, mau pulang kapan ini?" tanyaku basa basi. 

"Nanti malam,Dek, kenapa memang? Kamu kangen ya?" tanyanya kepedean. 

Amit-amit mas, lihat kamu saja sudah eneg. Kalau bukan ingin balas dendam, sudah kutinggal kamu, Mas. 

Maaf Ya Allah. 

Aku masih saja dendam. 

"Hehehee, mas bisa saja, ibu pulang malam ini juga mas?"

"Kalau ibu, besok atau lusa,Dek.Ya udah, Mas mau meeting lagi neh dek. Love you sayang. Muuuaaaacchh."

Kumatikan saja teleponnya, bisa muntah kalau terus dilanjutkan. Huft, bilang aja mas kamu mau bersenang-senang sama si Milan. Alasan mau meeting.Cuuiiihh! 

Kukunci rumah, kumasukkan kunci rumah di dalam tas. Kunyalakan motor, melaju dengan kecepatan sedang, menyusuri padatnya jalanan ibu kota. 

Maklum ini adalah jam masuk kerja. Jadi ramai kendaraan berlalu lalang. 

Kumatikan motor di depan salon kecantikan Muslimah. Aku harus mempercantik diri.

Bukan,bukan untuk mas Deni, melainkan untuk diriku sendiri. 

"Assalamualaikum." Salamku saat memasuki salon. 

"Wa'alaikumsalam, Mbak Nita lama tak berkunjung?" tanya mbak Lisa salah satu karyawan di salon ini.

Kuberikan seulas senyum padanya. Memang benar setelah menjadi ibu rumah tangga, tak pernah ku menginjakkan kaki di sini. 

"Mau perawatan apa nih mbak?" 

"Seperti biasa ya."

Aku berjalan mengekor Mb Lisa. Untuk melakukan bermacam perawatan. Dari mulai creambath, facial, spa. Semua ku jabani. 

Sebelum adan ashar, semua perawatan selesai. Kini aku terlihat lebih fresh dan cantik. Walau harus merogoh uang yang lumayan. Tapi tak apalah, toh ini utangku sendiri. 

Saatnya pulang ke rumah, tak lupa aku mampir ke rumah makan padang. Kubeli nasi dan tiga macam lauknya. Biar nanti tak harus capek capek memasak. 

***

Bruuumm... 

Suara mobil memasuki carport, tak kupedulikan, paling juga Mas Deni. 

"Assalamualaikum,Dek."

"Wa'alaikumsalam mas, langsung masuk aja,Mas," teriakku sambil menata makanan di atas meja.

Kulihat langkah kaki mendekat lalu berhenti tepat di belakangku. Ku oleh ke belakang. Kucium tangan Mas Deni, mulut mas Deni terbuka matanya melihatku dari ujung kepala sampai ujung kaki. 

Bagaimana tidak, kali ini aku memakai dress selutut, rambut hitam panjangku kubiarkan terurai. Toh tak ada orang lain di rumah ini. Jadi tak ada salahnya aku berpakaian begini. 

"Ya Allah dek, kamu cantik banget, wangi lagi. " Mas Deni menggenggam tanganku erat. Perlahan wajahnya kian maju. 

Ups...!

Jari tanganku dengan sigap menempel di bibir mas Deni. 

"Mas Deni bau asem, mandi dulu gih!"

Malas rasanya kalau bibir ini dicium Mas Deni,terbayang saat dia berciuman dengan Mila. Hii menjijikkan! 

Mas Deni tak merespon ucapanku, tanganku di sibaknya. Kini dia berhasil mencumbuku dengan hasrat yang menggebu.Kudorong tubuhnya. 

"Mas mandi dulu, habis itu makan nah setelah itu baru deh yang lain," rayuku. 

Akhirnya Mas Deni menurut dan pergi ke kamar mandi. 

Hufft lega rasanya. Alhamdulillah. 

Menuju wastafel, ku usap bibirku dengan air berkali kali. Tak ada rasa nikmat, hanya ada rasa muak dan jijik yang ku dapat.  

***

Hening, tak ada obrolan,sibuk dengan pikiran masing-masing. 

"Kamu gak makan,Dek?" Mas Deni melihatku yang asyik makan apel tanpa berniat makan nasi. 

"Diet mas, aku gak mau nanti jadi gendut gara-gara makan berat di malam hari. Kalau aku gak bisa jaga badan, bisa-bisa kamu selingkuh lagi mas," ucapku penuh penekanan. 

