Sebenarnya apa mimpi Erlangga? Kenapa dia tak mau menceritakan pada Alea? Yuk ah lanjut baca dan jangan lupa sumbangkan Gemsnya. Agar bisa tetap eksis di aplikasi, jangan lupa baca juga cerita saya yang lainnya. 1. ISTRIKU MINTA CERAI SETELAH AKU TAGIH HUTANGNYA (Tamat) 2. KUNCI BRANGKAS RAHASIA SUAMIKU(tamat)
Maaf, Aku Pantang Cerai! (98)"Kau adalah satu-satunya wanita yang bisa membuat Erlangga merasakan bahagia, sekaligus sakit yang luar biasa. Penolakanmu bersamaan dengan rasa malu dan trauma yang dia dapat dari keluarganya.Pria malang itu mendapatkan pelecehan tepat di saat hari pernikahanmu. Saat kau tertawa bahagia, pria itu sedang berjuang melawan mautnya. Untunglah sekelompok orang datang tepat waktu sehingga nyawanya tertolong, sayang kejadian itu membuatnya trauma. Itulah sebabnya aku dan Hani sebenarnya tak ingin melihatmu di dekat Erlangga, sialnya pria bodoh itu terlalu mencintaimu sehingga kami tak bisa berbuat apa-apa."Alea meringkuk memeluk lutut di hadapan Dani. Penasaran dengan mimpi dan juga ucapan wanita di kantor Seno, membuatnya nekad memaksa Dani untuk bicara. Hasilnya pria itu mengatakan sesuatu yang tak bisa dia terima dengan akalnya."Mama membiarkan Erlangga berada di pesta para pria menyimpang itu? Karena tau suaminya telah menjual anaknya demi membayar hutang
Maaf, Aku Pantang Cerai! (99)"Sayang bangun, ini sudah siang katanya ada rapat penting hari ini."Alea membelai wajah Erlangga, bahkan mencium pipinya tapi pria itu tak bergerak sama sekali. Semalam dia memang pulang larut karena pekerjaan menumpuk, tekadnya menghancurkan perusahaan papa tirinya, membuat para investor beralih pada perusahaan mereka.Jefri dan Sela yang kini mengurus perusahaan baru Erlangga di Jepang kalang-kabut. Sebab para investor itu ingin bertemu langsung dengan Erlangga, membuat suami Alea itu sibuk bolak-balik. "Sebentar lagi, beri waktu lima menit," pinta Erlangga."Baiklah, cepat bangun aku tunggu di bawah. Sarapan sudah hampir dingin, karena kau sudah sangat terlambat."Alea membelai rambut sang suami lalu hendak mencium pipinya, tapi yang dapat justru bibirnya karena Erlangga menggeser wajahnya sedikit."Manis." Senyum Erlangga sembari membuka matanya lebar-lebar."Nakal, cepat bangun ini sudah siang. Dani sudah menunggu tuh di bawah, wajahnya masam betul
Maaf, Aku Pantang Cerai! (100)"Tetap tenang, jangan terpancing emosi. Ingat kau punya aku dan anak-anak kita."Alea memeluk sang suami, lalu melirik kedua mertuanya yang sudah berada di dalam mobil, untuk mengikuti Erlangga ke kantor. Dia sudah meminta Dani untuk tetap di samping Erlangga, karena tak mau pria itu terlepas kendali pada mama dan papa tirinya."Aku sebenarnya tak ingin pergi ke kantor. Apalagi ada kedua orang itu, rasanya ingin sekali menghajar pria tak punya malu itu, Al."Nah kan kalau kesal Erlangga jadi lupa memangil "sayang" dia akan memangil namanya begitu saja. Membuat Alea tersenyum, lalu meraih wajah sang suami untuk memberinya kecupan di pipi."Pergilah, nanti aku datang membawa makan siang. Jika kau jadi anak baik, aku akan memberimu hadiah yang tak akan bisa kau tolak."Alea mengerling nakal, membuat Erlangga tertawa bahagia. Pria itu melihat Aska bersama pengasuhnya, lalu meraih dan mencium anak sambungnya dengan gemas. Kebiasaan sebelum pergi bekerja, Erlan
Maaf, Aku Pantang Cerai! (101)"Perempuan sialan kau tak hanya menguasainya, tapi kau juga akan mengekangnya. Berniat mengikatnya seperti anjing di sisimu."Wanita itu terlihat murka, ketika mengingat anak lelakinya ternyata begitu patuh pada sang istri. Wanita itu bahkan tak membiarkan Erlangga jauh darinya dan anaknya yang bodoh mengira itu karena cinta."Memangnya mama punya urusan apa soal Erlangga? Aku rasa sudah cukup selama ini mana menguasainya seperti anjing. bahkan mama tak perduli betapa menderitanya dia saat itu, sekarang aku yang akan menguasainya dengan memberinya cinta dan kasih sayang. Tidak seperti yang mama lalukan selama ini."Alea benar-benar sudah bertekad untuk melindungi suaminya. Terserah jika harus melawan mama mertuanya, saat ini dia punya rencana menjaga Erlangga dan mengembalikan cinta sang mama pada pria malang itu."Kau memang tak tau diri. Setelah mengambil sertifikat apartemen dan uang yang aku beri, kau juga tak ingin melepaskan mangsamu. Sungguh Angga
Maaf, Aku Pantang Cerai! (102)"Sayang."Alea menyeka airmatanya saat mendengar suara Erlangga. Wanita itu melangkah menuju lemari untuk menyusun baju yang habis di setrika pembantunya, perlahan dia menarik napas saat merasa pelukan di perutnya. Juga merasakan deru napas sang suami di lehernya."Maaf," lirih suara Erlangga.Perlahan Alea memutar tubuhnya lalu menatap sang suami. Melihat wajah lelahnya timbul rasa iba di hatinya, tapi mengingat tatapan tak percaya suaminya tadi, membuat perasaan itu menguap begitu saja."Aku masih banyak pekerjaan, bisa menyingkir sebentar."Alea kembali melangkah menuju tempat tidur. Mengambil tumpukan baju yang tersusun rapi untuk di pindahkan ke lemari. Erlangga yang tau sang istri sedang kesal tetap berusaha membujuknya."Sayang, duduklah sebentar aku ingin bicara."Alea seolah tak perduli pada ucapannya membuat Erlangga mengangkat tubuh sang istri dan membawanya duduk di atas pangkuannya. Perlahan dia menatap mata sang istri yang menatapnya kesal.