Uhuuk... Uhuuk.... 

Mas Deni terbatuk, syok mungkin atau mungkin tersinggung.Ini baru dimulai mas, belum ada seberapa. 

"Makan pelan pelan dong mas." Kusodorkan segelas air putih. 

Satu gelas air putih tandas dalam sekali minum. Hehehe

"Gak usah diet, kamu tu udah sempurna,Mas akan setia sama kamu. Cinta mas cuman buat adek seorang," ucapnya sambil menggenggam tanganku. Ku anggukan kepala. Kepalanya aja ya, tapi tidak hati dan pikiranku. Sudah tak ada lagi kata percaya dalam kamusku untukmu mas. Sekali pembohong  tetap pembohong. 

***

"Dek...," panggilnya saat kami sudah berada di atas ranjang. 

"Hemm." Masih asyik memainkan ponselku. 

Mas Denimemelukku dari belakang, semakin lama semakin erat. Diam tak kubalas pelukannya. 

"Dek, mas pengen ehem...ehem,"bisiknya ditelingaku. 

Perlahan Mas Deni menciumku bertubi tubi,tak ada jeda. Dia berusaha mencumbuku, melampiaskan hasrat yang tadi tertunda. 

"Mas..." Mas Deni seperti tak mendengar panggilan ku. Terus saja dia melancarkan aksinya. 

"Mas,aku baru dapet nih!" ucapku tepat di telinganya. Sontak Mas Deni menghentikan aksinya. 

Kecewa...

Hahahahaa 

Ada rasa bahagia melihat ekspresi Mas Deni, tamu bulananku datang tepat pada waktunya. 

" Mas..."

"Iya,Dek."masih memelukku dengan erat. Rasanya enggan melepasku. 

"Kok BPKB mobil gak ada ya? Mas taruh dimana sih?" Mas Deni melepas pelukannya, wajahnya berubah menjadi tegang. Seperti takut. 

"Em...ya di dalam lemarilah,Dek" Mas Deni berusaha mengelak, matanya berputar, bingung mencari alasan mungkin. 

"Kemarin tu aku rapiin isi lemari,Mas, iseng buka tempat biasanya mas taruh BPKB. Tapi gak ada. Mas pindah ya? "

"Em mm...besok pagi aja ya dek, Mas capek mau istirahat. Besok kan mas harus kerja."memutar badan membelakangiku. 

Hahahahha

Bingung kan mau cari alasan apa? 

Makannya jangan ambil yang bukan hak kamu mas! 

***

Kusiapkan sarapan diatas meja, nasi goreng telur ceplok dan teh hangat. 

"Makan dulu mas." Ku panggil mas Deni ke meja makan. Mas Deni mulai memasukkan nasi goreng ke mulutnya. 

"BPKBnya jadi dimana mas?" 

Uhuuk... Uhuuk...

Mas Deni menggambil teh hangat dan meminumnya.

 

"Mas...." Kunaikkan nada suara satu oktaf. 

"Emm...itu dek...anu," ucap nya terbata. 

"Apa mas?" 

"BPKB nya buat jaminan,Dek.Mas pinjam uang karena ibu dan Rani butuh. Tapi mas gak ada uang."

Kutatap netranya, ya masih ada yang disembunyikannya. 

"Tapi itu mobil punyaku Mas, Aku beli dari jeripayahku. Enak aja kamu ambil buat jaminan tanpa seizinku. Itu namanya mencuri mas! Ngerti gak sih !" Kunaikkan intonasi bicaraku. Emosiku sudah diubun-ubun. Kesal rasanya 

"Maaf,Dek, kalau mas izin, kamu juga gak kasih kan." Mas Deni berusaha membalik keadaan. 

Kesannya aku yang salah di sini. 

"Ya tetep gak aku kasih, kenapa gak pakai sertifikat rumah ini aja sih! Lagian buat apa sih ibu sama Rani pinjam uang. Masih kurang uang yang selama ini aku kasih ke mereka? "

"Udah dek, kamu tu malah jelek-jelekin keluarga aku." ucap Mas Deni lantang. 

"Pokoknya aku gak mau tau, dalam satu bulan BPKB itu harus sudah kamu kasih ke aku. Awas kalau tidak mas."

"Capek aku ngomong sama kamu!" Mas Deni pergi meninggalkanku dengan wajah merah padam menahan emosi. 

Sabar-sabar Nit, ku tarik napas kukeluarkan perlahan. Bantu aku Ya Allah...

Related chapters

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 5

    Pov DeniAda meeting di kantor, tapi aku belum juga sampai. Jalan ibu kota hari senin begini, MasyaAllah macetnya. Sampai di kantor, aku bergegas berlari ke ruangan meeting. BRUUGG"Aw ...," teriak seorang wanita kesakitan saat tak sengaja aku menabraknya."Maaf mbak...." Kubereskan berkas-berkasnya yang berantakan. Ku berikan berkas itu. "Deni ya? Deni Permana," ucap wanita itu,kuinggat-inggat siapa gerangan wanita cantik nan seksi ini?Mataku sampai tak berkedip melihat body nya yang, aduhai. Bikin hasratku naik saja. Hahahahaa... "Iya siapa ya?" Mataku tak bisa lepas darinya. Dag dig dug, jantungku malah semakin berdetak. "Lupa ya? aku Kamila, teman sekelas kamu waktu SMA dulu," Jelasnya.Ku ingat-ingat, bukannya Kamila dulu yang suka mengejarku, si gendut tapi sekarang duh bodynya...Hemmm. Aku sampai menahan air liur menatapnya. "O,ya aku ingat," ku berikan kartu namaku,"aku buru-buru, lain waktu kita ngobrol lagi." Kutinggalkan dia, bergegas melangkah ke ruang meeting. ***

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 6

    Tok... Tok... "Nita buka pintunya!"Kudengar suara orang memanggil, seperti ibu. Kulihat dari balik jendela.Ow,ternyata ibu tapi dengan seorang wanita. Siapa gerangan?Kubuka pintu, lalu meberikan seulas senyum.Senyum palsu tepatnya. Namun tak dihiraukan ibu, wanita itu masuk begitu saja."Nita, itu tas Mila bawakan masuk!" ucapnya seraya menunjuk dua tas besar di teras. "Mila ayo masuk!"DEG! Tunggu, Mila? Bukannya itu nama maduku? Kutoleh wanita itu, benar saja itu Mila, sama persis di foto yang Indah kirim padaku tempo hari. Astaghfirullahalazim... Kuelus dada, mencoba menahan emosi yang semakin memuncak. Bisa-bisanya Mas Deni mengizinkan pelakor itu tinggal di rumah ini. Memang benar ini rumah orang tua Mas Deni, tapi setidaknya hargai aku sebagai istrinya.Ya Allah, kuatkan Aku! Kubawa masuk tas-tas itu ke dalam kamar tamu.Ah, malang benar nasibku, seperti jadi babu simpanan suamiku.Sabar-sabar Nita, demi mobil kembali ke tangan.Kusugesti diriku sendiri.Aku tak boleh men

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 7

    Aku siapkan sarapan pagi di meja, teh hangat pun sudah tersedia. Mas Deni sudah duduk di kursi biasanya. Mila keluar dari kamarnya, ditariknya kursi di dekat Mas Deni.Tunggu dulu, tak akan ku lbiarkan itu terjadi. Dengan cepat kilat kududuki kursi itu. "Lho mbak, aku kan mau duduk di sini!" protesnya sambil menyilangkan kedua tangan di dada."Oh, kukira kamu mempersilahkan aku duduk. Inikan tempat biasanya aku duduk," jawabku santai. "Hemm, istri kamu tu mas nyebelin!" adunya."Udah, kamu duduk dekat ibu saja sana,lagian ini juga tempat duduk Nita." Mas Deni membelaku.Semakin di tekuk muka Mila, tambah sinis dia melihatku.Kupindahkan nasi dan ayam goreng ke piring Mas Deni, tak lupa sambal pete dan lalapan. Mas Deni paling suka ayam goreng dengan sambel pete.Sarapan kali ini, dengan suasana hening tanpa suara.Seperti biasa, selesai makan kuantar Mas Deni ke depan. Lho, lho, kok Mila ikut-ikutan ke depan sih?"Mas berangkat dulu ya,Dek, Mila ayo!" hendak ku cium tangan Mas Deni,