Maaf, Aku Pantang Cerai! (103)"Sayang, ini sungguh luar biasa."Alea terlihat bahagia, saat melihat ruangan yang sudah di renovasi. Dalam satu bulan sudah berubah menjadi seperti apartemen kecil, ruangan Erlangga juga tak perlu di sekat karena Aldian membuat pintu di sisi lain kamar tidur, jadi di kamar itu ada dua pintu. Satu menuju ke ruangan Alea satu lagi ke ruangan Erlangga.Alea benar-benar puas. Apalagi saat melihat kabinet dapur yang cukup bagus, wanita itu seperti merasa berada di rumah. Ruangan itu sudah terisi lengkap, ada sofa dan televisi juga. Alea tersenyum sembari melambaikan tangan pada Erlangga, karena ruangannya dan ruangan erlangga sekarang hanya terhalang dinding kaca. Tapi ada tirai sebagai pelindung."Bagaimana kau puas kan dengan kerja Aldian? Dia memang tau apa yang kita inginkan, mulai sekarang kita tak akan berjauhan lagi."Erlangga memeluk pinggang sang istri setelah dia mendatanginya. Melihat senyum Alea membuat hatinya tenang."Ini sempurna Yank. Kita han
Maaf, Aku Pantang Cerai! (104)"Ish ...kenapa jadi tak ada yang enak di pakai sih?"Alea terlihat sibuk dengan baju yang akan dia pakai malam ini, kalau bukan karena takut Erlangga terpincut keponakan Arifin. Dia tak akan mau ikut undangan."Perutku juga sudah terlihat buncit jadi tak enak di pandang. Pasti wanita itu akan mudah merebut suamiku."Mungkin karena hormon kehamilannya makanya Alea sedikit labil. Dia mulai mencurigai suaminya, walau dia tau betapa cintanya Erlangga mencintainya."Cinta saja tak cukup kuat, apalagi kalau pengoda itu itu cantik, seksi dan masih perawan."Lagi-lagi Alea berpikiran buruk, membuatnya pusing sediri, hingga tak menyadari sang suami menatapnya heran. Pria itu tak pernah melihat istrinya jadi seperti orang bingung."Ada apa lagi, Yank? Kok belum siap-siap. Acaranya jam 7 loh, kita tak mungkin datang terlambat."Alea mendengus kesal karena mendengar ucapan Erlangga. Dia jadi kesal karena suaminya jadi tak peka."Kita tak usah pergi aja ya? Tak ada ba
Maaf, Aku Pantang Cerai! (105)"Erlangga Pratama. Selamat datang Nak, mari aku kenalkan pada keluargaku."Erlangga tersenyum melihat Arifin yang menyambutnya dengan hangat. Pria itu melirik pintu masuk berharap sang istri segera menemuinya, setelah selesai dari kamar mandi. Kebetulan Alea ingin buang air kecil makanya dia masuk duluan.Pesta itu dilakukan di halaman belakang, tepat di dekat kolam renang. Jadi Alea pergi ke kamar mandi di dalam rumah, yang di tunjukkan oleh pembantu rumah itu.Erlangga terlihat gelisah karena Alea tak kunjung datang. Dia ingin pergi melihat sang istri, tapi Arifin dan keluarganya terlihat begitu senang melihatnya datang. Mereka mengajak Erlangga keliling berkenalan dengan para tamu undangan, seolah dia bagian dari keluarga."Kakek, Mira sudah pulang. Selamat ulang tahun Kakek sayang."Gadis itu tersenyum lalu memeluk sang kakek. Kemudian mulai mendekati Erlangga yang berdiri di samping pamannya Arifin, Mira mengulurkan tangan ke arah Erlangga, namun ses