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 8

    Suara mobil memasuki halaman rumah, Mas Bayu baru saja pulang dari kantor. Kuintip dia dari balik jendela.Ih ... menjijikkan! Mas Deni dan Mila saling berhadapan,tangan Mila melingkar di leher Mas Deni. Aku tahu apa yang mereka lakukan di dalam mobil. Walau tak begitu jelas,aku yakin mereka melakukan hal terlarang. Setelah mereka cukup puas, keluarlah dua insan tak memiliki urat malu dari mobil. Tangan Mila bergelayut manja di tangan Mas Deni. "Assalamuallaikum,Dek.""Wa'alaikumsalam," jawabku jutek,tak kucium tangan mas Deni. Kutinggalkan lelaki itu begitu saja mereka."Mbak, buatin minum dong! Haus nih!" perintah Mila."Kamu punya kaki dan tangan kan? Sana buat sendiri! Aku bukan babumu!" jawabku ketus, kutinggalkan mereka berdua."Tu mas, istri kamu gak tau apa, aku lagi hamil.""Huss, jangan keras-keras, nanti Nita dengar."Walau sudah di dalam kamar, aku masih bisa mendengar percakapan mereka. Mila hamil? Ya Allah Ya Robb. Drama macam apa ini?Bulir bening jatuh membasahi pipi

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 9

    "It--itu mobil mobil Nita,Buk," jawabnya tergagap. "Tetap mobil itu tak akan kuberikan padamu, anggap saja itu bayaran kami tinggal di sini." Ibu tak mau kalah. "Sekarang kamu tinggalkan rumah ini, aku tak sudi punya mantu macam kamu...!""Jangan usir Nita Bu, Deni mohon.""Buat apa sih mas kamu pertahanin wanita mandul kayak Nita. Lagian sudah ada aku yang jelas-jelas sedang hamil anak kamu!" Mila tersenyum mengejak ke arah ku. Ku seka air mata yang jatuh, berlari ke kamar. Akan ku beresi barang-barangku dan pergi dari sini.DEERKubanting pintu kamar, kubuka koper, kutata baju-baju agar muat di dalam koper besar. Ternyata satu koper besar tak muat menampung pakaianku. Belum lagi hijab dan yang lain. Kumasukkan lagi baju-baju dan beragam hijab ke dalam ransel besar. Tinggal sepatu, tas, alat kosmetik. Tapi bagaimana aku membawa semua ini?Aku ingat masih punya tiga tas karung yang biasanya untuk laundry. Kucari di dalam almari.Alhamdulillah ketemu, kumasukan bermacam model tas, d

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 10

    Pov AnitaAku bangun saat azan subuh berkumandang, mandi pagi dan kulanjutkan aktivitas pagi dengan beres-beres rumah. Barang bawaan, kubiarkan begitu saja, tak kusentuh. Biar nanti saja kutatasetelah sarapan pagi. Kubuka kulkas,zonk. Tak ada apapun, hanya ada air putih saja. Ya Allah... Kok aku bisa sampai lupa, kalau di rumah tak ada bahan makanan. Beras apalagi. Kuambil hijab di dalam almari, tak lupa kaos kaki. Kusambar tas dan ponsel yang ada di atas ranjang. Kemudian aku keluarkan motor. Tak lupa kukunci rumah terlebih dahulu. Aku nyalakan motor, lalu melajukan perlahan menuju pasar tradisional. Sengaja aku memilih berbelanja di pasar tradisional, bukan tanpa alasan selain harga yang lebih miring, sayur dan buah pun lebih segar.Dua puluh menit, akhirnya aku pun sampai di pasar tradisional. Aku mulai membeli beras 10 kg, telur 1kg, ayam 1 kg,dan bumbu dapur dari kecap, garam, gula merica dan lain sebagainya. Kini tinggal membeli sayur dan buah,kuputar arah,kembali ke parki

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 11

    Pov MilaPertemuan tanpa sengaja dengan cinta pertamaku. Deni Permana, ya, dialah cinta pertamaku, sungguh aku tak pernah bisa melupakannya.Setelah pertemuan itu, aku dan Deni semakin sering bertemu. Dari caranya memandangku, aku tau dia menyukaiku.Pucuk di cinta ulam pun tiba. Hingga terpikir ide gila untuk memilikinya. Saat masuk kerja aku pura-pura pusing dan meminta Deni untuk mengantarku pulang. Untung saja dia juga mau.Sesampainya di rumah, kuberikan secangkir teh hangat yang telah kucampur dengan obat perangsang. Pasti sebentar lagi akan bereaksi.Kutinggalkan Deni untuk ganti baju. Sengaja aku hanya memakai tank top dan Hot pants agar Deni semakin menginginkanku.Aku pura-pura menjerit minta tolong karena ada tikus. Padahal tak ada apapun.Setelah Deni datang, kutarik dia ke dalam kamar. Ternyata tak sia-sia aku memancingnya, dia begitu menikmati setiap sentuhanku. Hingga yang kuinginkan pun terjadi, tak hanya sekali. Kami melakukannya hingga tiga kali.Semenjak kejadian itu

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 12

    Aku asyik melihat sinetron dicenel ikan terbang sambil tiduran di sofa. Ah, nasibku kenapa bisa persis seperti sinetron yang baru aku tonton.Ditinggal suami selingkuh.Kurang apa sebenarnya diriku ini? Kurang cantik atau semok? Kalau dari sononya sudah begini, mau diapain lagi coba? Huft... Nasib-nasib!Tok... Tok .... "Assalamuallaikum ...."Suara pintu diketuk, disusul ucapan salam dari seorang laki-laki. Aku masih hafal betul suara itu. Suara orang yang berjanji membantuku mengambil mobil dari tangan Mas Deni. Kulangkahkan kaki menuju pintu depan dan membukanya. "Wa'alaikumsalam,mari duduk,Pak." Kutawarkan duduk di teras. Rasanya tidak baik kalau seorang laki-laki bertamu di rumah seorang wanita tanpa adanya orang ketiga. Apalagi malam-malam begini, takut terjadi fitnah. "Kedatangan saya ke sini untuk memberikan mobil dan suratnya,Mbak," ucap Pak Tomo sambil memberikan kunci dan STNK di meja. "Alhamdullillah, terima kasih,Pak. Saya jadi penasaran bagaimana ekspresi Mas Deni saa

Latest chapter

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 100

    "Ayo naik, ada yang ingin saya bicarakan." Aldi segera masuk ke mobil. Dengan berat hati Indah pun masuk ke mobil Aldi. "Dasar manusia kutub egois!" umpat Indah dalam hati. Kendaraan roda empat milik Aldi berjalan meninggalkan kantor. Hening, tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut kedua orang itu. "Kamu sudah sholat?" tanya Aldi memecah keheningan. "Baru tanggal merah, Pak." Aldi tersenyum mendengar jawaban Indah. Bukan, bukan karena tanggal merah. Namun rencananya akan berjalan lancar tanpa kendala. Mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Aldi ingin segera sampai tempat tujuan. Karena jarak kantor dan pantai yang ia tujuh hampir dua jam. "Pak, ini bukan jalan menuju rumah saya!" protes Indah karena arah jalan menuju pinggiran kota. Bukan menuju tempat tinggal gadis berambut panjang itu. "Jangan protes!" jawab Aldi dengan mata fokus melihat depat. Tak ia hiraukan wajah Indah yang menjadi masam. "Nanti orang tua saya khawatir, Pak. Putar balik, Pak. Saya ingin pulang!""

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 99

    Kini usia kandungan Intan sudah memasuki lima bulan. Selama itu pula Romi dan Intan tidur terpisah. Intan tidur di kamar tamu sedang Romi berada di lantai atas. Mereka berdua hanya bertegur sapa menggunakan ponsel. Pernah suatu ketika Romi sangat merindukan Intan. Ingin mencium istri dan bayi kembar yang ada di dalam kandungan. Namun saat bertemu Intan bukan kemesraan ya ia terima. Melainkan istrinya yang lemas karena muntah. Hampir lima bulan Intan dan Romi bagai orang asing. Romi selalu menyingkir saat bertemu Intan, begitu pula sebaliknya. [Sayang, Mas kangen. Pengen peluk.]Satu pesan masuk dari Romi, Intan tersenyum kala membaca pesan sang suami. Namun kemudian ia meneteskan air mata. Intan merasa belum bisa menjadi istri yang baik. Belum bisa melayani suami. Dalam hati wanita berhijab menjuntai itu sangat merindukan pelukan Romi. Namun lagi-lagi terhalang dengan rasa mual yang mendera. Hingga sebuah ide muncul dalam kepala Intan. Ia berharap ide ini berhasil. Dan menepis jar

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 98

    Bijaklah dalam membaca, yang dibawah umur di skip saja. Pov RomiAku berjalan menuju kamar. Jantung rasanya ingin lepas dari sarangnya, dag ... dig... dug,berdetak lebih kencang. Seperti inikah malam pertama dengan wanita yang ku cinta? Rumah sudah sepi. Mama dan papa sudah tidur di kamar. Ibu Halimah sendiri memilih pulang diantar Pak Yadi. Dan Nadia merengek minta diantar ke rumah sakit. Ku buka pintu perlahan. Intan tak ada di ranjang, pasti sedang di kamar mandi. Ku jatuhkan bobot di atas kasur. Mencoba menetralisir degup jantung ini yang tak menentu. Kreeek... Pintu kamar mandi di buka dari dalam. Mataku melotot melihat seorang wanita yang keluar. Intan memakai setelan celana dan baju lengan panjang. Rambut hitam panjangnya dibiarkan terurai begitu saja. Ia berjalan ke arahku sambil menundukkan kepala. Membuatku semakin gemas melihatnya. Perlahan Intan menjatuhkan bobot di kasur sebelahku. Wajahnya masih menunduk. Apakah ia malu dan deg-degan, seperti yang ku rasakan saat i

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 97

    Pov Romi"Ngelamun saja Rom!" Satu tepukan dipundak meyentakku dari lamunan. "Gangguin orang sedang berkhayal saja bro!" Yusuf hanya tersenyum melihat ekspresi kesal yang nampak di wajahku. "Sabar, besok juga sudah halal. Aku salut dengan kejujuranmu." Ku naikkan ujung alis ke atas. Tak mengerti dengan ucapan Yusuf barusan. Kejujuran, kejujuran apa maksudnnya?"Maksudnya apaan?""Ya, kejujuran tentang perasaan kamu sama bini aku tempo hari. Gak nyangka ternyata selama ini kamu memendam rasa pada Anita. Tunggu, apa jangan-jangan bunga waktu itu bukan untuk hadiah kehamilan melainkan untuk istriku." Kutelan saliva dengan susah payah. Ya Tuhan, kenapa Romi bisa tahu. Padahal waktu itu dia tak ada di rumah. Apa jangan-jangan Anita cerita pada Yusuf. Tapi kok rasanya tak mungkin. Anita bukan wanita yang suka mengadu atau membuka aib orang lain. "Bingung kan kenapa aku tahu semuanya padahal aku tak di rumah?" Yusuf seperti bisa membaca isi pikiranku. Apa yang harus ku jawab. Hanya satu

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 96

    Pov Intan"Intan, disaksikan kedua sahabatmu." Mas Romi menghembuskan nafas perlahan "maukah kamu menjadi ibu dari anak-anakku?"Mataku melotot mendengar perkataan Mas Romi. Mas Romi sadar kan? Dia sedang tidak membayangkan Mbak Anita kan?Aku masih diam, mulutku enggan menjawab perkataan Mas Romi. Entah mengapa aku belum percaya yang ia ucapkan. Semudah itukah dia melupakan pesona Mbak Anita? Walau tak bisa ku pungkiri, ada rasa bahagia mendengar setiap kata yang keluar dari mulutnya. "Bagaimana Intan? Maukah kamu menjadi istriku?"Jantungku dipacu lebih cepat. Dag dig dug. Jawaban apa yang harus ku katakan? "Bilang iya, Tan! Tak usah kamu merasa tak enak padaku. Aku sadar perkara hati tak bisa dipaksakan. Aku ikhlas jika kamu bersama Romi. Aku yakin suatu saat Allah akan mengirimkan seorang imam padaku." Senyum tergambar di wajah Mbak Indah. Bulir bening nan hangat mengalir tanpa dikomando. Mendengar ucapan Mbak Indah membuat suasana terasa semakin haru. Bukan hanya aku saja yang

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 95

    Aku melangkah ke rumah Yusuf dengan perasaan tak menentu. Mobil Indah dan sepeda Intan sudah terparkir rapi di carport. Apakah aku bisa menyelesaikan masalah ini dengan baik? Setelah semua jelas, akankah Intan mau menerima perjodohan kami? Bagaimana jika akhirnya kedua wanita itu justru membenciku? Berbagai prasangaka memenuhi pikiranku. Ya Allah bantu aku. Ting ... Tong .... Suara bel setelah ku tekan. Aku berdiri di depan pintu sambil meremas kedua tangan. Rasa gugup dan takut bercampur menjadi satu. Pintu di buka dari dalam. Jantung di pacu lebih cepat saat menanti siapakah orang yang membuka pintu. Semoga saja bukan Intan atau Indah. Seorang wanita paruh baya tersenyum kala menyambutku. Berjalan berjajar lalu masuk ke rumah bernuansa modern ini. "Apakah ada masalah, Rom?" tanya tante Ningrum. "Sedikit tan, hanya kesalahan pahaman saja. Ini mau diselesaikan."Ternyata masalah ini sudah sampai ke telinga tante Ningrum. Aku menjadi tak enak hati karena ketidak tegasanku yan

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 94

    Pov Romi"Jangan asal bicara, nanti akan menimbulkan fitnah," ucap papa. "Itu kenyataan, dan Romilah penyebab kematian Febi!"Ya Tuhan, ada apa lagi ini? Bisa-bisanya Om Damar memutar balikkan fakta. Orang tak tahu pasti akan percaya. Terlebih dia memiliki kekuasaan. "Ayo, Rom, ma, kita pulang saja," ucap papa melanjutkan langkah. Tak ia perdulikan tatapan penuh kemenangan di wajah Om Damar. "Dasar pengecut!"Kami tak membalas ucapan lelaki tua itu. Percuma meladeni orang seperti itu. Hanya akan menimbulkan rasa lelah saja. Biarpun kami tak bisa membalas cukup adukan pada Sang Pencipta. Aku yakin Allah akan menegurnya dengan cara-Nya sendiri. Kami melangkah meninggalkan kerumunan para pelayat.Tatapan sinis tergambar dari raut mereka. Sesuatu yang viral tempo hati seakan hilang dalam sekajap. Uang dan kuasa mampu membungkam hal seperti itu. "Mama sudah bilang, papa sih tidak percaya!" omel mama setelah kami masuk ke mobil. "Tidak apa-apa ma, yang penting kita sudah berusaha untuk

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 93

    Duduk termenung di balkon. Menatap langit yang masih tertutup mendung meski air tak lagi berjatuhan. Namun bintang dan bulan masih enggan nampak.Semilir dinginnya angin malam tak mampu mengusik diriku dari sini. "Intan atau Indah yang kamu cintai?" Perkataan Anita tadi kembali mengusik pikiranku. Benarkah kedua wanita itu menyukaiku? Apakah Indah adalah alasan Intan menolak perjodohan kami? Cinta itu sebuah perjuangan. Tapi kenapa Intan memilih mengalah dibandingkan berjuang. Apa karena aku terlalu dingin dan terkesan mengabaikannya? Entahlah, aku sendiri bingung memikirkan itu. Intan dan Indah adalah dua pribadi yang berbeda. Intan dengan penampilan tertutupnya dan Indah wanita fashionable. Keduanya memang memiliki pribadi yang baik. Namun jika aku harus memilih, tentu Intan lah yang ingin ku jadikan pendamping hidup. Bukan, bukan hanya karena Intan sholehah tapi juga karena mama sudah cocok dengan wanita berhijab menjuntai itu. Bukankah hubungan menantu dan mertua sangat berpen

  • Maaf Mas, Aku Tega!    Bab 92

    "Tan," panggilku sedikit keras. "I-iya Mas," jawabnya gugup. Aku yakin dia gugup mau menjawab apa. "Bagaimana jawaban kamu?" Intan menyatukan dua alis. Pandangan tajam ke arahku. Apa aku salah bicara? "Maaf Mas, Intan belum bisa."Hancur sudah harapanku. Harusnya aku tidak bilang saja. Sekarang hanya malu yang ku rasa. "Maaf ya Mas, Intan belum bisa mencicil biaya rumah sakit ibu. Intan belum punya uang." Aku bengong mendengar jawabannya. "Bukan yang itu, Tan. Yang tadi," ucapku berusaha mengingatkan Intan. "Dari tadi Mas Romi bilang tentang uang berobat kan?"Ya Allah, Ya Robb... Susah payah menenangkan hati agar bisa bicara pada Intan. Namun dia justru tak mendengar. Percuma menahan detak jantung. Anak ini memang keterlaluan. Harusnya aku diam saja tadi. "Lupakan saja, Tan. Untuk uang pengobatan tak usah dikembalikan. Aku ikhlas kok.""Tapi, Mas!""Kamu kan sudah jagain mama aku selama tiga hari. Anggap saja kita impas""Tidak bisa gitu dong, Mas. Saya ikhlas kok.""Sudah ah

DMCA.com Protection Status